You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Atrial septal defect (ASD) adalah adanya hubungan (lubang) abnormal
pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan atrium kanan. Kelainan jantung
bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan serambi jantung kiri melalui sekatnya karena kegagalan
pembentukan sekat.
Defek ini dapat berupa defek sinus venosous di dekat muara vena kava
superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah
kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan penutupan septum primum
yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan pembedahan
sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan dari kanan ke
kiri sebagai tanda timbulnya sindrom eisenmenger. Apabila sudah terjadi
pembalikan arah aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan.
Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan
jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.

1.2.Rumusan Masalah
1) Apakah definisi ASD?
2) Bagaimana etiologi ASD?
3) Apa saja klasifikasi ASD?
4) Bagaimana patofisiologi ASD?
5) Bagaimana manifestasi klinis ASD?
6) Apa sajakah komplikasi ASD?
7) Apa sajakah pemeriksaan penunjang ASD?
8) Bagaimana penatalaksanaan medis ASD?
9) Bagiamanakah pathway ASD?
10) Bagaimanakah Rumusan ASKEP ASD?

1
1.3.Tujuan Penulisan
1) Untuk Mengetahui Definisi ASD
2) Untuk Mengetahui Etiologi ASD
3) Untuk Mengetahui Klasifikasi ASD
4) Untuk Mengetahui Patofisiologi ASD
5) Untuk Mengetahui Manifestasi klinis ASD
6) Untuk Mengetahui Komplikasi ASD
7) Untuk Mengetahui Pemeriksaan penunjang ASD
8) Untuk Mengetahui Penatalaksanaan medis ASD
9) Untuk Mengetahui Pathway ASD
10) Untuk Mengetahui Rumusan ASKEP ASD

2
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEFECT)

2.1.Definisi ASD
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium
kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan
(Sudigdo Sastroasmoro, 1994). ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa
lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi
karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin (id. Wikipedia.org).
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang
pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan
atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran
di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan
yang lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada
sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung
bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang
( defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan
kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena
cavasuperior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah
kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum
primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah
sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke

3
kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi
pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan
bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur
atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.

2.2.Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1) Faktor Prenatal
 Ibu menderita infeksi RubellaIbu alkoholisme
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita IDDM (Insulin dependent diabetes melitus)
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2) Faktor genetik
 Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung
bawaan)
 Ayah atau ibu menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
 Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
 Lahir dengan kelainan bawaan lain
3) Gangguan hemodinamik
Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan diatrium
kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium
kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan
normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara
atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru.
Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini
tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan
(shunt), Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium
ini tidak diketahui.

4
2.3.Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1) Ostium Secundum
Merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada
bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir
dengan ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan
sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe
kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale
normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa
orang hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD
merupakan defisiensi septum atrial yang sejati.
2) Ostium Primum
Kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai
dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel
bagian atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan
sendirinya.
3) Sinus Venosus
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering
disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal
dapat berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium kanan. Defek
sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat
sekundum dikenal dengan ASD II.

2.4.Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak
diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan
jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler

5
terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status
yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada
atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan
beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium
kiri. Bila shunt besar, maka volume darah melalui arteri pulmonalis dapat 3-5
kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik, dengan adanya
kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga
adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan
tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ).
Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolik. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I
sebagian sama dengan ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga
darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri
dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada
ASD II Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga
sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen
akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras
karena perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium
kiri lebih besar dari tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium
pulmonalis kapiler paru, dan atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya

6
meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul bising sistolik karena
stenosis relative katup pulmonal, Juga terjadi stenosis relative katup
trikuspidal, sehingga terdengar bising diastolic. Penambahan beban atrium
pulmonal bertambah, sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan
lambat. Pada ASD primum bisa terjadi insufisiensi katup mitral atau
trikuspidal sehingga darah dari ventrikel kiri atau kanan kembali ke atrium
kiri atau kanan saat sistol.

2.5.Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan
kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita.
Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai
adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya
infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan
batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek). Selain itu gejala gagal jantung
(pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal
tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak
yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-
cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2) Dispnea (kesulitan dalam bernafas)
3) Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4) Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5) Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama
sekali
6) Tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia
pertengahan Aritmia.

7
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
1) Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
2) Tidak memiliki nafsu makan yang baik
3) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
4) Berat badan yang sulit bertambah

Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :


1) Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
2) Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
3) Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
4) Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

Mild dyspnea pada saat bekerja (dispnea d’effort) dan atau kelelahan
ringan adalah gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar
atrium. Pada bayi yang kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan
tanda-tanda gagal jantung kongestif yang mengarah pada defek atrium yang
tersembunyi.

Gejala menjadi semakin bertambah dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada


beberapa pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau 7
dekade sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispnea d’effort, kelelahan
ringan atau gagal jantung kongestif yang nyata.

Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda
ini adalah khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang
tipe lain tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap.

2.6.Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi :
1) Gagal jantung
2) Penyakit pembuluh darah paru
3) Endokarditis
4) Obstruksi pembuluh darah pulmonal(hipertensi pulmonal)
5) Aritmia
6) Henti jantung dan

8
7) VSD

2.7.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus
pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan
vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2. Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB (Right bundle branch block) pada 95%, yang
menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke
kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari
defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis
deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus
defek sekundum.
3. Ekokardiografi
Ekokardiogram: Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi
ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks.
Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya
defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps
katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang
besar.
Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium
primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien
aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban
volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid serta
kelainan lain.
Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam
sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran

9
sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila
Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk
mengevaluasi pirau dari kiri kekanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium
jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau
intensifikasi pencitraan, pengukuran tekanan darah dan sampel darah
memberikan sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung
dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila
terdapat hipertensi pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium
kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri
pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian
oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.

2.8.Penatalaksanaan Medis
Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan
adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi
tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi
pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung
didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak responsif
dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium
merupakan indikasi kontra.
1) Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan
sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah

10
(3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal
jantung kongaestif yang tidak teratasi secara medikamentosa, defect atrial
ditutup menggunakan patch.
2) Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan
jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada
kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan
terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak
yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi,
shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-
kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup
untuk maju terus.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai
pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun,
penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek
sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung
kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek
dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan
jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari
430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami
pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna
pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang
dan terutama adalah masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan
pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat
menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini.
Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam
beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk
mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium
3) Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.

11
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil
dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran
yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti
orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia.
Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung
jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium
transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi
defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam
vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup
trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan
dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan.
Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek.
Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan
tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan
sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam,
besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila
tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. namun
kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar
kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta
penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani
dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan
jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40
tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika

12
Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-
pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam
follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka
survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya
komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
4) Terapi intervensi non bedah
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal
Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui
pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani
dengan metode ini dan memerlukan pembedahan. Amplatzer septal occluder
(ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme
pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan
hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek
atrium sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug
Administration (FDA US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek
septum atrium sekundum, patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.

13
2.9.POC

14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ASD (ATRIAL SEPTAL DEEFECT)

I. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Umum (Anamnesa)
1. Biodata / Identitas
ASD timbul sejak usia bayi baru lahir bertambah nyata jika bayi
menangis atau menetek lama. Gejala ini dapat diketahui beberapa bulan
atau bahkan beberapa tahun jika timbul kelainan ringan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama bisa salah satu dari sesak napas (dispnea), pusing,
maupun nyeri dada, tergantung tingkat keparahan ASD yang dialami.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita terlihat pucat, banyak keringat yang keluar, ujung-
ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah (sering terlihat benjolan
dada kiri), berat badan menurun (tidak ada nafsu makan), tubuh terasa
lemah, pusing, sesak nafas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil
dengan banyak mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara potensial
menyebabkan kelainan susunan jantung pada embrio/sejak lahir.
a) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi
virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan
obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
b) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
c) Riwayat Neonatus
Adanya gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea, anak rewel
dan kesakitan, tumbuh kembang anak terhambat, terdapat edema
pada tungkai dan hepatomegali, sosial ekonomi keluarga yang
rendah.

15
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit Rubela /
penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu
seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.

Selain hal tersebut, pengkajian jantung juga harus pula berisi evaluasi sebagai
berikut :
1. Efektivitas jantung sebagai pompa
2. Volume dan tekanan pengisian
3. Curah jantung
4. Mekanisme kompensasi
b. Pengkajian Fisik

Hal yang harus diperiksa atau diperhatikan saat pengkajian pada pasien
dengan gangguan pada kardiovaskulernya adalah :

1) Keadaan umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan
dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara
logis sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan
apakah oksigen mampu mencapai otak.
2) Pemeriksaan tekanan darah
Sebagai indikator adanya penurunan curah jantung, ketegangan arteri,
volume, laju serta kekentalan.
3) Pemeriksaan nadi
Mencerminkan volume sekuncup dan tahanan vaskuler sistemik. Tekanan
nadi dapat dijadikan sebagai indikator non invansif kemampuan pasien
mempertahankan curah jantung. Bila tekanan nadi pada pasien jantung
turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu dilakukan pengkajian
kardiovaskuler lebih lanjut.
4) Head To Toe
a. Kepala dan leher
Difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk
mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga

16
dlakukan pengkajian pada vena jugularis apakah ada distensi atau
tidak.
b. Mata
Inspeksi : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak
anemis/tidak,sklera mata ampak putih /tidak,bola mata
mengetahui arah telunjuk/tidak.
c. Telinga
Inspeksi : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat bantu/tidak,
simetris/tidak.
d. Hidung
Inspeksi: simetris/tidak, ada sekret/tidak.
e. Mulut
Inspeksi : tampak kering/tidak, simetris/tidak
f. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : simetris/tidak
Palpasi : adanya nyeri tekan/tidak
Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak, ada bunyi weizhing/tidak.
Terdengar murmur akibat peningkatan aliran
darah yang melalui katup pulmonalis atau
tidak. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat
aliran darah yangmengalir melalui katup trikuspidalis
g. Pemerikasaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra
simisfer pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa
adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi.
h. Pemeriksaan Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus,
stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan
pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
i. Pemeriksaan neurosensori

17
Pada pemeriksaan neuro sensori, syaraf yang dijadikan titik utama
pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS.
j. Pemeriksaan Integumen
Terdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.
k. Pemeriksaan muskuloskletal
Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.
l. Ekstremitas
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling
penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
1. Sianosis perifer : dimana kulit tampak kebiruan, menunjukan
penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu
waktu yang lama bagi hemoglobin untuk desaturasi.
2. Pucat : dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan
vaskuler sistemik.
3. Waktu pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari
dengan kuat dan lepaskan dengan cepat. Repurfusi yang
melambat dapat menunjukan kecepatan aliran darah perifer yang
melambat.
4. Temperatur dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan
terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat
dingin dan basah akibat stimulus sistem saraf simpatis dan
mengakibatkan vasokontriksi.
5. Edema : meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
6. Penurunan turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
7. Penggadaan ( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi
hemoglobin kronis pada penyakit jantung kongeniital.
5) Perkembangan Konsep Tumbuh Kembang

a. Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)

Pada tahap ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit
dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter
yang berkembang di kemudian hari. Pada pengkajian klien yang
berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi

18
perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir
gangguan asupan nutrien di masa pertumbuhan.

b. Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)

Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan,


misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang
bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.
Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat
dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk
menggunakan fungsi pembuangan secara optimal.

c. Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)

Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus),


sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap
ini anak akan mengalami Oedipus complex.

Oedipus complex merupakan keinginan yang mendalam untuk


menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan
menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin
dengannya.

d. Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)

Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan


kecerdasan (masa sekolah). Pada klien dengan rentang usia di tahap
ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan
meminimalsir resiko terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir

e. Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)

Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi


sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-
kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada pemeriksaan
genetalia

c. Pola Fungsi Kesehatan

19
1) Pola Aktivitas dan latihan
Keletihan/kelelahan
Dispnea
Perubahan tanda vital
Takipnea
Kehilangan tonus otot
2) Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
Riwayat hipertensi
Endokarditis
Penyakit katup jantung.
3) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Ansietas, khawatir, takut
Stress yang b/d penyakit
4) Pola nutrisi dan metabolik
Anoreksia
Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
5) Pola persepsi dan konsep diri
Kelemahan
Pening
6) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga.

II. Diagnosa Keperwatan

1. Penurunan curah jantung b.d perubahan dalam rate, irama, konduksi


jantung, menurunnya preload
2. Intoleransi aktivitas b.d hipoksia
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
4. Kerusakan pertukaran gas b.d edema paru

20
III. Intervensi

Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional


hasil
Penurunan T : klien
curah jantung memperlihatkan - Auskultasi nadi - Biasanya terjadi
b.d peningkatan apical, kaji tachycardia untuk
perubahan curah jantung frekuensi, irama mengkompensasi
rate, irama, KH : denyut jantung. penurunan
konduksi jantung kuat, - Catat bunyi kontraktilitas
jantung teratur, dan jantung. jantung.
dalam batas - Palpasi nadi - S1 dan s2 lemah,
normal perifer. Untuk karena menurunnya
mengetahui fungsi kerja pompa S3
pompa jantung yang sebagai aliran ke
sangat dipengaruhi dalam serambi yaitu
oleh CO dan distensi. S4
pengisisan jantung. menunjukkan
- Pantau tekanan inkopetensi atau
darah. stenosis katup.
- Pantau keluaran - Untuk mengetahui
urine, catat fungsi pompa
penurunan keluaran, jantung yang sangat
dan kepekatan atau dipengaruhi oleh
konsentrasi urine. CO dan pengisisan
- Kaji perubahan jantung.
pada sensori contoh: - Dengan
letargi, bingung, menurunnya CO
disorientasi, cemas mempengaruhi
dan depresi. suplai darah ke
- Berikan istirahat ginjal yang juga
semi recumbent mempengaruhi

21
(semi-fowler) pada pengeluaran
tempat tidur. hormone aldosteron
- Kolaborasi dengan yang berfungsi pada
dokter untuk terapi, proses pengeluaran
oksigen, obat urine.
jantung, obat - Menunjukkan
diuretic dan cairan. tidak adekuatnya
perfusiserebral
sekunder terhadap
penurunan curah
jantung.
- Memperbaiki
insufisiensi
kontraksi jantung
dan menurunkan
kebutuhan oksigen
dan penurunan
venous return.
- Membantu dalam
proses kimia dalam
tubuh.
Intoleransi T : klien
aktivitas menunjukkan - Taksiran tingkat, - Untuk
b.d hipoksia perbaikan curah kelelahan, memberikan
jantung yang kemampuan untuk informasi tentang
terlihat dari melakukan ADL energi cadangan dan
aktivitas klien - Berikan periode respon untuk
dan istirahat dan beraktivitas
tidur yang cukup - Untuk
- Hindari suhu meningkatkan
lingkungan yang istirahat dan
ekstrim menghemat energy

22
- Karena
hipertemia/hipoterm
a dapat
meningkatkan
kebutuhan oksigen

Gangguan T : Memberikan Kaji tingkat


pertumbuhan support untuk tumbuh kembang
dan tumbuh kembang anak
perkembanga KH : Anak akan - Berikan asupan
n b.d tidak tumbuh sesuai makanan
adekuatnya dengan kurva bernutrisi
suplai pertumbuhan - Berikan stimulasi
oksigen dan berat dan tinggi tumbuh kembang,
zat nutrisi ke badan kativitas bermain
jaringan. dan aktivitas lain
sesuai dengan usia
anak.
- Libatkan keluarga
agar tetap
memberikan
stimulasi selama
dirawat
- Memantau masa
tumbuh kebang anak
- Agar anak bisa
tumbuh dan
berkembang
sebagaimana
mestinya
- Anggota keluarga
sangat besar

23
pengaruhnya
terhadap proses
pertumbuhan dan
juga perkembangan
anak-anak

Kerusakan T: dalam waktu 3 -Bronkodilator


pertukaran x 24 jam setelah - Berikan mendilatasi jalan
gas b.d diberikan bronkodilator sesuai napas dan
edema paru intervensi terjadi yang diharuskan membantu melawan
perbaikan Dpt diberikan edema mukosa
dalam pertukaran peroral, IV, inhalasi bronkial dan spasme
gas Observasi efek muscular
KH: samping:takikardi,di -
- Melaporkan sritmia,eksit asi Mengkombinasikan
penurunan sistem saraf medikasi dengan
dispnea pusat,mual,muntah aerosolized
- Menunjukan - Evaluasi tindakan bronkodilator
perbaikan dalam nebuliser,inhaler nebulisasi biasanya
laju aliran dosis terukur digunakan untuk
ekspirasi kaji penurunan mengendalikan
- Menggunakan sesak bronkokonstriksi
peralatan oksigen napas,penurunan - Teknik ini
dengan tepat mengi,kelonggaran memperbaiki
ketika dibutuhkan sekresi,penurunan ventilasi dengan
- Menunjukan ansietas membuka jalan
gas-gas darah pastikan bahwa napas dan
arteri yang tindakan dilakukan membersihkan jalan
normal sebelum makan napas dari sputum
untuk menghindari - Oksigen akan
mual dan muntah memperbaiki
- Intruksikan dan hipoksemia.

24
berikan dorongan Diperlukan
pada pasien untuk observasi yang
pernapasan cermat terhadap
diafragmatik dan aliran atau
batuk yang efektif presentase yang
- Berikan oksigen dg diberikan dan
metoda yang efeknya pada
diharuskan pasien. jika pasien
jelaskan mengalami retensi
pentingnya tindakan CO2 kronis, maka
ini pada pasien ada perangsangan
evaluasi bernapas.
efektifitas;amati
tanda-tanda hipoksia
analisa gas darah
arteri bandingkan
dengan nilai-nilai
dasar.
lakukan oksimetri
nadi untuk
memantau saturasi
oksigen
jelaskan bahwa
tidak merokok
dianjurkan pada
pasien atau
pengunjung

25
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Defek septum atrium (ASD) adalah suatu lubang pada dinding yang
memisahkan atrium kanan dan kiri. Kelainan jantung ini mirip dengan
VSD, tetapi letak kebocoran berada pada septum antara atrium kiri dan
kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibandingkan
dengan VSD.

Seluruh penderita ASD harus menjalani tindakan penutupan pada


defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan
apabila tidak dilakukan penutupan akan menimbulkan berbagai penyulit
dimasa depan.

3.2.Saran

Bagi pembaca disarankan untuk memahami dan mengetahui konsep


tentang kelainan jantung ASD ataupun VSD sehingga dapat dilakukan
upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.

Bagi mahasiswa hendaknya dapat menerapkan teori asuhan


keperawatan dan keterampilan yang dimiliki tentang ASD atau VSD guna
diaplikasikan dalam memberikan pelayanan pada pasien

26
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR (2001), Pusat Kesehatan
jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

27

You might also like