You are on page 1of 2

Protein sparing adalah proses di mana tubuh memanfaatkan

energi dari sumber selain protein. Sumber-sumber demikian bisa


mencakup jaringan lemak, lemak dan karbohidrat eksogen. Protein
sparing menjaga jaringan otot. Imbang antara digestible protein (DP)
dan digestible energy (DE) dalam makanan adalah faktor terpenting.
Jika DP/DE rasio berkurang, terjadi penghematan protein. Di sini asam
amino tidak dikatabolisme menjadi energi dan disimpan dalam tubuh
dengan rasio lebih besar.

Leusin adalah asam amino rantai cabang yang belakangan ini diketahui juga memiliki efek
penghematan protein (protein-sparing effect).
Jumlah protein tubuh dipengaruhi oleh persen yang dicerna dan total asupan protein. Bina
raga dan olah raga berat memacu utilisasi dan penyimpanan asam amino dalam tubuh.
Kalau digunakan sumber energi alternatif, jumlah asam amino yang dibakar untuk energi
menjadi lebih sedikit. Sumber non-karbohidrat seperti alanin, asetat, laktat, gliserol, asam
keto rantai cabang juga diketahui memiliki efek penghematan protein.
Dalam ilmu nutrisi klinik, konsep protein-sparing effect dikenalkan pertama kali oleh
Gamble pada tahun 1940an.

Pada starvasi orang dengan berat 70 kg, terjadi pemecahan protein tubuh kira-kira
80 g/hari, atau kira-kira 400 g selama enam hari. Ini setara dengan kira-kira 2 kg otot.
Setelah pemberian glukosa, katabolisme protein dihambat. Kehilangan protein adalah
sebesar 40 /hari atau kira-kira 200 g selama enam hari jika diberikan glukosa 100
g/hari. Ini berarti pemberian glukosa menghambat kehilangan protein sebesar 50%
dibandingkan selama starvasi.
Ketika glukosa diberikan 200 g per hari, derajat katabolisme protein serupa dengan
pemberian glukosa 100 g. Ini menunjukkan pemberian glukosa sebagai sumber energi
sendiri tidak bisa menghambat penuh katabolisme protein tubuh.
Minimum kira-kira 40 g protein perlu sebagai asupan rata-rata untuk memelihara imbang
nitrogen pada keadaan tanpa stres. Untuk tujuan ini, minimum diperlukan glukosa 100
g/hari.

Pada kondisi stres seperti pembedahan dan sepsis, kebutuhan energi meningkat dan
katabolisme protein lebih besar. Di sini, menjadi lebih sukar menghambat katabolisme
protein dari pemberian glukosa saja.

Pada kasus demikian, suplementasi tidak hanya dari sumber energi (karbohidrat dan
lemak) tetapi juga asam amino dibutuhkan untuk sintesis protein yang perlu untuk
memperbaiki imbang N dan metabolisme protein dan menghambat katabolisme protein
tubuh.

Nutrisi parenteral dan protein sparing pasa operasi

Meskipun mampu merangsang status anabolik setelah operasi, nutrisi parenteral,


termasuk glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia. Peningkatan moderat sekalipun
dalam glukosa darah bisa diikuti dengan hasil bedah yang buruk. Thomas Schricker dkk
memeriksa hipotesis bahwa asam amino, tanpa pasokan glukosa, menghemat protein
dan mencegah hiperglikemia.6 Dalam penelitian prospektif ini, 14 pasien dengan kanker
kolon diacak untuk menjalani studi infus isotop stabil selama 6 jam (3 jam puasa diikuti
dengan infus 3 jam asam amino 10%, 10% pada 0,02 mL/kg/menit, dengan atau tanpa
glukosa pada 4 mg/kg/menit) pada hari kedua setelah operasi kolorektal.

Pemecahan protein, oksidasi protein, imbang nitrogen, dan produksi glukosa dinilai
odengan kinetika tracer isotop stabil menggunakan isotops leusin dan glukosa. Kadar
plasma glukosa, kortisol, insulin dan glukagon diukur. Pemberian asam amino
meningkatkan imbang protein dari -16 ± 4 μmol/kg/jam pada puasa menjadi 16 ± 3
μmol/kg/jam. Gabungan infus asam amino dan glukosa meningkatkan imbang protein dari
-17 ± 7 sampai -7 ± 5 μmol/kg/jam. Peningkatan keseimbangan gizi protein selama nutrisi
sebanding pada 2 kelompok (P = 0.07). Pemberian kombinasi asam amino dan glukosa
lebih efektif menurunkan produksi glukosa endogen (P = .001) dan merangsang sekresi
insulin (P = .001) dibandingkan dengan pemberian asam amino saja.

Jumlah protein yang digunakan dalam tubuh dipengaruhi oleh persentase yang
dicerna oleh tubuh , dan jumlah total protein diumpankan ke tubuh . Menggunakan
sumber energi alternatif mengurangi jumlah asam amino yang akan dimetabolisme untuk
energi. Peningkatan protein dalam makanan tidak menyebabkan efisiensi protein yang
lebih besar , lebih banyak protein akan hilang, tetapi sejumlah besar protein akan
dilestarikan dalam tubuh.

Protein Sparing Aksi-Lemak dan karbohidrat, jika diberikan dalam makanan dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori, protein akan mengampuni
sehingga dapat digunakan untuk metabolisme protein. Ketika kalori tidak memadai protein
digunakan sebagai sumber kalori.

You might also like