Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
estrogen dan korionik gonadotropin, hal tersebut juga menyebabkan ibu yang baru
pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.2
Pekerjaan juga merupakan faktor resiko hiperemesis gravidarum dimana
pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi
pola makan, aktifitas, dan stress pada ibu hamil.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Hiperemesis gravidarum terjadi diseluruh dunia dengan angka kejadian
yang beragam mulai dari 1 – 3 % di Indonesia, 0,3 % dari seluruh kehamilan di
Swedia, 0,5 % di California, 0,8% di Canada, 10,8 % di China, 0,9 %, di Norwegia,
2,2 % di Pakistan dan Turki sekitar 1,9 %. (penelitian orang) Kriteria penelitian
untuk hiperemesis gravidarum belum homogen, sehingga laporan insidens
bervariasi. Bagaimanapun biasanya berhubungan dengan etnis dan riwayat
keluarga. Di studi berbasis populasi dari california dan Nova Scotia, tingkat rawat
inap untuk hiperemesis gravidarum adalah 0,5 – 0, 8 %. Hingga 20 % dari mereka
yang dirawat inap dirumah sakit pada kehamilan sebelumnya akibat hiperemesis
gravidarum maka akan lagi dirawat inap kembali pada kehamilan berikutnya. 3
Mual muntah dalam kehamilan lebih sering dialami di negara barat dan
populasi urban dibandingkan di negara Afrika, eskimo dan populasi Asia.
Berdasarkan penelitian di Kanada dimana 367 sampel wanita dimana orang asian
dan orang kulit hitamn yang tinggal di Kanada lebih sedikit memiliki keluhan mual
dan muntah dibandingkan dengan pribumi kanada. Hal ini biasanya berhubungan
akibat pengaruh genetik yang memegang peranan.4
Hiperemesis Gravidarum lebih jarang dibandingkan dengan emesis
gravidarum dengan insidens sekitar 0,3 – 2 % dari seluruh kehamilan. Insidens
muncul dengan variasi etnis dan sekitar 3 dan 20 dari 100.000 kehamilan . Biasanya
4
2.1.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum multifaktorial dan belum diketahui
secara jelas, namun diduga akibat beberapa pengaruh hormonal yaitu peningkatan
kadar β- HCG dan estrogen, kadar hormon tiroksin, infeksi helicobacter pylori,
faktor sosial, psikologis, gangguan fungsi hati, kandung empedu, pankreatitis dan
ulkus peptikum. 1
Ada beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi hiperemesis gravidarum
yaitu :
Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes, dan kehamilan ganda
akibat peningkatan kadar HCG
1. Faktor organik, karena masuknya villi khoriales dalam sirkulasi maternal
dan perubahan metabolik
2. Faktor Psikologi : keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan
sebagainya
3. Faktor endokrin : hipertiroid, diabetes, dan lain lain. 5
2.1.4 Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena
keluhan ini mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari
pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis
hormon ini korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih belum
jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem
pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan ibu hamil, meskipun
demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan – bulan. Selain teori
5
Gambar 1.
Hubungan peningkatan gejala mual dan muntah dengan level
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) 4
7
Estrogen
Esrogen memiliki efek pada beberapa mekanisme yaitu dapat memodulasi
beberapa faktor penyebab hiperemesis.Estrogen memiliki beberapa mekanisme
yang bisa memodulasi faktor yang menyebabkan HG. Tingkat estrogen yang tinggi
menyebabkan waktu transit usus dan pengosongan lambung lebih lambat, dan
mengakibatkan peningkatan akumulasi cairan yang disebabkan oleh hormon steroid
tinggi. PergeseranpH dalam GIT dapat menyebabkan manifestasi subklinis dari
Infeksi Helicobacter pylori, yang dapat berhubungan dengan gejala sistem
pencernaan (Walsh et al, 1996;.. Kocak et al, 1999)..1,3,6,10,11
Tiroid
Karena kesamaan struktural dengan TSH, meningkatnya kadar HCG dapat
menyebabkan stimulasi berlebihan hormon kelenjar tiroid (Kimura et al., 1993). Ia
mengemukakan bahwa insiden tinggi hipertiroidisme transien pada pasien HG
disebabkan oleh peningkatan sirkulasi kadar HCG, reseptor hormon tiroid
hipersensitif terhadap HCG atau produksi jenis HCG yang lebih potensial untuk
merangsang kelenjar tiroid. Selama kadar HCG puncak pada kehamilan normal,
kadar TSH serum turun dan merupakan bayangan dari gambaran puncak HCG,
kadar triiodothyronine dan T4 bebas meningkat secara signifikan pada saat ini
(Harada et al, 1979;Glinoer et al, 1990). Temuan ini mengindisikan bahwa HCG
memainkan peran penting dalam menyebabkan hipertiroidisme dan didukung
dengan ditemukannya hiperstimulasi tiroid dalam kasus kehamilan mola dan
gemmeli, yakni kondisi yang berhubungan dengan kadar HCG tinggi (Hershman
dan Higgins, 1971; Grun et al., 1997).8
8
Gambar 2
Hipotesis efek endokrinologi dalam patogenesis hiperemesis
gravidarum10
10
Penyebab Psikologi
Secara historis, muntah pada wanita hamil dianggap mewakili berbagai
konflik psikologi. Mual dan muntah diyakini hasil penolakan terhadap keamilan
atau ketidaksiapan untuk menjadi seorang ibu akibat kepribadian yang tidak
dewasa, kecemasan dan tekanan yang dialami selama kehamilan. 12
Hipotesis lain mengemukakan bahwa hiperemesi gravidarum digambarkan
dengan gejala histeria atau depresi. Hiperemesis gravidarum dapat menajdi hasil
dari stres psikogenik, kemiskinan dan konflik perkawinan.12
Peneliti telah menemukan dukungan untuk patogenesis ini karena penyebab
biologis yang belum jelas dan memberikan penjelasan yang memuaskan, dimana
ditemukan adanya penurunan angka kejadian muntah setelah pasien masuk di
rumah sakit jauh dari pengaruh keluarga dan tanggung jawab. Peneliti lain menolak
teori ini dan menytakan bahwa gejala psikologi adalah hasil dari stres dan hanya
beban fisik dari hiperemesis bukan penyebab.12
Gambaran klinis dari hiperemesis gravidarum mulai terjadi pada trimester pertama.
Gejala klinik yang sering dijumpai adlah nausea, muntah, penurunan berat badan,
ptialism (salivasi yang berlebihan), tanda – tanda dehidrasi termasuk hipotensi
postural dan takikardi. Pemeriksaan Laboratorium dapat dijumpai hiponatremia,
hipokalemia, dan peningkatan hematokrit. Hipertiroid dan LFT yang abnormal juga
dapat dijumpai.9
Secara klinis hiperemesis gravidarum dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu :
Tingkat 1 (Ringan)
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin
sedikit tetapi masih normal.
Tingkat 2 (Sedang)
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus
hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100 – 140 kali per menit, tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun
Tingkat 3 (Berat)
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium – koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat
terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin dan
proteinuria dalam urin.1
2.1.6 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Hiperemesis gravidarum apabila terjadi
1. Mual muntah berat
2. Berat badan turun > 5 % dari berat sebelum hamil
3. Ketonuria
12
• Indikasi rawat pada ibu dengan hiperemesis gravidarum menggunakan skor PUQE
yaitu berapapun skor PUQE dengan komplikasi dan tidak berhasilnya
pentalaksanaan rawat berjalan.
• Jika skor dibawah 2 tanpa komplikasi maka, ibu dapat pulang dan diberikan
obatan anti emetik
• Jika skor 2-12 tanpa adanya komplikasi maka ibu dilakukan rawat berjalan.12
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi hiperemesis gravidarum dapat terjadi pada :
1. Maternal
Akibat defisiensi vitamin B1 akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi
nervus 6, nistagmus, ataxia dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan
terjadi psikosis korsakoff (amnesia, menurunya kemampuan untuk beraktifitas),
ataupun kematian. Oleh karena itu , untuk hiperemesis gravidarum tingkat 3 perlu
dipertimbangkan terminasi kehamilan. Hiperemesis graviarum dapat menyebabkan
komplikasi yang ringan dan buruk. Berat badan menurun, dehidrasi, asidosis
metabolik, alkalosis, hypokalemia, kelemahan otot, EKG yang abnormal, tetani,
dan gangguan psikologi dapat dimasukkan dalam komplikasi yang ringan.
Komplikasi yang mengancam hidup yaitu ruptur esofagus karena muntah yang
berat, wernicke’s encephalopathy, central pontine myelinolysis, retinal
haemorrhage, kerusakan ginjal, spontan pneumomediastinum. 11
Hiperemesis gravidarum yang berat dapat menyebabkan persediaan
karbohidrat habis dan tidak memadai untuk mempertahankan tingkat glukosa darah.
ketika hal ini terjadi maka tubuh akan berespon dengan cara glukoneogenesis yaitu
dengan membentuk glukosa selain dari karbohidrat yaitu dari lemak dan protein.
Produk sampingan dari glukoneogenesis ini adalah benda keton yang bila berlebih
dapat ditemukan pada darah dan urin. 12
2. Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam rahin (IUGR). 12
14
2.1.8 Penatalaksanaan
Tata Laksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum dengan dehidrasi berat atau ketonuria harus
dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida
atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta
pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Volume dan penggantian elektrolit
(setidaknya 3 L per hari), perbaikan elektrolit potensial, vitamin dan nutrisi
parenteral berupa karbohidrat dan asam amino solution disarankan. Cairan
dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan defisiensi
vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.10
Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per
oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium. Menurut RCOG tahun 2016,
regimen rehidrasi terbaik adalah natrium dengan chloride dengan memonitor cairan
elektrolit dan cairan dekstrose tidak dianjurkan terkecuali jika kadar natrium sudah
normal dan setelah pemberian thiamin. 10, 11
Pengaturan Diet
Pada pengaturan diet ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum disarankan
untuk minum sedikit namun frekuensi sering. Selain itu dianjurkan pula untuk
mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
Waktu bangun pagi disarankan makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Pada suatu
penelitian crossover yag melibatkan 14 ibu hamil dengan muntah, makanan dengan
komposisi protein leih banyak menurunkan muntah lebih baik daripada makanan
dengan jumlah yang sama yang mengandung kalori dari karbohidrat dan lemak atau
makanan nonkalori. 1,2,11
Terapi Farmakologi
Sekitar 10% dari wanita yang hamil yang mengalami mual muntah
membutuhkan pengobatan. Jika gejala tidak bisa diatasi dengan diet atau perubahan
gaya hidup, antiemetik dengan dosis kecil dapat diberikan. Terapi farmakologi
15
yang diberikan termasuk vitamin B6, antihistamin, agen prokinetik, dan obat yang
lain. 2,5
Kombinasi vitamin B6 dan antihisamin doxylamine telah diteliti pada lebih
dari 6000 pasien dan kontrol dengan tidak ada bukti efek teraogenik dan pada
penelitian acak kombinasi ini berhubungan dengan 70% penurunan gejala mual dan
muntah. Kombinasi ini direkomendasikan oleh American college of Obstetricians
and Gynecologist (ACOG) sebagai terapi lini pertama untuk mual dan muntah pada
kehamilan. 2,4,5
Antihistamin lain dapat dilihat pada tabel dibawah. Tidak ada dari obat-
obatan tersebut yang menunjukkan efek teratogenik. Phenothiazine atau
methoclorpramide biasanya digunakan bila antihistamin gagal. Prochlorperazine
tersedia dalam buccal tablet dengan lebih kurang menyebabkan kantuk dan sedasi
bila dibandingkan dengan tablet oral. 4
Metoclorpramide adalah agen prokinetik, antagonis dopamin. Berhubungan
dengan beberapa kasus jarang dengan tardive dyskinesia, dan FDA (Food and Drug
Administration) telah mengeluarkan peringatan black-box sehubungan dengan
penggunaan obat ini. Resiko komplikasi meningkat seiring durasi pengobatan dan
total dosis kumulatif; penggunaan diatas 12 minggu harus dihindari. . 2,4,5,7,11
5-hydroxytryptamine receptor antagonist, seperti ondansetron,
penggunanaanya meningkat pada hiperemesis gravidarum tetapi informasi sangat
terbatas tentang kegunaannya untuk wanita hamil. Sebuah percobaan acak
membandingkan ondansetron dan promethazine dalam kehamilan menunjukkan
kesamaan efektifitas, tetapi ondansetron memiliki lebih sedikit efek sedatif. Dalam
sebuah kasus melibatkan 169 bayi yang terekspose ondansetron pada trimester
awal, 3,6% memiliki kelainan mayor. 2,4
Droperidol dahulu efektif digunakan untuk mual dan muntah dalam
kehamilan, tetapi sekarang tidak digunakan karena beresiko menyebabkan interval
QT memanjang pada EKG dan aritmia. Telah dilaporkan kematian pada pasien
yang mendapat dosis kurang dari dosis standar obat ini. 1,4
16
Gambar 4
Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam kehamilan3
17
2.1.9 Prognosis
Pada sebagian besar kasus, mual dan muntah dalam kehamilan akan sembuh dengan
sendirinya setelah usia kehamilan 20 minggu. Dengan penangan yang baik
prognosisnya sangat memuaskan namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi
elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.1,12
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mual dan muntah biasanya 80 dialami selama kehamilan trimester pertama.
Mual dan muntah terjadi akibat perubahan endokrin, biokimia dan psikologis. Mual
dan muntah yang berlebihan dan hebat yang dapat menggangu aktifitas sehari – hari
itu dikatakan sebagai hiperemesis gravidarum. Akibat mual dan muntah berlebihan
maka dapat menimbulkan dehidrasi, penurunan berat badan ibu, gangguan
kesadaran, aseton dalam urin dan bahkan akibat defisiensi vitamin B1 dapat
menimbulakan komplikasi ensefalopati wernicke. Hiperemesis gravidarum
manifestasi klinisnya tergantung 3 derajat hiperemesis gravidarum tersebut. Akibat
resiko hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil
berupa ensefelapotai wernicke dan pada janin dapat menimbulkan pertumbuhan
janin terhambat / IUGR ( intrauterin Growth retardation). Dalam penatalaksanaan
Hiperemesis gravidarum terdiri dari non farmakologis dan farmokologis dan
biasanya pengobatanya ada pemberian makan sedikit sedikit tapi sering, jika
dehidrasi maka rehidrasi dengan cairan Nacl 0,9 % selang seling dekstrose 10 %
dan pemberian antiemetik serta vitamin B6.
19
DAFTAR PUSTAKA