You are on page 1of 25

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Gonore adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar cairan
putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah
melakukan hubungan kelamin.5
Gonore adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae, sebuah Diplococcus gram ngatif yang reservoirnya adalah manusia.
infeksi ini hampir selalu dikontrak selama aktifitas seksual.11
Menurut kamus saku dorlan gonore adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrheae yang sebagian besar kasus
ditularkan melalui hubungan seksual.6
3.2 Epidemiologi
 Demografi
Demografi di seluruh dunia. Di Afrika, prevalensi rata-rata gonore pada
wanita hamil adalah 10%. Insiden disseminated gonococcal infection (DGI)
bervariasi dengan kejadian lokal strain gonococcus dari DGI.
 Insidensi
Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Prevalensi DGI pada
wanita hamil: 10% di Afrika, 5% di Amerika Latin, 4% di Asia.10 Insiden
gonore di Amerika Serikat meningkat secara dramatis pada tahun 1960 dan
awal 1970 mencapai lebih dari 1 juta kasus dilaporkan setiap tahun.
Diperkirakan bahwa kurang dari sepertiga dari kasus baru dilaporkan. Pada
tahun 1980, terjadi penurunan lambat dalam kasus yang dilaporkan kepada
sekitar 700.000 per tahun. Penurunan bertahap terus dengan kurang dari
400.000 kasus gonore dilaporkan pada tahun 2000. Tren penurunan infeksi
melambat, tapi terus berlanjut sampai 1997. Epidemi diintensifkan, pertama,
dengan faktor perilaku, termasuk aktivitas seksual meningkat, perubahan
dalam metode pengendalian kelahiran, mobilitas penduduk yang tinggi, dan
peningkatan infeksi berulang, dan, kedua, dengan pelaporan meningkat
ketika upaya gonore Federal skrining diperkenalkan pada tahun 1972 .

9
Penurunan berikutnya dalam insiden di Amerika Serikat dihasilkan dari
upaya Hercules dari Dinas Kesehatan AS melalui program pengendalian
nasional untuk mendeteksi dan mengobati infeksi gonokokal tanpa gejala.
Praktek seks yang aman di era acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) memiliki dampak tambahan pada penurunan kejadian semua
penyakit menular seksual. Pada tahun 1998, jumlah kasus yang dilaporkan
naik sedikit dari 327.000 ke 360.000, di mana ia tetap hingga tahun 2000.
Skrining meningkat dan sensitivitas tes yang ikut bertanggung jawab atas
peningkatan ini, tetapi peningkatan benar dalam populasi tertentu
tampaknya telah terjadi.11
Penyakit ini tersebar hampir secara eksklusif oleh aktivitas seksual,
meskipun bayi baru lahir dapat terinfeksi oleh eksposur selama proses
kelahiran. Meskipun semua kelompok umur rentan, infeksi lebih menonjol
dalam 15 sampai 35 tahun kelompok usia. Di antara perempuan pada tahun
2000, 15 sampai 19 tahun memiliki insiden tertinggi (715,6 per 100.000),
sementara di kalangan pria, 20 sampai 24 tahun memiliki tingkat tertinggi
(589,7 per 100.000). Penyakit ini terkonsentrasi di kepadatan tinggi pusat
populasi, dengan kelompok inti dari pemancar aktif.
Sebuah peristiwa yang telah mempengaruhi sinyal epidemiologi gonore
adalah peningkatan dramatis dalam resistensi N. gonorrhoeae terhadap
antibiotik.10,11
Karena ketersediaan sulfonamid dan penisilin pada 1940, resistensi
antimikroba dalam N. gonorrhoeae telah berkembang. Munculnya
penisilinase yang memproduksi strain N. gonorrhoeae di Amerika Serikat
pada tahun 1975 mempercepat kecenderungan menuju resistensi antibiotik
yang lebih besar. Penisilinase (beta-laktamase) sintesis pada organisme ini
tergantung pada adanya plasmid, paket DNA, yang dapat ditransfer antara
organisme. Sedikitnya lima beta-laktamase plasmid N. gonorrhoeae telah
dilaporkan. Resistensi kromosom terhadap penisilin dan tetrasiklin juga
kadang-kadang pada tingkat yang cukup untuk mengakibatkan kegagalan
pengobatan. Untuk semua tujuan praktis, di sebagian besar wilayah penisilin
tidak lagi menjadi pilihan perawatan untuk gonore.11

10
Pada tahun 1987, Gonococcal Isolate Surveillance Project (GISP)
didirikan oleh Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) untuk secara berkala
memantau tren nasional dalam perlawanan gonorrhoeae N. antibiotik. Dari
semua isolat yang dikoleksi oleh GISP pada tahun 2000, 24,7 persen
resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, atau keduanya. Ciprofloxacin
resistensi pertama kali diidentifikasi pada tahun 1991 dan cukup luas di
Asia; tingkat resistensi di Amerika Serikat, bagaimanapun, tetap rendah (0,4
persen dari isolat pada tahun 1999 dan 2000) dan sebagian besar terbatas
pada wilayah geografis tertentu. Dari catatan, resistensi siprofloksasin di
Hawaii adalah 14,3 persen dari isolat GISP pada tahun 2000, dan CDC telah
merekomendasikan bahwa fluoroquinolone tidak digunakan untuk
mengobati gonore di negara itu. Proporsi isolat dengan peningkatan
konsentrasi hambat minimum (MIC) untuk azitromisin juga telah
meningkat. Pada tahun 1992, 0,9 persen dari isolat memiliki azitromisin
MIC> 0,5, dibandingkan dengan 2,4 persen pada tahun 2000. Sebaliknya,
tidak ada resistensi sefalosporin telah diidentifikasi oleh GISP. Pada tahun
2000 semua isolat sensitif terhadap ceftriaxone dan cefixime.11
3.3 Etiologi
Penyebab penyakit gonore adalah Gonokokus yang ditemukan oleh
Neisseria pada tahun 1879, dan kemudian baru diumumkan pada tahun 1982.
Setelah ditemukan kemudian kuman tersebut dimasukka dalam grup Neisseria dan
pada grup ini dikenal 4 spesies dan diantaranya adalah N. gonorrhoeae, N.
meningitidis dimana kedua spesies ini bersifat patogen. Kemudian 2 spesies
lainnya yang bersifat komensel diantaranya adalah N. catarrhalis dan N. pharyngis
sicca. Keempat spesies dari grup neisseria ini sukar untuk dibedakan kecuali
dengan menggunakan tes fermentasi. Gonokokus termasuk golongan bakteri
diplokok berbentuk seperti biji kopi yang bersifat tahan terhadap asam dan
mempunyai ukuran lebar 0,8µ dan mempunyai panjang 1,6µ. dalam sediaan
langsung yang diwarnai dengan pewarnaan gram, kuman tersebut bersifat gram
negatif, tampak diluar dan didalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan terhadap suhu diatas 39oc,
dan kuman ini tidak tahan terhadap zat desinfektan.1,5,7,10

11
Secara morfologik Gonokokus ini terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili dan bersifat nonvirulen. Pili tersebut akan melekat pada mukosa epitel dan
akan menimbulkan suatu peradangan.1

Gambar 1. Kuman Neisseria gonorhoeae


3.4 Patofsiologi
Bakteri Neisseria gonorhoeae merupakan bakteri diplokokus aerobic gram
negatif, intraseluler yang dapat mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner host.
Beberapa faktor yang mempengaruhi cara Gonokokus memediasi virulensi dan
patogenisitasnya. Pili dapat membantu pergerakan Gonokokus ke permukaan
mukosa. Membran protein luar seperti protein opacity-associated (opa) dapat
meningkatkan perlekatan antara Gonokokus dan juga dapat meningkatkan
perlekatan fagosit. Produksi yang dimediasi plasmid tipe TEM-1 beta laktamase
(penisilinase) juga berperan pada virulensinya. Dengan bantuan pili dan protein
opa Gonokokus dapat melekat pada sel mukosa host dan kemudian terjadi
penetrasi seluruhnya diantara sel dalam ruang subepitel. Karakteristik respon host
oleh invasi dengan netrofil, diikuti dengan pengelupasan epitel, kemudian
pebentukan mikroanses submukosal dan discharge puruen. Apabila tidak
dilakukan pengobatan infiltrasi makrofag dan limfosit akan digantikan oleh
netrofil. Beberapa stran menyebabkan infeksi asimptomatik.8
3.5 Patogenesis
Gonococcus memiliki afinitas untuk epitel kolumnar; epitel skuamosa
bertingkat dan lebih tahan terhadap serangan. Epitel ditembus antara sel-sel epitel,
menyebabkan radang submukosa dengan polimorfonuklear (PMN) reaksi leukosit
dengan keluarnya cairan purulen yang dihasilkan. Strain gonococcus yang
menyebabkan DGI cenderung menyebabkan peradangan genital sedikit dan

12
dengan demikian menghindari deteksi. Sebagian tanda-tanda dan gejala DGI
adalah manifestasi dari kekebalan kompleks pembentukan dan pengendapan.
Beberapa episode dari DGI mungkin berhubungan dengan kelainan faktor
komponen komplemen terminal.10,11

Gambar : Uretritis gonore, tampak duh uretra yang purulen, disertai tanda radang
pada orificium uretra eksterna
3.6 Gambaran Klinis
Penularan gonore dapat terjadi malalui kontak seksual dengan penderita
gonoroe. Masa tunas penyakit ini terutama pada laki laki bevariasi berkisar antara
2-5 hari. Biasanya bisa lebih lama berkisar 1-14 hari, hal ini disebabkan karena
penderita sudah mengobati diri sendiri. Pada wanita sulit ditemukan masa
tunasnya karena pada umumnya asimtomatik. Gejala yang paling sering
ditemukan pada pria adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar ke
proksimal, keluhan subyektif yang dirasakan adalah rasa gatal dan panas dibagian
distal uretra, terutama disekitar orifisium uretra eksternum, kemudia disusul
disuria, polakisuria, keluar duh tubuh yang kadang kadang disertai dengan darah
dari jung uretra dan disertai rasa nyeri pada saat ereksi. Pada saat pemeriksaan
tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa dan ektropion.

13
Gambar : Duh tubuh uretra

Pada wanita baik penyakitnya akut ataupun kronik gejala subyektif jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati adapun gejala yang didapatkan
adalah berupa keputihan atau duh tubuh yang mukopurulen, disuria, bisa juga
uretritis, servisitis, bartholinitis dan proktitis. Biasanya pada wanita gejala yang
dikeluhkan timbul setelah terjadi komplikasi.1,5,7,9,10,11

14
Gambar : Duh tubuh vagina

3.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar anamnesis, dari anamnesis
didapatkan keluhan rasa gatal dan panas dibagian distal uretra, terutama disekitar
orifisium uretra eksternum, kemudia disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh
yang kadang kadang disertai dengan darah dari ujung uretra dan disertai rasa nyeri
pada saat ereksi. Pada pemeriksaan fisik tampak orifisium uretra eksternum
eritematosa, edematosa dan ektropion. Pemeriksaan penunjang : sediaan langsung
didapatkan Bakteri Neisseria gonorrhoe, Kultur media yang digunakan tumbuh
kolono Neisseria gonorrhoe, Tes Thomson terjadi kekeruhan pada gelas yang
berisi urin, test definitif pada tes toksidasi terjadi perubahan wana dari jernih ke
merah muda, test fermentasi bakteri memfermentasi glukosa, test beta-laktamase
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.1,5,7
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung bahan sediaan yang digunakan diambil pada pasien
pria dari pus di uretra yang keluar spontan atau melalui pijatan, sedimrn urin,
masase prostat. Sedangkan pada wanita muara uretra, muara kelenjar bartolini,
servic, rektum. Bahan yang diambil setelah dibuat sediaan kemudian dilakukan
pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman diplococcus gram negatif
berbentuk seperti biji kopi yang terletak intra dan ekstra seluler.1,5,7,10

15
Gambar : Apusan Neisseria gonorrhoeae

Gambar : Gram stain dari eksudat uretra yang menunjukkan N. gonore dalam
PMN
2. Percobaan dua gelas (tes Thomson)
Digunakan untuk mengetahui infeksi sudah sampai uretra bagian anterior
atau posterior.
Bahyan yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah urin pagi pada saat
kandung kencing masih penuh. Gelas 1 diisi dengan urin sebanyak 80cc gelas 2
sisanya. Bila gelas 1 keruh dan gelas 2 jernih berarti infeksi pada uretra
anterior, dan bila kedua gelas keruh berarti infeksi sudah memasuki uretra
posterior.1,5,7,10
3. Kultur
Pada pemeriksaan kultur digunakan media selektif berupa:
1. Thayer Martin
Media ini selektif untuk megisolasi gonokokus. media ini mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram,
kolestimeta untuk menekan pertumbuhan gakteri negatif-Gram, dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.

16
2. Modifikasi Thayer Martin
Isi media ini adalah media thayer martin ditambah dengan trimethoprim
untuk mencegah pertumbuhan kuman proteus spp.
3. Agar coklat McLeod
Media ini berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain
kuman gonokokus bakteri lain juga dapat tumbuh pada media ini.
4. Tes Definitif (dari hasil kultur yang positif)
a. Tes oksidasi
Coloni Gonokokus tersangka + laruan tetrametil-p-fenilendiamin
hiroklorida 1 % hasil positif bila warna koloni berubah dari jernih ke
merah muda atau merah lembayung.
b. Tes fermentasi
Menggunakan glukosa, maltosa dan sukrosa. Kuman Gonokokus
hanya memfermentasi glukosa
c. Tes beta-laktamase
Menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
chromogenic chepalosporin. Bila kuman megandung beta-laktamase
akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.1,5,7,10
3.8 Diagnosis Banding
1. Non gonore Uretritis : Ditandai dengan disuria, sering dengan
keluarnya cairan dari uretra atau frekuensi kencing, dan dengan tidak
adanya N. gonorrhoeae, masa inkubasi lebih lama, onset yang kurang
akut, dan keluarnya cairan dari uretra hanya sedikit sekali kali, cairan
tidak jelas, rasa tidak nyaman atau nyeri hanya pada uretra.12
2. Trichomonas vaginalis infeksi. Pada wanita biasanya muncul sebagai
eksudat, warna kekuning kunigan, berbusa, bau tidak enak, dinding
vagina tampak kemeahan dan sembab. Pada laki laki gejalanya berpa
disuria, poliuria dan sekret uretra mukoid dan mukopurulen, urin
biasanya jernih dan kadang kadang ada benang benang halus.1,12
3.9 Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan
faal genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar

17
Tyson), panuretritis, litritis (radang kelenjar Littre), dan cowperitis (radang
kelenjar Cowper). Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens),
sehingga terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat
menimbulkan infertilitas. Infeksi dari uretra pars posterior, dapat mengenai
trigonum kandung kemih menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria,
disuria terminal dan hematuria.
Pada wanita, infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat menimbulkan
komplikasi salphingitis, ataupun penyakit radang panggul (PRP). PRP yang
simptomatik ataupun asimptomatik dapat mengakibatkan jaringan parut pada tuba
sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Selain itu, bila infeksi
mengenai uretra dapat terjadi parauretritis, sedangkan pada kelenjar Bartholini
akan menyebabkan terjadinya bartholinitis. Komplikasi diseminata pada pria dan
wanita dapat berupa artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis,
dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin secara genito-
genital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi nongenital, yaitu orofaringitis,
prokitis, dan konjungtivitis1.
Komplikasi pada pria :
 Uretritis
Uretritis yang sering dijumpai adalah uretitis anterior akut dan apat
menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal,
asendens, dan diseminata. Keluhan subyektif biasanya berupa rasa gtal,
panas dibagia distal uretra disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian
disusul disuria, polakisuria, duh tubuh yang kluar dari ujung uretra dan
biasanya disertai dengan darah dan disetai juga dengan perasaan nyeri
pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan yang dilakukan terlihat orifisium
uretra ekstrnum eritematosa, edematosa dan ekstropion1,12
 Tysonitis
Kelenjar tyson adalah kelenjar yang menghasilkan segmen, dimana
infeksi biasany dapat terjadi pada penderita yang mempunyai proputium
sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik, pada komplikasi ini
biasanya diagnosis dibuat derdasarkan ditemukannya butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan.1,7

18
 Parauretritis
Biasanya terjadi pada penderita denga orifisium uretra eksternum
yang terbuka atau hipospadia. Infeksi ini dapat ditandai dengan adanya
buti pus yang ditemukan pada kedua muara parauretra.7
 Cowperitis
Jika infeksi hanya mengenai duktus biasanya tanpa disertai gejala.
Akan tetapi jika yang terkena pada kelenjar cowper dapat ditandai dengan
terjadinya abses. Keluhan yang dirasakan berupa nyeri dan adanya
benjolan pada daerah perinium disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada
waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati maka abses akan pecah
melalui kulit perineum, uretra atau rektum dan mengakibatkan proktitis.1,7
 Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah
perineum dan suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai
hematuria, spasme otot uretra sehingga dapat terjadi retensi urin, tenesmus
ani, sulit buang air besar dan obstipasi. Pada pemeriksaan didapatkan
pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekandan didapatkan
fluktuasi bila telah terjadi abses. Pada pemeriksaan prostat didapatkan
prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan terasa nyeri pada penekanan
dan biasanya didapatkan fluktuasi jika terdapat abses..1
 Vesikulitis
Vesikulitis merupakan suatu radang akut yang mengenai bagian
vesikula seminalis dan duktus ejakulatoris, dapat juga timbul menyertai
prostatitis akut atau epididimitis akut. Gejala subyektif yang timbul hampir
menyerupai gejala prostatitis akut berupa demam, polakisuri, hematuria
termina, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung
darah. Pada pemeriksaan yang dilakukan melalui rektum dapat teraba
vesikula seminalis yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang
diatas prostat.1
 Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis
biasanya disertai oleh deferenitis ( infeksi duktus deferen). Keadaan yang

19
dapat menimbulkan epididimitis biasanya adalah treuma pada uretra
posterior, biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan atau
kelalaian yang dilakukan oleh penderita sendiri. Faktor yang dapat
mempengaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang sering dilakukan, cairan
irigator terlalu panas atau pekat, instrumentasi yang kasar, pengurutan
prostat yang terlalu berlebihan. aktivitas seksual dan jasmani yang terlalu
berlebihan. Epididimis teraba panas dan membengkak, juga testis,
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila
mengenai kedua epididirmis dapat mengakibatkan sterilitas.1
 Trigonitis
Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum
vesika urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala berupa poli uria, disuria
terminal, dan hematuria.1

Komplikasi pada wanita :


 Uretritis
Gejala uama yang ditimbulkan berupa disuria, biasanya juga bisa
terjadi poliuria. Gejalanya biasanya bervariasi, nanah dapat terlihat
dipancarkan dari meatus, urin berwarna merah di luar. Pada pemeriksaan
yang dilakukan didapatkan orifisium uretra eksternum tampak merah,
edematosa, dan terdapat sekret yang mukopurulen.1,12
 Servisitis
Pada infeksi ini dapat berupa asimtomatok biasanya menimbulkan
rasanyeri pada punggung bawah. Kasus ini tidak terdeteksi atau diterima
sebagai veriation normal. Pada pemeriksaan leher rahim bisa terlihat
normal, atau mungkin menunjukkan perubahan inflamasi ditandai dengan
erosi serviks dan nanah memancar dan sekret mukopurulen, duh tubuh
terlihat lebih banyak.1,12
 Bartholinitis
Pada infeksi ini labia mayor pada sisi yang terkena membengkak,
merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartolini membengkak dan terasa nyeri
sekali apabila penderita berjalan dan selain itu juga penderita sukar untuk

20
duduk. Bartholin yang bengkak dapat teraba sebagai massa membengkak
jauh di setengah bagian belakang labia majora jika saluran kelenjar
tersebut timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau kulit. kalo
tidak diobati dapat menjadi rekuren dan menjadi kusta. 1,12
 Salpingitis
Pada peradangan yang terjadi dapat bersifat akut, subakut, ataupun
kronik. Ada beberapa faktor sebagai predis posisi diantaranya masa
puerperium (nifas), dilatasi setelah kuretase, dan pemakaian AIU, tindakan
AKDR. Cara infeksi dapat langsung melalui tuba falopi sampai pada
daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang
panggul. Kurang lebih 10% wanita dengan mengalami penyakit gonore
akan berakhir dengan penyakit radang panggul. Gejala yang dirasakan
berupa nyeri yang dirasakan pada daerah abdomen bawah, duh tubuh
vagina, disuri, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.1

Penyakit gonore selain menginfeksi genetalia dapat juga menginfeksi


organ lain non-genitalia.
1. Proktitis
Proktitis yang terjadi pada pria dan wanita pada umumnya
asimtomatik. Pada wanita biasanya terjadi karena kontaminasi dari vagina
dan kadang - kadang terjadi karena hubungan seksual genetoanal seperti
pada pria. Keluhan yang dirasakan pada wanita biasanya lebih ringan dari
pada pria, terasa panas seperti terbakar pada daerah anus dan pada
pemeriksaan yang dilakukan tampak mukosa eritematosa, edematosa, dan
tertutup pus mukopurulen.1
2. Orofaringitis
Cara infeksi pada penyakit ini melalui kontak langsung secara
orogenital. Faringitis gonore dan tonsilitis gonore lebih sering daripada
gingivitis, stomatis, atau laringitis. Keluhan yang dirasakan biasanya
bersifat asimtomatik. Pada pemeriksaan yang dilakukan di daerah
orofaring tampak eksudat mukopurulen.1

21
3. Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis gonore. Gejala pada bayi ditemukan kelainan bilateral
dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian
menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar
dibuka dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva
bulbi merah, kemotik dan tebal. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena
penularang konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhan yang
dirasakan pada penderita berupa fotofobia, konjungtiva bengkak,
konjungtiva merah dan keluar eksudat mukopurulen.1,9,10

Konjungtiva gonore pada bayi

4. Gonore diseminata
Penyakit gonore akan berkelanjutan menjadi penyakit gonore
diseminata kurang lebih 1% kasus gonore. DGI adalah infeksi sistemik
yang mengikuti penyebaran hematogen dari gonococcus dari situs mukosa
yang terinfeksi ke kulit, tenosynovium, dan sendi. Penyakit ini biasanya
banyak terjadi pada penderita dengan gonore asimtomatik sebelumnya
terutama terjadi pada wanita. gejala yang timbul pada penyakit ini dapat
berupa demam, lesi acral petechial atau berjerawat, arthralgias asimetris,
tenosynovitis, atau arthritis septik, Kadang-kadang rumit oleh miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.1,10,12
3.10 Penatalaksanaan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan
sesedikit mungkin efek toksiknya. Jalur penatalaksanaan tergantung pada fasilitas

22
diagnostik yang ada seperti dilihat pada tabel 1,2,3. Pemilihan regimen
pengobatan sebaiknya mempertimbankan pula temapt infeksi, resistensi galur N.
gonorrhoeae terhadap antimikrobial, dan kemungkinan infeksi Chlamydia
trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh karena seringkali terjadi koinfeksi
dengan C. trachomatis, maka pada seorang dengan gonore dianjurkan pula untuk
diberi pengobatan secara bersamaan dengan regimen yang sesuai untuk C.
trachomatis.1
Tidak ada Fasilitas Laboratorium

Duh Tubuh Uretra

Terapi Standar GO
Alergi Penisilin

7 hari
Duh Tubuh (-)
Terapi Alternatif

Sembuh Duh tubuh (+)

Terapi NGU

7 hari

Duh tubuh (-) Duh tubuh (+)

Sembuh Rujuk

23
Ada Fasilitas Laboratorium ( Mikroskop )

Duh
DuhTubuh
TubuhUretr
Uretr

Gram

Diplokokus Intrasel (+)


Diplokokus Intrasel (-)

Terapi Standar GO Alergi Penisilin Leuko < 5 Leuko 5

7 hari

Terapi Alternatif Terapi (-) Terapi NGU

7 hari

Diplokok (-) Diplokok (+) Diplokok (-) Leuko < 5 Leuko > 5
Leuko < 5 Leuko > 5

Terapi (-) Rujuk


Terapi Terapi NGU
Alternatif
7 hari

Leuko < 5 Leuko > 5

Rujuk

24
Fasilitas Laboratorium Lengkap

Duh Tubuh Uretra

Gram : Diplok.int (+)


Kultur
Terapi Standar

3 hari
Diplokok (+) Diplokok (-)

NGPP Non NGPP + Resistensi Leuko < 5 Leuko > 5

Terapi Sembuh
Alternatif
NGPP
Terapi Alternatif
Non NGPP 7 hari

3 hari

Leuko < 5 Leuko > 5

Diplokok (-) Diplokok (+)

Sembuh Terapi NGU


Sembuh Sesuai Resistensi

25
Disamping fasilitas pemeriksaan Laboratorium, Penatalaksanaan Uretritis
gonore juga bergantung pada insiden galur NGPP. Akan tetapi apabila kita
melihat laporan Centers for Disease Control (C.D.C) pada tahun 1989, maka pola
penatalaksanaan uretritis gonore mengalami beberapa perubahan yang disebabkan
oleh:
1. Tingginya insidensi klamidia bersamaan dengan gonore (25-50%)
2. Tingginya insiden infeksi klamidia dan gonore disertai komplikasi
3. Kesukaran teknik pemeriksaan klamidia
4. Makin banyaknya laporan galur gonore yang resisten terhadap
tetrasiklin
5. Makin tingginya laporan galur NGPP
Mengingat hal trsebut diatas, Maka CDC (1989) menganjurkan agar pada
pengobatan uretritis gonore tidak digunakan lagi penisilin atau derivatnya, dan
disamping itu diberikan juga obat untuk uretritis non gonore (klamida) secara
bersamaan.1
Uretritis GO : Seftriakson 250 mg i.m., atau
Spektinomisin 2 gr i.m., atau
Siprofloksasin 500 mg, oral.

Doksisiklin 2x100 mg, selama 7 hari, atau


Tetra siklin 4x500 mg, selama 7 hari, atau
Eritromisin 4x500 mg, selama 7 hari.

26
Alternatif lain untuk GO : Sefuroksim 1 gr. oral
+ 1 gr probenesid
Sefotaksim 1 gr. i.m.
+
Doksisiklin 2x100 mg, selama 7 hari, atau
Tetrasiklin 4x500 mg, selama 7 hari, atau
Eritromisin 4x500 mg, selama 7 hari

Untuk daerah dengan insidensi Galur NGPP rendah 1


Penisilin procain in aqua 4,8 juta unit, atau
Ampisilin 3,5 gr, atau
+ 1 gr probenesid

Amoksisilin 3 gr
+
Doksisiklin 2x100 mg, selama 7 hari, atau
Tetrasiklin 4x500 mg, selama 7 hari, atau
Eritromisin 4x500 mg, selama 7 hari.

Gonore Tanpa komplikasi (cerviks, uretra, rectum dan faring)


 ciprofloxacine 500 mg per oral dosis tunggal
 ofloxaxine 400 mg per oral dosis tunggal
 cefixime 400 mg per oral dosis tunggal
 ceftriaxone 250 mg i.m. dosis tunggal.11
Bila diduga ada infeksi campuran dengan chlamydia ditambah :
 Azithromycin 1 g per oral dosis tunggal
 erytromycine 500 mg sehari 4 kali per oral selama 7 hari
 doxycycline 100 mg sehari 2 kali per oral selama 7 hari11
Obat Alternatif :
Eritromisin 500 mg per oral, 4 dd 1 selama 7 hari
Eritromisin etisuksinat 800 mg per oral, 4 dd 1 selama 7 hari
Ofloxacin 300 mg per oral, 2 dd 1 selama 7 hari
Levofloxacin 500 mg per oral, 1 dd 1 selama 7 hari

27
Gonore dengan komplikasi sistemik
 Meningitis dan endocarditis
o cetriaxone 1-2 g i.v. setiap 24 jam,
o untuk meningitis dilanjutkan 10-14 hari
o untuk endokarditis diteruskan paling sedikit 4 minggu
 artritis, tenosynovitis dan dermatitis
o ciprofloxacine 500 mg i.v setiap 12 jam
o ofloxacine 400 mg setiap 12 jam
o cefotaxime 1 g i.v. setiap 8 jam
o ceftriaxone 1 g i.m/i.v tiap 24 jam11

gonore pada bayi dan anak


 sepsis, arthritis, meningitis atau abses kulit kepala pada bayi
o ceftiaxone 25-50 mg/kg/hari i.m/i.v 1 kali sehari selama 7 hari
o cefotaxime 25 mg/kg i.v/i.m setiap 12 jam selama 7 hari
o bila positif meningitis lama pengobatan 10-14 hari
 vulvovaginitis, cervicitis, uretritis, faringitis atau proctitis pada anak
o ceftriaxone125 mg i.m dosis tunggal + pengobatan infeksi
chlamydia
o untuk anak dengan berat badan > 45 kg obat dan dosis obat sama
seperti orang dewasa
 bakterimeia atau arthritis pada anak
o ceftriaxone 50 mg/kg (maks.1 g untuk BB < 45 kg dan 2 g untuk
BB > 45 kg) i.m/i.v 1 kali sehari selama 7 hari atau 10-14 hari
untuk BB >45

gonore pada wanita hamil


 Ceftriaxone 250 mg dosis tunggal
 amoxicillin 3 g + probenesid 1 g
 cefixime 400 mg dosis tunggal.1,5,6,8

28
Meskipun didapatkan bahwa fluoroquinolon rata-rata mempunyai efek
pengobatan yang sama dengan ceftriaxone (Rocephin), Neisseria gonorhoeae
semakin tinggi resistensinya terhadap fluoroquinolon di beberapa daerah
geografis. Oleh karena itu, CDC menganjurkan penggunaan fluoroquinolon untuk
mengobati infeksi gonore pada pasien yang tinggal atau medapat infeksi dapatan
di Asia, Pasifik (termasuk Hawai), dan California. Catatan CDC baru-baru ini
terdapat peningkatan resistensi N.gonorrhoeae terhadap fluoroquinolon pada pria
homoseksual, dan tidak direkomendasikan fluoroquinolon sebagai first-line
treatment pada pasien ini. Inggris, Wales, and Canada dilaporkan Neisseria
gonorrhoeae resisten terhadap fluoroquinolon13.
Pasien dengan suspect infeksi gonokokus disseminata seharusnya rawat
inap di rumah sakit (hospitalisasi). Evaluasi termasuk pemeriksaan tanda klinis
endokarditis dan meningitis. CDC merekomendasikan ceftriaxone, 1 g intravena
atau intramuskuler setiap 24 jam, untuk pasien dengan infeksi disseminata.
Antibiotik parenteral dilanjutkan 24-48 jam setelah mulai ada perbaikan klinis dan
kemudian terapi oral mulai diberikan13.
Fluoroquinolon dan tetrasiklin kontraindikasi pada kehamilan. Apabila
pasien tidak dapat mentoleransi sefalosporin, terapi alternatif yaitu spektinomisin
(Trobicin), 2 g intramuskuler setiap 12 jam. Kedua regimen terapi ini memiliki
efek pengobatan yang sama13.

Penatalaksanaan pasangan seks


Pengelolaan klinis yang efektif pada pasien yang menjalani pengobatan
PMS memerlukan pengobatan terhadap pasangan seksual pasien untuk mencegah
terjadinya reinfeksi dan membatasi penularan yang lebih luas. Pasangan seks dari
pasien harus menjalani evaluasi, pemeriksaan, pengobatan jika mereka melakukan
kontak seksual dalam 60 hari sebelum gejala yang dialami pasien muncul.
Pasangan seks dari pasien yang paling akhir harus menjalani evaluasi dan
pengobatan meskipun mereka melakukan kontak seksual > 60 hari sebelum gejala
muncul. Untuk menghindari terjadinya re-infeksi, pasien dan pasangan seksnya
harus menghindari hubungan intim sampai pengobatan selesai.

29
Pertimbangan Khusus
a. Alergi, Intoleransi, dan Efek Samping
Pasien yang tidak dapat mentoleransi cephalosporin atau kuinolon harus
diobati dengan spektinomisin, Karena spektinomisin tidak reliabel (efektifitas
52%) terhadap infeksi faring, pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami
infeksi faring harus diperiksa kultur faring 3-5 hari setelah pengobatan untuk
memastikan infeksi telah hilang
b. Kehamilan
Wanita hamil tidak boleh diobati dengan kuinolon atau tetrasiklin. Wanita
hamil yang terinfeksi oleh N. gonorrhoeae harus diobati dengan sefalosporin.
Wanita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin harus mendapat 2 g
spektinomisin i.m., dosis tunggal. Baik azithromisin atau amoksisilin
direkomendasikan untuk pengobatan infeksi C. trachomatis selama kehamilan.
c. PemberianKuinolon pada Remaja
Fluorokuinolon tidak direkomendasikan untuk individu dengan usia < 18
tahun, karena banyak penelitian menunjukkan bahwa fluorokuinolon dapat
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah. Pada anak-anak dengan berat badan >
45 kg dapat diobati dengan sediaan obat yang direkomendasikan untuk orang
dewasa.
d. Infeksi HIV
Pada pasien yang terinfeksi gonokokus dan juga pasien yang terinfeksi
HIV harus mendapat kan pengobatan yang sama dengan pasien yang tidak
terinfeksi HIV.
Menurut British Association for Sexual Health and HIV (BASSH) pada
National Guideline on The Diagnosis and Treatment of Gonorrhoeae in Adults
2005, indikasi terapi14 :
 Tes diagnostik positif

 Kultur Neisseria gonorrhoeae positif

 Tes asam nukleat positif – konfirmasi diagnosis dengan kultur merupakan


rekomendasi utama untuk atau saat pengobatan (recommendation grade
C).

30
 Epidemiologi, apabila terdapat konfirmasi patner sexual yang mempunyai
infeksi gonokokus

Rekomendasi pengobatan infeksi anogenital tanpa komplikasi pada dewasa14:


 Ceftriaxone 250 mg i.m. sebagai dosis tunggal atau

 Cefixime 400 mg oral sebagai dosis tunggal atau

 Spektinomisin 2 gr i.m. sebagai dosis tunggal


 N. gonorrhoeae telah menunjukkan kapasitas berkembang untuk mengurangi
sensitivitas dan resisten pada beberapa antimikrobial. Pengumuman
percobaan pengobatan gonore mewakili efikasi klinis pada era sebelumnya
sensitivitas antimikrobial. Data penelitian tahun 2004 menunjukkan tingkat
signifikansi resistensi N.gonorhoeae terhadap penisilin 11,2%, tetrasiklin
44,55% dan siprofloksasin 14,1% (Bignell, 2005).

Regimen alternatif mungkin digunakan ketika infeksi diketahui sensitif terhadap


antimikrobial atau dimana prevalensi resisten terhadap mereka kurang dari 5%
(Bignell, 2005).
 Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal atau

 Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal atau

 Ampicillin 2 g atau 3 g + probenecid 1 g oral dosis tunggal

 Regimen sefalosporin lain dosis tunggal, seperti cefotaxime 500 mg i.m.


dosis tunggal atau cefoxitin 2 g i.m. dosis tunggal + probenesid 1 g oral.

Cefpodoxime merupakan alternatif obat oral sefalosporin generasi ke-3 sebagai


dosis tunggal 200 mg diizinkan untuk pengobatan gonore tanpa komplikasi. Data
percobaan terbatas, tetapi pada gambaran waktu paruhnya pendek, sedikit
menguntungkan farmakokinetiknya dibandingkan cefixime dan efikasi suboptimal
pada infeksi faring, tidak dapat direkomendasikan.

31
Azitromisin (2 g dosis tunggal) menunjukkan efikasi yang dapat diterima pada
percobaan klinik, tapi dihubungkan dengan intolerasi gastrointestinal tinggi. Tidak
direkomendasikan untuk pengobatan gonore.

Alergi Beta-laktamase14.
 Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal atau

 Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal saat infeksi diketahui atau


antisipasi apabila sensitif terhadap quinolon

Kehamilan dan Menyusui :


 Wanita hamil tidak diobati dengan quinolon atau tetrasiklin

Rekomendasi regimen :
 Ceftriaxone 250 mg i. m. dosis tunggal atau

 Cefixime 400 mg oral dosis tunggal atau

 Spektinomisin 2 g i.m. dosis tunggal atau

 Amoxicillin 3 g atau ampicillin 2 g atau 3 g + probenesid 1 g oral dosis


tunggal, dimana terdapat prevalensi daerah penisilin resisten
N.gonorrhoeae ≤ 5%

Infeksi faring
Rekomendasi regimen :
 Ceftriaxone 250 mg i.m. dosis tunggal atau

 Ciprofloxacin 500 mg oral dosis tunggal apabila N.gonorhoeae diketahui


sensitif terhadap quinolon

 Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal apabila N.gonorhoeae diketahui


sensitif terhadap quinolon

 Terapi dosis tunggal ampisilin atau spektinomisin memiliki efikasi rendah


dalam eradikasi infeksi gonokokus pada faring.

32
Co-infeksi dengan Chlamydia trachomatis
Infeksi genital dengan C. trachomatis secara umum bersamaan dengan
infeksi genital gonokokus (mencapai 20% pada pria dan 40% pada wanita dengan
gonorhoeae). Skrining pada C. trachomatis secara rutin dilakukan pada penderita
gonorrhoea dewasa atau pengobatan diberikan untuk eradikasi kemungkinan co-
infeksi. Kombinasi terapi antimikrobial efektif untuk C. trachomatis dengan dosis
tunggal pada infeksi gonokokus terutama sesuai saat ragu bila pasien akan
kembali untuk evaluasi follow up.

Follow Up
Penilaian pasien setelah pengobatan :
 untuk mengetahui tercapainya terapi
 untuk memastikan resolusi gejala
 untuk menanyakan reaksi efek samping
 untuk mengetahui kembali riwayat seksual agar dapat mengetahui
kemungkinan re-infeksi
 untuk mengikuti perkembangan patner dan promosi kesehatan

Tes mikrobiologi tidak perlu secara rutin dilakukan ketika infeksi sudah diobati
dengan terapi observasi rekomendasi secara langsung, infeksi sangat sensitif
terhadap pemberian obat antimikrobial, gejala telah berubah dan tidak ada resiko
re-infeksi. Apabila pasien simptomatik setelah pengobatn, mendapat terapi
suboptimal, strain resisten diidentifikasi atau ada kemingkinan re-infeksi, tes
kultur direkomendasikan. Kehamilan tidak mengurangi efikasi pengobatan.
Semua pengobatan kurang efektif pada eradikasi infeksi faring. Tes kultur
dilakukan paling sedikit 72 jam setelah pengobatan selesai dan NAATs 2 minggu
setelah pengobatan.

33

You might also like