You are on page 1of 15

TUGAS

KEMITRAAN DALAM PROGRAM PROMKES


“JAMBAN SEHAT”

Oleh kelompok 7
Alih Jenjang Semester II

1. Ni Luh Arik Setiawati Nim. 17120706038


2. Luh Putu Indah Mahadewi Nim. 17120706085

FAKULTAS ILMU KESEHATAN SAINS DAN TEKNOLOGI


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DHYANA PURA
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3%.

Dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%) yang memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan

penduduk yang menggunakan jamban sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare

sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare merupakan

penyebab kematian nomor 2 pada Balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.

Pada tanggal 13-16 Juni 2017 Dinas Kesehatan Propinsi Bali menyelenggarakan
Pertemuan Sosialisasi/Pergerakan Masyarakat Kolaboraksi Menuju Universal Akses 2019
Melalui STBM di Hotel Mercure Harvestland Kuta. Pertemuan ini dihadiri oleh 180 orang dari 9
kabupaten/kota, yang berasal dari unsur Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, PKK, Dinas PU,
KepalaPuskesmas, Camat, Kodam IX Udayana, Kodim, Koramil, Majelis Utama Desa
Pakraman, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) dan Majelis Alit Desa Pakraman (MADP).
Tujuan pertemuan ini adalah untuk menggalang komitmen dan kolaborasi lintas sector dalam
mempercepat pencapaian status Stop BABS di Propinsi Bali.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam pertemuan ini diadakan talk show mengenai
best practice kolaborasi multi pihak di Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan. Kecamatan
Selemadeg dipilih Karena pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang
komprehensif di wilayah tersebut hingga berhasil mewujudkan status SBS 2 desa, yaitu Desa
Bajra Utara dan Serampingan. Pendekatan STBM yang menitik beratkan pada perubahan
perilaku masyarakat, dengan salah satu prinsipnya, yaitu non subsidi tidak akan mampu
mewujudkan masyarakat SBS tanpa kerjasama lintas sektor dan lintas program. Program Gema
Sang Juara yang dikenal dengan Gerakan Sejuta Jamban dijalankan di wilayah yang sudah dipicu
dengan metode CLTS (Community Lead Total Sanitation) yang sudah dilakukan oleh
Puskesmas. Pembangunan jamban dilakukan di rumah warga yang berkomitmen untuk berubah
perilaku dan telah menyediakan material untuk membangun jamban. Koramil memberikan
bantuan berupa tenaga untuk membangun jamban. Sedangkan Dinas Kesehatan Kabupaten
memberikan bantuan berupa cetakan untuk membuat buis beton. Dengan cetakan yang
dipinjamkan, wirausaha sanitasi setempat mengajarkan pada anggota Koramil bagaimana
membangun septic tank yang sehat dengan metode pembangunan yang praktis dan lebih murah
dari segi biaya.
Pembelajaran dari Kec. Selemadeg Kab. Tabanan berhasil membuka mata para peserta
bahwa masih ada sekitar 400 ribu jiwa masyarakat Bali yang masih BABS dan harus segera
diubah perilakunya sehingga peserta menjadi paham bahwa untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan gerakan yang komprehensif antar sector terkait. Masing-masing sector memiliki
program untuk mencapai tujuan yang sama. Maka sudah sepatutnya bahwa seluruh sector saling
berkolaborasi dan beraksi mewujudkan Propinsi Bali yang bebas dari perilaku BABS pada tahun
2019.

1. Peraturan atau kebijakan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan

tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Di dalam Keputusan

Menteri Kesehatan nomor 715/2003 tentang Persyarakan Hygiene Sanitasi Jasaboga disebutkan

bahwa usaha jasaboga harus menyediakan WC Umum dengan fasilitas jamban dan peturasan

sesuai dengan jumlah karyawannya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24/2007

tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah disebutkan adanya fasilitas jamban yang

harus disediakan sekolah sebagai tempat untuk buang air besar dan/atau air kecil. Jamban harus

mempunyai dinding, atap, dst yang disediakan untuk peserta didik pria, wanita, dan guru.

2. Program penanggulangan
Pemerintah telah mengupayakan dengan melakukan koordinasi dengan pusat promosi

kemenkes dalam meningkatkan prilaku PHBS masyarakat. Upaya yang dilakukan yaitu

memberdayakan anggota rumah tangga agar tau, mau dan mampu mempraktikkan perilaku

hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Untuk

mencapai rumahtangga ber PHBS terdapat 10 hal yang harus dipantau yaitu: 1.Persalinan

oleh tenaga kesehatan, 2. Memberi asi eksklusif, 3. Menimbang balita setiap bulan , 4.

Menggunakan air bersih, 5. Mencuci tangan menggunakan air dan sabun, 6. Menggunakan

jamban sehat, 7. Memberantas jentik nyamuk, 8. Makan buah sayur setiap hari, 9. Melakukan

aktivitas fisik setiap hari , 10. Tidak merokok didalam rumah.

3. Upaya advokasi

Mitra kerja yang dilibatkan adalah masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat mampu

mengupayakan lingkungan sehat, mampu mencegah dan menanggulangi masalah

kesehatan, mampu mengembangkan upaya kesehatan.

- Mitra kerja yang akan dilibatkan dalam menangani masalah ??????

- Jejaring yang digunakan ???????????????

- Motede/teknik komunikasi yang akan digunakan ?????????????

- Sumber daya yang dibutuhkan ?????????????????????/


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Jamban

Kita berdomisili disuatu wilayah pemukiman, sebut saja wilayah itu setingkat dengan

desa atau kelurahan. Pernahkah kita befikir berapa jumlah rumah di wilayah kita yang memiliki

jamban, dan berapa jumlah rumah yang belum memiliki jamban. Bila rumah yang memiliki

jamban melebihi 80% dari jumlah rumah yang ada, berarti wilayah tersebut termasuk wilayah

yang cukup baik dalam hal pembuangan kotoran manusia.

Bagi rumah yang belum memiliki jamban, sudah dipastikan mereka mereka itu

mamanfatkan sungai, kebun, kolam, atau tempat lainnya untuk buang air besar (BAB). Bagi

yang telah memiliki jamban bisa dipastikan BAB di jamban. Walaupun memiliki jamban ada

sebagian kecil yang masih BAB di tempat lain, karena alasan tertentu.

B. Kerugian tidak memiliki jamban

Dengan masih adanya masyarakat di sutau wilayah yang BAB sembarangan, maka

wilayah tersebut terancam beberapa penyakit menular yangberbasis lingkungan diantaranya :

Penyakit Cacingan, Cholera (muntaber), Diare, Typus, Disentri, Paratypus, Polio, Hepatitis

Bdan masih banyak penyakit lainnya. Semakin besar persentase yang BAB sembarangan maka

ancaman penyakit itu semakin tinggi itensitasnya. Keadaan ini sama halnya dengan fenomena

bom waktu, yang bisa terjadi ledakan penyakit pada suatu waktu cepat atau lambat.

Sebaiknya semua orang BAB di jamban yang memenuhi syarat, dengan demikian

wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit penyakit tersebut. Dengan BAB di jamban banyak
penyakit berbasis lingkungan yang dapat dicegah, tentunya jamban yang memenuhi syarat

kesehatan. Kalau membahas soal jamban maka tentunya harus lengkap dengan sarana Air

Bersihuntuk menunjang keberlangsungan pemanfaatan jamban.

C. Kriteria Jamban Sehat

Jamban yang memenuhi syarat kesehatan atau sayarat Sanitasi adalah sebagai berikut :

1. Kotoran tidak dapat dijangkau oleh binatang penular penyakit, seperti : Kecoa, tikus, lalat

dll.

2. Tidak menimbulkan bau

3. Kotoran ditempatkan disuatu tempat, tidak menyebar ke mana mana

4. Tidak mencemari sumber air bersih

5. Tidak menggangu pemandangan/estetika

6. Aman digunakan

Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3, maka kotoran ditempatkan di satu tempat, bisa

lobang jamban atau septik tank, ukuran volumenya disesuaikan dengan kebutuhan atau jumlah

pemakai. Untuk memenuhi syarat no 1 dan 2, maka digunakan kloset yang dilengkapi leher

angsa, dimana pada leher angsa akan tergenang air utnuk mencegah bau yang timbul dari lobang

jamban atau septic tank, dan mencegah masuknya binatang binatang seperti lalat, kecoa,

nyamuk, tikus dll. Untuk memenuhi syarat no. 4 , dalam membuat jamban terutama lokasi

lobang jamban atau septic tank atau lobang resapan dibuat sejauh mingkin dari sumber air yang

ada misalnya Sumur Gali dsbnya, atau setidak tidaknya tidak kurang dari 10 meter jarak antara

sumur dan lobang jamban. Sedangkan untuk memenuhi syarat no 5 dan 6 , hendaknya jamban
dibuat dari bahan bahan yang memadai baik kekuatannya maupun konstruksinya dibuat

sedemikan rupa agar kelihatan indah dan rapi.

Jangan lupa pemeliharaan jamban perlu dibiasakan setiap hari, misalnya membersihkan

dan menyikat lantai agar tidak licin, menguras bak air agar terhindar dari penyakit Demam

Berdarah Dengue, siram kloset dengan air secukupnya setelah digunakan, tidak membuang

sampah, puntung rokok, pembalut wanita, air sabun, lisol kedalam kloset.

D. Syarat Membuat Jamban Sehat

Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB sembarangan

sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis penyakit ditularkan.

Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di jamban. Hanya saja harus

diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak

buruk bagi lingkungan.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada

tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:

1. Tidak mencemari air

Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak

mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang

kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.

a. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

b. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran

tidak merembes dan mencemari sumur.


c. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai,

dan laut

2. Tidak mencemari tanah permukaan

a. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata

air, atau pinggir jalan.

b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras,

kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini

penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa

atau serangga lainnya

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau

dari dalam lubang kotoran

d. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan

secara periodic
5. Aman digunakan oleh pemakainya

a. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan

pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di

daerah setempat

6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran

b. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat

menyumbat saluran

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat

penuh

d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal

4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan

dan kepanasan.

E. Kriteria Jamban Sehat

Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara tinja dan

lingkungan. Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika:

1. Mencegah kontaminasi ke badan air


2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja

3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang

4. Mencegah bau yang tidak sedap

5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi pengguna.

Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak bentuk pilihan,

tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi jamban. Pada prinsipnya

bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, bangunan bagian atas (rumah jamban),

bangunan bagian tengah (slab/dudukan jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung

tinja).

1. Rumah jamban (bangunan bagian atas)

Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding. Dalam

prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Beberapa pertimbangan pada

bagian ini antara lain :

a. Sirkulasi udara yang cukup

b. Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar

c. Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan)

d. Kemudahan akses di malam hari- Disarankan untuk menggunakan bahan local

e. Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan

2. Slab / dudukan jamban (bangunan bagian tengah)

Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat berpijak.

Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban

berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang secara
otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang

penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti

kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada bagian

ini juga dilengkapi dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinja (pit) setelah

digunakan akan mengurangi bau dan kelembaban, dan membuatnya tidak menarik bagi lalat

untuk berkembang biak. Sedangkan air dan sabun digunakan untuk cuci tangan.

Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah:

a. Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan serangga atau binatang

lain.

b. Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan (menghindari licin,

runtuh, atau terperosok).

c. Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.

d. Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung tinja (bangunan bagian bawah)

Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi, lingkaran,

bundar atau yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di

musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya atau

sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan lain – lain.

Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah antara lain:

a. Daya resap tanah (jenis tanah)

b. Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan

c. Ketinggian muka air tana


d. Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap sumber air minum

(lebih baik diatas 10 m)

e. Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)

f. Diutamakan dapat menggunakan bahan local

g. Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole

Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran

penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan

rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat)

harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan

istilah Open Defecation Free (ODF).

Suatu masyarakat disebut ODF jika :

1. Semua masyarakat telah BAB (Buang Air Besar) hanya di jamban yang sehat dan membuang

tinja/ kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat (termasuk di sekolah)

2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar

3. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian

BAB di sembarang tempat

4. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK

mempunyai jamban sehat

5. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai Total Sanitasi

Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

pada tahap pasca ODFdiharapkan akan mencapai tahap yang disebut Sanitasi Total. Sanitasi

Total akan dicapai jika semua masyarakat di suatu komunitas, telah:


1. Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat

2. Mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah BAB, sebelum

memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan

3. Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman

4. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).

Untuk menentukan suatu komunitas telah mencapai status ODF, dilakukan dengan proses

verifikasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hingga saat ini belum dijumpai adanya definisi jamban di tingkat peraturan pemerintah

dalam sistem perundangan di Indonesia. Dengan demikian tidak ada pula istilah itu dalam tataran

undang-undang. Bisa jadi dengan akan dirampungkannya rencana undang-undang (RUU)

tentang Air Limbah Permukiman maka definisi jamban, kakus, WC, toilet, atau apapun nama

lainnya akan terwadahi secara formal dalam sistem regulasi di Indonesia. Buang air besar (BAB)

sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan

keindahan. Selain jorok, berbagai jenis penyakit ditularkan. Sebagai gantinya, BAB harus pada

tempatnya yakni di jamban. Hanya saja harus diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar

tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.cwasta.org/index.php?option=com_content&view=article&id=59:definisi-jamban-

sehat&catid=2:berita&Itemid=35

http://stbm-indonesia.org/index.php?r=sanitasipedia&cat=51&id=428

http://environmentalsanitation.wordpress.com/2010/07/20/jamban-sehat/

http://abahjack.com/jamban.html#more-463

You might also like