You are on page 1of 72

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Banyak pakar yang mendefinisikan pengertian dari matematika salah

satunya adalah Chambers (2008: 9) menyatakan bahwa: “mathematic is a study of

patern, relationship, and rich interconectes ideas (the purist view). It also to tool

for solving problem in a wide range of contexts (the utilitarian view)”. Maksud

pernyataan Chambers adalah matematika merupakan studi terhadap contoh-

contoh yang terkait, dan berbagai macam ide yang saling terkait.

Matematika juga digunakan untuk memecahkan masalah pada cakupan

yang lebih luas terhadap beberapa konteks. Selain itu, Chambers (2008: 7) juga

berpendapat bahwa:”mathematics is objective fact; a study of reason and logic; a

system of rigour, purity, and beauty; free from social influences; self contained;

and interconnected structure”, maksudnya adalah matematika merupakan fakta

objektif, sebuah studi tentang akal dan logika, sebuah sistem ketelitian, kemurnian

dan keindahan; bebas dari pengaruh sosial dan mandiri, dan struktur saling

berhubungan. Sehingga matematika merupakan berpikir logis yang

penyampaiannya menggunakan bahasa verbal, namun dalam pembahasan tertentu

tidak cukup menggambarkan apa yang disampaikan.

Untuk lebih meningkatkan kecermatan dan ketepatan penalarannya maka

digunakan sebuah simbol. Matematika adalah tidak hanya tentang bilangan-

16

bilangan yang dioperasikan melainkan sebuah ruang sebagai sasaran. Oleh karena

itu, proses berpikirnya tidak hanya sekedar jumlah, tetapi juga pada hubungan

pola, bentuk, dan struktur yang berhubungan dengan ide-ide logis. Hal ini senada

dengan yang diungkapkan oleh Van De Walle (2014: 13) menyatakan bahwa

matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan

urutan yang logis. Hal ini bermakna bahwa mengerjakan matematika adalah suatu

kegiatan untuk menemukan dan mengungkapkan keteraturan dan kemudian

memberi arti tentang keteraturan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas maka

dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan pola dan aturan yang logis yang

dapat diungkapkan dengan mengunakan simbol-simbol.

Salah satu teori belajar yang mendasari dalam matematika adalah teori

belajar konstruktivisme. Implikasi teori belajar konstruktivis terhadap

pembelajaran matematika yaitu mengajar matematika bukanlah kegiatan

memindahkan pengetahuan matematika dari guru ke murid, melainkan suatu

kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuan

matematikanya.

Carpenter (Romberg & Kaput, 2009: 20) mengungkapkan bahwa:

we propose five forms of mental activity from which mathematical


understanding emerges: (i) constructing relationship, (ii) extending and
appliying mathematical knowledge, (iii) reflecting about experiences,
(iv) articulating what one knows, and (v) making mathematical
knowledge one’s own”.

Pernyataan di atas memiliki makna bahwa terdapat lima aktivitas mental

yang diusulkan dalam pembelajaran agar pemahaman matematis muncul yaitu: (i)

pengkonstruksian hubungan, (ii) perluasan dan pengaplikasian pengetahuan

17

matematis, (iii) perefleksian pengalaman, (iv) pengucapan apa yang diketahui, (v)

pemerolehan pengetahuan matematisnya sendiri.

Hal yang senada disampaikan oleh Joyce, Weil dan Calhoun (2004: 13)

mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran, pikiran memberikan informasi,

mengolah, dan memperbaiki konsep sebelumnya. Pembelajaran tidak hanya

berupa proses memberikan informasi baru, ide dan keterampilan, tetapi materi

baru dikonstruksi ulang dengan berpikir. Menurut kaum konstruktivis, belajar

merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti baik teks, dialog, pengalaman

fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan

menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang

sudah dimiliki siswa sehingga pengertiannya dikembangkan.

Beberapa pengertian pembelajaran menurut para ahli diantaranya menurut

Miftahul Huda (2014: 6), pembelajaran adalah proses interaksi antara individu

dan lingkungan sekitarnya. Lebih lanjut Oemar Hamalik (2010: 57)

mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur

yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

pembelajaran adalah interaksi antara guru dan siswa yang tersusun untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

Selain itu Asep Jihad & Abdul Haris (2008: 11) menyatakan pembelajaran

merupakan proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu: belajar, yang

tertuju kepada apa yang harus dilakukan siswa, dan mengajar, yang berorientasi

pada apa yang harus dilakukan oleh guru. Aspek ini akan berkolaborasi secara

18

terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dan siswa,

serta antara siswa dengan siswa di saat pembelajaran berlangsung.

Dalam pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan kondusif

yang sengaja diciptakan. Peran guru dalam pembelajaran bukan mentransfer

pengetahuan kepada siswa akan tetapi pembelajaran matematika yang

direncanakan guru harus memberikan peran lebih banyak kepada siswa untuk

mengembangkan potensi dan kreativitas yang dimilikinya dalam rangka

menemukan pengetahuan yang baru.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Peserta didik yang dimaksud dalam pengertian ini adalah anggota masyarakat

yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran.

Sedangkan pendidik adalah guru untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Lebih

lanjut dinyatakan bahwa guru sebagai tenaga professional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Pelaksanaan proses pembelajaran matematika pada kurikulum 2013 harus

mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar sedangkan untuk penilaian hasil

pembelajaran dengan menggunakan tes dan pengukuran sikap siswa dan

keterampilan siswa melalui beberapa cara. Selanjutnya hasil penilaian di

bandingkan dengan kriteria ketuntasan minimum sebagai bahan untuk perbaikan

pelaksanaan proses pembelajaran selanjutnya. Van de walle (2007: 4) menyatakan

19

bahwa standar proses merujuk kepada proses matematika yang mana melalui

proses tersebut siswa memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematika.

Standar proses tersebut terdiri dari lima standar proses pembelajaran

matematika yaitu sebagai berikut: 1) pemecahan masalah, 2) pemahaman dan

bukti, 3) komunikasi, 4) hubungan dan 5) penyajian. Oleh karena itu pembelajaran

matematika hendaknya memuat lima standar proses di atas sehingga siswa

memperoleh pengetahuan matematika. Guru sebagai pendidik memiliki hak dan

kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40, yaitu guru berhak untuk

memperoleh kesempatan menggunakan sarana, prasaran, dan fasilitas pendidikan

untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Kewajiban guru adalah

menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,

dinamis, dan dialogis. Selain itu guru berkewajiban untuk memiliki komitmen

secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas maka peneliti

menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses yang dengan

sengaja diorganisasikan secara kontekstual dan oleh guru matematika sedemikian

rupa sehingga terjadi interaksi antara aspek-aspek pembelajaran matematika yaitu

interaksi antar siswa, guru matematika, dan media pembelajaran matematika yang

penekanannya adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika serta

siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya.

20

2. Keefektifan Pembelajaran Matematika

Berdasarkan kesimpulan peneliti tentang pembelajaran matematika, yang

menyatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses yang dengan

sengaja diorganisasikan oleh guru matematika sedemikian rupa sehingga terjadi

interaksi antara aspek-aspek pembelajaran matematika yaitu interaksi antar siswa,

guru matematika, dan media pembelajaran matematika yang penekanannya adalah

untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.

Tujuan pembelajaran matematika dalam hal ini adalah tercapainya

kompetensi dasar yang telah ditentukan pada setiap standar kompetensi yang

ditandai oleh tercapainya indikator-indikator yang akan diukur. Mortimore (Muijs

dan Reynolds, 2008: 4) menyimpulkan bahwa faktor-faktor kelas yang

memberikan kontribusi pada hasil belajar yang efektif di pihak murid adalah sesi

yang terstruktur, cara mengajar yang menantang secara intelektual, lingkungan

yang berorientasi tugas, komunikasi antara guru dan murid, dan fokus yang

terbatas disetiap sesinya. Lebih lanjut Muijs dan Reynolds (2008: 5) menyatakan

faktor-faktor umum guru dalam mengajar yang berhubungan dengan hasil belajar

yang positif secara umum: 1). Pengetahuan yang baik mengenai subjek yang

diajarkan; 2). Keterampilan bertanya yang baik; 3) ada penekanan dalam

pembelajaran; 4). Strategi pengelompokan yang seimbang; 5). Tujuan yang jelas;

6). Manajemen waktu yang baik; 7). Perencanaan yang efektif; 8). Organisasi

kelas yang baik; 9). Penggunaan orang dewasa lain secara efektif di kelas.

Dalam pembelajaran matematika terdapat interaksi antara guru dan siswa

sehingga faktor keberhasilan juga ditentukan oleh guru dan siswa. Hal ini

21

diungkapkan oleh Lim (Cai, 2009: 125-126), menyatakan bahwa keefektifan

pembelajaran bergantung pada dua aspek yakni :

“… teachers’ perception of good (or effective) teaching as related to two


major aspects: (a) teachers’ aspect in term of good planning and teaching
persentations; and (b) student’ aspect that focus on active participation of
students than ensure a positive change in students’ behaviours and attitude
towards the learning of mathematics.”

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa aspek yang

mempengaruhi keefektifan pembelajaran adalah (a) aspek guru dalam hubungan

terhadap perencanaan dan presentasi yang baik dalam pembelajaran; dan (b) aspek

siswa yang fokus dan berpartisipasi aktif serta dapat menjamin perubahan yang

positif kearah perilaku dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.

NCTM (2000:11) menyatakan bahwa dalam pengajaran matematika yang efektif,

guru harus mengerti apa yang siswa ketahui dan butuhkan untuk belajar,

kemudian memberikan tantangan dan mendukung siswa untuk belajar dengan

baik.

Kemp, Morrison, & Ross (1994: 318) mengartikan keefektifan sebagai

ukuran tingkat pencapaian tujuan-tujuan pengajaran baik untuk masing-masing

bagian maupun secara keseluruhan. Adapun Kyriacou (2009: 7) mengungkapkan

bahwa “effective teaching can be defined as teaching that successfully achieves

the learning by pupils intended by the teacher”. Hal ini mengandung makna,

pengajaran yang efektif dapat didefinisikan sebagai pengajaran yang siswanya

berhasil mencapai target yang telah ditetapkan oleh guru.

22

Dengan kata lain pembelajaran efektif jika tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan tercapai, yaitu ketercapaian kompetensi dasar yang diukur dari

ketercapaian indicator berdasarkan kriteria ketuntasan minimum.

Berkaitan dengan bukti keefektifan pembelajaran, ada tiga hal yang perlu

dipertimbangkan untuk memperoleh bukti sumatif dari keefektifan suatu

pembelajaran, yaitu bukti produk, proses, dan efektif. Bukti produk dinilai dari

apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam

kurikulum. Bukti proses merupakan bukti yang diperoleh dengan menilai proses

yang berlangsung dalam pembelajaran. Sedangkan bukti afektif merupakan bukti

yang diperoleh dari sikap, minat, dan nilai-nilai sosial yang lain pada diri siswa.

Ukuran keefektifan pembelajaran matematika dapat diketahui melalui skor

tes yaitu dengan membandingkan rata-rata skor yang dicapai dengan skor standar

yang telah ditetapkan baik untuk rata-rata skor pada prestasi belajar siswa. Pada

penelitian ini skor standar yang ditetapkan sebesar 75, hal ini didasarkan pada

kriteria ketuntasan minimum (KKM) untuk materi bangun ruang sisi datar di SMP

Negeri 1 Sleman yaitu sebesar 75.

Keefektifan juga bisa diukur dari aspek proses dalam arti sejauh mana

proses yang berjalan memberikan efek atau pengaruh. Dalam penelitian ini

efektivitas atau besarnya pengaruh tersebut dilihat dari seberapa besar rata-rata

skor yang diperoleh siswa dilihat dari hasil pretest dan posttest yang tentunya

terkait dengan pemberian treatment.

Berdasarkan uraian di atas maka pembelajaran matematika dikatakan efektif

jika pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan yang berupa

23

ketercapaian indikator-indikator yang meliputi prestasi belajar yang dinyatakan

dalam bentuk skor mencapai standar skor yang ditetapkan yaitu rata-rata skor

postest yang diperoleh dari prestasi belajar kemampuan berpikir kreatif dan

toleransi siswa SMP.

3. Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar

Untuk mata pelajaran matematika tingkat SMP sesuai dengan Kurikulum

2013, kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan materi bangun

ruang sisi datar diperlihatkan dalam Tabel.1 dibawah ini:

Tabel 1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Yang Berkaitan


Dengan Materi Bangun Ruang Sisi Datar
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti 3 :
Memahami dan menerapkan 3.9 Menentukan luas permukaan dan
pengetahuan (faktual, konseptual, volume kubus, balok, prisma, dan
dan prosedural) berdasarkan rasa lima
ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, 3.11 Menaksir dan menghitung
budaya terkait fenomena dan volume permukaan bangun ruang
kejadian tampak mata yang tidak beraturan dengan
menerapkan geometri dasarnya
Kompetensi Inti 4 :
Mengolah, menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori

Bangun ruang dengan sisi datar adalah bangun ruang yang dibatasi oleh

bidang datar disebut juga sebagai bidang banyak atau polihedron.

24

Dalam pembelajaran matematika SMP bangun ruang sisi datar terdiri dari

kubus, balok, prisma, dan limas.

a. Kubus

Kubus merupakan suatu bidang banyak yang dibentuk oleh enam buah

persegi yang kongruen.


H G
E F

D C
A B
Gambar 1. Kubus ABCD.EFGH

Sifat-sifat kubus:

a. Sisi kubus, bidang datar yang membatasi suatu kubus disebut sisi kubus. Kubus

mempunyai 6 buah sisi yang masing-masing berbentuk persegi. Sisi-sisi kubus

ABCD.EFGH adalah sisi ABCD, sisi CDHG, sisi BCGF, sisi ADHE, sisi

ABFE, dan sisi EFGH.

b. Rusuk, pertemuan dua sisi kubus disebut rusuk kubus. Suatu kubus mempunyai

12 rusuk dan berukuran sama panjang. Rusuk-rusuk kubus ABCD.EFGH

adalah !", "$, $%, %!, &', '(, (*, *&, !&, %*, $(, "'.

c. Titik sudut kubus, Pertemuan tiga buah rusuk pada suatu kubus disebut titik

sudut kubus. Suatu kubus mempunyai 8 titik sudut. Titik sudut pada kubus

ABCD.EFGH adalah titik A, titik B, titik C, titik D, titik E, titik F, titik G, dan

titik H.

25

d. Diagonal sisi, sebuah diagonal sisi pada suatu kubus merupakan ruas garis

yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan pada sisi kubus

disebut diagonal sisi kubus. Kubus mempunyai 12 diagonal sisi yang

berukuran sama panjang. Diagonal sisi kubus ABCD.EFGH adalah

!$, "%, &(, '*, $', "(, %&, !*, !', &", %(, $* .

e. Diagonal ruang, sebuah diagonal ruang pada suatu kubus merupakan ruas garis

yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang

kubus disebut diagonal ruang kubus. Kubus mempunyai 4 diagonal ruang yang

berukuran sama panjang. Diagonal ruang pada kubus ABCD.EFGH adalah

$&, %', *", !(.

f. Bidang-diagonal, sebuah bidang-diagonal pada suatu kubus merupakan bidang

yang dibatasi oleh dua rusuk tegak dan dua diagonal sisi disebut bidang

diagonal. Bidang diagonal kubus ABCD.EFGH adalah bidang diagonal ADGF,

bidang diagonal BCFH, bidang diagonal DCFE, bidang diagonal ABGH,

bidang diagonal DBFH dan bidang diagonal AEGC.

Jaring-jaring kubus

Berikut adalah contoh jaring-jaring kubus.

Kubus mempunyai 11 jenis jaring-jaring kubus.


Gambar 2. Kubus dan jaring-jaring kubus

Luas permukaan dan volume kubus

26

Jika suatu kubus mempunyai panjang rusuk s satuan, maka kubus tersebut

mempunyai luas permukaan dan volume kubus dirumuskan sebagai berikut :

Luas permukaan kubus = 6s2

Volume kubus adalah s3.

b. Balok

Balok merupakan suatu bidang banyak yang dibentuk oleh enam buah

daerah persegi panjang yang sepasang-sepasang saling kongruen.

H G
E F

D C
A B
Gambar 3. Balok ABCD.EFGH

Unsur dan sifat balok

a. Sisi balok, bidang datar yang membatasi suatu balok disebut sisi balok. Balok

mempunyai 6 buah sisi yang masing-masing berbentuk persegi panjang. Sisi-

sisi balok ABCD.EFGH adalah sisi ABCD, sisi CDHG, sisi BCGF, sisi

ADHE, sisi ABFE, dan sisi EFGH. Sisi-sisi balok yang saling kongruen yaitu:

ABCD ≅ EFGH, ABFE ≅ CDHG, dan ADHE ≅ BCGF.

b. Rusuk balok, setiap pertemuan dua sisi balok disebut rusuk balok. Suatu balok

mempunyai 12 rusuk. Rusuk-rusuk balok ABCD.EFGH adalah

!", "$, $%, %!, &', '(, (*, *&, !&, %*, $(, "'. Rusuk-rusuk balok yang

27

sama panjang yaitu !" = $% = &' = (*, "$ = %! = &' = '(, dan !& =

%* = $( = "'.

c. Titik sudut balok, pertemuan tiga buah rusuk pada suatu balok disebut titik

sudut balok. Suatu balok mempunyai 8 titik sudut. Titik sudut pada balok

ABCD.EFGH adalah titik A, titik B, titik C, titik D, titik E, titik F, titik G, dan

titik H.

d. Diagonal sisi, sebuah diagonal sisi balok merupakan ruas garis yang

menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan pada sisi balok disebut

diagonal sisi balok. Balok mempunyai 12 diagonal sisi yang berukuran tidak

sama panjang. Diagonal sisi balok ABCD.EFGH adalah

!$, "%, &(, '*, $', "(, %&, !*, !', &", %(, $*.

e. Diagonal ruang, sebuah diagonal ruang pada suatu balok berupa ruas garis

yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang

balok disebut diagonal ruang balok. Balok mempunyai 4 diagonal ruang yang

berukuran sama panjang. Diagonal ruang pada balok ABCD.EFGH adalah

$&, %', *", !(.

f. Bidang diagonal, sebuah bidang-diagonal pada suatu balok merupakan bidang

yang dibatasi oleh dua rusuk tegak yang tidak berurutan disebut bidang

diagonal. Balok mempunyai 6 bidang diagonal. Bidang diagonal balok

ABCD.EFGH adalah bidang diagonal ADGF, bidang diagonal BCFH, bidang

diagonal DCFE, bidang diagonal ABGH, bidang diagonal DBFH dan bidang

diagonal AEGC.

28

Jaring-jaring balok

Berikut adalah contoh jaring-jaring balok.

Gambar 4. Balok dan jaring-jaring balok

Balok mempunyai 11 jenis jaring-jaring balok

Luas permukaan dan volume balok

Jika suatu balok mempunyai panjang p satuan, lebar l satuan, dan tinggi t

satuan, maka balok tersebut mempunyai luas permukaan dan volume sebagai

berikut :

Luas permukaan balok = 2 /×1 + /×3 + 1×3

Volume balok = /×1×3.

c. Prisma

Prisma merupakan bangun ruang yang mempunyai kekhasan tersendiri

karena atap dan alasnya mempunyai bentuk dan ukuran sama. Sedangkan sisi

tegaknya berbentuk persegi panjang. Penamaan prisma tergantung pada

bentuk alasnya. Apabila alas prisma berbentuk segitiga maka prisma tersebut

disebut prisma segitiga, apabila alas prisma berbentuk segilima maka prisma

tersebut disebut prisma segilima.

29

Rusuk tegak prisma prisma merupakan jarak antara sisi atap dan sisi alas.

Jarak antara sisi alas dan sisi atas merupakan tinggi prisma.
J I

F H
G

E D

A C

Gambar 5. Prisma segilima ABCDE.FGHIJ

Sifat-sifat prisma

1) Prisma segilima ABCDE.FGHIJ mempunyai 7 buah sisi. Sisi ABCDE dan

sisi FGHIJ merupakan sisi alas dan sisi atap serta saling kongruen dan sejajar.

Sisi ABGF, sisi BCHG, sisi CDIH, sisi DEJI, dan sisi EAFJ merupakan sisi

tegak. Sisi tegak prisma selalu berbentuk persegi panjang.

2) Pertemuan dua sisi prisma disebut rusuk prisma. Prisma segilima

ABCDE.FGHIJ mempunyai 15 rusuk. Rusuk-rusuk prisma segilima

ABCDE.FGHIJ adalah !", "$, $%, %&, &!, '(, (*, *4, 45, 5', !', $*, "(,

%4, &5 .

3) Pertemuan tiga buah rusuk pada suatu prisma disebut titik sudut prisma.

Prisma segilima ABCDE.FGHIJ mempunyai 10 titik sudut. Titik sudut pada

prisma segilima ABCDE.FGHIJ adalah titik A, titik B, titik C, titik D, titik E,

titik F, titik G, titik H, titik I, dan titik J.

30

4) Ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan pada

sisi prisma disebut diagonal sisi prisma. Diagonal sisi prisma segilima

ABCDE.FGHIJ adalah !$, !(, !%, "&, "%, &4, '*, $(, "', %*, "*, &',

&$, %5, $4, '4, !5, (5, (4, *5.

5) Ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan

dalam satu ruang prisma disebut diagonal ruang prisma. Diagonal ruang

prisma segilima ABCDE.FGHIJ adalah "5, "4, $', $5, %', %(, &(, &*, !4,

dan !*. Prisma segitiga tidak mempunyai diagonal ruang.

6) Bidang yang dibatasi oleh dua rusuk tegak dan dua diagonal sisi disebut

bidang diagonal. Bidang diagonal prisma segilima ABCDE.FGHIJ adalah

bidang diagonal ACHF, bidang diagonal ADIF, bidang diagonal BEJG,

bidang diagonal BDIG. Prisma segitiga tidak mempunyai bidang diagonal.

Jaring-jaring prisma

Berikut adalah contoh jaring-jaring prisma.



Gambar 6. Prisma Segilima dan jaring-jaring prisma segilima
Luas permukaan dan volume prisma

Luaspermukaan prisma = (2 x luas alas) + (keliling alas x tinggiprisma)

31

Volumeprisma = luas alas x tinggiprisma

d. Limas

Limas merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh sebuah daerah segi

banyak dan beberapa daerah segitiga yang bertemu pada satu titik puncak.

Penamaan limas tergantung dari bentuk sisi alasnya. Apabila alas limas berbentuk

segitiga maka limas tersebut disebut limas segitiga, apabila alas limas berbentuk

segilima maka limas tersebut disebut limas segilima.

Jarak antara sisi alas limas dengan titik puncak disebu tinggi limas,

sedangkan tinggi sisi tegak disebut apotema.


T

D C
O
A B

Gambar 7. Limas segiempat T.ABCD

Sifat-sifat limas

1) Limas segiempat T.ABCDE mempunyai 5 buah sisi. Sisi ABCD merupakan

sisi alas. Sisi T.AB, sisi T.BC, sisi T.CD, dan sisi T.DA, merupakan sisi

tegak. Sisi tegak limas selalu berbentuk segitiga.

2) Pertemuan dua sisi limas disebut rusuk limas. Limas segiempat T.ABCD

mempunyai 8 rusuk. Rusuk-rusuk limas segiempat T.ABCD adalah

!", "$, $%, %!, 6!, 6", 6$, 6%.

32

3) TO merupakan tinggi limas.

4) Pertemuan tiga buah rusuk pada suatu limas disebut titik sudut limas. Limas

segiempat T.ABCD mempunyai 5 titik sudut. Titik sudut pada limas

segiempat T.ABCD adalah titik A, titik B, titik C, titik D, dan titik T.

5) Bidang yang dibatasi oleh dua rusuk tegak dan satu diagonal sisi alas disebut

bidang diagonal. Bidang diagonal limas segiempat T.ABCD adalah bidang

diagonal T.BD, dan bidang diagonal T.AC. Limas segitiga tidak mempunyai

bidang diagonal.

Jaring-jaring limas

Berikut adalah contoh jaring-jaring limas.

Gambar 8. Limas segiempat dan jaring-jaring limas segiempat

Luas permukaan dan volume limas

Luaspermukaan limas = Luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak.

Volumelimas = ⅓ x luas alas x tinggilimas

33

4. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya PBL menyuguhkan

berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang

dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL

dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan

keterampilan menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa

dan menjadi pelajar yang mandiri. Model ini menyediakan sebuah alternatif

yang menarik bagi guru yang menginginkan maju melebihi pendekatan-

pendekatan yang lebih berpusat pada guru untuk menantang siswa dengan aspek

pembelajaran aktif dari model itu. Hal ini senada dengan yang diungkapkan

Margetson (Tan, 2003: 12) menyatakan bahwa “PBL curriculum helps promote

the development of lifelong learning skills in the form of open-minded, reflective,

critical and active learning” hal ini berarti bahwa PBL adalah pendekatan

pembelajaran yang mampu memfasilitasi serta mengembangkan cara belajar

siswa dengan cara berpikir terbuka, reflektif, kritis dan pembelajaran aktif.

Arends & Kilcher (2010: 326) juga menjelaskan bahwa “Problem based

learning is a student-centered approach that organizes curriculum and

instruction around carefully crafted “ill structured” and real world problem

situations. Hal ini diartikan bahwa PBL adalah pembelajaran yang berpusat pada

siswa yang mengorganisir kurikulum dan instruksi di sekitar masalah yang

tersusun dan situasi masalah dunia nyata.

34

PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari

mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika

kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang nyata.

Tan (2003: 13) menggarisbawahi bahwa:

“it is not how much content we disseminate in our classrooms but how we
engage students’ motivation and independent learning that is important.
In PBL, the design of real word problem scenarios is crucial and the
problems act as triggers for self-directed and collaborative learning.”
Dari sinilah diartikan bahwa pembelajaran berbasis masalah bukan

menekankan pada berapa banyak materi yang diberikan di kelas, melainkan

lebih menekankan pada hal-hal penting mengenai bagaimana melibatkan siswa

agar termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan permasalahan

berbasis masalah yang digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah

permasalahan yang ada di kehidupan nyata siswa, yang dapat memicu siswa

untuk belajar secara mandiri dan kolaboratif.

Padmavathy (2013: 47) bahwa “Problem based learning is a classroom

strategy that organizes mathematics instruction around problem solving

activities and affords students more opportunities to think critically, present

their own creative ideas, and communicate with peers mathematically.” Kalimat

tersebut berarti bahwa PBL adalah suatu strategi kelas yang mengorganisir

instruksi matematika di sekitar aktivitas pemecahan masalah dan memberikan

kepada siswa peluang lebih untuk berpikir dengan kritis, menyajikan gagasan

kreatif mereka sendiri, dan berkomunikasi dengan bahasa matematika sendiri..

35

Dalam hal ini, salah satu peran guru adalah sebagai fasilitator yang diwujudkan

dengan cara menawarkan bimbingan, instruksi serta memberikan sumber-

sumber belajar yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi

belajarnya dan proses berpikir kreatifnya. Selain itu dengan pembelajaran

berbasis masalah memperkenalkan siswa dengan masalah autentik sehingga

membantu siswa untuk mengidentifikasi masalah, memahami masalah, dan

menyelesaikannya sehingga pada akhirnya memperoleh pengetahuan baru.

Dalam proses ini, Sungur dan Tekkaya (2006: 159) menyatakan bahwa siswa

dituntut untuk berpikir kritis, kreatif dan memonitor pemahaman mereka.

Pembelajaran berbasis masalah memungkinkan siswa untuk berpikir kritis,

kreatif dan juga mengukur kemampuan mereka sendiri dalam menyelesaikan

masalah secara bersama-sama sehingga diharapkan menumbuhkembangkan

kerjasama dan toleransi pada diri siswa

b. Tujuan Problem Based Learning(PBL)

Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah ada tiga, yaitu membantu

siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan penyelidikan dan pemecahan

masalah, memberi kesempatan kepada siswa mempelajari pengalaman-

pengalaman dan peran-peran orang dewasa, dan memungkinkan siswa

meningkatkan sendiri kemampuan berpikir mereka dan menjadi siswa mandiri.

Hal ini diungkapkan Trianto (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu

membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan

mengatasi masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik dan menjadi

pembelajar yang mandiri. Sejalan dengan pendapat tersebut, Silver (Eggen,

36

2012 : 307) juga mengemukakan bahwa PBL adalah seperangkat model

mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan

ketermpilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri.), sehingga

pernyataan tersebut sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan

ketrerampilan berpikir salah satunya adalah berpikir kreatif.

c. Karakteristik Problem Based Learning(PBL)

Albanese, et al menyatakan bahwa “labels the main characteristics of

PBL as follows : a) learning is student-centered. b) learning takes shape in

small groups of student. C) teachers should attitudes, communication skills,

group cooperation, adaptation to change and self-evaluation abilities (Selcuk,

2010:711). Maksud kutipan tersebut bahwa karakteristik PBM adalah sebagai

berikut : 1) pembelajaran berpusat pada siswa, 2) siswa belajar dalam kelompok

kecil, 3) guru seharusnya memfasilitasi, membina kemampuan komunikasi,

kerjasama kelompok, penyesuaian diri untuk mengevaluasi diri. Lebih lanjut

Eggen (2012 : 307) mengungkapkan bahwa PBM memiliki karakteristik yaitu

pelajaran berfokus memecahkan masalah, tanggungjawab untuk memecahkan

masalah bertumpu pada siswa, dan guru mendukung proses saat siswa

mengerjakan masalah.

Tan (2003 :30-31) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah

memiliki karakteristik, antara lain :

a. Menggunakan masalah sebagai starting point dalam pembelajaran.

b. Masalah yang digunakan ada di kehidupan nyata siswa.

37

c. Menggunakan masalah multiple perspective, yang dapat diartikan bahwa

pembelajaran masalah mendorong siswa untuk memecahkan masalah

menggunakan berbagai cara.

d. Masalah yang digunakan dapat menantang pengetahuan, sikap, dan

kompetensi siwa.

e. Self directed learning is primary yaitu masing-masing siswa memiliki

tanggungjawab dalam memperoleh pengetahuan dan informasi

f. Menggunakan sumber yang beragam.

g. Pembelajaran dilakukan secara kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.

Dalam hal ini, siswa bekerja dalam suatu kelompok kecil.

h. Mengembangkan kemampuan inkuiri dan kemampuan pemecahan

masalah sama pentingnya dengan penguasaan pengetahuan yang dapat

digunakan dalam menyelesaikan masalah.

i. Pembelajaran dilaksanakan secara integrative.

j. Melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

d. Langkah-langkah Problem Based Learning(PBL)

Tan (2009:9) menyatakan tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah,

yakni: “1) Meeting to problem, 2) Problem analysis and generation of learning

issues, 3) Discovery and reporting, 4) Solution presentation and reflection,5)

Overview, integration, and evaluation, with self directed learning bridging one

stage and the next”. Tahapan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah 1)

menemukan masalah, 2) menganalisis masalah dan mempelajari masalah, 3)

penemuan dan pelaporan, 4) mempresentasikan penyelesaian masalah dan

38

refleksi, 5) melihat lebih dalam, integrasi dan evaluasi, dengan melatih belajar

secara mandiri.

Selanjutnya menurut Cazzola (2008: 1) menyatakan bahwa “Problem

based learning (PBL) is a constructivist learner centred instructional approach

based on the analysis, resolution and discussion of a given problem. It can be

applied to any subject, indeed it is especially useful for the teaching of

mathematics.” Kalimat tersebut berarti bahwa PBL adalah suatu pembelajaran

konstruktivism yang berpusat pada siswa berdasarkan analisa, pemecahan

masalah dan diskusi pemecahan masalah. Hal tersebut dapat diaplikasikan disetiap

subjek, lebih lagi terutama sangat bermanfaat untuk pengajaran matematika.

Langkah-langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM

adalah:1) siswa diberikan masalah, 2) mereka mendiskusikan masalah dalam

kelompok kecil, 3) siswa bersama-sama untuk menemukan dan mendiskusikan

kesimpulan, 4) siswa kembali bekerja untuk masalah baru dan kembali lagi.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, Arends (2007:51)

menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai

berikut:

39

Tabel 2. Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran Berdasarkan


Masalah
Fase Indikator Kegiatan Guru
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan hal-hal
Mengorientasi
penting yang dibutuhkan dalam
1 siswa pada
pembelajaran, memotivasi siswa terlibat
masalah
dalam aktivitas pemecahan masalah.
Mengorganisasika membantu siswa mendefinisikan dan
2 n siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang
belajar berhubungan dengan masalah tersebut.
Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan
penyelidikan informasi yang sesuai dan melaksanakan
3
individual atau eksperimen atau demontrasi untuk
kelompok mendapatkan penjelasan pemecahan masalah.
Membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan
menyiapkan karya/tugas membantu siswa
4 dan penyajian
untuk berbagi tugas dengan teman
hasil karya/tugas
sekelompoknya.
Menganalisis dan
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
mengevaluasi
5 atau evaluasi terhadap proses dan
proses pemecahan
penyelesaian dari masalah yang diberikan.
masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, pembelajaran matematika berbasis

masalah dapat didefinisikan sebagai suatu pembelajaran matematika yang diawali

dengan suatu permasalahan matematika sebagai starting point dalam

pembelajaran tersebut. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran merupakan

masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran yang

dilaksanakan ditujukan untuk memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif siswa

dalam memecahkan suatu permasalahan matematika. Untuk merealisasikan

pembelajaran matematika berbasis masalah, langkah-langkah yang ditempuh

disajikan dalam Tabel 3. sebagai berikut:

40

Tabel 3. Kegiatan Guru Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Fase Indikator Kegiatan Guru
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Mengorientasi siswa hal-hal penting yang dibutuhkan dalam
1
pada masalah pembelajaran, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah.
a. Guru memberikan LKS berisi suatu
permasalahan matematika dan petunjuk
Mengorganisasikan penggunaan kepada siswa.
2
siswa untuk belajar b. Guru memberikan petunjuk terhadap hal-
hal yang belum dipahami siswa berkaitan
dengan masalah yang diberikan
Membimbing Guru mengarahkan siswa untuk saling
penyelidikan berdiskusi dalam kelompok masing-masing
3
individual atau untuk menyelesaikan permasalahan yang
kelompok diberikan
Guru mengarahkan siswa untuk menuliskan
Mengembangkan
hasil diskusi pada LKS, kemudian
4 dan penyajian hasil
mempresentasikan hasil diskusi kelompok di
karya/tugas
depan kelas.
Menganalisis dan
Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap
5 mengevaluasi proses
solusi yang diperoleh
pemecahan masalah

e. Kelebihan dan kelemahan PBL

Menurut Akinoglu & Tandogan (2007: 73-74), terdapat beberapa

kelebihan dalam pembelajaran menggunakan model PBL sebagai berikut.

a) Pembelajaran berpusat pada siswa bukan pada guru.


b) Model pembelajaran mengembangkan pengendalian diri siswa,
mengajarkan membuat rencana yang prospektif dalam menghadapi relitas
dan mengekspresikan emosi.
c) Model ini memungkinkan siswa untuk melihat peristiwa secara
multidimensional dengan perspektif yang lebih dalam.
d) Mengembangkan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah.
e) Mendorong siswa untuk belajar bahan dan konsep baru dalam
memecahkan masalah.
f) Mengembangkan kerjasama dan keterampilan berkomunikasi siswa yang
memungkinkan mereka untuk belajar dan bekerja dalam kelompok.
g) Menyatukan teori dan praktek. Siswa dapat menggabungkan pengetahuan
lama dengan yang baru dan mengembangkan keterampilan menliai
lingkungan yang disiplin.

41

5. Model Kooperatif

a. Pembelajaran Kooperatif

Banyak model yang dapat digunakan dalam pembelajaran, salah

satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Woolkfolk (2009: 257)

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berfalsafah pada pembelajaran

konstruktivisme. Menurut Slavin (2005:15) pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur

kelompok heterogen. Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model

pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan

pendidik mengelola kelas lebih efektif.

Johnson (Anita Lie, 2007: 30) mengemukakan dalam model

pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan

evaluasi proses kelompok.

Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,

saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang

mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-

masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena

dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang

42

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan

hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota

kelompok.

Arends & Killers (2010 :306) menyatakan bahwa “cooperative learning

is a teaching model or strategy that is characterized by cooperative task, goal,

and reward structure, and requires students to be activitely engaged in

discussion, debate, tutoring and timework”. Hal ini berarti pembelajaran

kooperatif adalah model pembelajaran yang dicirikan tugas kelompo, tujuan,

dan penghargaan, dan membutuhkan siswa secara aktif terlibat dalam diskusi,

debat, latihan dan kerjasama tim. Siswa belajar dalam kelompok dengan tugas

yang sudah disiapkan guru. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang

harus dicapai siswa melalui belajar dalam kelompok, melakukan kerjasama

secara aktif untuk memecahkan masalah secara bersama, saling bertukar

pendapat, dan saling menghargai pendapat anggota yang lain. Keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran diberikan ganjaran berupa

penghargaan baik pujian maupun bentuk yang lain. Penghargaan yang tepat

dan sesuai kondisi siswa akan memberikan penguatan dalam belajar.

Senada dengan Arends & Killers (2009 :3) menjelaskan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah “cooperative learning is learning mediated by

students rather than the instructor. In cooperative student work in groups to

teach themselves content being covered”. Yang dimaksudnya pembelajaran

kooperatif adalah mediasi yang lebih baik dari guru. Dalam pembelajaran

kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok untuk mengajarkan mereka sendiri

43

yang mencakup materi tersebut. Dengan kata lain siswa belajar memahami

materi melalui masalah yang diberikan fan memberikan pengajaran kepada

kelompok yan kesulitan mengenai materi yang dipelajariyang telah diranccang

oleh guru melalui diskusi.

Pembelajaran kooperatif dapat melatih kemampuan verbal siswa,

keterampilan matematis, dan kemampuan social. Kose, sahin, Ergun, et al.

(2010: 170) menyatakan bahwa “…the student who learn via cooperative

learning are better, mathematical and social skills than those who learn via

individual ..”, maksudnya bahwa siswa yang belajar melalui pembelajaran

kooperatif lebih baik dalam kemampuan verbal, keterampilan matematis, dan

kemampuan sosial dibandingkan siswa yang belajar melalui pembelajaran

individual. Oleh karena itu, pembelajaran secara berkelompok merangsang

siswa untuk berpikir kreatif dan kemampuan sosial salah satunya adalah

toleransi antar siswa sehingga prestasi belajar siswa diharapkan meningkat.

Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok

termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh

guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta

menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu

siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan

bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

44

Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya

bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan

rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda

untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar

belajar semua anggota maksimal.

Pembelajaran kooperatif memiliki komponen yang harus dipenuhi

dalam proses kegiatan belajar, seperti pernyataan Borich (2007:375) yaitu:

“Now let use put work in your classroom the four components of
cooperatife learning: Teacher-Student interaction, student-student
interaction, task specialization and matrials, and role expectations
and responsibilities. Establishing a task structure for a cooperative
learning activity involves five specific steps: 1. Specify the goal of
the activity, 2. Structure the task, 3. Teach and evaluate the
collaborative process, 4. Monitor group performance, and 5.
Debrief.”

Maksud dari pernyataan Borich (2007: 375) yaitu adalah ada lima
komponen dalam pembelajaran kooperatif yaitu interksi guru-siswa, interaksi
siswa-siswa spesialisasi tugas dan materi, dan harapan peran dan tanggung
jawab. Keempat komponen dalam pembelajaran kooperatif merupakan syarat
keefektifan pembelajaran kooperatif.
b. Tipe-tipe Kooperatif
Ada beberapa metode pembelajaran kooperatif, Menurut Arends
(2007:13) beberapa model kooperatif yang bisa diimplementasikan oleh guru
adalah Student Teams Achhievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group
Investigation, Pendekatan Struktural, Think-Pair-Share, Numbered Heads
Together. Sedangkan menurut Slavin (1995:5) bahwa:
five principle student team learning methods have been developed and
extensively researched. There are general cooperative learning
methods adoptable to most subjects and grade levels: Student Teams

45

Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT),


Jigsaw II.The remaining two are comprehensive curricula designed
reading and competition of reading and writing instruction (CIRC), and
Team Accelerated Instruction (TAI) for mathematics.

Secara umum Slavin membagi metode pembelajaran kooperatif menjadi

dua kelompok besar, yaitu metode student team learning (pembelajaran tim

siswa) dan metode pembelajaran kooperatif yang lain. Metode metode student

team learning dibagi menjadi dua kelompok, yaitu metode pembelajaran

kooperatif yang dapat diadaptasi pada sebagian besar mata pelajaran dan

tingkatan kelas. Termasuk dalam kelompok ini adalah Student Teams

Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw II,

sedang metode comprehensive curricula designed reading and competition of

reading and writing instruction (CIRC) dan and Team Accelerated Instruction

(TAI) yang dirancang untuk mata pelajaran tertentu dan tingkat kelas tertentu.

Metode kooperatif yang lain adalah Group Investigation (GI), Learning

Together (LT), Complex Instruction (CI), dan Structure Dyadic Methods(SDM)

c. Model Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT)

1. Pengertian Teams Game Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model

pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh

siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor

sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.. Hai ini

diungkapkan oleh Cruickshank, Jenkins & Metcalf (2006:240) prosedur dalam

pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah

46

the procedure for TGT follows STAD except thet, instead of an


individual quiz being given, the teams compete against one another,
Thus the TGT procedure is teacher presentation, teamwork, team-
versus-team competition, scoring, and team reward. In the team versus-
team competition phase, each member of a team is assigned to table
where he or she will compete against member fromother team. Top
members from each team compete against one other teams. Compete
against one other in equal competitions; the winners at each table is
usually bumped up to thenext higher level or table of competition. Think
of this as comparable to the laddes used in sport competition, - if you
lose, you move down. Thus, competition always occurs among matched
or somewhat like achieving students. To some extent then, TGT loses
the characteristic of heterogeneity, at least during academic
competition.

Maksudnya prosedur untuk TGT berikut STAD kecuali bahwa, bukan

sebuah kuis individu yang diberikan, tim bersaing satu sama lain. Dengan

demikian, prosedur TGT adalah guru presentasi, kerja sama tim, kompetisi tim

lawan, penilaian, dan penghargaan tim. Dalam fase kompetidi tim lawan,

masing-masing, anggota tim yang ditugaskan ke meja dimana siswa akan

bersaing terhadap anggota tim lain. Atas anggota dari setiap tim bersaing satu

dengan yang lainnya di kompetisi yang sama; pemenang di setiap meja

biasanya bertemu sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Kita pikirkan bahwa hal

ini seperti seperti kompetisi dalam olahraga, jika kelompok kalah, maka

bergerak ke bawah. Dengan demikian, persaingan selalu terjadi di kalangan

siswa. Untuk batas tertentu, TGT kehilangan karakteristik heterogenitas,

setidakknya selama kompetisi akademik. Kompetisi yang sehat dalam

turnamen tetapselalu dijaga. Hal ini dapat memicu semangat atau motivasi

siswa untuk mendapatkan yang terbaik dalam kelompok.

47

Pembelajaran tipe TGT dalam proses kegiatannya siswa dibagi menjadi

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dan terdiri dari berbagai

suku, kemampuan, etnis dan budaya. Borich (2007:389) menjelaskan bahwa:

a cooperative learning activity closely related to STAD is the use of


Teams Games Tournament (TGT). TGT uses the same general format
as STAD (4 to 5 member groups studyingwork sheet). However, instead
of individually administered quizzes at the end of the study period.
Studentts play academic games to show their mastery of the topic
studied

Maksud penjelasan Borich adalah suatu kegiatan pembelajaran

kooperatif berhubungan erat dengan STAD yang digunakan oleh Teams-

Games-Tornaments(TGT). TGT menggunakan format umum sama seperti

STAD (4-5 anggota kelompok belajar setiap lembar kerja). Namun pada

memberikan kuis individu dalam satu periode pembahasan, siswa memainkan

permainan akademis untuk memperlihatkan penguasaan dari topik yang

dipelajari.

Teams games Tournament (TGT) adalah salah satu pendekatan yang

ada pada model pembelajaran kooperatif. Pendekatan pembelajaran TGT

sangat cocok untuk mengembangkan hubungan pertemanan. Dengan

demikian pendekatan ini membantu dalam mengembangkan toleransi pada

pembelajaran.

Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang

terdiri tiga sampai lima siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik,

jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen

akademik, dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan

anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu

48

lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game,

turnamen dan penghargaan kelompok.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam

pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih

rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat

dan keterlibatan belajar.

2. Langkah-langkah Teams Game Tournament (TGT)

Menurut Slavin (2010: 166) ada lima komponen utama dalam

komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian Kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian

kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,

diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-

benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena

akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada

saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (teams)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang

anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras

atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama

teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota

kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game

49

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar

kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaansederhana

bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab

pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar

pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan

siswa untuk turnamen mingguan.

4. Tournament

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit

setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan

lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa kedalam beberapa

meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I,

tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team Recognize (penghargaan kelompok)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-

masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor

memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team”

jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-

45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

Adapun langkah-langkah penentuan penghargaan kelompok menurut

Slavin (2005: 80) adalah sebagai berikut:

1) Menentukan skor dasar (awal) untuk setiap siswa. Skor dasar dapat

berupa skor tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

50

2) Menentukan skor tes/kuis setelah siswa bekerja dalam kelompok,

misalnya skor kuis 1, skor kuis II, atau rata-rata antara skor kuis 1 dan

skor kuis II. Skor tes ini selanjutnya disebut dengan skor kuis terkini.

3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang ditentukan oleh skor

dasar dan skor kuis terkini (masing-masing siswa). Adapun petunjuk

perhitungan skor peningkatan individu tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 4. Konversi Skor Peningkatan Individu


No Skor Tes Individu Skor Peningkatan
1 Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 5
2 10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar 10
3 Skor dasar sampai 10 poin di atasnya 20
4 Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30

Untuk menentukan jenis penghargaan pada setiap kelompok, dapat

dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor peningkatan kelompok. Rata-

rata skor peningkatan kelompok tersebut diperoleh dari jumlah skor peningkatan

setiap anggota individu dibagi banyaknya anggota kelompok.

Tabel 5. Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain


Pemain dengan Poin bila jumlah kartu yang
diperoleh
Top Scorer 40
High Middle Scorer 30
Low Middle Scorer 20
Low Scorer 10

Terdapat kegembiraan yang didapat dari penggunaan permainan dalam

model pembelajaran TGT, diharapkan situasi proses pembelajaran dapat

menikmati dengan menyenangkan oleh siswa dan siswa juga termotivasi untuk

belajar dengan kegiatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat

51

konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman

terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga prestasi belajar mencapai optimal.

Sehingga dalam pembelajaran TGT, dapat disimpulkan guru mempunyai

langkah yaitu

1) Guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan

dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah.

2) Guru membagi kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang

anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras

atau etnik.

3) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji

pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok

4) Guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar

kerja pada akhir setiap unit

5) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang dan masing-masing

team akan mendapat sertifikat.

3. Kelebihan dan Kelemahan tipe TGT

Metode ini merupakan metode pembelajaran yang memberikan

kesempatan sepenuhnya kepada siswa dalam mencapai kompetensi melalui

kerjasama kelompok.

Kelebihan TGT diungkapkan oleh Slavin (2010: 83) yaitu

a. Menimbulkan hubungan positif diantara siswa yang berasal dari ras, suku, dan

budaya yang berbeda

b. Memuat unsur permainan yang dapat menumbuhkan semangat belajar

52

c. Memuat reinforcement atau penguatan

d. Aktivitas belajar yang dirancang dengan permainan membuat siswa lebih

rileks dalam belajar disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran,

kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar

e. Menuntun siswa untuk berkompetisi dalam suasana akademik yang sehat

Kelemahan TGT diungkapkan oleh Slavin (2010: 84) yaitu

a. Sejumlah siswa mungkin merasa bingung karena belum terbiasa dengan

perlakuan seperti ini

b. Pada permulaan, guru mengalami kesulitan dalam pengelolaan kelas

c. Membutuhkan waktu yang relatif lama

d. Model Kooperatif tipe Group Investigation (GI)

1) Pengertian Group Investigation (GI)

Group investigation dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam

perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari

Universitas Tel Aviv.

Menurut Trianto (2010: 78), group investigation merupakan model

pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan.

Pendekatan dengan metode group investigation memerlukan norma dan struktur

kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru.

Menurut Arends & Kilcher (2010: 316) bahwa pembelajaran GI :

In group Investigation, student are actively engaged in planning and


carrying investigations and presenting their finding to peers and others.
Group Investigation begins with the teacher providing a stimulus or
problem situation. Students then define more precisely the problem to be
investigates, determine the roles required to conduct the investigation,
organize themselves to collect information, analyze the data collected,

53

prepare and present a report, and evaluate the result of their work and the
processes they used.

Dalam group investigation, siswa secara aktif terlibat dalam perencanaan

dan pelaksanaan penyelidikan dan menyajikan temuan mereka kepada rekan dan

yang lain. Investigasi kelompok dimulai dengan guru menyiapkan stimulus atau

masalah. Siswa kemudian mendefinisikan lebih tepat masalah yang akan diteliti,

menentukan peran yang diperlukan untuk investigasi, mengorganisir diri untuk

mengumpulkan informasi, menganalisa data yang dikumpulkan, mempersiapkan

dan menyajikan laporan, dan mengevaluasi hasil kerja mereka dan proses yang

mereka gunakan.

Slavin (2005: 112) menjelaskan bahwa “successful implementation of

Group Investigation requires prior training in communication and social skill”.

Yang berarti bahwa, kesuksesan dari implementasi group investigation

sebelumnya menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial.

Komunikasi dan interaksi kooperatif di antara sesama teman sekelas akan

mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana

pertukaran di antara teman dan sikap kerjasama bisa terus bertahan.

Dalam group investigation, kelas adalah sebuah tempat kreatifitas

kooperatif di mana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang

didasarkan pada perencanaan dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan

masing-masing siswa. Pihak yang belajar adalah partisipan yang aktif dalam

segala aspek kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan

terhadap apa yang dikerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam

54

proses pembelajaran. Rencana kelompok adalah satu cara untuk mendorong

keterlibatan maksimal para siswa.

Berdasarkan hal di atas bahwa group investigation berpusat pada siswa

dan tugas-tugas yang dikerjakan merupakan pilihan dari siswa itu sendiri melalui

berdasarkan pemilihan berbagai topik mengenai materi atau pokok bahasan yang

akan dipelajari dalam hal ini adalah topik bangun ruang sisi datar.

2) Langkah-langkah Group Investigation (GI)

Slavin (2005: 113-114), membagi langkah-langkah pelaksanaan model

investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan

1. Mengidentifikasikan topik dan membuat kelompok

a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan

mengkategorikan saran-saran.

b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang

telah mereka pilih.

c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat

heterogen.

d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi

pengaturan.

2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari

a. Para siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari mengenai

1) apa yang dipelajari?

2) bagaimana mempelajarinya?

3) siapa melakukan apa?

55

4) untuk tujuan atau kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut?

3. Melaksanakan investigasi

a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat

kesimpulan.

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan

kelompoknya.

c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis

semua gagasan.

4. Menyiapkan laporan akhir

a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek

mereka.

b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan,

dan bagaimana mereka akan membuat presentasi.

c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk

mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

5. Mempresentasikan laporan akhir

a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam

bentuk. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan

pendengarnya secara aktif.

b. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan

presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh

seluruh anggota kelas.

56

6. Evaluasi

a. Para siswa saling memberikan umpan balik menganai topik tersebut,

mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan

pengalaman-pengalaman mereka.

b. Guru dan muris berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran

siswa.

c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling

tinggi.

Sehingga dalam pembelajaran GI, dapat disimpulkan mempunyai

langkah yaitu

1. Siswa mengidentifikasikan topik yang telah diberikan oleh guru dengan

meneliti beberapa sumber lalu bergabung dengan kelompok yang

didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen untuk

mempelajari topik yang telah mereka pilih.

2. Siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari yaitu mengenai topik,

tujuan, cara, dan pembagian tugas.

3. Siswa melaksanakan investigasi dengan mengumpulkan informasi,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

4. Siswa menyiapkan laporan akhir dengan merencanakan apa yang akan

mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi dan

membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-

rencana presentasi.

57

5. Siswa mempresentasikan laporan akhir kepada seluruh kelas dalam

berbagai macam bentuk serta mengevaluasi kejelasan dan penampilan

presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh

seluruh anggota kelas

6. Siswa dan guru berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa

dan para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik

tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai

keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

3) Keunggulan dan Kelemahan Group Investigation (GI)

Metode Group investigation memanglah suatu rancangan

mengenai pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang

terorganisir dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan

kelemahan (Slavin, 2005: 95-96), seperti di bawah ini:

Kelebihan Group Investigation

a. Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

keterampilan inkuiri kompleks.

b. Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya

benar-benar diserap dengan baik.

c. Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk

bekerja sama dengan siswa lain.

d. Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi,

kreatif) dan group process skill (managemen kelompok).

58

e. Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam

maupun di luar sekolah.

f. Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan.

g. Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling

menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk

lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan

merasa berguna untuk orang lain.

h. Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam

mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.

Kelemahan Group Investigation(GI) adalah sebagai berikut

a. Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit.

b. Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran

pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan

menilai secara sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai

pada siswa yang tidak turut aktif.

c. Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama.

d. Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas

menjadi mudah ribut.

e. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode

ini.

f. Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik

investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana

bagi guru yang kurang kesiapannya.

59

e. Pembelajaran Matematika berbasis Masalah berseting Teams games

Tournament (TGT) dan Group Investigation (GI)

1) Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Menggunakan Seting TGT

Pembelajaran matematika berbasis masalah menggunakan model

TGT menekankan pada suatu pembelajaran matematika yang diawali dengan

suatu permasalahan matematika, yang diselesaikan secara kelompok

menggunakan TGT, sehingga pada akhir pembelajaran siswa mampu

memahami suatu konsep matematika tertentu.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Arends

(2007: 57) yang telah ditulis adalah sebagai berikut

1) Guru membahas tujuan pembelajaran dan hal-hal penting yang

dibutuhkan dalam pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam

aktivitas pemecahan masalah.

2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai

dan melaksanakan eksperimen atau demontrasi untuk

mendapatkan penjelasan pemecahan masalah

4) Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

karya/tugas membantu siswa untuk berbagi tugas dengan teman

sekelompoknya.

5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap proses dan penyelesaian dari masalah yang diberikan

60

Sedangkan langkah-langkah model kooperatif tipe TGT dalam

kegiatan pembelajaran matematika dijelaskan pada halaman adalah

sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya

dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah

(penyajian kelas)

2) Guru membagi kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang

siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik,

jenis kelamin dan ras atau etnik.

3) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan

belajar kelompok

4) Guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah

mengerjakan lembar kerja pada akhir setiap unit

5) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang dan

masing-masing team akan mendapat sertifikat

Maka, langkah-langkah pembelajaran matematika berbasis masalah

menggunakan model pembelajaran kooperatif TGT ditunjukkan pada tabel

sebagai berikut :

61

Tabel 6. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah


Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TGT
No Tahap Keterangan
1 Penyajian kelas Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan hal-
dengan hal penting yang dibutuhkan dalam
mengorientasi pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam
siswa pada aktivitas pemecahan masalah sehingga
masalah penyampaian materi tidak dengan pengajaran
langsung atau ceramah akan tetapi dengan
belajar dengan menggunakan masalah sehari-
hari
2 Kelompok (teams) Siswa dikelompokan menjadi 4 sampai 5 orang
siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari
prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau
etnik.
Siswa diberikan LKS berisi suatu permasalahan
3 Mengorganisasikan matematika dan petunjuk penggunaannya dan
siswa untuk belajar diberikan petunjuk terhadap hal-hal yang belum
dipahami siswa berkaitan dengan masalah yang
diberikan
Membimbing Siswa berdiskusi dalam kelompok masing-
4 penyelidikan masing untuk menyelesaikan permasalahan
kelompok yang diberikan
Mengembangkan Siswa untuk menuliskan hasil diskusi pada
5 dan penyajian hasil LKS, kemudian mempresentasikan hasil diskusi
karya/tugas kelompok di depan kelas.
Menganalisis dan Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap
6 mengevaluasi solusi yang diperoleh
proses pemecahan
masalah
Permainan (game) Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan
7 memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu.
Jika setiap unit sudah selesai, siswa kedalam
8 Turnamen beberapa meja turnamen.
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang
9 Penghargaan menang, masing-masing team akan mendapat
Kelompok sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditentukan.

62

2) Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Menggunakan Seting GI

Pembelajaran matematika berbasis masalah menggunakan model GI

menekankan pada suatu pembelajaran matematika yang diawali dengan suatu

permasalahan matematika, yang diselesaikan secara kelompok menggunakan

GI, sehingga pada akhir pembelajaran siswa mampu memahami suatu konsep

matematika tertentu.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Arends (2007:

57) yang telah ditulis adalah sebagai berikut

1) Guru membahas tujuan pembelajaran dan hal-hal penting yang dibutuhkan

dalam pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas

pemecahan masalah.

2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai

dan melaksanakan eksperimen atau demontrasi untuk mendapatkan

penjelasan pemecahan masalah

4) Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya/tugas

membantu siswa untuk berbagi tugas dengan teman sekelompoknya.

5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

proses dan penyelesaian dari masalah yang diberikan

Sedangkan langkah-langkah model kooperatif tipe GI dalam

kegiatan pembelajaran matematika dijelaskan pada halaman adalah

sebagai berikut:

63

1) Siswa mengidentifikasikan topik yang telah diberikan oleh guru dengan

meneliti beberapa sumber lalu bergabung dengan kelompok yang

didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen untuk

mempelajari topik yang telah mereka pilih.

2) Siswa merencanakan tugas yang akan dipelajari yaitu mengenai topik,

tujuan, cara, dan pembagian tugas.

3) Siswa melaksanakan investigasi dengan mengumpulkan informasi,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

4) Siswa menyiapkan laporan akhir dengan merencanakan apa yang akan

mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi dan

membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-

rencana presentasi.

5) Siswa mempresentasikan laporan akhir kepada seluruh kelas dalam

berbagai macam bentuk serta mengevaluasi kejelasan dan penampilan

presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh

seluruh anggota kelas

6) Siswa dan guru berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa

dan para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,

mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan

pengalaman-pengalaman mereka.

Maka, langkah-langkah pembelajaran matematika berbasis

masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif GI ditunjukkan pada

tabel sebagai berikut :

64

Tabel 7. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Berbasis


Masalah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif GI
No Tahap Keterangan
1 Mengorientasi siswa Siswa diberikan informasi mengenai tujuan
pada masalah. pembelajaran dan hal-hal penting yang
dibutuhkan dalam pembelajaran serta
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah dengan menggunakan
masalah yang nyata dalam kehidupan
nyata siswa..

2 Mengidentifikasikan Siswa mengidentifikasikan topik yang


topik dan membuat telah diberikan oleh guru dengan meneliti
kelompok beberapa sumber lalu bergabung dengan
kelompok yang didasarkan pada
ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih.

3 Mengorganisasikan Setiap kelompok diberikan beberapa LKS


siswa untuk belajar yang sudah diberikan berisi suatu
permasalahan matematika dan petunjuk
penggunaannya dan diberikan petunjuk
terhadap hal-hal yang belum dipahami
siswa berkaitan dengan masalah yang
diberikan

Merencanakan tugas Siswa merencanakan tugas yang akan


4 yang akan dipelajari dipelajari yaitu mengenai topik, tujuan,
cara, dan pembagian tugas.
5 Melaksanakan Siswa berdiskusi dalam kelompok masing-
investigasi dan guru masing melaksanakan investigasi dengan
membimbing mengumpulkan informasi, menganalisis
penyelidikan data, dan membuat kesimpulan serta
kelompok menyelesaikan permasalahan yang
diberikan
6 Mengembangkan Guru mengarahkan siswa untuk
dan menyiapkan menuliskan hasil diskusi pada LKS,
laporan akhir untuk kemudian mempresentasikan hasil diskusi
penyajian hasil kelompok di depan kelas.
karya/tugas
7 Menganalisis dan Siswa dan guru melakukan refleksi
mengevaluasi terhadap solusi yang diperoleh para siswa
proses pemecahan saling memberikan umpan balik mengenai
masalah topik tersebut, mengenai tugas yang telah
mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka.

65

4) Prestasi Belajar, Kemampuan berpikir Kreatif, Toleransi siswa.

a. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa selama kegiatan

pembelajaran. Hasil ini biasanya dituangkan dalam bentuk angka atau nilai yang

diberikan oleh guru kepada siswa sebagai bentuk penilaian atas sejauh mana

penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari (Muslimin, 2012: 382).

Selanjutnya, Nitko & Brookhart (2011: 497) menjelaskan bahwa: ”achievement

is knowledge, skills, and abilities that students have developed as a result of

instruction”. Hal ini berarti bahwa prestasi adalah pengetahuan, keterampilan,

dan kemampuan yang telah dikembangkan siswa sebagai suatu hasil belajar.

Lebih lanjut, Arends & Kilcher (2010: 59) menyatakan bahwa: “achievement is

satisfied when students strive to learn particular subjects or acquire difficult

skills and are successful in their quest”. Prestasi adalah suatu kepuasan ketika

siswa berhasil dalam berjuang untuk mempelajari secara detail atau dalam

memperoleh keterampilan yang sulit dan kemudian berhasil dalam usahanya.

Dari ketiga pendapat diatas dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil yang

diperoleh siswa selama kegiatan pembelajaran yang berupa pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang telah dikembangkan siswa sehingga adalah

siswa memiliki kepuasan ketika siswa berhasil dalam berjuang.

Hasil ini kemudian berfungsi untuk mengetahui tingkat kemajuan yang

telah dicapai siswa setelah pembelajaran berlangsung.Selain itu, Evans (2007:

24) mengartikan prestasi belajar sebagai “student ability in computations and

solving problems, which can normally be measured by written tests.” Prestasi

66

belajar adalah kemampuan siswa dalam perhitungan dan pemecahan masalah

yang biasanya diukur dengan menggunakan tes tulis. Hal ini kemudian

mengindikasikan bahwa salah satu indikator siswa memiliki prestasi belajar

yang baik adalah ketika mereka mampu menghitung dan memecahkan masalah

dengan baik. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengukur prestasi

belajar adalah dengan menggunakan tes prestasi belajar.

Brownlie, et al (2003: 9) mengartikan “student achievement is an

improvement in learning that develops both the individual and the individual’s

ability to contribute to society.” Prestasi belajar adalah suatu kemajuan belajar

yang mengembangkan individu dan kemampuan individu yang berkontribusi

untuk masyarakat. Artinya, prestasi belajar adalah bentuk perwujudan atas

kemajuan yang dimiliki siswa dari proses pembelajaran yang telah mereka

lakukan. Kemajuan ini kemudian akan membentuk siswa tersebut menjadi

individu yang baik dan akan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.

Dengan adanya kedua hal ini, diharapkan akan membuat siswa mampu

berkontribusi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat. Ringkasnya,

kontribusi siswa yang baik dalam bermasyarakat menandai prestasi belajar yang

mereka miliki pun sudah baik.

Algarabel & Dasi (2001: 46) mengartikan “achievement is the

competence of a person in relation to a domain of knowledge.” Prestasi adalah

kompetensi seseorang dalam hubungannya dengan suatu domain pengetahuan.

Artinya, prestasi belajar siswa pada dasarnya mengarah pada sejauh mana

kompetensi yang dimiliki siswa dalam suatu domain pengetahuan atau mata

67

pelajaran tertentu. Southwest Educational Development Laboratory (SEDL)

(2006: 5)juga mengartikan prestasi belajar matematika sebagai “the outcome of

interest.” Prestasi belajar diartikan sebagai hasil dari perhatian. Maksudnya

adalah prestasi belajar matematika tersebut merupakan hasil yang diperoleh

siswa setelah melakukan perhatian terhadap pembelajaran matematika.

Pengakuan terhadap prestasi belajar siswa kemudian dilakukan dengan

melakukan penilaian terhadap pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam pembelajaran. Artinya, untuk mengukur apakah prestasi

belajar siswa sudah baik atau tidak, maka dapat dilakukan dengan mengukur

apakah standar kompetensi yang ditentukan oleh mata pelajaran tertentu sudah

dicapai dengan baik oleh siswa atau tidak, termasuk pada mata pelajaran.

Kompetensi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah KI dan KD

yang ditentukan untuk mata pelajaran matematika yang merupakan hasil

pengembangan dari SKL. KI diartikan sebagai kemampuan minimal siswa

yang merepresentasikan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu

mata pelajaran, termasuk matematika. KI kemudian dikembangkan ke

dalam bentuk yang lebih rinci, yaitu KD. KD diartikan sebagai sejumlah

kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu

sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi. Indikator kompetensi

diartikan sebagai perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk

menunjukkan ketercapaian KD tertentu yang menjadi acuan penilaian

mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi kemudian dirumuskan

68

dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan

diukur.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka yang dimaksud dengan

prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil yang

diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran matematika berlangsung

yang dituangkan dalam bentuk angka atau nilai. Secara operasional,

prestasi belajar matematika siswa dilihat dari tercapainya indikator

pencapaian kompetensi yang merupakan pengembangan dari KI dan KD

pada pembelajaran bangunn ruang sisi datar di SMP.

Berkaitan dengan pentingnya prestasi belajar, termasuk prestasi

belajar matematika, Lovat, et al (2011: 6) kemudian mengungkapkan

bahwa “since the early 1990s, there has been a concentration of effort

aimed at maximizing student achievement in school education.”Sejak

tahun 1990-an, usaha terarah untuk memaksimalkan prestasi belajar siswa

dalam pendidikan sekolah sudah menjadi konsentrasi. Hal ini

mengindikasikan bahwa prestasi belajar matematika yang baik

(berkembang secara maksimal) merupakan harapan yang menjadi salah

satu tujuan dari pendidikan di sekolah. Sejalan dengan ini, Hara & Burke

(1998: 220) mengungkapkan bahwa “implementing a structured parent

involvement program in an inner-city school, primarily to improve student

achievement, was our central purpose.” Pada dasarnya, meningkatkan

prestasi belajar siswa adalah tujuan utama dari pengimplementasian

program terstruktur yang melibatkan orang tua di sekolah. Selain itu,

69

Prokop, Tuncer, & Chuda (2007: 287) pun mengungkapkan bahwa

“understanding of students’ attitudes is important in supporting their

achievement and interest toward a particular discipline.” Memahami

sikap siswa adalah hal yang penting untuk mendukung prestasi dan minat

mereka terhadap mata pelajaran tertentu.

Mengenai pentingnya prestasi belajar yang berhubungan dengan

kompetensi, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Tahun 2006 Nomor

23 juga mengungkapkan bahwa pedoman penilaian yang digunakan untuk

menentukan kelulusan siswa dalam pembelajaran adalah tercapainya

standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan untuk setiap satuan

pendidikan. Selain itu, Agullard & Goughnour (2006: 8) mengungkapkan

bahwa semua penelitian pada dasarnya “focus on strengthening the school

plan and improving student achievement.”Pada dasarnya, semua

penelitian tersebut fokus pada pengukuhan rencana sekolah dan

peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa

prestasi belajar yang terus mengalami peningkatan merupakan salah satu

output yang diharapkan menjadi tujuan dalam pelaksanaan semua

penelitian. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Steller (Cotton, 2003:

14) mengungkapkan bahwa “effective principals create a school climate

where academic achievement is the primary goal.” Pembelajaran yang

efektif menciptakan suasana atau kondisi sekolah yang menjadikan

prestasi akademik sebagai tujuan utama. Leinwand (2009: 80-81)

kemudian menambahkan bahwa guru dalam tugasnya seharusnya “using

70

student achievement data to build action plans for improvement.” Guru

seharusnya menggunakan data prestasi belajar untuk membuat rencana

tindakan untuk peningkatan. Artinya, sebisa mungkin seorang guru dalam

membuat rencana tindakan untuk meningkatkan hasil pembelajaran

dengan cara menggunakan data prestasi belajar siswa sebelumnya. Hal ini

pun mengindikasikan bahwa prestasi belajar adalah hal yang penting dan

merupakan tujuan utama yang harus menjadi salah satu fokus dalam

pembelajaran, termasuk pembelajaran matematika.

Bagaimana cara untuk mengembangkan prestasi belajar

matematika? Hal inilah yang akan menjadi pembahasan selanjutnya.

Ruppert (2006: 11) mengungkapkan bahwa pengalaman belajar “in the

arts contribute to the development of academic skills, including the areas

of reading and language development, and mathematics.” Pengalaman

belajar dalam dunia pendidikan berkontribusi dalam pengembangan

keterampilan akademik, termasuk dalam ruang lingkup pengembangan

bahasa dan membaca dan matematika. Keterampilan akademik dalam

matematika inilah yang kemudian merujuk pada prestasi belajar

matematika. Selain itu, Brownlie, et al (2003: 12-13) juga mengungkapkan

bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara

lain: management class (manajemen kelas), student learning strategies

(strategi belajar oleh siswa), background knowledge (latar belakang

pengetahuan), dan student and teacher positive interactions (interaksi

positif siswa dan guru).

71

Manajemen kelas diartikan sebagai pembelajaran haruslah

melibatkan pengaturan waktu dan kegiatan pembelajaran yang tepat.

Strategi belajar oleh siswa diartikan sebagai pembelajaran haruslah

dirancang agar siswa secara aktif membuat rencana, memonitoring, dan

merivisi strategi yang mereka gunakan dalam belajar. Latar belakang

pengetahuan diartikan sebagai guru dalam pembelajaran haruslah

memperhatikan pengetahuan prasyarat siswa sebelum memberikan materi

tertentu. Interaksi positif siswa dan guru diartikan sebagai pembelajaran

haruslah menghadirkan interaksi positif antara guru dan siswa. Kesemua

faktor ini kemudian berhubungan dengan pemilihan pendekatan yang

tepat. Artinya, salah satu cara untuk meningkatkan proses pembelajaran

yang terjadi di kelas adalah dengan pemilihan pendekatan pembelajaran

yang tepat.

McKinley (2010: 2) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab

rendahnya prestasi belajar matematika siswa adalah “poor interpersonal

relationship” atau rendahnya hubungan antar individu, termasuk

hubungan antar siswa. Hal ini pun mengindikasikan bahwa pembelajaran

di kelas sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling

berinteraksi, terutama dengan pemberian tugas-tugas yang bersifat

kelompok. Kelompok dalam hal ini haruslah bersifat heterogen, baik jenis

kelamin, maupun kemampuannya. Sebagai tambahan, kualitas guru yang

baik dan ukuran kelas yang lebih kecil mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa, termasuk pada pembelajaran matematika. Ukuran kelas yang

72

lebih kecil bisa juga dianalogikan dalam bentuk ukuran kelompok yang

dibentuk dalam pembelajaran adalah kelompok kecil.

Wong & Casing (2010: 96) bahwa kebijaksanaan konvensional

yang “greater school funding (i.e., for higher teacher quality and smaller

class size) can improve the output of public education (i.e., student

achievement).” Kebijaksanaan konvensional yang lebih baik dari

pendanaan sekolah (kualitas guru yang baik dan ukuran kelas yang kecil)

dapat meningkatkan output pendidikan masyarakat (prestasi belajar siswa).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

cara untuk mengembangkan prestasi belajar matematika adalah dengan

memilihan pendekatan yang tepat yang memperhatikan pengetahuan

prasyarat yang dimiliki siswa, melibatkan siswa secara langsung, dan

membentuk siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.

b. Kemampuan berpikir kreatif

1. Pengertian berpikir kreatif

Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dituntut untuk

seseorang mempunyai daya berpikir kreatif guna menyaring informasi,

bersaing secara global dan membantu kita untuk menemukan solusi terbaik

dari permasalahan hidup yang kita hadapi. Setiap individu memiliki kapasitas

untuk menggunakan pikiran danimajinasinya secara konstruktif untuk

menghasilkan sesuatu yang baru. Kita bisa merumuskan sebuah ide baru yang

sudah ada atau mungkin kita bisa menciptakan sebuah cara yang baru.

73

Berpikir kreatif (Creative thinking) adalah sebuah kebiasaan dari

pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi,

mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang

yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Adam &

Hamm (2010: 29) mengungkapkan bahwa “Creative and innovative thinking,

our primary focus, involves generating original ideas and responses to

problems or situations”. Yang bermakna bahwa berpikir kreatif dan inovatif

meliputi pembentukan ide atau respon yang orisinil terhadap masalah atau

situasi yang ada.

Santrock (2011: 310) mengungkapkan bahwa “creativity is the ability

to think about something in novel and unusual ways and come up with unique

solutions to problems”. Makna dari pernyataan ini adalah bahwa kreativitas

merupakan kemampuan seseorang memikirkan ide-ide atau sesuatu hal yang

baru dan dengan cara yang tidak biasa serta memunculkan solusi yang unik

terhadap permasalahan-permasalahan yang ada. Hal senada juga diungkapkan

Gallagher mengatakan bahwa “creativity is a mental process by which an

individual creates new ideas or product, or recombines existing ideas and

product, in fashion that is novel to him and her. Jadi kreativitas merupakan

suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan atau produk

baru , atau mengombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan

melekat pada dirinya. Hal senada juga dikemukakan Woolfolk (2009: 90)

menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya

yang original, tetapi tepat guna dan bermanfaat.

74

Menurut Rabari, et al. (2011: 983), “Divergent thingking is considered

as one of the key psychological abilities that are essential for creative

process. Its major components are identional(creative) fluency, cognitive

flexibility and originality”. Maksud dari kalimat diatas tersebut bahwa

berpikir divergen dianggap sebagai salah satu kunci kemampuan psikologis

yang penting untuk proses berpikir kreatif. Komponen-komponen utama yang

terdapat dalam pemikiran kreatif adalah kefasihan, fleksibilitas dan keaslian.

Hal senada juga diungkapkan Guilford (Chen, 2011: 26)

mengungkapkan ciri dari berpikir kreatif yaitu:

divergent thinking is characterized by the presence of types of


cognitive ability: a) Fluency – the ability to produce a large number
of ideas or solutions to a problem rapidly, b)Flexibility – the ability to
consider a variety of approaches to a problem simultaneously, c)
Originality – the tendency to produce ideas different from those of
most other people, d)Elaboration - the ability to think through the
details of an idea and carry it out

Makna dari pernyataan di atas adalah berpikir divergen dicirikan

dengan adanya kemampuan-kemampuan kognitif diantaranya: a)

kelancaran– kemampuan untuk menghasilkan banyak ide atau solusi

terhadap masalah dengan cepat, b) keluwesan–kemampuan untuk

mempertimbangkan keragaman pendekatan terhadap sebuah masalah secara

serempak, c) keaslian–kecenderungan untuk menghasilkan ide yang berbeda

dengan kebanyakan orang, d) keterincian – kemampuan untuk berpikir

dengan ide-ide yang rinci.

Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu aktivitas

kognitif yang menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam

75

memandang suatu masalah atau situasi. Dalam tulisan ini kreativitas

menekankan pada aspek proses maupun produk, sehingga kreativitas sendiri

dipandang sebagai suatu kemampuan maupun aktivitas kognitif individu yang

menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu

masalah atau situasi. Oleh karena itu, kreativitas dalam mengajukan masalah

diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu soal

(masalah) yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal oleh

pembuatnya serta berbeda dari soal (masalah) lain yang dibuat berdasar

sebuah informasi.

Jadi berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan

dan mengembangkan ide yang baru untuk memecahkan masalah divergen

yang mempunyai kriteria atau komponen utama yaitu kelancaran, keluwesan,

keaslian dan keterperincian.

2. Mengukur kemampuan berpikir kreatif

Beberapa ahli telah mengembangkan instrumen untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif matematis, seperti Balka dan Torrance (Mahmudi,

2010). Balka mengembangkan instrumen Creative Ability Mathematical Test

(CAMT) dan Torrance mengembangkan instrumen Torrance Tests of Creative

Thinking(TTCT). Kedua instrumen ini berupa tugas membuat soal matematika

berdasarkan informasi yang terdapat pada soal terkait situasi sehari-hari yang

diberikan. Jensen (Ali, 2010) mengukur kemampuan berpikir kreatif

matematis dengan memberikan tugas membuat sejumlah pertanyaan atau

76

pernyataan berdasarkan informasi pada soal-soal yang diberikan. Soal-soal

yang diberikan tersebut disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram.

Cara atau metode pengukuran kemampuan berpikir kreatif matematis

yang digunakan Balka, Torrance, dan Jensen mengukur tiga aspek

kemampuan berpikir kreatif matematis, yaitu kelancaran, keluwesan, dan

kebaruan. Aspek kelancaran berkaitan dengan banyaknya pertanyaan relevan.

Aspek keluwesan berkaitan dengan banyaknya ragam atau jenis pertanyaan.

Sedangkan aspek kebaruan berkaitan dengan keunikan atau seberapa jarang

suatu jenis pertanyaan.

Mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa juga dapat dilakukan

dengan membuat kategori tingkat berpikir kreatif dengan ditentukan dulu

kriteria performennya sesuai dengan karakteristik berpikir kreatif yang

menurut Sriraman & Yuan (2011: 12) mendasarkan pengukurannya pada tiga

aspek yaitu kelancaran, keluwesan, dan kebaruan.. Kefasihan memuat

kemampuan siswa menggeneralisasi banyak masalah untuk diselesaikan dan

siswa menyebarkan masalah yang diajukan. Fleksibilitas memuat kemampuan

memecahkan masalah siswa dengan cara yang berbeda biasanya dengan

menggunakan pendekatan “bagaimana jika tidak” dalam mengajukan

pertanyaan. Sedangkan kebaruan memuat kemampuan siswa dalam menjawab

masalah dengan berbagai jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar,

atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tahap

perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya.Selanjutnya, ukuran

kemampuan berpikir kreatif diukur dari besarnya skor yang diperoleh siswa

77

setelah proses menggunakan berpikir kreatifnya. Adapun untuk lebih rincinya

maka dalam menilai tingkat kemampuan berpikir kreatif digunakan tabel

sebagai berikut:

Tabel 8. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif


Aspek Indikator kemampuan berpikir kreatif

Fluency - Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu


(kelancaran) masalah
- Arus pemikiran lancar
Flexibility - Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam
(keluwesan) - Mampu mengubah cara atau pendekatan
- Arah pemikiran yang berbeda-beda
Originality - Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain
(Keaslian) daripada yang lain, yang jarang diberikan
kebanyakn orang
Elaboration - Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu
(Keterperincian) gagasan
- Memperinci detail-detail
- Memperluas suatu gagasan
(Sumber : Munandar, 2012: 423)

Adapun rubrik penskoran kemampuan berpikir kreatif matematis

disajikan dalam lampiran 1e.

c. Toleransi Siswa

Negara Indonesia mempunyai keragaman yang berbeda-beda namun

negara Indonesia mempunyai asas Bhineka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda

namun tetap satu. Jika kita lihat dalam dunia sekitar kita, masyarakat Indonesia

khususnya Yogyakarta hidup dalam beraneka ragam suku, agama, status sosial

dan masih banyak hal yang lain. Oleh karena itu sikap toleransi perlu dipupuk

sejak dini. Lebih cepat diajarkan bertoleransi lebih baik bagi perkembangan

jiwa anak-anak. Saat anak mulai bergaul dengan teman-temannya, dia akan

78

mulai merasakan perbedaan. Jika tidak diajarkan toleransi, nantinya dia bisa

berkonflik dengan teman-temannya karena perbedaan.

Menurut UNESCO (1995: 9), toleransi adalah

“Tolerance is respect, acceptance and appreciation of the rich diversity


of our world's cultures, our forms of expression and ways of being
human. It is fostered by knowledge, openness, communication, and
freedom of thought, conscience and belief. Tolerance is harmony in
difference. It is not only a moral duty, it is also a political and legal
requirement. Tolerance, the virtue that makes peace possible,
contributes to the replacement of the culture of war by a culture of
peace. Tolerance is not concession, condescension or indulgence.
Tolerance is, above all, an active attitude prompted by recognition of
the universal human rights and fundamental freedoms of others”.
Toleransi adalah rasa hormat, penerimaan dan apresiasi terhadap

keragaman budaya dunia, berbagai bentuk ekspresi diri dan cara-cara menjadi

manusia. Hal ini didorong oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan

kebebasan berpikir, hati nurani dan keyakinan. Toleransi adalah kerukunan

dalam perbedaan. Hal ini tidak hanya kewajiban moral, juga merupakan

persyaratan politik dan hukum. Toleransi, kebajikan yang membuat

perdamaian, memberikan kontribusi untuk penggantian budaya perang oleh

budaya perdamaian. Toleransi tidak konsesi, merendahkan atau kesenangan.

Toleransi adalah, di atas semua, sikap aktif diminta oleh pengakuan terhadap

hak asasi manusia universal dan kebebasan fundamental orang lain.

Menurut Lickona (1991: 246) mengatakan bahwa: “ tolerance too

expresses respect.althought tolerance can dissolve into a natural relativism

that seeks to escape etnihcal judgment, tolerance in its root meaning is one of

the hallmarks civilization”, yang berarti bahwa toleransi merupakan respek

79

yang cepat, meskipun toleransi dapat membubarkan sebuah paham etnik ,

toleransi merupakan arti penting dalam sebuah peradaban.

Toleransi adalah perilaku terbuka dan menghargai segala perbedaan

yang ada dengan sesama. Biasanya toleransi dihubungkan dengan kebudayaan

dan agama. Namun, konsep toleransi ini juga dapat diterapkan dalam

perbedaan jenis kelamin, anak-anak dengan gangguan fisik maupun tingkat

intelektual dan perbedaan yang lainnya. Toleransi juga berarti menghormati

dan belajar dari orang lain. Hal ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

toleransi adalah sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)

pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang

berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Hal ini senada dengan Marzuki (2010:5) Toleransi diartikan

memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada saat bersamaan sikap

menghargai pendapat yang berbeda itu disertai dengan sikap menahan diri atau

sabar. Oleh karena itu, di antara orang yang berbeda pendapat harus

memperlihatkan sikap yang sama, yaitu saling menghargai dengan sikap yang

sabar. toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang, membiarkan, dan

membolehkan, baik berupa pendirian,kepercayaan, dan kelakuan yang dimiliki

seseorang atas yang lainnya.

Selanjutnya Marzuki (2010:5) menegaskan bahwa toleransi adalah

sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang

harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi

80

sebaliknya tercermin sikap yang kuat atau istiqamah untuk memegangi

keyakinan atau pendapatnya sendiri.

Toleransi adalah salah satu aspek sikap sosial yang sangat penting

untuk dikembangkan, karena selain kemampuan dalam ranah kognitif dan

keterampilan, ranah afektif yang harus dikembangkan adalah ranah afektif.

Fermandes dan Tandon (M. Munadi, 2007 : 3-4) menyatakan bahwa ada dua

model pengembangan model toleransi yaitu model aksi-refleksi-aksi dan model

ignasian.

Kukathas (Kymlicka, 2003: 235) mengatakan bahwa kaum liberal harus

mengakomodasi kelompok-kelompok yang tidak liberal, selama mereka tidak

berupaya memaksakan nilai-nilai mereka pada kelompok lain. Secara singka

toleransi memperkenankan beberapa larangan internal, namun tidak

melindungi eksternal. Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari

orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan budaya,

menolak ketidak adil sehingga tercapai kesamaan sikap dan tujuan. Hal ini

sependapat (Supinah, 2011: 21) dengan toleransi adalah sikap dan tindakan

yang menghargai perbedaan, baik perbedaan agama, suku, ras, sikap atau

pendapat dirinya dengan orang lain.

Fungsi toleransi yang tercantum dalam (Marzuki: 2010: 6) di antaranya

adalah memudahkan kita memahami dan memaafkan apa yang dilakukan orang

lain yang kebetulan berbeda dengan yang kita lakukan. Toleransi akan

menumbuhkan sikap terbuka pada diri kita, sehingga akan mudah menerima

perbedaan tanpa harus meninggalkan yang sudah kita pegangi. Toleransi juga

81

dapat meredam kemungkinan konflik yang terjadi akibat perbedaan-perbedaan

tertentu. Orang yang toleran tidak akan mudah marah dan mudah diajak

bermusyawarah, sehingga perdamaian di antara kita dapat dengan mudah kita

wujudkan.

Dari beberapa pengertian di atas toleransi adalah perilaku terbuka dan

menghargai segala perbedaan baik perbedaan agama, suku, ras, sikap atau

pendapat dirinya dengan orang lain yang ada dengan sesama serta mempunyai

sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain, sikap dan tindakan yang

menghargai perbedaan demi kemajuan sebuah peradaban serta kerukunan

dalam perbedaan.

5) Penelitian yang relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Mugiyoningsih (2012), yang

berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dan TAI Ditinjau

dari Curiosity dan Karakter Siswa SMA dan MA di Pelaihari” menunjukkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe TAI secara umum

efektif ditinjau dari aspek karakter dan curiosity siswa pada SMA dan MA.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Sartika (2011), yang

berjudul “Perbandingan Kompetensi Matematika Menggunakan Metode

Kooperatif Tipe TGT dengan GI Siswa Kelas VII SMP N 4 Gamping Sleman

Yogyakarta”menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih

efektif dibanding metode kooperatif tipe GI ditinjau dari aspek kompetensi

matematika, sikap maupun minat siswa terhadap matematika.

82

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Haris(2013) yang berjudul

“Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)

dan Group Investigation (GI) Ditinjau dari Ketercapaian Standar Kompetensi, Sikap,

dan Minat Terhadap Matematika Siswa SMP” menunjukkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih efektif dibandingkan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe GI ditinjau dari ketercapaian standar kompetensi

matematika, sikap, dan minat siswa terhadap matematika.

6) Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat berbagai macam permasalahan

yang dapat diselesaikan menggunakan matematika. Oleh karena itu, kemampuan

berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan untuk dilatih kepada siswa

guna menghadapi perkembangan jaman pada era globalisasi seperti sekarang ini.

Kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat dari beberapa langkah yang ditulis

siswa dala, menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Adapun pengukuran

berpikir kreatif menurut Williams (Munandar: 2012: 59) meliputi kelancaran,

keluwesan, keaslian dan keterperincian.

Selain kemampuan berpikir kreatif, keberhasilan belajar siswa juga harus

diperhatikan dan keberhasilan belajar ini dapat dilihat dari hasil belajar atau

prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah model pembelajaran yang diterapkan.

Penerapan model pembelajaran yang tepat dan dengan prosedur yang benar akan

dapat mengefektifkan proses pembelajaran sehingga memberikan konstribusi

positif terhadap prestasi belajar siswa.Pada kenyataannya prestasi belajar siswa

SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup baik jika dilihat dari penetapan KKM yaitu

83

75. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap proses

pembelajaran matematika guru terpusat atau terkonsentrasi pada ketuntasan

belajar siswa tanpa melihat tingkat kemampuan berpikir kreatifnya. Model yang

digunakan belum merujuk pada kemampuan afektifnya dan hanya terpusat pada

kemampuan kognitifnya. Dan berdasarkan dari hasil observasi menunjukkan

bahwa siswa mempunyai masalah terhadap toleransi antar siswa. Menyadari hal

tersebut, guru hendaknya mefasilitasi siswa dengan memilih suatu pendekatan

pembelajaran yang dapat mendukung prestasi belajar dan kemampuan berpikir

siswa. Selain itu, guru hendaknya menfasilitasi siswa dengan memilih suatu

model pembelajaran yang mendukung toleransi siswa.

Dengan demikian, diperlukan suatu gabungan antara pendekatan dan

model pembelajaran yang akan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran

matematika. Merujuk dari beberapa penelitian dan kajian pustaka yang

menunjukkan pembelajaran kooperatif efektif digunakan untuk mengembangkan

toleransi antar siswa serta prestasi belajar siswa maka peneliti memberikan solusi

yaitu pembelajaran dengan setting kooperatif seting TGT dan GI karena dalam

pembelajaran seting TGT dan GI dapat memberikan nuansa baru,memberikan

motivasi dan mengaktifkan siswa pada pembelajaran sehingga pembelajaran tidak

terpusat pada guru, siswa bisa saling bekerjasama dalam menyelesaikan

permasalahan, tukar menukar ide dan saling membantu terhadap materi yang

diajarkan. Selain itu, penelitian dan kajian pustaka menunjukkan bahwa

pendekatan pembelajaran berbasis masalah efektif digunakan untuk meningkatkan

kreativitas siswa serta prestasi belajar, sehingga solusi yang diberikan adalah

84

dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah menggunakan model TGT

dan GI ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan berpikir kreatif dan toleransi

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sleman. Secara lebih ringkas, kerangka berpikir

disajikan pada Gambar.9 sebagai berikut:

Pentingnya prestasi belajar, kemampuan


berpikir kreatif dan toleransi siswa

Masalah di SMP Negeri 1 Sleman berdasarkan Hasil Observasi :


Kemampuan berpikir kreatif siswa belum dikembangkan, toleransi siswa
mengalami permasalahan dan prestasi belajar masih perlu untuk ditingkatkan

Pembelajaran berbasis masalah +TGT Pembelajaran berbasis Masalah + GI

Penyajian kelas dengan mengorientasi Prestasi Mengorientasi siswa pada masalah


siswa pada masalah Belajar Mengidentifikasikan topik dan
membuat kelompok
Kelompok (teams)
Mengorganisasikan siswa untuk
Mengorganisasikan siswa untuk belajar belajar
Merencanakan tugas yang akan
Membimbing penyelidikan kelompok dipelajari
Kemampuan

berpikir Melaksanakan investigasi dan guru
Mengembangkan dan penyajian hasil kreatif membimbing penyelidikan kelompok
karya/tugas
Mengembangkan dan menyiapkan
Menganalisis dan mengevaluasi laporan akhir untuk penyajian hasil
proses pemecahan masalah karya/tugas
Toleransi siswa
Permainan (game) Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Turnamen

Penghargaan Kelompok Gambar 9. Kerangka Berpikir

85

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran berpikir

kreatif siswa berhubungan dengan prestasi belajar siswa hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakuan Nami et. all (2014:39) yang mengungkapkan bahwa

terdapat hubungan yang positif antara kreativitas dan prestasi belajar siswa dan

siswa yang berpikir kreatif tinggi bertambah pula prestasi belajarnya. Selain itu

berdasarkangambar diatas, diketahui bahwa pembelajaran matematika berbasis

masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki 9

langkah yang berpotensi dalam mengembangkan prestasi belajar, kemampuan

berpikir kreatif dan toleransi siswa. Sedangkan pembelajaran matematika berbasis

masalah mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI memiliki 7 langkah

yang berpotensi dalam mengembangkan prestasi belajar, kemampuan berpikir

kreatif dan toleransi siswa. Oleh karena itu, berdasarkan potensi yang dimiliki

oleh gabungan dari pendekatan dan model pembelajaran tersebut, serta didukung

oleh landasan teori dan penelitian yang relevan, diduga bahwa pembelajaran

matematika matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT lebih efektif dari pembelajaran matematika berbasis masalah

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI dalam mengembangkan

prestasi belajar, kemampuan berpikir kreatif dan toleransi siswa SMP.

7) Hipotesis Penelitian

Dari kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan

jawaban sementara dari rumusan masalah yang disusun dalam bentuk hipotesis

penelitian sebagai berikut:

86

1. Pendekatan pembelajaran problem based learning berseting TGT pada

pembelajaran bangun ruang sisi datar efektif ditinjau dari aspek prestasi belajar

matematika, kemampuan berpikir kreatif, dan toleransi siswa SMP.

2. Pendekatan pembelajaran problem based learning berseting GI pada

pembelajaran bangun ruang sisi datar efektif ditinjau dari aspek prestasi belajar

matematika, kemampuan berpikir kreatif, dan toleransi siswa SMP.

3. Pendekatan problem based learning berseting TGT lebih efektif daripada

pendekatan problem based learning berseting GI pada pembelajaran bangun

ruang sisi datar ditinjau dari prestasi belajar matematika, kemampuan berpikir

kreatif, dan toleransi siswa SMP.

87

You might also like