You are on page 1of 2

Generasi Al-Muzammil

Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Ummul Mukmin Aisyah ra bahwa Allah telah mewajibkan
qiyamullail kepada Rasulullah Saw. di awal surat ini. Beliau dan para sahabat telah menegakkannya di
sebagian malam sehingga kaki-kaki mereka bengkak. Setelah genap dua belas bulan, Allah
memberikan keringanan dengan diturunkannya ayat kedua puluh dari surat ini pula. Maka berubahlah
hukum qiyamu lail yang tadinya wajib menjadi satu ibadah yang sunnah.

Surat Al Muzammil turun pada marhalah bina’. Marhalah penggemblengan ruh. Para sahabat
merupakan calon dai dan mujahid digembleng dengan gemblengan yang berat. Selama satu tahun
mereka harus bangun di tiap tengah malam untuk berdiri shalat berjam-jam. Mereka dituntut untuk taat,
tunduk, patuh dan berpegang teguh pada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kewajiban qiyamullail bukanlah sekadar berdiri sholat berjam-jam. Tetapi ia merupakan tarbiyah
imaniyah. Tarbiyah untuk selalu berhubungan dengan Yang Maha Pencipta, untuk bermunajat ke pada-
Nya. Ia merupakan wasilah untuk mendekatkan diri, berdzikir dan bertawakkal kepada-Nya.

“Sebutlah nama Rabb-mu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketaatan, (Dialah) Rabb
masyriq dan maghrib, tiada Illah melainkan Dia. Maka ambillah Dia sebagai pelindung.” (QS. Al
Muzammil: 8-9)
Sungguh!! Berdzikir kepada Allah taat, tunduk dan patuh kepada-Nya, bertawakkal dan beribadah
hanya kepada-Nya, merupakan senjata yang ampuh di medan dakwah yang penuh dengan rintangan
dan cobaan. Semuanya akan menjadikan para calon du’at dan mujahid terbiasa untuk bersabar atas
cobaan yang datang secara beruntun. Mereka akan terbiasa menanggung derita dan konsisten dalam
mempertahankan haq. Ini semua merupakan satu satunya senjata pada marhalah bina’. Marhalah
yang belum diizinkan untuk menghadapi kaum kafir secara langsung.

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik:.
(QS. Al Muzammil : 10).

Sungguh seorang da’i atau mujahid yang diatas pundaknya terbebankan panji-panji dakwah, pasti akan
mendapati cobaan, siksaan dan intimidasi, dan tentu sangat membutuhkan senjata untuk
mengukuhkan mereka. Senjata yang meneguhkan hati dan jiwa mereka. Mereka hanya akan
mendapatkannya jika dalam marhalah bina’ mereka telah digembleng dengan gemblengan Al
Muzammil. Dan harokah islamiyah jika tidak menggembleng generasinya dengan gemblengan Al
Muzammil, mereka akan berjatuhan di tengah jalan ketika mereka dihadapkan pada cobaan dan
intimidasi.
Generasi Al Muzammil harus dibina dibawah konsep Qur’ani. Dan tidaklah cukup jikalau Al Qur’an
hanya dijadikan sebagai pusat dan sumber intelektualitas belaka. Tetapi Al Qur’an harus dihafal.
Khusus bagi mereka yang masih berumur muda.

Perlu diingat makna qiyamul lail tidak akan pernah terealisir selama calon da’I atau mujahid tidak hafal
ayat-ayat Al Qur’an kecuali beberapa ayat saja. Bagaimana ia akan merasakan nikmatnya bermunajat,
sedangkan ia hanya hafal beberapa ayat dari Al Qur’an dan diulangnya tiap rokaat sholatnya?
Bagaimana ia akan merasa khusyu’? Sungguh !! betapa nikmat, tatkala kaki berdiri tegak untuk
memulai munajat, hati tergerak disinari ayat-ayat Ilahi, yang kemudian dibiaskan ke dalam penglihatan,
pendengaran, jiwa dan kehidupan.

Untuk menghasilkan generasi Al Muzammil yang tangguh, harokah islamiyah harus mengonsep, pada
umur 20 tahun seorang anggota harus sudah hafal sebagian besar ayat-ayat Al Qur’an. Inilah yang
akan menjadi bekal mereka. Dengan bekal ini, mereka akan bisa mereguk nikmatnya bermunajat,
qiyamul lail dan bertaqorrub kepada-Nya.

Potret generasi Al Muzammil adalah seorang pemuda yang telah melewati pubertas nya dengan
kecintaan pada ibadah, ketaatan , dan taqorrub kepada-Nyaa. Pemuda yang selalu bertilawah dengan
tartil, yang setiap malam air mata mengucur deras dari pelupuk matanya. Mentadabburi ayat-ayat-Nya.
Pemuda yang Al Qur’an terukir di hati dan pikirannya.

You might also like