You are on page 1of 12

TUGAS 02

TK5203 – TEKNOLOGI BIOPROSES LANJUT

WINNY MULIYADINI
23013033

PROGRAM MAGISTER TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

1
Cryptococcus adalah jamur yang termasuk jenis yeast yang berada di
lingkungan dan tersebar luas. Cryptococcus neoformans umumnya dianggap
patogen. C. neoformans pertama kali diisolasi oleh Sanfelice pada tahun 1895 dari
jus buah (Jungerman dan Schwartzman, 1972; Ainsworth dan Austwick, 1973).
Ajello (1967) menerangkan bahwa tanah merupakan sumber dari C. neoformans,
kotoran burung merpati yang sudah tertimbun lama dan juga kotoran kelelawar
(guano) mengandung Cryptococcus neoformans. Ada tiga varian dari C.
neoformans, yaitu: C.neoformans var. grubii (serotype A), C. neoformans var.
neoformans (serotype D) dan C. neoformans var. gattii (serotip B dan C). Serotip
ditentukan berdasarkan sifat antigenisitas polisakarida simpai.

 Taksonomi
o Kingdom : Fungi
o Phylum : Basidiomycota
o Subphylum : Basidiomycotina
o Class : Urediniomycetes
o Ordo : Sporidiales
o Family : Sporidiobolaceae
o Genus : Filobasidiella (Cryptococcus)
o Spesies : Cryptococcus neoformans
o Sinonim : Filobasidiella neoformans

 Lingkungan pertumbuhan
1. Temperatur
Koloni dari Cryptococcus tumbuh cepat dan keadaannya basah, licin berwarna
putih sampai krim, pada beberapa jenis berwarna kekuningan sampai pink. Koloni
tumbuh baik di dalam media Malt Agar, Sabouraud Agar atau agar darah pada
suhu 250C dan 370C. Pertumbuhan pada suhu lebih tinggi membedakan dengan
tipe non patogen.
2. pH
Secara umum pH optimum bagi kebanyakan fungi adalah antara 3.8 - 5.6.
Tetapi ada sedikit fungi yang dapat hidup di bawah pH 3 atau diatas pH 9 . Bila

2
dibandingkan dengan bakteri yang mempunyai rentang pH antara 6.5 - 7.5,
rentang pH fungi jauh lebih asam. Dengan demikian medium pertumbuhan fungi
yang digunakan di laboratorium juga harus bersifat asam. Malt agar adalah
medium yang sering digunakan untuk pemeliharaan fungi di laboratorium karena
mempunyai pH 4.5.
Secara fisiologis jika dibandingkan dengan mikroorganisme lain, fungi dapat
lebigh bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Sebagai
contoh yeast dan kapang dapat tumbuh pada substrat dengan konsentrasi gula
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini menyebabkan sering
terjadinya selai atau manisan yang tidak rusak oleh bakteri tetapi dapat rusak oleh
fungi. Demikian juga fungi dapat lebih bertahan dalam keadaan sekitar yang lebih
asam dibanding mikroorganisme lainnya.
3. Siklus hidup
Sel Cryptococcus pada awal pertumbuhan koloni tidak berkapsul kemudian
lapisan kapsul berkembang, baik di dalam biakkan in vitro maupun in vivo.
Khusus untuk C. neoformans, koloni masih muda berwarna putih dan bergranular.
Pada umur 1 bulan atau lebih, koloni berubah menjadi cokelat muda dengan
adanya sedikit warna pink. Permukaan koloni mengkilat dan licin, tekstur basah
sehingga pada media pertumbuhan agar miring di tabung cenderung menuju ke
bagian dasar. Sisi koloni rata dan bagian bawahnya tidak berwarna.
Jika Cryptococcus neoformans dilihat dibawah mikroskop akan terlihat
yeast yang berbentuk oval atau bulat, bagian tersebut sering dihubungkan sebagai
basidiomycete-nya yeast. Beberapa memiliki goresan pada permukaannya ketika
pucuk sel muda betina sedang melakukan reproduksi. Basidiomycete fungi pada
bagian ini dapat memproduksi spora, hal tersebut terjadi pada bagian khusus
jamur yang disebut basidium. Produksi spora ini sebagai hasil dari reproduksi
seksual dari C. neoformans.

Reproduksi sel C. neoformans dimulai ketika dua sel masing masing


membawa satu komplemen informasi genetik (sering disebut haploid), kedua sel
saling bertemu dan terjadi penggabungan. Potensi untuk bergabung berdasarkan
keteraturan bagian dari masing-masing tipe yang membawa dua materi genetic

3
“a” dan “α”. Siklus reproduksi seksual dan juga penggabungan sel melibatkan
pembagian seperti dalam mitosis sel dimana terjadi produksi benang yang disebut
hifa. Dan pada akhirnya hifa yang memiliki struktur unik, dan basidium telah
terbentuk. Basidium yang menopang spora (terkadang disebut basidiospora) pada
akhirnya akan terbentuk. Untuk itu dibutuhkan dua haploid didalam basidium
harus bergabung, peristiwa ini sering disebut karyogami, yaitu pembentukan satu
diploid nucleus. Pembelahan meiosis dan mitosis akan berjalan unuk membentuk
spora. Spora marupakan haploid yang digunakan dalam pembentukan sel C.
neoformans sehingga reproduksi terus berlanjut.

Gambar 1. Siklus hidup C. neoformans (Sumber: Mikrobia.files.wordpress.com)

Keberadaan Cryptococcus berhubungan erat dengan lingkungan yang


terkontaminasi eksreta/ kotoran burung terutama merpati (Hotzel et al., 1998; dan
Kielstein, 2000). Mikroorganisme yang masuk tubuh lewat makanan, berasal dari
tanaman, masuk ke saluran gastrointestinal dan berperanan sebagai perantara lalu
disebarkan lewat kotoran (feses). Eksreta dari jenis unggas diketahui mengandung
kreatinin dan zat-zat lainnya menyuburkan perkembangan dari Cryptococcus. Dari
genus Cryptococcus hanya spesies C. neoformans yang mengasimilasai kreatinin
(Staib, 1962 dalam Lodder, 1970). Memang lingkungan hidup dari jenis yeast ini
adalah di tanaman, tetapi ternyata mudah diisolasi dari kotoran burung karena

4
menjadi media yang baik untuk pertumbuhannya (Passoni et al., 1998; dan Malik
et al., 2003). Biasanya tumpukan kotoran yang tidak terkena cahaya matahari
merupakan lingkungan yang cocok, sebaliknya agen penyakit kemungkinan mati
oleh efek sinar matahari langsung.

 Manfaat/ Bahaya mikroba tersebut


Cryptococcus neoformans bersifat zoonosis, pada sapi sebagai penyebab
utama dari mastitis yang parah. Pada manusia dapat menyerang organ paru-paru
dan jaringan otak.
1. Patogen terhadap hewan (sapi)
Sapi kemungkinan dapat terinfeksi alat pernafasannya seperti paru-paru lewat
respirasi dari spora yang menyebar di udara, dimana lingkungannya dekat dengan
sumber kotoran burung. Pakan ternak dan air minum yang terkontaminasi, juga
berperanan menimbulkan infeksi Cryptococcus pada kelenjar ambing, alat-alat
pemerahan susu, atau obat infusi intra mammae tidak terkecuali dapat
terkontaminasi oleh kotoran burung. Tidak dapat dipungkiri bahwa terjadinya
infeksi pada kelenjar ambing hanyalah lewat lubang puting susu, hal ini akan
dipermudah bila terdapat kerusakan atau luka di kulit puting susu atau di sekitar
lubangnya.
Infeksi Cryptococcus pada kelenjar ambing tidak bersifat menyebar,
penyebaran tidak kesebelah kwartir lainnya dan juga tidak mengenai organ
lainnya di dalam tubuh. Kelainan secara makro dan mikroskopik terbatas hanya
pada kwartir yang terkena infeksi (Singh et al., 1994). Akibat infeksi
Cryptococcus ini, reaksi pertama menimbulkan kerusakan sel epitel yang akut
sampai akhirnya akan terjadi granuloma. Infeksi yang menyerang kelenjar
pertahanan akan menimbulkan kerusakan jaringan dari kelenjar pertahanan,
hiperflasi dan kadang-kadang terjadi abses. Adanya Cryptococcus dalam jumlah
banyak pada acini (kelompok alveola susu), saluran sekresi dan cabang-
cabangnya, terutama melibatkan lapisan epitel menunjukkan pertumbuhan yang
cepat dari organisme penyakit dan infeksi yang menuju berbagai arah lewat
saluran intracanaliculer. Pada organ-organ lainnya, tidak terlihat perubahan

5
jaringan yang parah, hal ini menepis anggapan bahwa infeksi kelenjar ambing
adalah lewat sistemik. Walaupun sumber asal dari penyakit tidak diketahui, pada
sapi yang pertama kali terinfeksi pada kasus outbreak, dari data pemeriksaan
patologis dapat disimpulkan bahwa sapi berikutnya terinfeksi dengan secara
langsung transmisi fisik (kontak mekanis) ke puting susu.
2. Patogen terhadap manusia
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis, vaskulitis dan invasi parenkimal pada infeksi Cryptococcal jaringan otak
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen yang dapat menebal
dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran
likuor dari foramen Luschka dan Magendi sehingga terjadi hidrosefalus. Pada
jaringan otak terdapat substansi gelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista
kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basilis pada
distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis.
Infiltrat meningen terdiri dari sel-sel ingflamasi dan fibroblast yang bercampur
dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan pada beberapa
kasus terlihat reaksi inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang
terlihat pada tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya. Perubahan susunan
saraf pusat termasuk infiltrasi meningen oleh sel mononuklear dan organisma.
Organisma ini dapat tersebar pada parenkim otak dengan reaksi inflamasi
yang minimal atau tanpa reaksi inflamasi. Kadang-kadang terdapat abses pada
jaringan otak dan granuloma pada meningen otak dan medula spinalis. Gejala
klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat infeksi
bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai
meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi
(paling kurang empat minggu). Manifestasi klinis lainnya berupa kombinasi
beberapa gejala seperti demam, nyeri kepala, letargi, confise, mual, muntah, kaku
kuduk atau defisit neurologik. Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang
dapat ditemukan pada gejala awal. Misalnya pasien datang ke klinis hanya dengan
keluhan demensia subakut tanpa gejala lainnya. Waktu terjadinya penyakit sangat
vital dan penting dalam mempertimbangkan diagnosis meningitis jamur.

6
Infeksi C. neoformans dari lingkungan dapat langsung menyerang organ paru-
paru manusia melalui pernapasan. Basidiospora yang diproduksi oleh C.
neoformans terhirup masuk ke dalam alveoli paru-paru dan berkecambah
membentuk infeksi aktif atau menyebar secara luas sehingga spora tumbuh
dengan cepat dan mengakibatkan penyakit pernapasan namun seringnya penyakit
yang diakibatkan oleh Cryphtococcus menyerang sistem saraf.

Gambar 2 Siklus C. neoformans sebagai patogen (Sumber : bmolchem.wisc.edu)

Beberapa kasus sebagai meningitis akut, kebanyakan subakut dan beberapa


kronis. Gambaran klinis selain meningitis yang sering ditemukan yaitu gambaran
ensefalitis. Sering kali pasien didagnosa sebagai meningitis TBC sampai akhirnya
ditemukan diagnosa yang benar dengan ditemukannya jamur dalam serebrospinal.

 Struktur sel
Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal (mikroskopik)
berbentuk bulat atau oval dengan diameter 4-12µm, sering bertunas dan
dikelilingi oleh simpai yang tebal. C. neoformans secara makroskopik pada suhu
kamar didalam Saboroud Dextrose Agar (SDA) koloni berwarna cokelat, mucoid
dan mengkilat. Secara umum sel fungi terdiri dari dinding sel, membran sel dan
sitoplasma yang mengandung retikulum endosel, nucleus, nucleolus, vakuola
penyimpan, mitokondria dan organel-organel lain (Gambar 2.)

7
Gambar 2. Struktur sel fungi (Sumber: labmikologi.blogspot.com)

 Komponen dan Fungsinya


1. Kapsul
Beberapa species fungi selnya dapat menghasilkan lapisan pembungkus luar
yang berlendir atau lapisan yang lebih kompak berupa kapsul. Kapsul atau lapisan
luar berlendir tersebut sebagian besar dibangun dari polisakarida yang bersifat cair
dan dapat menyebabkan pelekatan dan penggumpulan sel-sel yang berada saling
berdekatan. Polisakarida pembentuk kapsul dari spcies yang berbeda dapat
berbeda-beda dalam jumlah, komposisi kimia, sifat antigenik , viskositas maupun
kelarutannya. Kapsul tidak berpengaruh terhadap permeabilitas maupun fungsi
lain dari dinding maupun membran sel. Tetapi karena sifatnya yang berlendir,
material dari kapsul dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi dengan cara
mencegah lepasnya tunas dari sel yeast atau mencegah pemencaran sel yeast
dalam air atau udara. Pada kapsul fungi Cryptococcus neoformans dapat
terkandung suatu materi yang bersifat antifagositosis dan hal ini berhubungan erat
dengan faktor virulensinya.
2. Dinding sel
Dinding sel salah satu komponen penting dari fungi dan merupakan 15%
sampai 30 % dari berat kering fungi. Dinding sel berfungsi menyebabkan
kekakuan sel dan kekuatan pada sel serta mencegah terjadinya shok akibat

8
tekanan osmotik pada membran sel. Dinding sel merupakan struktur terstratifikasi
terdiri atas mikrofibril khitin terbenam dalam matriks polisakarida, protein, lipid,
garam anorganik, dan pigmen. Khitin adalah polimer N-asetil-D-glukosamin
(GlcNAc) yang tersambung via ikatan b1-4. Khitin diproduksi di sitosol.
Monomer GlcNAc berasal dari uridin difosfat GlcNAc. Polisakarida utama
matriks dinding sel adalah glukan nonselulosa seperti glikogen, mannan (polimer
manosa), khitosan (polimer glukosamin), dan galaktan (polimer galaktosa).
Sejumlah kecil fukosa, rhamnosa, xilosa, dan asam uronat terdapat dalam matriks
dinding sel. Glukan pada fungi adalah polimer glukosa yang terikat secara
konfigurasi b, baik b1-3 maupun b1-6.
Banyak fungi khususnya yeast, memiliki peptidomannan mudah larut sebagai
komponen terluar matriks dinding sel. Mannan, galaktomannan, dan
rhamnomannan bertanggungjawab terhadap respons imun sel inang terhadap yeast
dan kapang. Selain khitin, glukan, dan mannan, dinding sel mengandung lipid,
protein, khitosan, asam fosfatase, a-amilase, protease, melanin, ion anorganik
(PO43-, Ca2+, Mg2+). Bagian terluar dinding sel dermatofita berisi glikoprotein
yang memicu hipersensitifitas kutan. Tabel 1 menunjukkan hubungan komponen
dinding sel dengan kelompok taksonomi.

Tabel 1. Komponen utama dinding sel pada beberapa kelompok fungi


Komponen Utama Kelompok Taksonomi Contoh
Khitin-Khitosan Zygomycetes Rhizopus arrizus

Khitin-Glukan Ascomycetes (miselia) Pseudallescheria boydii


Basidiomycetes (miselia) Schizophyllum commune
Fungi Imperfecti Phialophora verrucosa

Glukomannan Ascomycetes (yeast) Saccharomyces cerevisiae


Fungi Imperfecti (yeast) Candida albicans

Khitin-Mannan Basidiomycetes (yeast) Filobasidiella neoformans

9
3. Membran sel
Fungi mempunyai membran bilayer yang serupa komposisinya dengan
membran bilayer yang terdapat pada sel eukariot tingkat tinggi. Memberan sel
berfungsi melindungi sitoplasma, mengatur pemasukan dan pengeluaran zat,
memfasilitasi sintesis dinding sel dan memfasilitasi sintesis kapsul. Membran sel
mengandung beberapa macam fosfolipid dengan jumlah relatif bervariasi untuk
setiap species. Fosfolipid yang paling banyak dijumpai adalah fosfatidilkolin,
fosfatidiletanolamin. Sedangkan yang dijumpai dalam jumlah sedikit adalah
fosfatidilserin, fosfatidilinositol dan fosfatidilgliserol. Kandungan fosfolipid-
fosfolipid tersebut dapat bervariasi bukan saja dalam species yang berbeda tetapi
juga pada varietas dalam satu species dan juga bergantung pada kondisi
tumbuhnya. Tidak seperti bakteri, membran sel fungi mempunyai kesamaan
dengan membran sel eukariot tinggi yaitu mengandung sterol. Sterol merupakan
bahan penting dalam menentukan kelulushidupan dari suatu fungi. Sterol yang
penting dalam membran sel fungi adalah ergosterol dan zymosterol sedangkan
pada sel mamalia, membrannya mengandung kolesterol.
4. Sitoplasma
Sel fungi baik yeast maupun kapang sering mengandung lebih dari satu inti.
Keseluruhan suatu hifa dapat dianggap selalu mempunyai inti sel lebih dari satu
atau multinukleat, dimana selalu terjadi kesinambungan dari sitoplasma yang ada
dalam tiap- tiap sel yang membangun hifa tersebut. Hal ini disebabkan oleh
dinding pemisah atau septa yang memisahkan tiap-tiap sel tersebut mempunyai
pori. Pada fungi tingkat tinggi, pori pada septanya dapat membuka dan menutup
guna mengatur aliran dari isi sitoplasma sepanjang hifa dan mengatur perpindahan
organel-organel (termasuk inti) diantara sel-sel yang membangun hifa tersebut.
5. Mitokondria
Mitokondria pada fungi serupa dengan pada hewan dan tumbuhan. Jumlah
mitokondria pada sel dapat sangat bervariasi dan berhubungan dengan tingkat
aktivitas respirasi dari sel tersebut. Sebagai contoh proses perkecambahan spora
pada fungi meningkatkan aktivitas respirasi. Pada beberapa species,
perkecambahan spora sangat berhubungan dengan konsumsi energi, peningkatan

10
jumlah mitokondria dan peningkatan perbandingan jumlah DNA pada
mitokondria dibanding DNA sel.
6. Vakuola
Sel-sel dari banyak fungi mempunyai vakuola yang spesifik dan merupakan
organel yang cukup kompleks. Vokuola dapat mengandung beberapa macam
enzim hidrolitik. Vakuola juga dapat berfungsi menyimpan ion-ion dan metabolit-
metabolit tertentu seperti asam amino, polifosfat dan senyawa-senyawa lain. Pada
sel yeast dapat juga ditemukan perangkat-perangkat sekretori dan mekanisme
transport tertentu.
7. Mikrotubulus
Fungi memiliki mikrotubulus yang berupa protein mikrotubulin. Protein
tubulin terdiri atas dimer 2 subunit protein. Mikrotubulus merupakan struktur
silinder berlubang panjang (long hollow cylinder) dengan diameter 25 nm.
Mikrotubulus bertanggung jawab terhadap pergerakan kromosom, nukleus, badan
Golgi dan organela lainnya.
Mikrotubulus merupakan komponen prinsipil benang spindel yang membantu
pergerakan kromosom selama meiosis dan mitosis. Ketika sel terpapar agen
antimikrotubulus maka pergerakan nukleus, mitokondria, vakuola, dan apikal
vesikel terganggu. Griseofulvin yang digunakan untuk mengatasi infeksi
dermatofit, mengikat protein terasosiasi mikrotubulus yang terlibat dalam
asembling dimer tubulin. Dengan mengintervensi polimerisasi tubulin,
griseofulvin menghentikan mitosis pada metafase.
Nukleus fungi terbungkus oleh amplop nuklear dan berisi kromatin dan
nukleolus. Bentuk, ukuran, dan jumlah nukleus fungi bervariasi. Material genetik
pada fungi tersebar di nukleus (80—99%) dan mitokondria (1—20%).

11
DAFTAR PUSTAKA

Ajello, L. 1967. Comparative ecology of respiratory mycotic diseases agents.


Bact. Rev. 31 : 6–24.
Gholib, Djaenudin. Eni Kusumaningtyas. Masitis Cryptococcus. Balai Besar
Penelitian Veteriner, Bogor.
Hotzel H, P. Kielstein, R. Blaschkehellmessen, J.Wendisch, and W. Bar. 1998.
Phenotypic and genotypic differentiation of several human and avian
isolates of Cryptococcus neoformans. Mycoses 41(9–10): 389–396.
Jungerman, P.F. and R.M. Schwartzman. 1972. Systemic mycoses. Veterinary
Medical Mycology, Lea and Febiger Philadelphia:102–103.
Singh, M., P.P. Gupta, J.S. and Rana S.K.J. 1994. Clinico-pathological studies on
experimental cryptococcal mastitis in goats. J. Mycopathologia, 126 (3):
147–155.
Staib, F. 1962. Zentr. bakteriol. Parasitenk., Abt. I orig. 186 : 274.
Passoni LF, B. Wanke, M.M. Nishikawa, and M.S. Lazera. 1998.
Cryptococcus neoformans isolated from human dwellings in Rio de
Janeiro, Brazil: an analysis of the domestic environment of AIDS patients
with and without cryptococcosis. Med Mycol 36 (5): 305–11.
www.metapathogen.com/cryptococcus/ di akses pada tanggal 15 februari 2014

12

You might also like