Professional Documents
Culture Documents
LP Fraktur Radius Ulna
LP Fraktur Radius Ulna
DISUSUN OLEH:
176410103
JOMBANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Kepala Ruangan
Laporan Pendahuluan
Fraktur Radius Ulna
Gambar
Tulang Radius-Ulna
B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringantulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa(Mansjoer, 2000).
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth,2002).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak
biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu
sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas
karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen
tulang.(Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur Radius Ulna adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan jenis dan luasnya
terjadi pada tulang Radius dan Ulna.
C. Etiologi
Etiologi patah tulang menurut (Barbara C. Long,2006) adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :
a. Trauma langsung
Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya :
benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur
pada pergelangan tangan atau klavikula.
c. Trauma ringan
Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga
disebabkan karena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan
spontan otot yang kuat.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu
mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang
akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.
D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirncang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Gerakan luar biasa
Bagian – bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara tidak alamiah
bukannya tetap rigid seperti normalnya.
3. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah
tempat fraktur.
4. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa
jam atau hari.
(Brunner Suddarth, 2001)
E. Pathway
Pergeseran fragmen
tulang
FRAKTUR
Bengkak dan tekanan meningkat
Gangguan
neurovaskular
Kontak dengan dunia Nyeri
luar
Pengeluaran
Perubahan jaringan
Kerusakan darah berlebihan
sekitar
integritas kulit
Sesak Deformitas
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior atau lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vaskuler)
4. Hitung darah kapiler
HT mungkin meningkat atau menurun, kreatinin meningkat, kadar Ca kalsium, Hb.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh
oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan
demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedi,
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I. Tanda-Tanda Infeksi
1. Kalor (panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih
banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena
jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.
2. Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat
kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
3. Rubor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi
peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan
demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah.
Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
4. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan
disebut eksudat.
5. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai
sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu
dalam menjalankan fungsinya secara normal.
J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil
keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitif. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R
yaitu :
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang
sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai
yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari
penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan
jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi
internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu
dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan
untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-
bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
3. Retention: imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ekstremitas
yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan
dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol
dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi
deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen
tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan
skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 volume 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of
Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis.Edisi
keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Cetakan ke-22, Jakarta.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku 2.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.