You are on page 1of 57

i

MANAJEMEN RISIKO PRODUKSI BIBIT JAMUR TIRAM PUTIH


PADA PERUSAHAAN RIMBA JAYA MUSHROOM
KECAMATAN CIAWI, BOGOR

ANZALUDDIN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Manajemen
Risiko Produksi Bibit Jamur Tiram Putih Pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom
di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah karya saya sendiri
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Anzaluddin
H34134077
*

*
Perlimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
iii

ABSTRAK

ANZALUDDIN. Manajemen Risiko Produksi Bibit Jamur Tiram Putih Pada


Perusahaan Rimba Jaya Mushroom di Kecamatan Ciawi, Bogor. Di bawah bimbingan
YANTI NURAENI MUFLIKH.

Usaha budidaya bibit jamur tiram putih pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda dalam proses
produksinya. Hasil produksi yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya
fluktuasi hasil produksi yang mengindikasikan terdapat sumber risiko pada proses
produksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis probabilitas
atau frekuensi dan kerugainnya, serta menganalisis alternatif strategi untuk
menangani risiko. Metode analisis yang digunakan menggunakan perhitungan standar
deviasi, z-score, dan value at Risk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan
produksi disebabkan oleh lima sumber risiko, yaitu: sumber risiko kegagalan
pencampuran bahan baku, kegagalan sterilisasi, kegagalan inokulasi, perubahan cuaca
dan serangan hama. Sumber risiko kegagalan inokulasi merupakan sumber risiko
dengan tingkat probabilitas tertinggi, selanjutnya sumber risiko pencampuran bahan
baku, sumber risiko perubahan suhu, sumber risiko kegagalan sterilisasi, dan yang
terakhir sumber risiko serangan hama. Alternatif strategi yang dapat digunakan dalam
mengatasi sumber risiko tersebut adalah strategi preventif dan strategi mitigasi.

Kata Kunci: bibit jamur, probabilitas, risiko produksi, Value at Risk

ANZALUDDIN. Production Risk Management of White Oyster Mushroom in Rimba


Jaya Mushroom Ciawi District, Bogor. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH

White oyster mushroom seeds cultivation in Rimba Jaya Mushroom has a


distinctive success rate in their production processes. The result of this diverse
production could cause a number of fluctuations in it’s production. The
fluctuative production result indicated that there is source of risk in production
process. That is why the purposes of this research is to analyze the probability or
frequency of the production result, lost and analyze the alternative strategy to
handle the risk. The analyzing methods that used in this research are Standard
Calculation of Deviation, The Z-score, and The Value at Risk. Production result
shows that the production failure is caused by 5 (five) different sources of risk,
which is: failed to mixed up the raw material; sterilization failure; inoculation
failure; wheater change; and pests. The inoculation failure source is the highest
level of probability source, ra material mixed up failure is the close second, and
wheater change is the third, the last one is pests. The strategic alternative that can
be used to handling the source of risks are the Preventive Strategy and Mitigation
Straregy.

Keyword: Mushroom Seed, Probability, Production Risks, Value at Risk


iv

MANAJEMEN RISIKO PRODUKSI BIBIT JAMUR TIRAM PUTIH


PADA PERUSAHAAN RIMBA JAYA MUSHROOM
KECAMATAN CIAWI, BOGOR

ANZALUDDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
v
vi

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Produksi
Bibit Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom di Kecamatan
Ciawi, Bogor”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 dan merupakan
bagian dari proses belajar dalam memenuhi protensi dan permasalahan yang
dihadapi dunia agribisnis.
Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Orang tua yang selalu
memberikan dukungan dan doa. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
Yanti Nuraeni M, SP M Agribus selaku dosen pembimbing dan Tintin Sarianti,
SP, MM selaku dosen evaluator kolokium. Saya juga ucapkan terima kasih
kepada kedua dosen penguji saya, yaitu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi dan Feryanto,
WK. SP. M.Si. Serta terima kasih kepada Bapak Guntur Irawan Putra selaku
Rimba Jaya Mushroom yang menjadi tempat observasi. Dengan segala keterbasan
yang ada smelalui skripsi ini kiranya dapat memberikan masukan yang
bermanfaat berupa informasi bagi pembaca. Segala saran dan kritik yang
membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sangat diharapkan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Anzaluddin
vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup 5
TINJAUAN PUSTAKA 6
Sumber-Sumber Risiko 6
Metode Analisis Risiko 7
Strategi Penanganan Risiko 8
KERANGKA PEMIKIRAN 9
Kerangka Pemikiran Teoritis 9
Konsep Risiko 9
Sumber-Sumber Risiko 10
Pengukuran Risiko 11
Teknik Pemetaan 11
Strategi Penanganan Risiko 13
Kerangka Pemikiran Operasional 15
METODE PENELITIAN 16
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Sumber dan Jenis Data 16
Metode Pengumpulan Data 18
Metode Pengolahan Data 18
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN RIMBA JAYA MUSHROOM 20
Sejarah Singkat Rimba Jaya Mushroom 20
Visi, Misi dan Tujuan Rimba Jaya Mushroom 21
Struktur Organisasi Perusahaan 21
Tenaga Kerja 23
Kegiatan Produksi Bibit Jamur Tiram Putih 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 26
Identifikasi Risiko 26
Identifikasi Risiko Pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom 26
Sumber Risiko Pencampuran Bahan Baku 27
Sumber Risiko Akibat Kegagalan Sterilisasi 29
Sumber Risiko Akibat Kegagalan Proses Inokulasi 30
Sumber Risiko Akibat Serangan Hama 32
Sumber Risiko Akibat Perubahan Cuaca 33
Analisis Probabilitas Risiko Produksi Bibit Jamur Tiram Putih 34
Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi 35
Pemetaan Risiko 36
Strategi Penanganan Risiko 38
viii

SIMPULAN DAN SARAN 39


Simpulan 39
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 41
RIWAYAT HIDUP 47

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Produksi Sayuran Di Provinsi Jawa Barat 1


2 Sentra Produksi Jamur di Provinsi Jawa Barat 2
3 Data Produktivitas Jamur Tiram Putih Per Kecamatan Sentra 2
4 Jumlah Panen Bibit dan Produktivitas Bibit Jamur Tiram Putih Pada Rimba
Jaya Mushroom, Januari-Desember 2014 4
5 Jenis Dan Sumber Data 17
6 Daftar Bahan Baku Produksi Bibit Jamur Tiram Putih 24
7 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Pencampuran Bahan Baku 28
8 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Sterilisasi 30
9 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Proses Inokulasi 31
10 Jumlah Kematian Bibit Akibat Serangan Hama 32
11 Jumlah Kematian Bibit Akibat Cuaca 33
12 Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko 36
13 Status Risiko Dari Sumber Risiko Produksi 36

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Risiko 12
2 Strategi Preventif Risiko 14
3 Mitigasi Risiko 15
4 Kerangka Pemikiran Operasional Manajemen Risiko Produksi Bibit Jamur
Tiram Putih Di Rimba Jaya Mushroom 16
5 Struktur Organisasi Di Rimba Jaya Mushroom 22
6 Alur Produksi Jamur Tiram Putih 23
7 Contoh Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Tumbuh Dan Terkontaminasi 27
8 Perbedaan Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Panen Dan Siap Panen 28
9 Bibit Yang Ditumbuhi Oncom 29
10 Bibit Yang Terkontaminasi Akibat Kegagalan Proses Inokulasi 31
11 Media Tanam Bibit Jamur Yang Terserang Hama Dan Terkontaminasi Akibat
Perubahan Suhu 34
12 Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi 37
ix

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Analisis Probabilitas Sumber Risiko Pencampuran Bahan Baku 41


2 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Kegagalan Sterilisasi 41
3 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Kegagalan Inokulasi 42
4 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Serangan Hama 42
5 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Perubahan Cuaca 43
6 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Pencampuran
Bahan Baku 43
7 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Proses Sterilisasi 44
8 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Proses Inokulasi 44
9 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Serangan Hama 45
10 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Cuaca 45
11 Jumlah kegagalan produksi bibit berdasarkan sumber-sumber risiko pada
perusahaan Rimba Jaya Mushroom 46
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agribisnis merupakan salah satu bidang usaha dalam kegiatan


perekonomian yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi
sumberdaya alam melimpah. Sektor agribisnis meliputi berbagai bidang yang di
dalamnya terdapat agribisnis pertanian. Salah satu satu sektor unggulan dari
bidang agribisnis pertanian adalah holtikultura. Secara umum hortikultura terdiri
dari kelompok tanaman sayuran, tanaman obat, buah-buahan dan tanaman hias.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil sayuran yang cukup
besar di Indonesia. Hal ini didukung oleh iklim, cuaca, dan kondisi tanahnya yang
baik, sehingga banyak pengusaha yang memulai usaha di bidang agribisnis di
provinsi Jawa barat. Beberapa komoditas sayuran unggulan di Jawa Barat antara
lain adalah kubis, kentang, tomat, cabe merah dan jamur. Jumlah produksi
sayuran di provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah produksi sayuran di provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 - 2014
Tahun (Ton)
Sayuran
2010 2011 2012 2013 2014
Tomat 304 775 354 832 294 009 353 340 3 046 870
Cabai Merah 166 691 195 385 201 384 250 914 2 532 961
Kentang 275 100 220 155 261 967 258 717 2 453 319
Kubis 286 648 270 782 301 241 319 792 2 969 430
Jamur 19 623 166 33 846 602 31 835 222 32 683 883 25 194 471
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2015 (diolah)

Berdasarkan Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa provinsi Jawa Barat


memiliki beberapa komoditi sayuran unggulan dengan prospek yang baik untuk
dikembangkan. Salah satu sayuran tersebut adalah Jamur. Pada tahun 2010 hingga
2014, jumlah produksi sayuran jamur mengungguli jumlah produksi sayuran
lainnya, walaupun pada perkembanganya terjadi fluktuasi jumlah produksi seperti
pada tahun 2010 jumlah produksi jamur sebanyak 19 623 166 ton, kemudian pada
tahun 2011 meningkat menjadi 33 846 602 ton, kemudian terjadi penurunan
jumlah produksi pada tahun 2012 menjadi 31 835 222 ton, kemudian meningkat
pada tahun 2013 menjadi 32 683 883 ton dan pada tahun 2014 terjadi penurunan
jumlah produksi jamur menjadi 25 194 471 ton. Walaupun terjadi fluktuasi pada
jumlah produksi namun sayuran jamur tetap menjadi komoditi unggulan yang
diproduksi di provinsi Jawa Barat. Salah satu wilayah di provinsi Jawa Barat yang
menjadi sentra produksi jamur adalah Bogor. Hal ini didukung oleh iklim dan
cuaca yang terdapat di Bogor sangat mendukung dalam proses budidaya jamur.
Berikut jumlah produksi jamur di beberapa daerah di provinsi Jawa Barat pada
tahun 2010 hingga 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.
2

Tabel 2 Sentra produksi jamur di Provinsi Jawa Barat


Produksi Jamur (Ton) Rata-rata
Kabupate
Pertumbuh
n/kota 2010 2011 2012 2013 2014
an (%)
Karawang 7 304 916 18 377 013 17 653 613 16 619 054 9 098 904 24.13
Bogor 721 458 2 741 826 3 273 599 4 085 941 3 433 692 77.07
Bandung 276 471 120 007 295 688 233 132 360 889 30.86
Bekasi 122 624 91 865 205 735 158 930 205 714 26.39
Ciamis 40 089 14 138 32 804 11 278 22 579 25.47
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2015 (diolah)

Berdasarkan pada Tabel 2 menunjukkan rata-rata pertumbuhan produksi


jamur di beberapa wilayah di provinsi Jawa barat dalam kurun waktu lima tahun.
Wilayah Bogor merupakan daerah penghasil jamur dengan rata-rata pertumbuhan
tertinggi, Hal ini ditunjukkan pada Tabel 2 yaitu dalam lima tahun berturut-turut
wilayah Bogor mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 77,07 persen. Pada
tahun 2010, wilayah Bogor menghasilkan jamur sebanyak 721 458 ton, kemudian
pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 280,04 persen menjadi 2 741 826 ton
dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar 19,39 persen menjadi 3 273 599
ton, pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 24,81 persen menjadi 4 085
941 ton. Kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan jumlah produksi
jamur yaitu sebesar 15,96 persen menjadi 3 433 692 ton. Salah satu jenis jamur
yang banyak dikonsumi oleh masyarakat adalah jamur tiram putih.
Jamur tiram putih merupakan jamur yang dibudidayakan menggunakan
substrat serbuk kayu dan diinkubasi ke dalam kumbung. Jamur tiram putih
memiliki keunggulan yaitu masa produksi jamur tiram putih relatif lebih cepat
sehingga periode dan waktu panen lebih singkat dan dapat berlanjut sepanjang
tahun. Daerah yang menjadi sentra dalam produksi jamur tiram putih pada
wilayah Bogor adalah kabupaten Bogor, khususnya kecamatan Ciawi. Kecamatan
Ciawi merupakan salah satu daerah penghasil jamur tiram putih terbesar di
kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 mengenai data produktivitas
jamur tiram putih di beberapa wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2014.

Tabel 3 Data Produktivitas jamur tiram putih per kecamatan sentra di Kabupaten
Bogor (2014)
Jumlah Baglog Jumlah Produktivitas
No Kecamatan
(log) Produksi (kg) (kg/log)
1 Tajur Halang 739 130 340 000 0.46
2 Dramaga 538 776 264 000 0.49
3 Ciawi 2 426 540 1 213 270 0.50
4 Megamendung 2 291 458 1 099 900 0.48
5 Cisarua 878 113 465 400 0.53
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2015 (diolah)

Pada Tabel 3 menunjukkan data jumlah produksi dan produktivitas jamur


tiram putih di beberapa kecamatan di kabupaten Bogor. Pada tahun 2014
kecamatan Tajur Halang menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 340 000
kilogram dari jumlah baglog yang dihasilkan sebanyak 739 130 log, sehingga
produktivitas jamur tiram putih pada kecamatan Tajur Halang sebesar 0.46 kg/log.
Kecamatan Dramaga menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 264 000 kilogram
3

dari jumlah baglog yang dihasilkan sebanyak 538 776 log, sehingga produktivitas
jamur tiram putih pada kecamatan Dramaga sebesar 0.49 kg/log. Kecamatan
Ciawi menghasilkan jamur tiram putih sebesar 1 213 270 kilogram dari jumlah
baglog yang dihasilkan sebanyak 2 426 540 log, sehingga produktivitas jamur
tiram putih pada kecamatan Ciawi sebesar 0.50 kg/log. Kecamatan Megamendung
menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 1 099 900 kilogram dari jumlah baglog
yang dihasilkan sebanyak 2 291 458 log, sehingga produktivitas jamur tiram putih
pada kecamatan Megamendung sebesar 0.48 kg/log. Kecamatan Cisarua
menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 465 400 kilogram dari jumlah baglog
yang dihasilkan sebanyak 878 113 log, sehingga produktivitas jamur tiram putih
pada Kecamatan Cisarua sebesar 0.53 kg/log. Disimpulkan bahwa kecamatan
Ciawi merupakan sentra produksi jamur tiram putih di kabupaten Bogor dengan
jumlah produksi jamur tiram putih terbesar yaitu sebanyak 1 213 270 kilogram.
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses produksi jamur tiram putih
yaitu bibit. Penggunaan bibit jamur tiram putih pada proses produksi jamur tiram
putih mempengaruhi kualitas dan kuantitas jamur tiram putih yang dihasilkan.
Jika pada proses produksi jamur tiram putih menggunakan bibit yang tidak
berkualitas, maka jamur tiram putih yang dihasilkan tidak berkualitas serta
jumlahnya lebih sedikit dan sebaliknya, jika pada proses produksi jamur tiram
putih menggunakan bibit jamur tiram putih yang berkualitas, maka jamur tiram
putih yang dihasilkan akan berkualitas dan jumlah yang dihasilkan akan lebih
banyak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bibit yang berkualitas
pada proses produksi jamur tiram putih merupakan nilai tambah yang dimiliki
oleh setiap perusahaan jamur tiram putih. Namun dalam prakteknya, tidak semua
bibit yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang diharapkan, karena dalam usaha
pembibitan terdapat risiko yang harus dihadapi oleh pengusaha, hal tersebut
terlihat pada tingginya tingkat kontaminasi yang terdapat pada proses produksi
bibt jamur tiram putih. Pada kecamatan Ciawi terdapat perusahaan yang bergerak
di bidang budidaya jamur tiram putih dengan bibit sebagai salah satu produk yang
dihasilkan serta diakui kualitasnya adalah Rimba Jaya Mushroom.
Rimba Jaya Mushroom adalah perusahaan perseorangan yang bergerak di
bidang agribisnis yaitu budidaya tanaman jamur tiram putih. Beberapa produk
yang dihasilkan berupa jamur tiram putih segar, baglog pertumbuhan jamur tiram
putih dan bibit jamur tiram putih. Bibit yang diproduksi oleh Rimba Jaya
Mushroom dibuat dalam kemasan botol saus ukuran 340 mililiter dengan berat
rata-rata 250 gram per botol, umur optimal bibit yaitu 30 hingga 40 hari, warna
bibit putih merat, tidak terkontaminasi, dan belum ditumbuhi jamur. Bibit dapat
digunakan pada media tanam jamur tiram putih setelah semua bagian dari media
tanam berwarna putih karena ditumbuhi miselia jamur. Tingkat kematian bibit
yang tinggi pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom menyebabkan jumlah hasil
produksi bibit jamur tiram putih berfluktuasi, hal tersebut mengindikasikan
adanya sumber risiko pada proses produksi bibit sehingga menyebabkan Rimba
Jaya Mushroom belum mampu memenuhi permintaan plasma terhadap bibit
jamur tiram putih. Pada dasarnya, langkah-langkah dalam proses pembuatan bibit
jamur tiram putih hampir sama dengan proses produksi jamur tiram putih, namun
ada beberapa hal yang membedakan kedua proses tersebut, yaitu bahan yang
digunakan dalam proses produksi serta tingkat kesulitan. Bibit jamur tiram putih
merupakan produk yang sangat rentan dan mudah terkontaminasi oleh lingkungan
4

sekitarnya, sehingga pada proses produksinya dibutuhkan keahlian khusus serta


ketelitian yang lebih dibandingkan pada saat proses produksi jamur tiram putih.

Perumusan Masalah

Rimba Jaya Mushroom mengalami berbagai risiko dalam proses produksi


bibit jamur tiram putih. Hal tersebut dibuktikan terdapat fluktuasi produktivitas
bibit jamur tiram putih yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan pendapatan yang diterima oleh perusahaan. Fluktuasi tingkat
kematian bibit jamur tiram putih yang terjadi pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah panen bibit dan Produktivitas bibit jamur tiram putih pada Rimba
Jaya Mushroom, Januari-Desember 2014
Jumlah Persentase Permintaan
Jumlah panen
No Bulan Produksi bibit kegagalan Plasma
bibit (Kg)
(Kg) (%) (Kg)
1 Januari 4 148 2 762 33 3 000
2 Februari 4 476 2 894 35 3 000
3 Maret 4 165 2 487 40 3 000
4 April 4 294 2 364 45 3 000
5 Mei 4 285 2 467 42 3 200
6 Juni 4 179 2 546 39 3 200
7 Juli 4 108 2 686 35 3 200
8 Agustus 4 272 2 681 37 3 200
9 September 4 124 2 486 40 3 200
10 Oktober 4 199 2 582 39 3 200
11 November 4 236 2 637 38 3 500
12 Desember 4 385 2 744 37 3 500
Rata-rata 4 239 2 611 38 3 183
Sumber : Rimba Jaya Mushroom, 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa tingkat kegagalan bibit jamur tiram


putih yang dihasilkan setiap bulan mengalami fluktuasi. Dapat dilihat pada bulan
Januari hingga bulan April mengalami peningkatan dari 33 persen menjadi 45
persen, namun pada bulan Mei mengalami penurunan hingga bulan Juli menjadi
35 persen dan pada bulan Agustus dan September mengalami kenaikan menjadi
40 persen, kemudian dari bulan Oktober hingga Desember mengalami penurunan
menjadi 37 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat kematian
bibit jamur tiram putih cukup tinggi, yaitu sebesar 38 persen. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat risiko produksi yang menyebakan terjadinya
fluktuasi tingkat kematian bibit jamur tiram di perusahaan Rimba Jaya
Mushroom. Fluktuasi tingkat kematian bibit jamur tiram putih Rimba Jaya Putih
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menjadi sumber risiko
produksi seperti kebersihan alat dan bahan yang tidak terjamin, kondisi kumbung
yang tidak bersih serta terjangkit hama dan penyakit, hal-hal tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kualitas bibit jamur tiram putih hingga mengakibatkan
kegagalan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan produksi bibit jamur tiram putih
5

perlu adanya solusi guna mengurangi terjadinya fluktuasi produksi bibit jamur
tiram putih dan meminimalkan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
produksi.Berdasarkan hal tersebut perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1 Apa saja sumber-sumber risiko produksi bibit jamur tiram putih yang dihadapi
oleh perusahaan Rimba Jaya Mushroom?
2 Bagaimana probabilitas atau peluang terjadinya risiko serta kerugian yang
dihadapi masing-masing sumber risiko tersebut?
3 Bagaimana strategi dapat digunakan oleh perusahaan dalam upaya
mengurangi probabilitas dan dampak masing-masing sumber risiko?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka


tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi bibit jamur tiram putih
2. Mengukur probabilitas dan dampak dari setiap sumber risiko produksi
bibit jamur tiram putih
3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
risiko produksi bibit jamur tiram putih.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:


1. Bagi perusahaan Rimba Jaya Mushroom, sebagai informasi dan bahan
masukan untuk evaluasi dalam menangani risiko produksi bibit jamur tiram
putih.
2. Bagi pembaca bisa membantu memberikan informasi mengenai risiko
produksi seperti dalam usaha budidaya jamur tiram putih.
3. Bagi peneliti bisa sebagai wadah dalam menerapkan teori risiko agribisnis
yang dipelajari selama perkuliahan, sebagai sarana dan masukan untuk
penelitian lebih lanjut.

Ruang Lingkup

1. Komoditas yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah bibit jamur tiram
putih yang diusahakan pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom di Kecamatan
Ciawi
2. Data yang digunakan merupakan data produksi pada tahun 2014
3. Lingkup kajian masalah yang diteliti yaitu mengenai sumber-sumber risiko
dikaitkan dengan masa produksi bibit jamur tiram putih pada pada perusahaan
Rimba Jaya Mushroom dan strategi penanganan risiko produksi bibit jamur
tiram putih.
4. Risiko produksi bibit jamur tiram putih yang diteliti yaitu pada masa
pencampuran bahan baku bibit jamur tiram putih hingga panen bibit jamur
tiram putih.
6

TINJAUAN PUSTAKA

Risiko menunjukkan peluang dari suatu kejadian yang biasanya akan


berdampak negatif. Risiko merupakan dampak dari pengambilan keputusan dari
perhitungan peluang dan dampak dari suatu kejadian. Pada bab ini akan dibahas
beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko produksi bibit jamur tiram putih.
Penelitian-penelitian tersebut akan menjadi gambaran dan pembelajaran terhadap
kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
Berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan holtikultura antara lain
Muwahid (2013) yang membahas tentang analisis risiko produksi jamur tiram
putih pada CV Jaya Makmur Kecamatan Megamendung, Andessa (2014) yang
membahas tentang analisis risiko produksi jamur tiram putih pada DD. Mushroom
di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Putri (2013) yang membahas tentang
analisis risiko produksi jamur tiram putih di kampung Kukupu Kelurahan Cibadak
Kecamatan Tanah Sareal. Kota Bogor dan Situngkir (2013) yang membahas
tentang analisis sumber sumber risiko pada proses produksi jamur tiram putih di
perusahaan Rimba Jaya Mushroom Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

Sumber-Sumber Risiko

Setiap kegiatan produksi pada usahatani mengandung berbagai risiko dan


ketidakpastian. Dalam kegiatan produksi usahatani, ketidakpastian tersebut bisa
berasal dari faktor alam dan lingkungan. Sumber-sumber penyebab risiko pada
usaha produksi usahatani sebagian besar disebabkan faktor-faktor teknis seperti
perubahan suhu, hama dan penyakit, teknologi, penggunaan input serta kesalahan
teknis (human error) dari tenaga kerja. Sumber-sumber risiko tersebut merupakan
sumber risiko teknis (produksi). Dilihat dari segi non-teknis, maka sumber-
sumber risiko pada usaha pertanian digolongkan pada risiko pasar yang mencakup
fluktuasi harga input dan output.
Sumber risiko produksi pada usahatani terdiri dari beraneka ragam sumber,
sesuai dengan karakteristik usahanya. Namun, sebagian besar sumber risiko
produksi dalam usaha di bidang pertanian adalah hama, penyakit, faktor cuaca
dan iklim. Hasil penelitian Muwahid (2013) menyimpulkan bahwa sumber risiko
produksi jamur tiram putih terdiri dari kegagalan proses sterilisasi, penyakit, hama
dan suhu. Probabilitas sumber risko terbesar terdapat pada sumber risiko
kegagalan proses sterilisasi.
Menurut hasil penelitian Andessa (2014) mengenai analisis risiko produksi
jamur tiram putih pada DD. Mushroom menyebutkan bahwa faktor yang menjadi
penyebab munculnya risiko pada proses produksi jamur tiram putih yaitu
sumberdaya manusia, penyakit, dan perubahan suhu.
Menurut hasil penelitian Putri (2013) menyebutkan bahwa yang menjadi
sumber risiko produksi pada proses produksi jamur tiram putih di Kampung
Kukupu adalah proses kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan), penyakit, dan
perubahan suhu.
Hasil penelitian Situngkir (2013) menyebutkan bahwa beberapa sumber
risiko produksi yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi jamur tiram putih
di Rimba Jaya Mushroom mulai dari tahap persiapan bahan baku sampai tahapa
7

pertumbuhan adalah bahan baku serbuk kayu yang kasar, pencampuran bahan
baku yang tidak merata, baglog yang kurang padat, pengikatan plastic media
tanam longgar, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat dan tenaga
kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan balog ke rak-rak kumbung inkubasi,
dan serangan hama di kumbung inkubasi dan kumbung pertumbuhan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, diperoleh variabel-variabel yang menjadi
sumber risiko produksi yaitu cuaca, hama, sumberdaya manusia dan penyakit,
kesalahan teknis atau mekanis. Variabel-variabel tersebut juga diduga menjadi
sumber risiko pada produksi bibit jamur tiram putih yang diteliti dalam penelitian
ini.

Metode Analisis Risiko

Risiko dapat diukur dengan menggunakan metode analisis seperti standard


deviation z-score, perhitungan rata-rata probabilitas terjadinya risiko, serta
perhitungan dampak risiko dengan menggunakan Value at Risk. Ketiga indikator
analisis tersebut dapat digunakan untuk mengukur besarnya risiko yang dihadapi
oleh pelaku usaha. Ketiga indikator tersebut memiliki keterkaitan satu dengan
yang lainnya. Semakin kecil hasil yang didapat pada indikator tersebut maka
semakin kecil risiko yang dihadapi oleh pelaku usaha, dan sebaliknya jika hasil
yang didapatkan semakin besar, maka semakin besar juga risiko yang
dihadapinya.
Dalam penelitian Muwahid (2013) mengenai analisis risiko produksi jamur
tiram putih menggunakan metode analisis risiko standard deviation, Z-score, dan
Value at Risk untuk mengukur probabilitas dan dampak risiko. Hasil perhitungan
yang dilakukan menyatakan bahwa sumber risiko kegagalan proses sterilisasi
memiliki probabilitas tertinggi. Sumber risiko produksi kegagalan proses
sterilisasi memiliki probabilitas sebesar 49.90 persen. Sedangkan dampak terbesar
yang dihadapi oleh pelaku usaha yaitu berasal dari sumber risiko kegagalan proses
sterilisasi yaitu sebesar Rp 139 460 820.
Penelitian Andessa (2014) mengenai analisis risiko produksi jamur tiram
putih di DD. Mushroom menggunakan metode analisis risiko z-score untuk
mengukur probabilitas setiap sumber risiko dan Value at Risk untuk mengukur
dampak dari setiap sumber risiko. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
probabilitas tertinggi rusaknya jamur tiram putih akibat sumber risiko perubahan
suhu yaitu sebesar 44.4 persen. Sedangkan hasil perhitungan dampak risiko
terbesar yang harus dihadapi oleh DD. Mushroom yaitu sebesar Rp 38 740 038
yang berasal dari sumber risiko perubahan suhu.
Penelitian Putri (2013) mengenai analisis risiko produksi jamur tiram putih
di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor
(studi kasus : kumbung jamur Bapak Ramadin) menggunakan metode analisis
risiko Z-score untuk menghitung probabilitas sumber risiko dan metode analisis
Value at Risk untuk menghitung dampak yang disebabkan oleh setiap sumber
risiko. Menurut hasil perhitungan yang dilakukan oleh Putri menunjukan bahwa
probabilitas tertinggi dari sumber risiko produksi jamur tiram putih yang
dilakukan di kumbung jamur Bapak Ramadin berasal dari sumber risiko penyakit
yang menyerang jamur tiram putih, yaitu sebesar 48 persen. Sedangkan untuk
8

dampak risiko terbesar yang harus dihadapi oleh Bapak Ramadin berasal dari
sumber risiko perubahan suhu udara pada kumbung, yaitu sebesar Rp 4 894 127.
Penelitian Situngkir (2013) mengenai analisis sumber-sumber risiko pada
proses produksi jamur tiram putih pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom
menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk mengidentifikasi sumber risiko yang terdapat pada proses
produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom, sedangkan analisis
kuantitatif digunakan untuk menilai sumber-sumber risiko produksi jamur tiram
putih berdasarkan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber
risiko. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber risiko yang yang
menimbulkan nilai kerugian paling besar berasal dari sumber risiko pada proses
sterilisasi dengan nilai kerugian sebesar Rp 2 921 420.
Berdasarkan peneilitian-penelitian terdahulu, metode yang digunakan untuk
pengukuran risiko yaitu menggunakan metode analisis risiko dengan
menggunakan standard deviation, Z-score, Value at Risk, analisis kualitatif dan
kuantitatif. Selain itu, dapat digunakan metode lainnya untuk mendukung
perhitungan dampak risiko produksi. Hasil perhitungan risiko tersebut nantinya
dapat dipetakan dengan peta risiko untuk melihat peluang dan dampak dari risiko
yang ada. Perhitungan tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam kegiatan
peneitian yang akan dilakukan.

Strategi Penanganan Risiko

Strategi pengelolaan risiko merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan


untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi penanganan
risiko disusun dengan dasar sumber-sumber risiko yang menjadi kendala dalam
usaha. Strategi yang disusun dengan baik dapat meminimalkan dampak dari risko
terhadap perusahaan. Sedangkan strategi penenganan risiko yang tidak tepat
hanya akan menambah kerugian perusahaan. Penelitian-penelitian terdahulu yang
dijadikan sumber acuan menggunakan pemetaan risiko. Pemetaan risiko
dilakukan untuk mengurutkan sumber risiko berdasarkan probabilitas dan dampak
risiko. Setelah dilakukan pemetaan maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penyusunan strategi yang sesuai untuk menanggulangi risiko produksi.
Menurut penelitian Muwahid (2013) mengenai risiko produksi jamur tiram
putih menyebutkan strategi penanganan risiko yang digunakan yaitu strategi
preventif dan mitigasi. Kedua strategi tersebut digunakan untuk menanggulangi
sumber risiko kegagalan proses strerilisasi.
Menurut penelitian Andessa (2014) mengemukakan bahwa penanganan
risiko produksi jamur tiram putih pada perusahaan DD. Mushroom menggunakan
strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif digunakan untuk menangani
sumber risiko penyakit dan sumber risiko sumberdaya manusia. Sedangkan untuk
sumber risiko perubahan cuaca ditanggulangi dengan menggunakan strategi
preventif dan mitigasi.
Menurut Putri (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, untuk
menanggulangi sumber risiko produksi jamur tiram putih di kumbung jamur
Bapak Ramadin menggunakan dua strategi, yaitu strategi preventif dan mitigasi.
Strategi preventif digunakan untuk menanggulangi sumber risiko kegagalan pada
9

proses sterilisasi baglog dan penyakit. Sedangkan untuk sumber risiko perubahan
suhu pada kumbung jamur digunakan strategi preventif dan mitigasi.
Menurut Situngkir (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
strategi yang digunakan oleh perusahaan Rimba Jaya Mushroom dalam
menanggulangi sumber risiko yaitu dengan menggunakan strategi preventif.
Strategi penanganan risiko berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu
nantinya juga dapat diterapkan dalam kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan.
Strategi tersebut yaitu strategi preventif dan mitigasi, serta pemetaan dampak
risiko dengan menggunakan peta risiko.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Langkah awal dalam menganalisa suatu risiko adalah dengan melakukan


identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,
sehingga perusahaan dapat menyusun strategi yang tepat untuk mengatasi risiko
tersebut. Hal tersebut perlu dilakukan agar terlaksana dengan tepat sasaran.
Berikut beberapa teori yang menjadi dasar dalam pembentukan kerangka
pemikiran dalam melakukan peneltian.

Konsep Risiko
Pada dasarnya setiap usaha memiliki risiko, namun apakah risiko tersebut
dapat dideteksi lebih dini atau dapat muncul dengan tiba-tiba, dan bila risiko
tersebut terjadi apakah besarnya risiko dapat mempengaruhi usaha yang sedang
dijalankan. Secara sederhana risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian
yang merugikan. Terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai
risiko: (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan
kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan
menimbulkan kerugian (Kountur 2008).
Menurut Kountur (2008), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini
terjadi akibat dari kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut
apa yang akan terjadi. Risiko itu berhubungan dengan suatu kejadian, dimana
kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika
terjadi akan ada akibatnya berupa kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Harwood et. al (1999), risiko adalah kemungkinan kejadian yang
menimbulkan kerugian. Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan
ketidakpastian.Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan
kepastian dalam berusaha.
Menurut Umar (2001), risiko adalah (a) kesempatan timbulnya kerugian, (b)
probabilitas timbulnya kerugian, (c) ketidakpastian, (d) penyimpangan actual dari
yang diharapkan, (e) terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang
diharapkan. Darmawi (2008) menyimpulkan bahwa risiko dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak
terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukan adanya
10

ketidakpastian. Hal tersebut merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya


risiko.
Setiap orang atau pelaku bisnis memiliki sikap tersendiri dalam menghadapi
risiko. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan memiliki perbedaan antara satu
dengan yang lainnya. Perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni risk averse, risk neutral, dan risk
taker. Menurut Robinson dan Barry (1987), tiga kelompok perilaku tersebut yaitu
sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk averse). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan kenaikan keuntungan
yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap srisiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan
yang diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam dari keuntungan, maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.

Sumber-Sumber Risiko
Menurut Harwood et. al (1999), ada beberapa sumber risiko yang dapat
mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, antara
lain :
1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap
perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk
merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input
dan output yang dihasilkan oleh perusahaan.
2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan
keadaan alam seperti perubahan cuaca, serangan hama, dan gulma
3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Contohnya seperti kebijakan bibit
tanaman, kebijakan harga, maupun kebijakan ekspor-impor.
4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan
yang berkaitan dengan perilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat
mempengaruhi perusahaan seperti kesalahan pencatatan data, kesalahan
teknis dan human error.
5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang
financial, seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank, maupun
perubahan UMR (Upah Minimum Regional).
Selain itu, menurut Kountur (2004), risiko dapat dikelompokkan
berdasarkan beberapa sudut pandang, diantaranya: 1) risiko dari sudut pandang
penyebab, 2) risiko dari sudut pandang akibat, dan 3) risiko dari sudut pandang
aktivitas. Risiko dari sudut padang penyebab terdiri dari risiko keuangan dan
risiko operasional. Sedangkan risiko berdasarkan sudut pandang akibat terdiri: a)
11

risiko murni versus risiko spekulatif, b) risiko statis versus risiko dinamis, dan c)
risiko subjektif dan risiko objektif. Menurut Kadarsan (1992) risiko produksi di
sektor pertanian dalam arti luas (tanaman, peternakan, dan perikanan) memiliki
kemungkinan terjadi lebih besar dibandingkan dengan risiko di sector non
pertanian karena sector pertanian sangat dipengaruhi oleh alam, seperti banjir,
cuaca, hama, penyakit, kekeringan, segala bencana alam, dan suhu udara. Selain
dipengaruhi oleh alam kemungkinan terjadinya risiko produksi lebih besar dapat
didorong oleh sifat komoditi pertanian sendiri, antara lain membutuhkan ruang
yang besar (voluminous), mudah rusak (perishable), dan tidak tahan lama (bulky).

Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mencakup seberapa besar kemungkinan risiko akan
terjadi dan seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar
terjadi. Menurut Darmawi (2008) perlunya mengukur risiko yaitu untuk
menentukan relatif pentingnya dan untuk memperoleh informasi yang akan
menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok
untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan untuk mengukur risiko yaitu,
frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi serta keparahan dari kerugian
yang diterima. Sesuatu yang ingin diketahui dari masing-masing dimensi tersebut
yaitu rata-rata nilainya dalam periode anggaran; variasi nilai tersebut, dari satu
periode anggaran ke periode anggaran sebelum dan berikutnya; dampak
keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, jika seandainya kerugian tersebut
ditanggung sendiri, harus dimasukkan dalam analisis, jadi tidak hanya nilainya
dalam rupiah saja.
Pengukuran risiko dilakukan agar derajat kepentingan masing-masing
sumber risiko dapat diketahui dan informasi yang diperlukan dapat diperoleh.
Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan pengukuran probabilitas atau
kemungkinan terjadinya risiko, pengukuran dampak, sehingga dapat diketahui
status risiko yang terjadi. Besarnya kemungkinan terjadinya sebuah kerugian perlu
untuk diketahui, sehingga diperlukan metode pengukuran risiko. Adapun beberapa
metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kemungkinan/probabilitas suatu
risiko, yaitu metode poisson, metode binomial, metode nilai standar (z-score), dan
metode aproksimasi. Semua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu samasama
memerlukan data historis, namun metode poisson dan metode binomial
memerlukan data yang diskrit atau dalam bentuk bulat. Oleh karena itu dalam
perhitungan pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode nilai standar (z-
score). Menurut Kountur (2008) metode yang efektif dalam pengukuran dampak
risiko dikenal dengan istilah VaR (Value at Risk). VaR (Value at Risk) merupakan
salah satu metode yang paling popular dalam manajemen risiko. Penggunaan VaR
dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data
historis dari usaha pada waktu sebelumnya (Kountur 2008). Setelah diketahui
kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkan, langkah
selanjutnya yaitu memetakan hasil yang didapat.

Teknik Pemetaan
Pemetaan risiko terkait dengan dua dimensi yaitu probabilitas terjadinya
risiko dan dampaknya bila risiko tersebut terjadi. Probabilitas yang merupakan
dimensi pertama menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin
12

tinggi tingkat kemungkinan risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian.


Sebaliknya, semakin rendah kemungkikan risiko terjadi, semakin rendah pula
kepentingan manajemen untuk memberi perhatian kepada risiko yang
bersangkutan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu tinggi,
sedang, dan rendah.
Dimensi kedua yaitu dampak, merupakan tingkat kegawatan atau biaya yang
terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin
tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian khusus.
Sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi dari suatu risiko maka semakin
rendah pula kepentingan manajemen untuk mengalokasikan sumber daya untuk
menangani risiko yang bersangkutan. Umumnya dimensi dampak dibagi menjadi
tiga tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian matriks pada pemetaan
risiko dapat dilihat pada Gambar 1.

Probabilitas (%) Kuadran I Kuadran II

Besar

Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil

Dampak (Rp) Kecil Normal Besar

Gambar 1 Peta Risiko


Sumber : Kountur (2008)

Berdasarkan pada Gambar 1, terdapat empat kuadran utama pada peta risiko.
Kuadran I merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian yang tinggi,
namun dengan dampak yang rendah. Risiko yang secara rutin terjadi ini tidak
terlalu mengganggu pencapaian tujuan dan target perusahaan. Kuadran II
merupakan area dengan tingkat probabilitas sedang sampai tinggi dan tingkat
dampak sedang sampai tinggi. Pada kuadran II merupakan kategori risiko yang
masuk ke dalam prioritas utama. Bila risiko-risiko pada kuadran II terjadi akan
menyebabkan terancamnya pencapaian tujuan perusahaan.
Kuadran III merupakan risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang
rendah dan mengandung dampak yang rendah pula. Risiko-risiko yang muncul
pada kuadran III cenderung diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu
mengalokasikan sumberdayanya untuk menangani risiko tersebut. Walaupun
demikian, manajemen tetap perlu untuk memonitor risiko yang masuk dalam
kuadran III karena suatu risiko bersifat dinamis. Risiko yang saat ini masuk dalam
kuadran III dapat pindah ke kuadran lain bila ada perubahan ekternal maupun
internal yang signifikan. Kuadran IV merupakan area dengan tingkat probabilitas
kejadian antara rendah sampai sedang, namun dengan dampak yang tinggi.
13

Artinya, risiko-risiko dalam kuadran IV cukup jarang terjadi tetapi apabila sampai
terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dan target perusahaan.

Strategi Penanganan Risiko


Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah-langkah yang dapat
ditempuh perusahaan untuk menangani terjadinya risiko. Kountur (2008)
menyatakan bahwa dalam menangani risiko-risiko yang ada di dalam perusahaan,
diperlukan suatu proses yang dikenal dengan istilah Proses Pengelolaan Risiko.
Menurut Kountur (2008), proses manajemen atau pengelolaan risiko dimulai
dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan.
Kemudian mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mengetahui
seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa konsekuensi dari
risiko tersebut.Pengukuran risiko dilakukan dengan menggunakan variance,
standard deviation dan coefficient variation. Langkah selanjutnya adalah
menangani risiko-risiko yang ada untuk memberikan tindakan usulan apa yang
akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko tersebut, sehingga segala
kemungkinan kerugian dapat diminimalkan. Setelah itu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui sejauh mana manajemen risiko yang diterapkan dalam perusahaan
dapat meminimalkan risiko yang ada.
Menurut Kountur (2008) Strategi pengelolaan risiko dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi.
1. Preventif
Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko.Strategi
tersebut dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Preventif dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya :
a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur
b. Mengembangkan sumberdaya manusia
c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
2. Mitigasi
Strategi mitigasi adalah strategi pengelolaan risiko yang bertujuan untuk
memperkecil dampak atau kerugian yang ditimbulkan dari risiko yang ada.
Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak
yang besar. Beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah:
a. Diversifikasi
Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau harta di beberapa usaha
sehingga salah satu usaha terkena musibah, maka tidak akan menghabiskan
seluruh asset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah satu cara
pengelolaan risiko yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko.
Menurut Harwood et al. (1999), kelebihan dari diversifikasi adalah
mengurangi risiko, meminimalkan tenaga kerja, mengurangi penggunaan
peralatan dan meminimalkan biaya. Sementara itu, keterbatasan yang
dimiliki diversifikasi adalah membutuhkan perlengkapan khusus,
membutuhkan keahlian manajerial yang lebih luas dan teknologi menjadi
lebih rumit.
b. Penggabungan
Penggabungan atau merger adalah usaha pengelolaan risiko yang
menekankan pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain.
14

Contoh strategi penggabungan adalah merger atau akuisisi dengan


perusahaan lain.
c. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (risk transfer) adalah cara pengelolaan risiko dengan
mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Hal ini bertujuan apabila
terjadi kerugian pada pihak perusahaan, maka yang menanggung kerugian
adalah pihak lain. Beberapa cara untuk mengalihkan dampak atau kerugian
kepada pihak lain adalah dengan asuransi, leasing, outsourcing, dan
hedging.
3. Pemetaan Risiko
Penentuan alternatif strategi juga dapat menggunakan peta risiko. Teknik
pemetaan risiko akan membagi sumber risiko dalam empat kuadran yang setiap
kuadran memiliki skala probabilitas dan dampaknya masing-masing. Kountur
(2008) menjelaskan, peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada
suatu peta daru dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas,
dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Probabilitas atau kemingkinan
terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu kemungkinan
besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi dalam
dua bagian besar yaitu dampak besar dan dampak kecil. Contoh layout peta
risiko seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
a. Pengelolaan risiko preventif
Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam
kemungkinan atau probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan
menangani risiko yang berada pada kuadran II dan III. Penanganan risiko
dengan menggunakan startegi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran
II akan bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran III akan
bergeser ke kuadran IV (Kountur 2008). Penanganan risiko dengan
menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 2.

Probabilitas (%) Kuadran I Kuadran II


Besar

Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil

Dampak (Rp) Kecil Normal Besar

Gambar 2 Strategi preventif risiko


Sumber: Kountur (2008)
b. Pengelolaan mitigasi
Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalisasi dampak risiko yang
terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar
diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke
kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi akan
menangani risiko sedemikian rupa sehingga risiko yang berada pada
15

kuadran II dapat bergeser ke kuadran III dan risiko yang berada pada
kuadran I akan bergeser ke kuadran IV. Strategi mitigasi dapat dilakukan
dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur
2008). Strategi mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 3.

Probabilitas (%) Kuadran I Kuadran II

Besar

Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil

Dampak (Rp) Kecil Normal Besar

Gambar 3 Mitigasi risiko


Sumber: Kountur (2008)

Kerangka Pemikiran Operasional

Perusahaan Rimba Jaya Mushroom menghadapi risiko dalam menjalankan


bisnisnya. Risiko yang dihadapi disebabkan pengaruh cuaca dan iklim, kondisi
kumbung yang kurang baik serta serangan hama dan penyakit .Adanya risiko yang
terjadi akan berdampak pada profit yang tidak maksimum yang diperoleh
perusahaan Rimba Jaya Mushroom. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis risiko
yang tepat untuk diterapkan pada Rimba Jaya Mushroom. Besarnya tingkat risiko
yang dihadapi oleh sebuah usaha dapat dianalisis dengan analisis risiko yang
digunakan untuk mengetahui keragaan tingkat risiko usaha tesebut.
Penelitian ini akan mengkaji analisis risiko produksi yang dihadapi oleh
Rimba Jaya Mushroom, dalam penelitian ini akan dilakukan proses pengkajian
faktor penyebab terjadinya risiko dalam usaha produksi bibit jamur tiram putih
yang dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom. Analisis risiko yang digunakan
terhadap risiko yang dihadapi petani yaitu melalui pendekatan z-score dan Value
at Risk untuk menganalisis risiko satu komoditas. Sehingga akan diperoleh hasil
yang menjadi alternatif strategi penanganan risiko yang dapat digunakan dalam
mengatasi risiko yang terjadi pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom. Untuk
lebih jelas pada alur pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.
16

Permasalahan: Sumber-Sumber Perusahaan Rimba Jaya


1. Fluktuasi risiko produksi Mushroom, Kecamatan Ciawi
produktivitas bibit 1. Serangan hama
jamur tiram putih 2. Perubahan suhu
yang dihasilkan atau cuaca
2. Penurunan 3. Kesalahan teknis Identifikasi Permasalahan
pendapatan yang dan teknologi
diterima oleh 4. SDM yang kurang
perusahaan. terampil

Identifikasi Sumber-Sumber
Risiko Produksi

Menggunakan alat
analisis Analisis Risiko dengan
z-score dan Value Pendekatan Kuantitatif
at Risk
Peta Risiko

Preventif dan
Mitigasi Alternatif Strategi Pengelolaan
Risiko

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Resiko Produksi Bibit Jamur


Tiram Putih di Rimba Jaya Mushroom

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan budidaya jamur tiram putih yaitu


Rimba Jaya Mushroom yang berada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor.Pemilihan tempat ini dilakukan secara sengaja (purposive). Hal tersebut
berdasarkan data yang diperoleh bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu
wilayah dengan produksi jamur tiram yang memiliki produksi tinggi di wilayah
Kabupten Bogor dan perusahaan Rimba Jaya Mushroom merupakan perusahaan
budidaya jamur tiram putih dengan bibit jamur tiram putih sebagai salah satu
output yang dihasilkan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2015.

Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data bukan angka yang
bersangkutan dengan gambaran umum petani, kondisi usaha petani, serta
perkembangan usaha petani. Data kuantitatif merupakan data yang berupa angka,
misanya jumlah produksi dan jumlah kegagalan panen.
17

Kedua jenis data tersebut diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang dikaji. Cara
memperoleh data primer dengan cara pengamatan, penghitungan langsung,
wawancara dan kuisioner yang diberikan kepada perusahaan. Data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara berkaitan dengan kondisi usaha, proses produksi,
karakteristik bibit jamur tiram putih yang terkontaminasi dan kendala yang
dihadapi selama proses produksi seperti sumber risiko pada proses produksi bibit
jamur tiram putih. Sedangkan data primer yang diperoleh dari kuisioner adalah
data jumlah produksi bibit, jumlah kematian bibit, aset perusahaan, bahan baku,
dan data pengamatan dalam mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang
dilakukan selama waktu penelitian. Data sekunder adalah data yang sudah ada
sebelum penelitian dan yang sudah tertulis, misalnya jumlah produksi per bulan
pada tahun sebelumnya. Selain itu dibutuhkan data sekunder lain yaitu untuk
memperkuat penelitian ini, misalnya Data Perkembangan produksi dan
produktivitas jamur tiram putih di Pulau Jawa, Produktivitas jamur tiram putih di
Kabupaten Bogor dan Kecamatan Ciawi serta permintaan terhadap bibit jamur
tiram putih di Kabupaten Bogor, dan lain sebagainya sebagai literatur dan bahan
pustaka yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jendral
Hortikultura, Departemen Pertanian, dan penelitian sebelumnya. Data produksi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series.

Tabel 5 Jenis dan Sumber Data


No Jenis Data Sumber Data
1 Data Primer: Pengamatan di lapangan dan
A. kondisi usaha, proses produksi, wawancara pihak manajemen
karakteristik bibit jamur tiram Rimba Jaya Mushroom dengan
putih yang terkontaminasi dan menggunakan kuisioner.
kendala yang dihadapi selama
proses produksi seperti sumber
risiko pada proses produksi bibit
jamur tiram putih.
B. Data jumlah produksi bibit, jumlah
kematian bibit, aset perusahaan,
bahan baku, dan data pengamatan
dalam mengidentifikasi sumber-
sumber risiko produksi yang
dilakukan selama waktu
penelitian.
2 Data sekunder: Badan Pusat Statistik, Direktorat
Data Perkembangan produksi dan Jenderal Holtikultura, Dinas
produktivitas jamur tiram putih di Pertanian Jawa Barat, Dinas
Pulau Jawa, Produktivitas jamur tiram Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
putih di Kabupaten Bogor dan Bogor, skripsi terdahulu, Jurnal,
Kecamatan Ciawi serta permintaan pustaka dan literatur.
terhadap bibit jamur tiram putih di
Kabupaten Bogor.
18

Metode Pengumpulan Data

Risiko produksi yang diamati dan diteliti dalam penelitian ini adalah pada
masa produksi hingga masa panen bibit jamur tiram putih. Metode pengumpulan
data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Teknik pengamatan dan perhitungan langsung. Pengamatan yang
dilakukan adalah dengan mengamati langsung proses produksi bibit jamur
tiram putih sehingga diperoleh data yang diperlukan untuk menganalisis
risiko produksi. Data yang diambil berupa sumber risiko produksi dan
angka kegagalan produksi petani. Waktu pengamatan disesuaikan dengan
perjanjian yang disepakati oleh peneliti dan petani. Adapun format
pencatatan produksi bibit jamur tiram putih yang terkontaminasi
berdasarkan masing-masing sumber risiko dapat dilihat pada Lampiran.
2. Teknik wawancara dan diskusi langsung dengan petani dan tenaga ahli.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang ada di
lapangan, gambaran umum, dan proses produksi bibit jamur tiram putih.
3. Daftar pertanyaan, yaitu susunan pertanyaan yang akan diajukan kepada
petani atau tenaga ahli. Pertanyaan yang diajukan mengenai sumber risiko,
jumlah kegagalan, dan faktor-faktor produksi yang digunakan.
4. Teknik studi pustaka yang berkaitan dengan data sekunder. Data sekunder
digunakan sebagai literatur tambahan untuk mendukung penulisan
penelitian.

Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan secara


kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan analisis
deskriptif untuk menjelaskan gambaran umum, kondisi petani, dan strategi
pengelolaan risiko. Sedangkan, pengolahan data secara kuantitatif yaitu dengan
perhitungan risiko yang dilakukan dengan bantuan Ms. Excel. Pengolahan data
dimulai dengan perhitungan kemungkinan risiko dan dilanjutkan dengan dampak
risiko.

1. Menghitung rata-rata kejadian

Keterangan:
X : Nilai rata-rata kejadian berisiko dari masing-masing sumber risiko
Xi : Data kontaminasi bibit jamur tiram setiap periode
n : Jumlah periode

2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko

√ ( ̅)
19

Keterangan:
s : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur tiram
putih
Xi : Data kontaminasi bibit jamur tiram setiap periode
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko
n : Jumlah periode

3. Menghitung z-score

Keterangan:
x : Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal
z : Nilai z-score
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko pada bibit jamur tiram putih
S : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur tiram
putih

4. Mencari probabilitas terjadinya risiko produksi


Setelah nilai z-score dari produksi bibit jamur tiram putih di Rimba Jaya
Mushroom diketahui, maka selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya
risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi z (normal) sehingga
dapat diketahui besarnya kemungkinan terjadinya keadaan dimana
produksi bibit jamur tiram putih merugikan.

5. Value at Risk
Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko
adalah VaR (Value at Risk). VaR menunjukkan besarnya potensi
kerugiandari suatu kejadian yang bisa terjadi pada suatu periode tertentu
ke depan dengan tingkat toleransi tertentu. Penggunaan VaR dalam
mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila ada data historis
sebelumnya. VaR dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur
besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan jika risiko produksi terjadi.
Data yang digunakan adalah data produksi dan data kematian pada dua
tahun terakhir. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan
produksi dan penurunan penerimaan sebagai akibat terjadinya sumber-
sumber risiko produksi. VaR dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Kountur 2006) :
̅ [ ]

Keterangan:
VaR : Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal
z : Nilai z-score
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko pada bibit jamur tiram putih
S : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur
tiram putih
n : Jumlah periode
20

6. Penanganan Risiko
Pada umumnya tujuan dari pengusaha yaitu memperkecil kemungkinan
terjadinya risiko sehingga dapat memaksimalkan keuntungan atau laba
bagi usahanya. Strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha dalam
menangani risiko yang terjadi diantaranya yaitu strategi pengelolaan risiko
dan mitigasi risiko (meminimalkan terjadinya risiko). Strategi penanganan
risiko tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pemetaan risiko.
Hasil dari perhitungan risiko akan dimasukkan ke dalam kuadran yang
terdapat pada pemetaan risiko sesuai dengan tingkat probabilitas dan
dampaknya.

Definisi Operasional

1. Peluang (P) merupakan frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan


periode waktu selama kegiatan produksi bibit jamur tiram putih.
2. Standard deviation merupakan penyimpangan dari return yang diharapkan
dari memproduksi bibit jamur tiram putih.
3. Z-score merupakan alat untuk menguji probabilitas distribusi normal.
4. VaR merupakan kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu
tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu.
5. Oncom merupakan benda yang timbul di bibit yang terkontaminasi, berwarna
jingga dan tidak menimbulkan bau.

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN RIMBA JAYA MUSHROOM

Sejarah Singkat Rimba Jaya Mushroom

Rimba Jaya Mushroom adalah perusahaan perseorangan yang bergerak di


bidang agribisnis yaitu tanaman, khususnya budidaya tanaman jamur tiram putih.
Rimba Jaya Mushroom didirikan oleh Bapak H. Achmad Salim pada tanggal 2
Februari 2003, beralamatkan di Jalan Kali Cibalok, Kampung Gadog, Desa
Pandansari, Cawi-Bogor. Nama Rimba Jaya Mushroom mempunyai arti bagi
pemilik, kata “Rimba” merupakan nama perusahaan kayu milik Bapak H.
Achmad di Pontianak, kata “Jaya” memiliki arti merupakan harapan sang pemilik
agar usaha jamur tiram miliknya tetap jaya, sedangkan kata “Mushroom”
merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya jamur tiram.
Setelah wafatnya Bapak H. Achmad, saat ini perusahaan diteruskan oleh anaknya
yang bernama Bapak Guntur Irawan Putra.
Pemilihan lokasi usaha budidaya jamur tiram putih dilakukan berdasarkan
pertimbangan akan kondisi lokasi yang cocok untuk melakukan usaha budidaya
jamur tiram putih. Lokasi yang jauh dari kawasan keramaian kota dan kawasan
industri juga menghindari kontaminasi limbah industri terhadap jamur yang
diproduksi. Luas lahan usaha yang dimiliki oleh Rimba Jaya Mushroom adalah
2,5 Ha dengan status kepemiikan lahan yaitu milik sendiri. Jumlah kumbung
budidaya yang saat ini dimiliki oleh Rimba Jaya Mushroom adalah sebanyak 17
21

unit dengan ukuran sebesar 12 m x 23 m dengan kapasitas 25 000


baglog/kumbung, sedangkan untuk pembibitan sebanyak tiga unit, satu unit
dengan ukuran sebesar 12 m x 24 m dan dua unit lain berukuran 12 m x 7 m
dengan kapasitas 10 000 botol/kumbung. Fasilitas produksi lain yang dimiliki
oleh Rimba Jaya Mushroom antara lain:
a. Ruang pengomposan
b. Ruang pengadukan dan pembuatan baglog
c. Ruang sterilisasi
d. Ruang inkubasi
e. Ruang inokulasi
f. Gudang bahan baku
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom adalah menjual
bibit jamur tiram putih dengan harga Rp. 3 500 per botol, menjual media tanam
jamur tiram putih dengan harga Rp 8 500 per log dan menjual jamur tiram putih
hasil dari budidaya dengan harga Rp 15 000 per kg.

Visi, Misi dan Tujuan Rimba Jaya Mushroom

Usaha budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh Rimba Jaya
Mushroom sudah memiliki perencanaan yang baik. Rimba Jaya Mushroom juga
sudah meiliki visi dan misi dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih.
Visi dari Rimba Jaya Mushroom adalah “memajukan perusahaan menjadi
perusahaan yang lebih baik dari sebelumnya serta meningkatkan perekonomian
rakyat sekitar dengan cara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya”. Misi
dari Rimba Jaya Mushroom dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih
adalah “memperkenalkan masyarakat kepada makanan sehat, khususnya jamur
tiram putih”. Selain ingin mendapatkan keuntungan yang besar, tujuan usaha yang
dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom adalah menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar sehingga mampu mensejahterakan lingkungan sekitar
serta mendidik karyawan agar menjadi pribadi yang amanah dan berguna bagi
nusa, bangsa dan agama.

Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan perusahaan


melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dilakukan seorang pemimpin
dengan bawahan yang berada di dalam suatu usaha. Struktur organisasi yang
dimiliki oleh Rimba Jaya Mushroom bersifat sederhana, yaitu pemilik
membawahi beberapa bagian dengan wewenang dan tanggung jawab berbeda.
Pembagian kerja dilakukan secara sederhana dan diatur sesuai fungsi dan tugas
masing-masing. Struktur organiasi diperlukan agar pembagian tugas, tanggung
jawab dan wewenang lebih jelas. Struktur organisasi pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom dapat dilihat pada Gambar 5.
22

Direktur

Manajer Manajer Bendahara Sekertaris Manajer Manajer


Produksi 1 Pemasaran Produksi 2 SDM

Karyawan

Gambar 5 Struktur Organisasi di Rimba Jaya Mushroom

Berdasarkan struktur organisasi tersebut masing-masing bagian memiliki


tugas berdasarkan job description yang telah ditentukan dan harus memiliki
tanggung jawab atas pekerjaan tersebut agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh karyawan di lapangan diawasi secara
langsung oleh masing-masing manajer yang secara rutin melakukan pendataan
terhadap perkembangan yang terjadi di lapangan serta bertanggung jawab
langsung kepada direktur. Adapun pembagian tugas dari masing-masing bagian
adalah sebagai berikut:
a. Direktur (pemilik perusahaan)
Berwenang dan bertanggung jawab mengelola serta mengatur jalannya
perusahaan, memimpin dan bertanggung jawab atas semua kegiatan yang
berlangsung di perusahaan Rimba Jaya Mushroom.
b. Manajer Produksi 1
Melakukan usaha pembibitan m aster yang akan dibiakan untuk bibit F1 dan
Baglog media tanam jamur tiram putih, mengkoordinasikan dan mengevaluasi
semua kegiatan pada usaha pembibitan di perusahaan Rimba Jaya Mushroom.
c. Manajer Produksi 2
Mengkoordinasikan dan mengawasi usaha budidaya jamur meliputi
pencampuran bahan baku, pengomposan, pembuatan media tanam, sterilisasi,
inokulasi, inkubasi, pertumbuhan, panen, pengedalian mutu, serta
pengendalian hama dan penyakit.
d. Manajer Pemasaran
Mengatur dan mengelola pemasaran setiap unit usaha di perusahaan Rimba
Jaya Mushroom
e. Manajer Sumber Daya Manusia
Mengatur dan mengelola ketenagakerjaan seperti merekrut tenaga kerja,
membagi gaji karyawan, dan berkoordinasi dengan seluruh manajer untuk
mengevaluasi kinerja tenaga kerja.
f. Sekertaris
Mencatat dan mengelola laporan kegiatan dari setiap manajer perusahaan.
g. Bendahara
Mengatur, mencatat dan megelola laporan keuangan perusahaan dengan
menggunakan sistem pembukuan sederhana.
23

Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan suatu
usaha. Saat ini, perusahaan Rimba Jaya Mushroom memiliki 120 orang tenaga
kerja yang terdiri dari karyawan tetap, karyawan harian dan karyawan borongan.
Tenaga kerja perusahaan Rimba Jaya Mushroom adalah penduduk di sekitar
lokasi perusahaan dengan pendidikan lulusan SD, SMP, dan SMA. Dengan latar
pendidikan yang tergolong rendah, mengharuskan perusahaan memberikan
pengajaran/pelatihan kepada tenaga kerja untuk menambah pengetahuan mereka
tentang proses produksi jamur tiram putih.
Sistem pembayaran gaji di perusahaan Rimba Jaya Mushroom berbeda-beda
untuk setiap karyawan berdasarkan pada jabatan, lama bekerja dan jenis pekerjaan
yang dilakukan. Pembayaran gaji untuk karyawan tetap dilakukan rutin setiap
bulan dengan jumlah yang telah ditentukan berdasarkan jabatan. Bagi karyawan
harian, pemberian upah dilakukan setiap hari Sabtu berdasarkan jumlah hari kerja,
sehingga apabila karyawan tidak masuk kerja maka akan mengurangi jumlah upah
yang akan diterima. Demikian pula dengan karyawan borongan, gaji diterima
pada hari Sabtu sesuai dengan jumlah kegiatan produksi yang dilakukan.

Kegiatan Produksi Bibit Jamur Tiram Putih

Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh perusahaan Rimba Jaya Musroom


dimulai dengan persiapan bahan baku, pengomposan, pencampuran bahan baku,
proses pembuatan media tanam, sterilisasi, pendinginan, inokulasi, inkubasi,
pemeliharaan dan panen. Alur proses produksi bibit jamur tiram putih yang
dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Gambar 6.

Tahapan Pencampuran Pembuatan


Pengomposan
Persiapan bahan baku media
tanam

Inkubasi Inokulasi Pendinginan Sterilisasi

Panen

Gambar 6 Alur Produksi Jamur Tiram Putih


24

Berikut ini adalah penjelasan dari proses produksi bibit jamur tiram putih di
Rimba Jaya Mushroom:
a. Tahapan Persiapan Bahan Baku
Sebelum melakukan proses produksi bibit jamur tiram putih, perusahaan
terlebih dahulu mempersiapkan bahan baku yang akan digunakan dalam
proses produksi. Bahan-bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
bibit jamur tiram putih diantaranya seperti serbuk kayu, dedak, serbuk jagung,
polar, kapur dan air. Bahan-bahan baku terserbut dipesan oleh perusahaan
setiap bulan untuk persediaan produksi. Berikut tabel daftar bahan-bahan baku
yang digunakan oleh perusahaan untuk produksi bibit jamur tiram putih
beserta dengan sumber bahan baku bibit jamur tiram putih.

Tabel 6 Daftar Bahan Baku Produksi Bibit Jamur Tiram Putih


No. Jenis Bahan Sumber Bahan Baku
1 Serbuk kayu Leuwiliang, Parung Kuda
2 Dedak Jampang, Pak John (Padang), Cianjur
3 Serbuk jagung Pak John (Padang)
4 Polar Pak John (Padang)
5 Serbuk kapur Pak John (Padang)
Sumber: Rimba Jaya Mushroom, 2015 (diolah)

b. Pengomposan
Setelah semua bahan baku telah terkumpul, maka proses produksi bibit jamur
tiram putih sudah bisa dilaksanakan. Bahan baku utama yang diperlukan untuk
membuat media tanam yaitu serbuk kayu berasal dari jenis kayu yang tidak
mengandung kadar minyak seperti kayu pinus. Sebelum digunakan sebagai
bahan baku media tanam, serbuk gergaji kayu harus diayak terlebih dahulu
agar ukurannya seragam dan tidak bercampur dengan benda asing seperti
kerikil, beling dan lain-lainnya. Kemudian serbuk kayu tersebut ditaburi
dengan serbuk kapur kemudian dikomposkan selama satu hari. Proses
pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks
yang terkandung di dalam serbuk kayu dengan bantuan mikroba, sehingga
senyawa-senyawa yang lebih sederhana mudah dicerna oleh jamur.

c. Pencampuran Bahan Baku


Proses pencampuran bahan baku dilakukan setelah proses pengomposan.
Bahan yang akan dicampur antara lain dedak, tepung jagung, dan serbuk kayu
yang sudah dikompos. Proses pencampuran dilakukan dengan cara semua
bahan baku ditebar pada tempat yang disediakan lalu bahan dicampur dengan
cara manual menggunakan sekop. Pencampuran bahan baku harus merata,
karena hal terebut akan berdampak langsung pada proses pertumbuhan miselia
pada bibit jamur. Setelah merata maka campuran bahan terebut diberi air
secukupnya, jangan terlalu banyak agar tidak terlalu basah dan jangan terlalu
sedikit agar tidak terlalu kering agar bisa dikepal. Pemberian air pada
campuran bahan baku dilakukan agar serbuk kayu menjadi lebih lunak dan
menjadi llembab sehingga mudah diuraikan.
25

d. Pembuatan Media Tanam


Bahan yang sudah tercampur rata dimasukan ke dalam botol lalu dipadatkan
agar mempermudah pertumbuhan miselia pada bibit jamur. Pembuatan media
tanam dilakukan manual dengan menggunakan tenaga kerja manusia. Alat
yang digunakan dalam pembuatan media tanam yaitu botol saus ukuran 250
gram. Setelah substrat media tanam dikemas dalam botol kemudian siap untuk
disterilisasikan.

e. Sterilisasi
Proses steriliasi dilakukan bertujuan agar mediatanam menjadi matang
sehingga pertumbuhan mudah diuraikan dan mematikan mikroorganisme yang
mengganggu pertumbuhan miselia bibit jamur tiram putih. Alat yang
digunakan dalam proses sterilisasi antara lain mesin steamer seperti oven
dalam ukuran besar dengan sumber perapian menggunakan gas. Gas yang
digunakan adalah gas ukuran 12 kilogram dengan jumlah dua tabung gas
untuk setiap sterilisasi. Setelah baglog tersusun dengan rapi dalam mesin
steamer, maka media tanam siap dikukus selama ± 8 jam.

f. Pendinginan
Setelah media tanam selesai disterilisasi, maka media tanam tersebut akan
terasa panas jika disentuh. Sehingga perlu dilakukan proses pendinginan
terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke proses inokulasi. Media tanam yang
yang telah selesai disterilkan akan dimasukan ke dalam rak yang terdapat di
ruan inokulasi dan didiamkan selama 12 jam sebelum dimasukan kedalam
ruang inokulasi.

g. Inokulasi
Proses inokulasi dilakukan setelah media tanam melalui proses pendinginan
selama 12 jam. Proses inokulasi dilakukan dengan cara menaburkan biang
bibit kedalam media tanam bibit, kemudian media tanam disumbat dengan
kapas. Proses inokulasi harus dilakukan di ruangan yang tertutup dan steril.
Sebelum melakukan proses inokulasi, ruangan dan perlengkapan inokulasi
harus bersih, tenaga kerja harus membersihkan tangan dan kaki menggunakan
alkohol agar terhindar dari kontaminasi.

h. Inkubasi
Setelah melalui proses inokulasi, selanjutnya botol media tanam disimpan di
dalam ruangan inkubasi. Suhu ruangan inkubasi diatur dalam keadaan lembab,
yaitu berkisar 22 derajat celcius hingga 28 derajat celcius dengan kelembapan
60 persen hingga 80 persen. Penataan botol media tanam harus disesuaikan
dengan masa produksinya, rak untuk masa inkubasi dan rak untuk bibit yang
siap panen harus dipisahkan, hal terebut dilakukan agar mempermudah
pemanenan. Masa pertumbuhan miselia pada media tanam bibit pada masa
inkubasi yaitu sekitar 25 hingga 30 hari.

i. Panen
Panen dilakukan setelah miselia sudah memenuhi media tanam bibit secara
keseluruhan. Panen dilakukan setiap hari di pagi hari secara manual dan
26

langsung disiapkan untuk digunakan untuk pembibitan jamur tiram putih oleh
perusahaan atau dikirim kepada pembeli yaitu plasma.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Risiko

Penelitian dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih di perusahaan


Rimba Jaya Mushroom. Penelitian mengenai risiko pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom hanya meneliti risiko produksi pada unit usaha pembibitan jamur tiram
putih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pemicu timbulnya
risiko produksi disebabkan oleh faktor manusia dan faktor alam. Teknologi,
manusia dan alam tidak dikategorikan sebagai sumber risiko. Namun, ketiga hal
tersebut merupakan faktor pendukung atau penyebab timbulnya sumber risiko.
Ada tiga hal dari manusia yang dapat menyebabkan sumber risiko yaitu,
menyangkut kompetensi, moral, dan selera. Faktor pendukung timbulnya risiko
yang disebabkan oleh manusia adalah tenaga kerja pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom. Sedangkan beberapa hal dari alam yang data menjadi faktor
pendukung timbulnya sumber risiko antara lain, menyangkut bencana alam,
kondisi alam, dan makhluk alam. Hasil dari penelitian langsung di lapangan
tersebut kemudian akan dikonversi dengan data historis selama satu tahun
sebelumnya. Konversi data tersebut dilakukan untuk melihat seberapa besar
kerugian yang dihasilkan oleh setiap sumber risiko pada produksi sebelumnya.

Identifikasi Risiko Pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom

Risiko dalam suatu usaha perlu dilakukan identifikasi agar dapat diketahui
statusnya kemudian ditangani secara tepat. Identifikasi risiko dapat dilakukan
melalui berbagai cara, seperti melalui observasi langsung dan melalui wawancara
responden. Identifikasi risiko pada kegiatan produksi bibit jamur tiram putih
dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi langsung selama 25 hingga 40
hari masa pertumbuhan bibit jamur tiram putih di ruang inkubasi dan wawancara
responden untuk mendukung data yang didapat pada saat observasi. Risiko
produksi bibit jamur tiram putih dapat dilihat pada bibit yang gagal tumbuh atau
gagal panen dan terkontaminasi. Bibit jamur tiram putih yang gagal tumbuh
ditandai dengan tidak ada miselia yang tumbuh pada bibit atau terdapat miselia
jamur namun pertumbuhannya tidak merata, sedangkan bibit yang terkontaminasi
ditandai dengan terdapat oncom dan bercak hijau pada bibit jamur tiram putih.
Sumber risiko yang dibahas pada penelitian ini merupakan sumber risiko yang
berpengaruh langsung terhadap hasil produksi bibit jamur tiram putih.
27

Gambar 7 Contoh Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Tumbuh dan Terkontaminasi

Berdasarkan penelitian langsung yang dilakukan di perusahaan Rimba Jaya


Mushroom terdapat lima sumber risiko yang menyebabkan bibit menjadi mati
atau terkontaminasi. Sumber-sumber risiko tersebut antara lain risiko pada proses
pencampuran bahan baku, proses sterilisasi, proses inokulasi, perubahan suhu, dan
serangan hama. Adapun hasil pengamatan kegagalan produksi bibit jamur tiram
putih berdasarkan sumber-sumber risiko seperti ditunjukan pada Lampiran 1.

Sumber Risiko Pencampuran Bahan Baku

Sebelum melakukan proses produksi bibit jamur tiram putih, perusahaan


terlebih dahulu mempersiapkan bahan baku yang akan digunakan dalam proses
produksi, seperti serbuk kayu, dedak, serbuk jagung, polar, kapur dan air.
Perusahaan Rimba Jaya Mushroom memiliki standar kualitas terhadap bahan baku
yang akan digunakan dalam proses produksi bibit jamur tiram putih. Perusahaan
sangat memperhatikan kualitas dari setiap bahan baku yang digunakan, hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar bibit yang dihasilkan oleh perusahaan
memiliki kualitas terbaik sehingga kualitas dari hasil panen jamur tiram putih
pada perusahaan tetap terjamin.
Setelah proses persiapan bahan baku dilakukan, maka proses selanjutnya
adalah pencampuran bahan baku. Namun, sebelum mencampurkan semua bahan
baku, terlebih dahulu dilakukan pengomposan serbuk kayu. Pengomposan
dilakukan dengan cara menimbun serbuk kayu yang dicampur dengan kapur
dengan kurun waktu selama tiga hari. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan
pH serbuk kayu sehingga pH berada dalam kisaran enam sampai tujuh. Setelah
selesai ditimbun selama tiga hari, campuran serbuk kayu tersebut sudah dapat
dicampur dengan dedak, serbuk jagung, polar dan air. Pencampuran bahan
tersebut harus merata, karena hal tersebut akan berdampak langsung terhadap
pertumbuhan bibit jamur tiram putih. Jika pencampuran bahan baku tidak merata,
maka media tanam bibit jamur tiram putih tidak akan mendapatkan sumber nutrisi
secara merata dan kadar air yang cukup. Hal tersebut akan menyebabkan proses
28

pertumbuhan miselium melambat dan penyebaran miselium tidak merata sehingga


akan berpengaruh terhadap kualitas jamur tiram putih yang dihasilkan, atau juga
menyebabkan bibit tersebut gagal panen. Cara mengidentifikasi bibit yang
mengandung campuran bahan baku yang tidak merata adalah dengan pengamatan
langsung pada saat bibit berada di ruang inkubasi, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbedaan Bibit Jamur Tiram Putih Gagal panen dan Siap Panen

Pada Gambar 8 dapat dilihat perbedaan antara bibit dengan miselia yang
tumbuh secara merata dan bibit dengan miselia yang tumbuh secara tidak merata.
Hal tersebut merupakan dampak dari pencampuran bahan baku yang tidak merata,
sehingga bibit dengan miselia yang tidak merata akan dinyatakan sebagai bibit
gagal panen, kemudian langsung dipisahkan untuk didaur ulang kembali.
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah bibit yang gagal produksi akibat kegagalan
pencampuran bahan baku selama bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015 dapat
dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Pencampuran Bahan Baku


Tahun 2014-2015
Jumlah Produksi Bibit Jumlah Bibit Persentase
Tahun Bulan
(kg) Gagal Panen (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 115 2.69
2014 September 4 124 123 2.99
2014 Oktober 4 199 124 2.96
2014 November 4 236 124 2.93
2014 Desember 4 385 125 2.86
2015 Januari 4 380 122 2.79
2015 Februari 4 358 124 2.84
2015 Maret 4 072 116 2.84
2015 April 4 224 115 2.71
2015 Mei 3 777 112 2.97
2015 Juni 3 918 122 3.12
2015 Juli 4 176 126 3.01
2015 Agustus 4 527 130 2.87
29

Pada Tabel 7 menunjukan jumlah kegagalan produksi bibit akibat


kegagalan pencampuran bahan baku pada periode bulan Agustus 2014 hingga
Agustus 2015. Jumlah terbesar bibit yang mati terdapat di Bulan Agustus 2015
yaitu sebesar 130 kilogram, sedangkan jumlah terkecil terdapat di Bulan Mei 2015
yaitu sebesar 112 kilogram.

Sumber Risiko Akibat Kegagalan Sterilisasi

Proses produksi setelah pencampuran bahan baku adalah proses sterilisasi


media tanam bibit jamur tiram putih. Proses sterilisasi dilakukan dengan tujuan
mematikan bakteri yang ada di dalam media tanam bibit. Bakteri atau yang ada di
dalam media tanam akan menghambat pertumbuhan miselia sehingga bibit tidak
akan bisa digunakan. Teknologi dan manusia merupakan faktor pendukung
timbulnya sumber risiko kegagalan proses sterilisasi media tanam bibit. Pada
proses sterilisasi, Rimba Jaya Mushroom menggunakan teknologi berupa mesin
steamer yang terbuat baja dengan kapasitas 1.650 botol media tanam bibit. Proses
pemanasan menggunakan mesin steamer berlangsung selama delapan jam dengan
suhu yang dibutuhkan dalam proses sterilisasi mencapai 100 derajat celcius
sehingga panas yang dihasilkan oleh mesin steamer akan membunuh bakteri yang
terdapat pada media tanam. Pemanasan pada saat proses sterilisasi menggunakan
mesin steamer tidak berjalan secara merata, sehingga terdapat media tanam yang
dipanaskan secara tidak optimal, sehingga mengakibatkan bakteri pada media
tanam tetap bertahan hidup di dalam media tanam bibit. Hal tersebut dapat terjadi
akibat beberapa sebab, seperti media tanam yang dimasukan ke dalam mesin
steamer melebihi kapasitas yang tersedia, penataan media tanam pada mesin
steamer yang tidak rapi, atau proses pemanasan tidak berjalan sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Ciri dari media tanam yang dipanaskan secara tidak
optimal ialah terdapat oncom yang tumbuh di media tanam bibit, dapat dilihat
seperti pada Gambar 9.

Gambar 9 Bibit yang ditumbuhi oncom

Pada Gambar 9 menunjukan ciri dari media tanam bibit yang dipanaskan
secara tidak merata, yaitu terdapat oncom yang berwarna jingga pada media
30

tanam bibit jamur tiram putih, sehingga bibit tersebut dinyatakan gagal panen dan
langsung dipisahkan untuk didaur ulang kembali. Berdasarkan hasil pengamatan,
jumlah bibit yang terkontaminasi akibat kegagalan sterilisasi selama bulan
Agustus 2014 hingga Agustus 2015 pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom
dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Sterilisasi Pada Tahun 2014-
2015
Jumlah Produksi Bibit Jumlah Gagal Persentase
Tahun Bulan
(kg) Panen (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 506 11.8
2014 September 4 124 527 12.8
2014 Oktober 4 199 529 12.6
2014 November 4 236 530 12.5
2014 Desember 4 385 528 12.0
2015 Januari 4 380 531 12.1
2015 Februari 4 358 528 12.1
2015 Maret 4 072 507 12.4
2015 April 4 224 504 11.9
2015 Mei 3 777 543 14.4
2015 Juni 3 918 516 13.2
2015 Juli 4 176 547 13.1
2015 Agustus 4 527 505 11.1
Sumber: Rimba Jaya Mushroom, 2015

Pada Tabel 8 menunjukan jumlah kegagalan produksi bibit akibat kegagalan


proses sterilisasi pada periode bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Jumlah
terbesar bibit yang mati terdapat di Bulan Juli 2015 yaitu sebesar 547 kilogram,
sedangkan jumlah terkecil terdapat di Bulan April 2015 yaitu sebesar 504
kilogram.

Sumber Risiko Akibat Kegagalan Proses Inokulasi

Setelah melalui proses sterilisasi, semua media tanam bibit segera


didinginkan di ruang inokulasi selama satu hari sebelum pengisian bibit F master
karena media tanam yang panas tidak boleh langsung diisi bibit F master karena
dapat menyebabkan bibit mati. Pendinginan semua media tanam dalam ruang
inokulasi harus merata. Suhu yang baik untuk proses inokulasi berada di kisaran
35-38 derajat Celcius. Pada proses inokulasi harus memperhatikan kebersihan
peralatan, tempat dan pelaksananya. Kebersihan peralatan, tempat dan tenaga
kerja yang tidak terjaga akan memberi kesempatan mikroorganisme masuk ke
dalam media tanam bibit, sehingga media tanam dapat terkontaminasi. Media
tanam yang terkontaminasi karena kegagalan proses inokulasi dapat terlihat pada
saat media tanam melewati masa inkubasi. Media tanam yang terkontaminasi
akibat kegagalan proses inokulasi dapat dilihat seperti pada Gambar 10.
31

Gambar 10 Bibit yang terkontaminasi akibat kegagalan proses inokulasi

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa bibit yang terkontaminasi akibat


kegagalan proses inokulasi ditandai dengan tidak terdapat miselia jamur yang
tumbuh pada bibit dan terdapat bercak hijau pada bibit tersebut. Sehingga bibit
terebut akan langsung dipisahkan untuk segera didaur ulang. Berdasarkan hasil
pengamatan, jumlah bibit terkontaminasi yang disebabkan akibat kegagalan
proses inokulasi selama bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015 pada
perusahaan Rimba Jaya Mushroom dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Proses Inokulasi pada Tahun
2014-2015
Jumlah Produksi Bibit Kegagalan Inokulasi Persentase
Tahun Bulan
(kg) (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 895 20.9
2014 September 4 124 882 21.4
2014 Oktober 4 199 857 20.4
2014 November 4 236 840 19.8
2014 Desember 4 385 878 20.0
2015 Januari 4 380 817 18.7
2015 Februari 4 358 854 19.6
2015 Maret 4 072 839 20.6
2015 April 4 224 834 19.7
2015 Mei 3 777 879 23.3
2015 Juni 3 918 825 21.1
2015 Juli 4 176 828 19.8
2015 Agustus 4 527 808 17.9
32

Pada Tabel 9 menunjukan jumlah kegagalan produksi bibit akibat kegagalan


proses inokulasi pada periode bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Jumlah
terbesar bibit yang mati terdapat di Bulan Agustus 2014 yaitu sebesar 895
kilogram, sedangkan jumlah terkecil terdapat di Bulan Agustus 2015 yaitu sebesar
808 kilogram.

Sumber Risiko Akibat Serangan Hama

Hama adalah organisme yang bersifat sebagai pengganggu atau pemangsa


yang berasal dari sekitar kumbung ruang inkubasi. Hama yang berada di sekitar
ruang inkubasi yaitu tikus dan kecoa. Pada umumnya, hama tersebut menyerang
media tanam yang disimpan dan disusun di atas rak-rak bambu dan didiamkan
selama kurang lebih 40 hari di ruang inkubasi. Hama tikus atau kecoa mampu
dengan mudah menembus ruang inkubasi yang pada dasarnya terbuat dari
anyaman bambu sehingga media tanam dapat dirusak dengan mudah. Hama yang
paling banyak merusak media tanam bibit adalah tikus. Hama tikus merusak
media tanam bibit dengan cara merusak kapas media tanam bibit, hal tersebut
menyebabkan bibit dapat terkontaminasi sehingga menyebabkan gagal panen.
Kegiatan hama tersebut terjadi di malam hari, sehingga cukup sulit untuk
dideteksi dan diawasi secara intensif. Hal tersebut dapat terjadi karena letak
perusahaan Rimba Jaya Mushroom yang berada di lingkungan lahan-lahan sawah,
sehingga memungkinkan populasi tikus tumbuh berkembang. Berdasarkan hasil
pengamatan, jumlah gagal panen akibat serangan hama selama periode Bulan
Agustus 2014 hingga Agustus 2015 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Kematian Bibit Akibat Serangan Hama pada Tahun 2014 - 2015
Jumlah Produksi Kegagalan Akibat Persentase
Tahun Bulan
Bibit (kg) Hama (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 3.15 0.07
2014 September 4 124 2.10 0.05
2014 Oktober 4 199 3.45 0.08
2014 November 4 236 3.75 0.09
2014 Desember 4 385 4.20 0.10
2015 Januari 4 380 2.85 0.07
2015 Februari 4 358 2.70 0.06
2015 Maret 4 072 5.10 0.13
2015 April 4 224 3.90 0.09
2015 Mei 3 777 4.80 0.13
2015 Juni 3 918 5.85 0.15
2015 Juli 4 176 5.10 0.12
2015 Agustus 4 527 4.05 0.09

Pada Tabel 10 menunjukan jumlah kegagalan produksi bibit akibat serangan


hama pada periode bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Jumlah terbesar
bibit yang mati terdapat di Bulan Juni 2015 yaitu sebesar 5.85 kilogram,
sedangkan jumlah terkecil terdapat di Bulan September 2014 yaitu sebesar 2.10
kilogram.contoh media tanam bibit yang terserang hama dapat dilihat pada
Gambar 11.
33

Sumber Risiko Akibat Perubahan Cuaca

Pada usaha jamur tiram putih, suhu udara merupakan suatu salah satu faktor
penting dalam proses pertumbuhan jamur agar dapat menghasilkan jamur dengan
kualitas yang baik, begitu pula dengan pertumbuhan bibit jamur. Tingkat suhu
optimal ruang inkubasi yang digunakan untuk pertumbuhan bibit jamur tiram
putih pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom sebesar 22 hingga 28 derajat
Celcius. Perubahan suhu udara yang ekstrim pada kumbung akan mengganggu
pertumbuhan bibit jamur. Perubahan suhu tersebut dipengaruhi hujan yang
terkadang turun secara tiba-tiba atau ketika panas matahari begitu terik. Pada
peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau menyebabkan jumlah bibit
gagal panen bertambah lebih banyak dari jumlah bibit yang gagal panen di musim
kemarau, curah hujan yang tinggi menyebabkan kondisi kumbung yang digunakan
sebagai ruang inkubasi menjadi lembab, kadar air pada campuran bahan baku
yang terdapat dalam media tanam akan meningkat sehingga akan menghambat
pertumbuhan miselia jamur pada bibit dan menimbulkan oncom pada media
tanam bibit. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari dan akan selalu berulang pada
setiap tahunnya. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah kematian bibit akibat
cuaca pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom selama periode Bulan Agustus
2014 hingga Agustus 2015 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah Kematian Bibit Akibat Cuaca pada Periode Tahun 2014 - 2015
Jumlah Produksi Kegagalan Akibat presentase
Tahun Bulan
Bibit (kg) Cuaca (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 72 1.70
2014 September 4 124 103 2.50
2014 Oktober 4 199 104 2.48
2014 November 4 236 101 2.39
2014 Desember 4 385 106 2.41
2015 Januari 4 380 120 2.74
2015 Februari 4 358 124 2.84
2015 Maret 4 072 76 1.87
2015 April 4 224 69 1.64
2015 Mei 3 777 66 1.74
2015 Juni 3 918 72 1.85
2015 Juli 4 176 63 1.52
2015 Agustus 4 527 64 1.41

Pada Tabel 11 menunjukan jumlah kegagalan produksi bibit akibat


perubahan cuaca pada periode bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Jumlah
terbesar bibit yang mati terdapat di Bulan Februari 2015 yaitu sebesar 124
kilogram, hal tersebut terjadi karena curah hujan sedang berada di titik tertinggi
pada Bulan Februari sedangkan jumlah terkecil terdapat di Bulan Juli 2015 yaitu
sebesar 63 kilogram. contoh media tanam yang terkontami akibat perubahan suhu
dapat dilihat pada Gambar 11.
34

Gambar 11 Media tanam bibit jamur yang terserang hama dan terkontaminasi
akibat perubahan suhu

Analisis Probabilitas Risiko Produksi Bibit Jamur Tiram Putih

Analisis probabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar


probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber
risiko. Hal tersebut dapat membantu untuk menentukan prioritas dari masing-
masing sumber risiko produksi serta strategi penanganan yang tepat. Data yang
digunakan pada analisis ini adalah hasil wawancara dari pemiliki usaha. Data-data
yang digunakan untuk melakukan analisis ini didukung dengan pencatatan data
perusahaan dari Bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Perhitungan analisis
probabilitas terjadinya suatu risiko diolah dengan menggunakan nilai standar atau
Z-score. Perhitungan probabilitas sumber risiko pencampuran bahan baku dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa nilai Z yang diperoleh untuk sumber
risiko pencampuran bahan baku adalah -0.26. Nilai tersebut jika dipetakan pada
tabel Z akan menunujukan nilai 39.7. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
probabilitas bibit yang terkontaminasi akibat kegagalan pencampuran bahan baku
yang melebihi batas normal yaitu 120 kilogram adalah 60.3 persen. Perhitungan
probabilitas sumber risiko akibat kegagalan proses sterilisasi dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai Z yang diperoleh untuk sumber
risiko kegagalan proses sterilisasi adalah –1.604. Nilai tersebut jika dipetakan
pada table Z akan menunjukan nilai 54.8. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
probabilitas kematian bibit akibat kegagalan proses sterilisasi yang melebihi batas
normal yaitu 500 kilogram adalah 45.2 persen. Perhitungan probabilitas sumber
risiko kegagalan proses inokulasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai Z yang diperoleh untuk sumber
risiko kegagalan proses inokulasi adalah -0.324. Nilai tersebut jika dipetakan pada
tabel Z akan menunjukan nilai 37.5. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
35

probabilitas bibit terkontaminasi akibat kegagalan proses inokulasi yang melebihi


batas normal yaitu 405 kilogram adalah 62.5 persen. Perhitungan probabilitas
sumber risiko serangan hama dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa nilai Z yang diperoleh untuk sumber
risiko serangan hama adalah -1.77. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel Z akan
menunjukan nilai 87.9. Nilai tersebut memiliki arti bahwa probabilitas bibit yang
terkontaminasi akibat serangan hama yang melebihi batas normal yaitu 2 kilogram
adalah 12.1 persen. Perhitungan probabilitas sumber risiko perubahan cuaca dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa Nilai Z yang diperoleh untuk sumber
risiko perubahan cuaca adalah -0.12. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel Z
akan menunjukan nilai 45.2. Nilai tersebut memiliki arti bahwa probabilitas bibit
yang terkontaminasi akibat perubahan cuaca yang melebihi batas normal yaitu 85
kilogram adalah 54.8 persen.

Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi

Analisis dampak risiko yang dilakukan menggunakan metode VaR (value at


risk) memiliki tujuan untuk mengetahui suatu dampak kerugian yang ditimbulkan
oleh masing-masing sumber risiko produksi dengan satuan rupiah. Besaran nilai
kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi yang
sebenarnya, jika risiko produksi tersebut terjadi maka dilakukan penetapan
besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan.
Perhitungan dampak risiko produksi ditentukan tingkat keyakinan yang
digunakan yaitu 95 persen dan sisa error yaitu sebesar 5 persen. Produktivitas
bibit jamur tiram putih rata-rata 0.15 kilogram per botol media tanam dan harga
jual yaitu Rp 20 000 per kilogram. Analisis dampak sumber risiko pencampuran
bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pada Lampiran 6 menunjukkan dampak yang diakibatkan oleh sumber risiko
kegagalan pencampuran bahan baku adalah Rp 2 478 023 pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang
diderita akibat kegagalan pencampuran bahan baku adalah 2 478 023, namun
kemungkinan kerugian di atas Rp 2 478 023 sebesar 5 persen. Analisis dampak
sumber risiko kegagalan proses sterilisasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh
sumber risiko kegagalan proses sterilisasi adalah Rp 10 595 238 pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang
diderita akibat kegagalan proses sterilisasi adalah Rp. 10 595 238, namun
kemungkinan kerugian di atas Rp 10 595 238 sebesar 5 persen. Analisis dampak
sumber risiko kegagalan proses inokulasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh
sumber risiko kegagalan proses inokulasi adalah Rp 17 242 140 pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang
diderita akibat kegagalan proses inokulasi adalah Rp 17 242 140, namun
kemungkinan kerugian di atas Rp. 17 242 140 sebesar 5 persen. Analisis dampak
sumber risiko serangan hama dapat dilihat pada Lampiran 9.
Pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh
sumber risiko serangan hama adalah Rp. 88 793 pada tingkat kepercayaan 95
36

persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat
serangan hama inokulasi adalah Rp. 88 793, namun kemungkinan kerugian di atas
Rp. 88 793 sebesar 5 persen. Analisis dampak sumber risiko perubahan cuaca
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh
sumber risiko perubahan cuaca adalah Rp. 1 966 221 pada tingkat kepercayaan 95
persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat
perubahan cuaca inokulasi adalah Rp. 1 966 221, namun kemungkinan kerugian
di atas Rp. 1 966 221 sebesar 5 persen. Hasil perhitungan probabilitas dan dampak
sumber risiko dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak Sumber Risiko


Sumber Risiko Probabilitas (%) Dampak (Rp) Kontribusi (%)
Pencampuran Bahan Baku 60.3 2 478 023 7.66
Kegagalan Sterilisasi 45.2 10 595 238 33.00
Kegagalan Inokulasi 62.5 17 242 710 53.56
Serangan Hama 12.1 88 794 0.25
Perubahan Suhu 54.8 1 966 222 5.53

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa nilai probabilitas masing-masing


sumber risiko produksi dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu kegagalan
inokulasi sebesar 62.5 persen, pencampuran bahan baku sebesar 60.3 persen,
perubahan suhu sebesar 54.8 persen, kegagalan sterilisasi sebesar 45.2 persen dan
serangan hama sebesar 12.1 persen.

Pemetaan Risiko

Penempatan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya


berada dimana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Untuk mengetahui
posisi yang sebenarnya maka perlu dihitung status risikonya. Status risiko
diperoleh dari hasil perkalian antara probabilitas dan dampak. Status risiko
menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko sampai dengan yang
paling tidak berisiko. Nilai dari status risiko dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi


Sumber Risiko Probabilitas (%) Dampak (Rp) Status Risiko (Rp)
Pencampuran Bahan Baku 60.3 2 478 023 1 053 160
Kegagalan Sterilisasi 45.2 10 595 238 6 823 334
Kegagalan Inokulasi 62.5 17 242 710 9 034 881
Hama 12.1 88 794 10 744
Perubahan Suhu 54.8 1 966 222 1 046 030

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui tingkat risiko dari kelima sumber


risiko. Status risiko terbesar sampai terkecil yaitu kegagalan inokulasi, perubahan
suhu, perubahan suhu, kegagalan sterilisasi dan serangan hama. Status risiko
menggambarkan urutan prioritas pada sumber risiko. Setelah diperoleh hasil
probabilitas dan dampak risiko, langkah selanjutnya adalah pemetaan risiko.
37

Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua
sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabiitas dan sumbu horizontal
menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil
perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang dilakukan sebelumnya.
Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Sementara itu, dampak risiko
dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara
probabilitas atau kemungkinan besar dan kecil serta dampak besar dan dampak
kecil dihasilkan dari rata-rata kemungkinan dan dampak yang diperoleh. Batas
penilaian ini juga dikorelasikan dengan batas keyakinan dari pemilik perusahaan
dan hasil yang diperoleh peneliti juga tidak jauh berbeda. Nilai yang membatasi
probabilitas besar dan kecil adalah sebesar 47 persen.
Batas probabilitas tersebut ditentukan berdasarkan pengalaman lama
berusaha dan persentase terjadinya kejadian yang menjadi sumber risiko. Sama
halnya dengan probabilitas, batas dampak risiko besar dan kecil juga ditentukan
oleh pemilik usaha yaitu Rp. 6 474 083. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan
hasil wawancara dengan pemilik. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan kerugian
yang pernah dialami oleh pelaku usaha. Kerugian tersebut masih dapat ditoleransi
oleh pelaku usaha. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko dari setiap
sumber risiko produksi dapat dilihat pada Gambar 12.
.

Probabilitas (%) Kuadran I Kuadran II


Kegagalan
Pencampuran Inokulasi
Besar bahan baku
 Suhu

47%
Kuadran III Kuadran IV
 Kegagalan
Kecil
sterilisasi

 Hama

Dampak (Rp) Kecil Rp 6 474 083 Besar

Gambar 12 Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi

Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa posisi dari sumber di dalam peta risiko.
Kegagalan inokulasi berada pada kuadran II yang memiliki probabilitas besar dan
dampak besar. Sumber risiko pencampuran bahan baku dan perubahan suhu
berada di kuadran I yang memiliki probabilitas besar dan dampak kecil.
Sedangkan sumber risiko kegagalan sterilisasi berada di kuadran IV yang
memiliki probabilitas kecil dan dampak yang besar, serta serangan hama berada di
kuadran III yang memiliki probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sumber risiko kegaagalan inokulasi merupakan sumber risiko
yang harus segera ditanggulangi, karena memiliki dampak dan probabilitas
38

tertinggi yang akan memberikan kerugian terhadap perusahaan. Hasil dari


pemetaan risiko akan digunakan untuk menentukan strategi penanganan yang
tepat dalam pengendalian risiko produksi yang dihadapi.

Strategi Penanganan Risiko

Pada pemetaan risiko diperoleh hasil pada kuadran I terdapat sumber risiko
produksi yaitu pencampuran bahan baku dan perubahan suhu. Pada kuadran II
terdapat sumber risiko produksi yaitu kegagalan inokulasi. Pada kuadran III
terdapat sumber risiko serangan hama dan pada kuadran IV terdapat sumber risiko
yaitu kegagalan sterilisasi. Berdasarkan hasil pemetaan maka sumber risiko yang
berada di kuadran I ditangani dengan cara preventif dan sumber risiko yang
berada di kuadran IV ditangani dengan cara mitigasi, sedangkan sumber risiko
yang berada di kuadran II ditangani dengan cara preventif dan mitigasi. Strategi
preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya sumber risiko. Strategi mitigasi
dilakukan untuk mengurangi dampak yang menimbulkan akibat sumber risiko.
Sumber risiko pencampuran bahan baku dan perubahan suhu berada di
kuadran I. Sumber risiko yang berada di kuadran I dapat ditangani dengan strategi
preventif. Strategi preventif dilakukan agar sumber risiko berpindah dari kuadran
I ke kuadran III untuk mengurangi probabilitas sumber risiko. Strategi preventif
untuk menangani sumber risiko pencampuran bahan baku antara lain adalah: 1)
Melakukan pengawasan secara intensif terhadap proses pencampuran bahan baku,
sehingga proses tersebut dapat berjalan secara optimal, dan 2) Memberikan
pelatihan tentang pencampuran bahan baku terhadap pegawai yang bekerja pada
proses tersebut dapat bekerja secara optimal dan mampu mengurangi probabilitas
kegagalan akibat risiko pencampuran bahan baku. Strategi preventif untuk
menangani sumber risiko perubahan suhu antara lain adalah: 1) Memasang
hygrometer sebagai pengatur suhu udara, dan 2) Melakukan pengecekan intensif
terhadap suhu ruangan secara berkala.
Sumber risiko kegagalan sterilisasi berada di kuadran IV. Sumber risiko
yang berada di kuadran IV dapat ditangani dengan strategi mitigasi. Strategi
mitigasi dilakukan agar sumber risiko berpindah dari kuadran IV ke kuadran III
untuk mengurangi dampak dari sumber risiko. Strategi mitigasi untuk menangani
sumber risiko kegagalan sterilisasi antara lain adalah dengan cara menggunakan
mesin steamer dengan kapasitas yang lebih besar agar bibit dapat disterilkan
dalam jumlah yang lebih banyak dan dapat tersusun lebih rapi sehingga dapat
menurunkan dampak kerugian dari risiko tersebut.
Sumber risiko kegagalan inokulasi berada di kuadran II. Sumber risiko yang
berada di kuadran II dapat ditangani dengan strategi preventif dan mitigasi.
Strategi preventif dilakukan agar sumber risiko dapat berpindah ke kuadran IV
sehingga dapat memperkecil probabilitas sumber risiko. Strategi mitigasi
dilakukan agar sumber risiko dapat berpindah ke kuadran III sehingga dapat
memperkecil dampak dari sumber risiko. Strategi preventif yang dapat digunakan
untuk menangani sumber risiko kegagalan inokulasi, antara lain: 1) Memperbaiki
dan melakukan pengecekan terhadap prosedur dalam menjalankan proses
inokulasi, 2) Melakukan pengencekan intensif terhadap kebersihan ruangan, alat
dan tenaga kerja yang berada di ruangan inokulasi, dan 3) Memberikan pelatihan
khusus tentang proses kegiatan inokulasi terhadap tenaga kerja yang bekerja di
39

bidang inokulasi. Strategi mitigasi yang dapat digunakan untuk menangani


sumber risiko kegagalan inokulasi yaitu dengan melakukan kegiatan inokulasi di
ruangan yang lebih bersih dan lebih nyaman digunakan serta melakukan
perawatan terhadap saran dan prasarana pada kegiatan inokukasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian yang dilakukan mengenai analisis risiko produksi bibit jamur
tiram putih pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom dapat disimpulkan bahwa :
1. Sumber risiko produksi yaitu Kegagalan pencampuran bahan baku,
kegagalan sterilisasi, kegagalan inokulasi, perubahan cuaca dan serangan
hama
2. Berdasarkan hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko
menggunakan metode Z-score, diperoleh nilai probabilitas setiap sumber
risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu 1) Kegagalan
inokulasi sebesar 62.5 persen, 2) Pencampuran bahan baku sebesar 60.3
persen, 3) Perubahan suhu sebesar 54.8 persen, 4) Kegagalan sterilisasi
sebesar 45.2 persen, dan 5) Serangan hama sebesar 12.1 persen.
3. Strategi penanganan risiko produksi jamur tiram putih yang digunakan
adalah yaitu strategi preventif dan mitigasi.

Saran

Berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan, maka peneliti mengajukan


saran berupa alternatif strategi penanganan risiko yaitu:
1. Melakukan pencegahan untuk menangani sumber risiko kegagalan
sterilisasi, diantaranya adalah menggunakan mesin steamer dengan
kapasitas yang lebih besar agar bibit dapat disterilkan dalam jumlah yang
lebih banyak dan dapat tersusun lebih rapi sehingga dapat menurunkan
dampak kerugian dari risiko tersebut.
2. Melakukan pencegahan untuk menangani sumber risiko perubahan suhu,
diantaranya adalah a) memasang hygrometer sebagai pengatur suhu udara,
dan b) melakukan pengecekan intensif terhadap suhu ruangan secara
berkala.
3. Melakukan pencegahan untuk menangani sumber risiko kegagalan
inokulasi, diantaranya adalah a) memperbaiki dan melakukan pengecekan
terhadap prosedur dalam menjalankan proses inokulasi b) melakukan
pengencekan intensif terhadap kebersihan ruangan, alat dan tenaga kerja
yang berada di ruangan inokulasi. c) memberikan pelatihan khusus tentang
proses kegiatan inokulasi terhadap tenaga kerja yang bekerja di bidang
inokulasi. d) melakukan kegiatan inokulasi di ruangan yang lebih bersih
dan lebih nyaman digunakan serta melakukan perawatan terhadap saran
dan prasarana pada kegiatan inokukasi.
40

4. Melakukan pencegahan untuk menangani sumber risiko pencampuran


bahan baku, antara lain adalah 1) Melakukan pengawasan secara intensif
terhadap proses pencampuran bahan baku, sehingga proses tersebut dapat
berjalan secara optimal, dan 2) Memberikan pelatihan tentang
pencampuran bahan baku terhadap pegawai yang bekerja pada proses
tersebut dapat bekerja secara optimal dan mampu mengurangi probabilitas
kegagalan akibat risiko pencampuran bahan baku.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. Statistik Pertanian 2015. [Internet] [Diunduh pada
tanggal 6 April 2016]
[Diperta] Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2015. Data Produksi Jamur di
Jawa Barat [Internet]. [diunduh 6 April 2016]. Tersedia pada:
http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/545
Andessa D. 2014. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada DD.
Mushroom di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Darmawi H. 2008. Manajemen Risiko. Jakarta : PT Bumi Aksara
Harwood, J.R. Heifner, K. Coble, T. Perry, and A. Somwaru. 1999. Managing
Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis. Agricultural Economic
Report No. 774. Market and Trade Economic Division and Resource
Economics Division, Economic Research Service U.S. Department of
Agriculture.
Kadarshan HW. 1992. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan
Agribisinis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.
Jakarta:PPM.
Muwahid A. H. 2013. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada CV Jaya
Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Putri M. P. 2013. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung
Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi
kasus: Kumbung Jamur Bapak Ramadin) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Robinson, L. J., P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New
York : Macmillan Publishing Company.
Situngkir E. 2013. Analisis Sumber-Sumber Risiko Pada Proses Produksi JAmur
Tiram Putih (Studi kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Umar H. 2001. Manajemen Risiko Bisnis. Pendekatan Finansial dan Nonfinansial.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
41

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Analisis Probabilitas Sumber Risiko Pencampuran Bahan Baku


Tahun Bulan Produksi Bibit (Kg) Panen Bibit (Kg) Kegagalan (Kg)
2014 Agustus 4 272 2 681 115
2014 September 4 124 2 486 123
2014 Oktober 4 199 2 582 124
2014 November 4 236 2 637 124
2014 Desember 4 385 2 744 125
2015 Januari 4 380 2 786 122
2015 Februari 4 358 2 726 124
2015 Maret 4 072 2 529 116
2015 April 4 224 2 699 115
2015 Mei 3 777 2 173 112
2015 Juni 3 918 2 378 122
2015 Juli 4 176 2 607 126
2015 Agustus 4 527 3 017 130
Total 1578
Rata-rata 121
St. Deviasi 5.293
X 120
Z -0.26
Nilai pada Tabel Z (%) 39.7
Probabilitas (%) 60.3

Lampiran 2 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Kegagalan Sterilisasi


Tahun Bulan Produksi Bibit (Kg) Panen Bibit (Kg) Kegagalan (Kg)
2014 Agustus 4 272 2 681 506
2014 September 4 124 2 486 527
2014 Oktober 4 199 2 582 529
2014 November 4 236 2 637 530
2014 Desember 4 385 2 744 528
2015 Januari 4 380 2 786 531
2015 Februari 4 358 2 726 528
2015 Maret 4 072 2 529 507
2015 April 4 224 2 699 504
2015 Mei 3 777 2 173 543
2015 Juni 3 918 2 378 516
2015 Juli 4 176 2 607 547
2015 Agustus 4 527 3 017 505
Total 6798
Rata-rata 523
St. Deviasi 14.31
X 500
Z -1.604
Nilai pada Tabel Z (%) 54.8
Probabilitas (%) 45.2
42

Lampiran 3 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Kegagalan Inokulasi


Tahun Bulan Produksi Bibit (Kg) Panen Bibit (Kg) Kegagalan (Kg)
2014 Agustus 4 272 2 681 895
2014 September 4 124 2 486 882
2014 Oktober 4 199 2 582 857
2014 November 4 236 2 637 840
2014 Desember 4 385 2 744 878
2015 Januari 4 380 2 786 817
2015 Februari 4 358 2 726 854
2015 Maret 4 072 2 529 839
2015 April 4 224 2 699 834
2015 Mei 3 777 2 173 879
2015 Juni 3 918 2 378 825
2015 Juli 4 176 2 607 828
2015 Agustus 4 527 3 017 808
Total 11 037
Rata-rata 849
St. Deviasi 27.64
X 840
Z -0.324
Nilai pada Tabel Z (%) 37.5
Probabilitas (%) 62.5
Lampiran 4 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Serangan Hama
Tahun Bulan Produksi Bibit (Kg) Panen Bibit (Kg) Kegagalan (Kg)
2014 Agustus 4 272 2 681 3.15
2014 September 4 124 2 486 2.10
2014 Oktober 4 199 2 582 3.45
2014 November 4 236 2 637 3.75
2014 Desember 4 385 2 744 4.20
2015 Januari 4 380 2 786 2.85
2015 Februari 4 358 2 726 2.70
2015 Maret 4 072 2 529 5.10
2015 April 4 224 2 699 3.90
2015 Mei 3 777 2 173 4.80
2015 Juni 3 918 2 378 5.85
2015 Juli 4 176 2 607 5.10
2015 Agustus 4 527 3 017 4.05
Total 51
Rata-rata 3.92
St. Deviasi 1.09
X 2
Z -1.77
Nilai pada Tabel Z (%) 87.9
Probabilitas (%) 12.1
43

Lampiran 5 Tabel Analisis Probabilitas Risiko Perubahan Cuaca


Tahun Bulan Produksi Bibit (Kg) Panen Bibit (Kg) Kegagalan (Kg)
2014 Agustus 4 272 2 681 72
2014 September 4 124 2 486 103
2014 Oktober 4 199 2 582 104
2014 November 4 236 2 637 101
2014 Desember 4 385 2 744 106
2015 Januari 4 380 2 786 120
2015 Februari 4 358 2 726 124
2015 Maret 4 072 2 529 76
2015 April 4 224 2 699 69
2015 Mei 3 777 2 173 66
2015 Juni 3 918 2 378 72
2015 Juli 4 176 2 607 63
2015 Agustus 4 527 3 017 64
Total 1 140
Rata-rata 88
St. Deviasi 22.26
X 85
Z -0.12
Nilai pada Tabel Z (%) 46.8
Probabilitas (%) 53.2

Lampiran 6 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Pencampuran


Bahan Baku
Tahun Bulan Kegagalan (Kg) Harga (Rp/Kg) Kerugian (Rp)
2014 Agustus 115 20 000 2 301 000
2014 September 123 20 000 2 469 000
2014 Oktober 124 20 000 2 487 000
2014 November 124 20 000 2 481 000
2014 Desember 125 20 000 2 505 000
2015 Januari 122 20 000 2 445 000
2015 Februari 124 20 000 2 478 000
2015 Maret 116 20 000 2 313 000
2015 April 115 20 000 2 292 000
2015 Mei 112 20 000 2 241 000
2015 Juni 122 20 000 2 442 000
2015 Juli 126 20 000 2 511 000
2015 Agustus 130 20 000 2 595 000
Total 31 560 000
Rata-rata 2 427 692
St. Deviasi 105 861.85
Z 1.645
VaR 2 478 023
44

Lampiran 7 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Proses Sterilisasi


Tahun Bulan Kegagalan (Kg) Harga (Rp/Kg) Kerugian (Rp)
2014 Agustus 506 20 000 10 113 000
2014 September 527 20 000 10 533 000
2014 Oktober 529 20 000 10 572 000
2014 November 530 20 000 10 590 000
2014 Desember 528 20 000 10 563 000
2015 Januari 531 20 000 10 620 000
2015 Februari 528 20 000 10 551 000
2015 Maret 507 20 000 10 137 000
2015 April 504 20 000 10 089 000
2015 Mei 543 20 000 10 857 000
2015 Juni 516 20 000 10 311 000
2015 Juli 547 20 000 10 938 000
2015 Agustus 505 20 000 10 095 000
Total 135 969 000
Rata-rata 10 459 154
St. Deviasi 286 232.96
Z 1.645
VaR 10 595 238

Lampiran 8 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Proses Inokulasi


Tahun Bulan Kegagalan (Kg) Harga (Rp/Kg) Kerugian (Rp)
2014 Agustus 895 20 000 17 895 000
2014 September 882 20 000 17 649 000
2014 Oktober 857 20 000 17 136 000
2014 November 840 20 000 16 806 000
2014 Desember 878 20 000 17 559 000
2015 Januari 817 20 000 16 338 000
2015 Februari 854 20 000 17 088 000
2015 Maret 839 20 000 16 782 000
2015 April 834 20 000 16 671 000
2015 Mei 879 20 000 17 583 000
2015 Juni 825 20 000 16 497 000
2015 Juli 828 20 000 16 560 000
2015 Agustus 808 20 000 16 167 000
Total 220 731 000
Rata-rata 16 979 308
St. Deviasi 552 827.03
Z 1.645
VaR 17 242 140
45

Lampiran 9 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Serangan Hama


Tahun Bulan Kegagalan (Kg) Harga (Rp/Kg) Kerugian (Rp)
2014 Agustus 3.15 20 000 63 000
2014 September 2.10 20 000 42 000
2014 Oktober 3.45 20 000 69 000
2014 November 3.75 20 000 75 000
2014 Desember 4.20 20 000 84 000
2015 Januari 2.85 20 000 57 000
2015 Februari 2.70 20 000 54 000
2015 Maret 5.10 20 000 102 000
2015 April 3.90 20 000 78 000
2015 Mei 4.80 20 000 96 000
2015 Juni 5.85 20 000 117 000
2015 Juli 5.10 20 000 102 000
2015 Agustus 4.05 20 000 81 000
Total 1 020 000
Rata-rata 78 462
St. Deviasi 21 731.76
Z 1.645
VaR 88 793

Lampiran 10 Tabel Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Cuaca


Tahun Bulan Kegagalan (Kg) Harga (Rp/Kg) Kerugian (Rp)
2014 Agustus 72 20 000 1 449 000
2014 September 103 20 000 2 058 000
2014 Oktober 104 20 000 2 082 000
2014 November 101 20 000 2 022 000
2014 Desember 106 20 000 2 112 000
2015 Januari 120 20 000 2 403 000
2015 Februari 124 20 000 2 475 000
2015 Maret 76 20 000 1 521 000
2015 April 69 20 000 1 383 000
2015 Mei 66 20 000 1 311 000
2015 Juni 72 20 000 1 446 000
2015 Juli 63 20 000 1 269 000
2015 Agustus 64 20 000 1 278 000
Total 22 809 000
Rata-rata 1 754 538
St. Deviasi 445 242.93
Z 1.645
VaR 1 966 221
46

Lampiran 11 Jumlah kegagalan produksi bibit berdasarkan sumber-sumber risiko pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom

Kg
Jumlah Penyebab kontaminasi
Jumlah Jumlah
Tahun Bulan Produksi Pencampuran Kegagalan Kegagalan
Hama Cuaca Kontaminasi Panen Bibit
Bibit Bahan Baku Sterilisasi Inokulasi
2014 Agustus 4 272 115 506 895 3.15 72 1 591 2 681
2014 September 4 124 123 527 882 2.10 103 1 638 2 486
2014 Oktober 4 199 124 529 857 3.45 104 1 617 2 582
2014 November 4 236 124 530 840 3.75 101 1 599 2 637
2014 Desember 4 385 125 528 878 4.20 106 1 641 2 744
2015 Januari 4 380 122 531 817 2.85 120 1 593 2 786
2015 Februari 4 358 124 528 854 2.70 124 1 632 2 726
2015 Maret 4 072 116 507 839 5.10 76 1 543 2 529
2015 April 4 224 115 504 834 3.90 69 1 526 2 699
2015 Mei 3 777 112 543 879 4.80 66 1 604 2 173
2015 Juni 3 918 122 516 825 5.85 72 1 541 2 378
2015 Juli 4 176 126 547 828 5.10 63 1 569 2 607
2015 Agustus 4 527 130 505 808 4.05 64 1 511 3 017
Rata-rata 4 204 121 523 849 4 88 1585
47

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 19 Februari 1992. Penulis merupakan


anak kesebelas dari sebelas bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Abdul Gaffar
Fattah dan Ibu Siti Khadijah. Penulis pertama kali menjalani pendidikan pada
tahun 1997 hingga tahun 1998 di taman kanak-kanak Amaliah. Tahun 1998
penulis melanjutkan pendidikan di tingkat sekolah dasar di SD Amaliah Ciawi-
Bogor hingga tahun 2004.
Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah
pertama di SMP Insan Kamil Bogor hingga tahun 2006. Penulis melanjutkan
jenjang pendidikan di tingkat sekolah menenangah atas di SMA Insan Kamil
Bogor jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hingga tahun 2009.
Penulis melanjutkan pendidikan di Program Diploma Institut Pertanian
Bogor tahun 2009 pada program keahlian Manajemen Agribisnis melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis melanjutakn kembali pendidikan
sarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima pada program Alih Jenis
Agribisnis pada tahun 2013.

You might also like