Professional Documents
Culture Documents
H16 Anz
H16 Anz
ANZALUDDIN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Manajemen
Risiko Produksi Bibit Jamur Tiram Putih Pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom
di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah karya saya sendiri
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Anzaluddin
H34134077
*
*
Perlimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
iii
ABSTRAK
Usaha budidaya bibit jamur tiram putih pada perusahaan Rimba Jaya
Mushroom memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda dalam proses
produksinya. Hasil produksi yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya
fluktuasi hasil produksi yang mengindikasikan terdapat sumber risiko pada proses
produksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis probabilitas
atau frekuensi dan kerugainnya, serta menganalisis alternatif strategi untuk
menangani risiko. Metode analisis yang digunakan menggunakan perhitungan standar
deviasi, z-score, dan value at Risk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan
produksi disebabkan oleh lima sumber risiko, yaitu: sumber risiko kegagalan
pencampuran bahan baku, kegagalan sterilisasi, kegagalan inokulasi, perubahan cuaca
dan serangan hama. Sumber risiko kegagalan inokulasi merupakan sumber risiko
dengan tingkat probabilitas tertinggi, selanjutnya sumber risiko pencampuran bahan
baku, sumber risiko perubahan suhu, sumber risiko kegagalan sterilisasi, dan yang
terakhir sumber risiko serangan hama. Alternatif strategi yang dapat digunakan dalam
mengatasi sumber risiko tersebut adalah strategi preventif dan strategi mitigasi.
ANZALUDDIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
v
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Produksi
Bibit Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom di Kecamatan
Ciawi, Bogor”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 dan merupakan
bagian dari proses belajar dalam memenuhi protensi dan permasalahan yang
dihadapi dunia agribisnis.
Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Orang tua yang selalu
memberikan dukungan dan doa. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
Yanti Nuraeni M, SP M Agribus selaku dosen pembimbing dan Tintin Sarianti,
SP, MM selaku dosen evaluator kolokium. Saya juga ucapkan terima kasih
kepada kedua dosen penguji saya, yaitu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi dan Feryanto,
WK. SP. M.Si. Serta terima kasih kepada Bapak Guntur Irawan Putra selaku
Rimba Jaya Mushroom yang menjadi tempat observasi. Dengan segala keterbasan
yang ada smelalui skripsi ini kiranya dapat memberikan masukan yang
bermanfaat berupa informasi bagi pembaca. Segala saran dan kritik yang
membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sangat diharapkan. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Anzaluddin
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Risiko 12
2 Strategi Preventif Risiko 14
3 Mitigasi Risiko 15
4 Kerangka Pemikiran Operasional Manajemen Risiko Produksi Bibit Jamur
Tiram Putih Di Rimba Jaya Mushroom 16
5 Struktur Organisasi Di Rimba Jaya Mushroom 22
6 Alur Produksi Jamur Tiram Putih 23
7 Contoh Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Tumbuh Dan Terkontaminasi 27
8 Perbedaan Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Panen Dan Siap Panen 28
9 Bibit Yang Ditumbuhi Oncom 29
10 Bibit Yang Terkontaminasi Akibat Kegagalan Proses Inokulasi 31
11 Media Tanam Bibit Jamur Yang Terserang Hama Dan Terkontaminasi Akibat
Perubahan Suhu 34
12 Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi 37
ix
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Jumlah produksi sayuran di provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 - 2014
Tahun (Ton)
Sayuran
2010 2011 2012 2013 2014
Tomat 304 775 354 832 294 009 353 340 3 046 870
Cabai Merah 166 691 195 385 201 384 250 914 2 532 961
Kentang 275 100 220 155 261 967 258 717 2 453 319
Kubis 286 648 270 782 301 241 319 792 2 969 430
Jamur 19 623 166 33 846 602 31 835 222 32 683 883 25 194 471
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2015 (diolah)
Tabel 3 Data Produktivitas jamur tiram putih per kecamatan sentra di Kabupaten
Bogor (2014)
Jumlah Baglog Jumlah Produktivitas
No Kecamatan
(log) Produksi (kg) (kg/log)
1 Tajur Halang 739 130 340 000 0.46
2 Dramaga 538 776 264 000 0.49
3 Ciawi 2 426 540 1 213 270 0.50
4 Megamendung 2 291 458 1 099 900 0.48
5 Cisarua 878 113 465 400 0.53
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2015 (diolah)
dari jumlah baglog yang dihasilkan sebanyak 538 776 log, sehingga produktivitas
jamur tiram putih pada kecamatan Dramaga sebesar 0.49 kg/log. Kecamatan
Ciawi menghasilkan jamur tiram putih sebesar 1 213 270 kilogram dari jumlah
baglog yang dihasilkan sebanyak 2 426 540 log, sehingga produktivitas jamur
tiram putih pada kecamatan Ciawi sebesar 0.50 kg/log. Kecamatan Megamendung
menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 1 099 900 kilogram dari jumlah baglog
yang dihasilkan sebanyak 2 291 458 log, sehingga produktivitas jamur tiram putih
pada kecamatan Megamendung sebesar 0.48 kg/log. Kecamatan Cisarua
menghasilkan jamur tiram putih sebanyak 465 400 kilogram dari jumlah baglog
yang dihasilkan sebanyak 878 113 log, sehingga produktivitas jamur tiram putih
pada Kecamatan Cisarua sebesar 0.53 kg/log. Disimpulkan bahwa kecamatan
Ciawi merupakan sentra produksi jamur tiram putih di kabupaten Bogor dengan
jumlah produksi jamur tiram putih terbesar yaitu sebanyak 1 213 270 kilogram.
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses produksi jamur tiram putih
yaitu bibit. Penggunaan bibit jamur tiram putih pada proses produksi jamur tiram
putih mempengaruhi kualitas dan kuantitas jamur tiram putih yang dihasilkan.
Jika pada proses produksi jamur tiram putih menggunakan bibit yang tidak
berkualitas, maka jamur tiram putih yang dihasilkan tidak berkualitas serta
jumlahnya lebih sedikit dan sebaliknya, jika pada proses produksi jamur tiram
putih menggunakan bibit jamur tiram putih yang berkualitas, maka jamur tiram
putih yang dihasilkan akan berkualitas dan jumlah yang dihasilkan akan lebih
banyak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bibit yang berkualitas
pada proses produksi jamur tiram putih merupakan nilai tambah yang dimiliki
oleh setiap perusahaan jamur tiram putih. Namun dalam prakteknya, tidak semua
bibit yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang diharapkan, karena dalam usaha
pembibitan terdapat risiko yang harus dihadapi oleh pengusaha, hal tersebut
terlihat pada tingginya tingkat kontaminasi yang terdapat pada proses produksi
bibt jamur tiram putih. Pada kecamatan Ciawi terdapat perusahaan yang bergerak
di bidang budidaya jamur tiram putih dengan bibit sebagai salah satu produk yang
dihasilkan serta diakui kualitasnya adalah Rimba Jaya Mushroom.
Rimba Jaya Mushroom adalah perusahaan perseorangan yang bergerak di
bidang agribisnis yaitu budidaya tanaman jamur tiram putih. Beberapa produk
yang dihasilkan berupa jamur tiram putih segar, baglog pertumbuhan jamur tiram
putih dan bibit jamur tiram putih. Bibit yang diproduksi oleh Rimba Jaya
Mushroom dibuat dalam kemasan botol saus ukuran 340 mililiter dengan berat
rata-rata 250 gram per botol, umur optimal bibit yaitu 30 hingga 40 hari, warna
bibit putih merat, tidak terkontaminasi, dan belum ditumbuhi jamur. Bibit dapat
digunakan pada media tanam jamur tiram putih setelah semua bagian dari media
tanam berwarna putih karena ditumbuhi miselia jamur. Tingkat kematian bibit
yang tinggi pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom menyebabkan jumlah hasil
produksi bibit jamur tiram putih berfluktuasi, hal tersebut mengindikasikan
adanya sumber risiko pada proses produksi bibit sehingga menyebabkan Rimba
Jaya Mushroom belum mampu memenuhi permintaan plasma terhadap bibit
jamur tiram putih. Pada dasarnya, langkah-langkah dalam proses pembuatan bibit
jamur tiram putih hampir sama dengan proses produksi jamur tiram putih, namun
ada beberapa hal yang membedakan kedua proses tersebut, yaitu bahan yang
digunakan dalam proses produksi serta tingkat kesulitan. Bibit jamur tiram putih
merupakan produk yang sangat rentan dan mudah terkontaminasi oleh lingkungan
4
Perumusan Masalah
Tabel 4 Jumlah panen bibit dan Produktivitas bibit jamur tiram putih pada Rimba
Jaya Mushroom, Januari-Desember 2014
Jumlah Persentase Permintaan
Jumlah panen
No Bulan Produksi bibit kegagalan Plasma
bibit (Kg)
(Kg) (%) (Kg)
1 Januari 4 148 2 762 33 3 000
2 Februari 4 476 2 894 35 3 000
3 Maret 4 165 2 487 40 3 000
4 April 4 294 2 364 45 3 000
5 Mei 4 285 2 467 42 3 200
6 Juni 4 179 2 546 39 3 200
7 Juli 4 108 2 686 35 3 200
8 Agustus 4 272 2 681 37 3 200
9 September 4 124 2 486 40 3 200
10 Oktober 4 199 2 582 39 3 200
11 November 4 236 2 637 38 3 500
12 Desember 4 385 2 744 37 3 500
Rata-rata 4 239 2 611 38 3 183
Sumber : Rimba Jaya Mushroom, 2015 (diolah)
perlu adanya solusi guna mengurangi terjadinya fluktuasi produksi bibit jamur
tiram putih dan meminimalkan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
produksi.Berdasarkan hal tersebut perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1 Apa saja sumber-sumber risiko produksi bibit jamur tiram putih yang dihadapi
oleh perusahaan Rimba Jaya Mushroom?
2 Bagaimana probabilitas atau peluang terjadinya risiko serta kerugian yang
dihadapi masing-masing sumber risiko tersebut?
3 Bagaimana strategi dapat digunakan oleh perusahaan dalam upaya
mengurangi probabilitas dan dampak masing-masing sumber risiko?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
1. Komoditas yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah bibit jamur tiram
putih yang diusahakan pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom di Kecamatan
Ciawi
2. Data yang digunakan merupakan data produksi pada tahun 2014
3. Lingkup kajian masalah yang diteliti yaitu mengenai sumber-sumber risiko
dikaitkan dengan masa produksi bibit jamur tiram putih pada pada perusahaan
Rimba Jaya Mushroom dan strategi penanganan risiko produksi bibit jamur
tiram putih.
4. Risiko produksi bibit jamur tiram putih yang diteliti yaitu pada masa
pencampuran bahan baku bibit jamur tiram putih hingga panen bibit jamur
tiram putih.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-Sumber Risiko
pertumbuhan adalah bahan baku serbuk kayu yang kasar, pencampuran bahan
baku yang tidak merata, baglog yang kurang padat, pengikatan plastic media
tanam longgar, kematangan baglog tidak sempurna, peralatan, tempat dan tenaga
kerja tidak higienis, kesalahan penyusunan balog ke rak-rak kumbung inkubasi,
dan serangan hama di kumbung inkubasi dan kumbung pertumbuhan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, diperoleh variabel-variabel yang menjadi
sumber risiko produksi yaitu cuaca, hama, sumberdaya manusia dan penyakit,
kesalahan teknis atau mekanis. Variabel-variabel tersebut juga diduga menjadi
sumber risiko pada produksi bibit jamur tiram putih yang diteliti dalam penelitian
ini.
dampak risiko terbesar yang harus dihadapi oleh Bapak Ramadin berasal dari
sumber risiko perubahan suhu udara pada kumbung, yaitu sebesar Rp 4 894 127.
Penelitian Situngkir (2013) mengenai analisis sumber-sumber risiko pada
proses produksi jamur tiram putih pada Perusahaan Rimba Jaya Mushroom
menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk mengidentifikasi sumber risiko yang terdapat pada proses
produksi jamur tiram putih di Rimba Jaya Mushroom, sedangkan analisis
kuantitatif digunakan untuk menilai sumber-sumber risiko produksi jamur tiram
putih berdasarkan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber
risiko. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber risiko yang yang
menimbulkan nilai kerugian paling besar berasal dari sumber risiko pada proses
sterilisasi dengan nilai kerugian sebesar Rp 2 921 420.
Berdasarkan peneilitian-penelitian terdahulu, metode yang digunakan untuk
pengukuran risiko yaitu menggunakan metode analisis risiko dengan
menggunakan standard deviation, Z-score, Value at Risk, analisis kualitatif dan
kuantitatif. Selain itu, dapat digunakan metode lainnya untuk mendukung
perhitungan dampak risiko produksi. Hasil perhitungan risiko tersebut nantinya
dapat dipetakan dengan peta risiko untuk melihat peluang dan dampak dari risiko
yang ada. Perhitungan tersebut nantinya juga dapat digunakan dalam kegiatan
peneitian yang akan dilakukan.
proses sterilisasi baglog dan penyakit. Sedangkan untuk sumber risiko perubahan
suhu pada kumbung jamur digunakan strategi preventif dan mitigasi.
Menurut Situngkir (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
strategi yang digunakan oleh perusahaan Rimba Jaya Mushroom dalam
menanggulangi sumber risiko yaitu dengan menggunakan strategi preventif.
Strategi penanganan risiko berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu
nantinya juga dapat diterapkan dalam kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan.
Strategi tersebut yaitu strategi preventif dan mitigasi, serta pemetaan dampak
risiko dengan menggunakan peta risiko.
KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Risiko
Pada dasarnya setiap usaha memiliki risiko, namun apakah risiko tersebut
dapat dideteksi lebih dini atau dapat muncul dengan tiba-tiba, dan bila risiko
tersebut terjadi apakah besarnya risiko dapat mempengaruhi usaha yang sedang
dijalankan. Secara sederhana risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian
yang merugikan. Terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai
risiko: (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan
kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan
menimbulkan kerugian (Kountur 2008).
Menurut Kountur (2008), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini
terjadi akibat dari kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut
apa yang akan terjadi. Risiko itu berhubungan dengan suatu kejadian, dimana
kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika
terjadi akan ada akibatnya berupa kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Harwood et. al (1999), risiko adalah kemungkinan kejadian yang
menimbulkan kerugian. Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan
ketidakpastian.Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan
kepastian dalam berusaha.
Menurut Umar (2001), risiko adalah (a) kesempatan timbulnya kerugian, (b)
probabilitas timbulnya kerugian, (c) ketidakpastian, (d) penyimpangan actual dari
yang diharapkan, (e) terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang
diharapkan. Darmawi (2008) menyimpulkan bahwa risiko dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak
terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukan adanya
10
Sumber-Sumber Risiko
Menurut Harwood et. al (1999), ada beberapa sumber risiko yang dapat
mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, antara
lain :
1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap
perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk
merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input
dan output yang dihasilkan oleh perusahaan.
2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan
keadaan alam seperti perubahan cuaca, serangan hama, dan gulma
3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Contohnya seperti kebijakan bibit
tanaman, kebijakan harga, maupun kebijakan ekspor-impor.
4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan
yang berkaitan dengan perilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat
mempengaruhi perusahaan seperti kesalahan pencatatan data, kesalahan
teknis dan human error.
5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang
financial, seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank, maupun
perubahan UMR (Upah Minimum Regional).
Selain itu, menurut Kountur (2004), risiko dapat dikelompokkan
berdasarkan beberapa sudut pandang, diantaranya: 1) risiko dari sudut pandang
penyebab, 2) risiko dari sudut pandang akibat, dan 3) risiko dari sudut pandang
aktivitas. Risiko dari sudut padang penyebab terdiri dari risiko keuangan dan
risiko operasional. Sedangkan risiko berdasarkan sudut pandang akibat terdiri: a)
11
risiko murni versus risiko spekulatif, b) risiko statis versus risiko dinamis, dan c)
risiko subjektif dan risiko objektif. Menurut Kadarsan (1992) risiko produksi di
sektor pertanian dalam arti luas (tanaman, peternakan, dan perikanan) memiliki
kemungkinan terjadi lebih besar dibandingkan dengan risiko di sector non
pertanian karena sector pertanian sangat dipengaruhi oleh alam, seperti banjir,
cuaca, hama, penyakit, kekeringan, segala bencana alam, dan suhu udara. Selain
dipengaruhi oleh alam kemungkinan terjadinya risiko produksi lebih besar dapat
didorong oleh sifat komoditi pertanian sendiri, antara lain membutuhkan ruang
yang besar (voluminous), mudah rusak (perishable), dan tidak tahan lama (bulky).
Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mencakup seberapa besar kemungkinan risiko akan
terjadi dan seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar
terjadi. Menurut Darmawi (2008) perlunya mengukur risiko yaitu untuk
menentukan relatif pentingnya dan untuk memperoleh informasi yang akan
menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok
untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan untuk mengukur risiko yaitu,
frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi serta keparahan dari kerugian
yang diterima. Sesuatu yang ingin diketahui dari masing-masing dimensi tersebut
yaitu rata-rata nilainya dalam periode anggaran; variasi nilai tersebut, dari satu
periode anggaran ke periode anggaran sebelum dan berikutnya; dampak
keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, jika seandainya kerugian tersebut
ditanggung sendiri, harus dimasukkan dalam analisis, jadi tidak hanya nilainya
dalam rupiah saja.
Pengukuran risiko dilakukan agar derajat kepentingan masing-masing
sumber risiko dapat diketahui dan informasi yang diperlukan dapat diperoleh.
Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan pengukuran probabilitas atau
kemungkinan terjadinya risiko, pengukuran dampak, sehingga dapat diketahui
status risiko yang terjadi. Besarnya kemungkinan terjadinya sebuah kerugian perlu
untuk diketahui, sehingga diperlukan metode pengukuran risiko. Adapun beberapa
metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kemungkinan/probabilitas suatu
risiko, yaitu metode poisson, metode binomial, metode nilai standar (z-score), dan
metode aproksimasi. Semua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu samasama
memerlukan data historis, namun metode poisson dan metode binomial
memerlukan data yang diskrit atau dalam bentuk bulat. Oleh karena itu dalam
perhitungan pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode nilai standar (z-
score). Menurut Kountur (2008) metode yang efektif dalam pengukuran dampak
risiko dikenal dengan istilah VaR (Value at Risk). VaR (Value at Risk) merupakan
salah satu metode yang paling popular dalam manajemen risiko. Penggunaan VaR
dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data
historis dari usaha pada waktu sebelumnya (Kountur 2008). Setelah diketahui
kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkan, langkah
selanjutnya yaitu memetakan hasil yang didapat.
Teknik Pemetaan
Pemetaan risiko terkait dengan dua dimensi yaitu probabilitas terjadinya
risiko dan dampaknya bila risiko tersebut terjadi. Probabilitas yang merupakan
dimensi pertama menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin
12
Besar
Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil
Berdasarkan pada Gambar 1, terdapat empat kuadran utama pada peta risiko.
Kuadran I merupakan area dengan tingkat probabilitas kejadian yang tinggi,
namun dengan dampak yang rendah. Risiko yang secara rutin terjadi ini tidak
terlalu mengganggu pencapaian tujuan dan target perusahaan. Kuadran II
merupakan area dengan tingkat probabilitas sedang sampai tinggi dan tingkat
dampak sedang sampai tinggi. Pada kuadran II merupakan kategori risiko yang
masuk ke dalam prioritas utama. Bila risiko-risiko pada kuadran II terjadi akan
menyebabkan terancamnya pencapaian tujuan perusahaan.
Kuadran III merupakan risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang
rendah dan mengandung dampak yang rendah pula. Risiko-risiko yang muncul
pada kuadran III cenderung diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu
mengalokasikan sumberdayanya untuk menangani risiko tersebut. Walaupun
demikian, manajemen tetap perlu untuk memonitor risiko yang masuk dalam
kuadran III karena suatu risiko bersifat dinamis. Risiko yang saat ini masuk dalam
kuadran III dapat pindah ke kuadran lain bila ada perubahan ekternal maupun
internal yang signifikan. Kuadran IV merupakan area dengan tingkat probabilitas
kejadian antara rendah sampai sedang, namun dengan dampak yang tinggi.
13
Artinya, risiko-risiko dalam kuadran IV cukup jarang terjadi tetapi apabila sampai
terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dan target perusahaan.
Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil
kuadran II dapat bergeser ke kuadran III dan risiko yang berada pada
kuadran I akan bergeser ke kuadran IV. Strategi mitigasi dapat dilakukan
dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur
2008). Strategi mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 3.
Besar
Normal
Kuadran III Kuadran IV
Kecil
Identifikasi Sumber-Sumber
Risiko Produksi
Menggunakan alat
analisis Analisis Risiko dengan
z-score dan Value Pendekatan Kuantitatif
at Risk
Peta Risiko
Preventif dan
Mitigasi Alternatif Strategi Pengelolaan
Risiko
METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data bukan angka yang
bersangkutan dengan gambaran umum petani, kondisi usaha petani, serta
perkembangan usaha petani. Data kuantitatif merupakan data yang berupa angka,
misanya jumlah produksi dan jumlah kegagalan panen.
17
Kedua jenis data tersebut diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang dikaji. Cara
memperoleh data primer dengan cara pengamatan, penghitungan langsung,
wawancara dan kuisioner yang diberikan kepada perusahaan. Data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara berkaitan dengan kondisi usaha, proses produksi,
karakteristik bibit jamur tiram putih yang terkontaminasi dan kendala yang
dihadapi selama proses produksi seperti sumber risiko pada proses produksi bibit
jamur tiram putih. Sedangkan data primer yang diperoleh dari kuisioner adalah
data jumlah produksi bibit, jumlah kematian bibit, aset perusahaan, bahan baku,
dan data pengamatan dalam mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang
dilakukan selama waktu penelitian. Data sekunder adalah data yang sudah ada
sebelum penelitian dan yang sudah tertulis, misalnya jumlah produksi per bulan
pada tahun sebelumnya. Selain itu dibutuhkan data sekunder lain yaitu untuk
memperkuat penelitian ini, misalnya Data Perkembangan produksi dan
produktivitas jamur tiram putih di Pulau Jawa, Produktivitas jamur tiram putih di
Kabupaten Bogor dan Kecamatan Ciawi serta permintaan terhadap bibit jamur
tiram putih di Kabupaten Bogor, dan lain sebagainya sebagai literatur dan bahan
pustaka yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jendral
Hortikultura, Departemen Pertanian, dan penelitian sebelumnya. Data produksi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series.
Risiko produksi yang diamati dan diteliti dalam penelitian ini adalah pada
masa produksi hingga masa panen bibit jamur tiram putih. Metode pengumpulan
data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Teknik pengamatan dan perhitungan langsung. Pengamatan yang
dilakukan adalah dengan mengamati langsung proses produksi bibit jamur
tiram putih sehingga diperoleh data yang diperlukan untuk menganalisis
risiko produksi. Data yang diambil berupa sumber risiko produksi dan
angka kegagalan produksi petani. Waktu pengamatan disesuaikan dengan
perjanjian yang disepakati oleh peneliti dan petani. Adapun format
pencatatan produksi bibit jamur tiram putih yang terkontaminasi
berdasarkan masing-masing sumber risiko dapat dilihat pada Lampiran.
2. Teknik wawancara dan diskusi langsung dengan petani dan tenaga ahli.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang ada di
lapangan, gambaran umum, dan proses produksi bibit jamur tiram putih.
3. Daftar pertanyaan, yaitu susunan pertanyaan yang akan diajukan kepada
petani atau tenaga ahli. Pertanyaan yang diajukan mengenai sumber risiko,
jumlah kegagalan, dan faktor-faktor produksi yang digunakan.
4. Teknik studi pustaka yang berkaitan dengan data sekunder. Data sekunder
digunakan sebagai literatur tambahan untuk mendukung penulisan
penelitian.
Keterangan:
X : Nilai rata-rata kejadian berisiko dari masing-masing sumber risiko
Xi : Data kontaminasi bibit jamur tiram setiap periode
n : Jumlah periode
√ ( ̅)
19
Keterangan:
s : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur tiram
putih
Xi : Data kontaminasi bibit jamur tiram setiap periode
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko
n : Jumlah periode
3. Menghitung z-score
Keterangan:
x : Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal
z : Nilai z-score
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko pada bibit jamur tiram putih
S : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur tiram
putih
5. Value at Risk
Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko
adalah VaR (Value at Risk). VaR menunjukkan besarnya potensi
kerugiandari suatu kejadian yang bisa terjadi pada suatu periode tertentu
ke depan dengan tingkat toleransi tertentu. Penggunaan VaR dalam
mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila ada data historis
sebelumnya. VaR dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur
besarnya dampak kerugian yang ditimbulkan jika risiko produksi terjadi.
Data yang digunakan adalah data produksi dan data kematian pada dua
tahun terakhir. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan
produksi dan penurunan penerimaan sebagai akibat terjadinya sumber-
sumber risiko produksi. VaR dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Kountur 2006) :
̅ [ ]
√
Keterangan:
VaR : Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal
z : Nilai z-score
̅ : Nilai rata-rata kejadian berisiko pada bibit jamur tiram putih
S : Standar deviasi dari kejadian berisiko budidaya bibit jamur
tiram putih
n : Jumlah periode
20
6. Penanganan Risiko
Pada umumnya tujuan dari pengusaha yaitu memperkecil kemungkinan
terjadinya risiko sehingga dapat memaksimalkan keuntungan atau laba
bagi usahanya. Strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha dalam
menangani risiko yang terjadi diantaranya yaitu strategi pengelolaan risiko
dan mitigasi risiko (meminimalkan terjadinya risiko). Strategi penanganan
risiko tersebut akan dianalisis dengan menggunakan pemetaan risiko.
Hasil dari perhitungan risiko akan dimasukkan ke dalam kuadran yang
terdapat pada pemetaan risiko sesuai dengan tingkat probabilitas dan
dampaknya.
Definisi Operasional
Usaha budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh Rimba Jaya
Mushroom sudah memiliki perencanaan yang baik. Rimba Jaya Mushroom juga
sudah meiliki visi dan misi dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih.
Visi dari Rimba Jaya Mushroom adalah “memajukan perusahaan menjadi
perusahaan yang lebih baik dari sebelumnya serta meningkatkan perekonomian
rakyat sekitar dengan cara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya”. Misi
dari Rimba Jaya Mushroom dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih
adalah “memperkenalkan masyarakat kepada makanan sehat, khususnya jamur
tiram putih”. Selain ingin mendapatkan keuntungan yang besar, tujuan usaha yang
dilakukan oleh Rimba Jaya Mushroom adalah menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar sehingga mampu mensejahterakan lingkungan sekitar
serta mendidik karyawan agar menjadi pribadi yang amanah dan berguna bagi
nusa, bangsa dan agama.
Direktur
Karyawan
Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan suatu
usaha. Saat ini, perusahaan Rimba Jaya Mushroom memiliki 120 orang tenaga
kerja yang terdiri dari karyawan tetap, karyawan harian dan karyawan borongan.
Tenaga kerja perusahaan Rimba Jaya Mushroom adalah penduduk di sekitar
lokasi perusahaan dengan pendidikan lulusan SD, SMP, dan SMA. Dengan latar
pendidikan yang tergolong rendah, mengharuskan perusahaan memberikan
pengajaran/pelatihan kepada tenaga kerja untuk menambah pengetahuan mereka
tentang proses produksi jamur tiram putih.
Sistem pembayaran gaji di perusahaan Rimba Jaya Mushroom berbeda-beda
untuk setiap karyawan berdasarkan pada jabatan, lama bekerja dan jenis pekerjaan
yang dilakukan. Pembayaran gaji untuk karyawan tetap dilakukan rutin setiap
bulan dengan jumlah yang telah ditentukan berdasarkan jabatan. Bagi karyawan
harian, pemberian upah dilakukan setiap hari Sabtu berdasarkan jumlah hari kerja,
sehingga apabila karyawan tidak masuk kerja maka akan mengurangi jumlah upah
yang akan diterima. Demikian pula dengan karyawan borongan, gaji diterima
pada hari Sabtu sesuai dengan jumlah kegiatan produksi yang dilakukan.
Panen
Berikut ini adalah penjelasan dari proses produksi bibit jamur tiram putih di
Rimba Jaya Mushroom:
a. Tahapan Persiapan Bahan Baku
Sebelum melakukan proses produksi bibit jamur tiram putih, perusahaan
terlebih dahulu mempersiapkan bahan baku yang akan digunakan dalam
proses produksi. Bahan-bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
bibit jamur tiram putih diantaranya seperti serbuk kayu, dedak, serbuk jagung,
polar, kapur dan air. Bahan-bahan baku terserbut dipesan oleh perusahaan
setiap bulan untuk persediaan produksi. Berikut tabel daftar bahan-bahan baku
yang digunakan oleh perusahaan untuk produksi bibit jamur tiram putih
beserta dengan sumber bahan baku bibit jamur tiram putih.
b. Pengomposan
Setelah semua bahan baku telah terkumpul, maka proses produksi bibit jamur
tiram putih sudah bisa dilaksanakan. Bahan baku utama yang diperlukan untuk
membuat media tanam yaitu serbuk kayu berasal dari jenis kayu yang tidak
mengandung kadar minyak seperti kayu pinus. Sebelum digunakan sebagai
bahan baku media tanam, serbuk gergaji kayu harus diayak terlebih dahulu
agar ukurannya seragam dan tidak bercampur dengan benda asing seperti
kerikil, beling dan lain-lainnya. Kemudian serbuk kayu tersebut ditaburi
dengan serbuk kapur kemudian dikomposkan selama satu hari. Proses
pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks
yang terkandung di dalam serbuk kayu dengan bantuan mikroba, sehingga
senyawa-senyawa yang lebih sederhana mudah dicerna oleh jamur.
e. Sterilisasi
Proses steriliasi dilakukan bertujuan agar mediatanam menjadi matang
sehingga pertumbuhan mudah diuraikan dan mematikan mikroorganisme yang
mengganggu pertumbuhan miselia bibit jamur tiram putih. Alat yang
digunakan dalam proses sterilisasi antara lain mesin steamer seperti oven
dalam ukuran besar dengan sumber perapian menggunakan gas. Gas yang
digunakan adalah gas ukuran 12 kilogram dengan jumlah dua tabung gas
untuk setiap sterilisasi. Setelah baglog tersusun dengan rapi dalam mesin
steamer, maka media tanam siap dikukus selama ± 8 jam.
f. Pendinginan
Setelah media tanam selesai disterilisasi, maka media tanam tersebut akan
terasa panas jika disentuh. Sehingga perlu dilakukan proses pendinginan
terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke proses inokulasi. Media tanam yang
yang telah selesai disterilkan akan dimasukan ke dalam rak yang terdapat di
ruan inokulasi dan didiamkan selama 12 jam sebelum dimasukan kedalam
ruang inokulasi.
g. Inokulasi
Proses inokulasi dilakukan setelah media tanam melalui proses pendinginan
selama 12 jam. Proses inokulasi dilakukan dengan cara menaburkan biang
bibit kedalam media tanam bibit, kemudian media tanam disumbat dengan
kapas. Proses inokulasi harus dilakukan di ruangan yang tertutup dan steril.
Sebelum melakukan proses inokulasi, ruangan dan perlengkapan inokulasi
harus bersih, tenaga kerja harus membersihkan tangan dan kaki menggunakan
alkohol agar terhindar dari kontaminasi.
h. Inkubasi
Setelah melalui proses inokulasi, selanjutnya botol media tanam disimpan di
dalam ruangan inkubasi. Suhu ruangan inkubasi diatur dalam keadaan lembab,
yaitu berkisar 22 derajat celcius hingga 28 derajat celcius dengan kelembapan
60 persen hingga 80 persen. Penataan botol media tanam harus disesuaikan
dengan masa produksinya, rak untuk masa inkubasi dan rak untuk bibit yang
siap panen harus dipisahkan, hal terebut dilakukan agar mempermudah
pemanenan. Masa pertumbuhan miselia pada media tanam bibit pada masa
inkubasi yaitu sekitar 25 hingga 30 hari.
i. Panen
Panen dilakukan setelah miselia sudah memenuhi media tanam bibit secara
keseluruhan. Panen dilakukan setiap hari di pagi hari secara manual dan
26
langsung disiapkan untuk digunakan untuk pembibitan jamur tiram putih oleh
perusahaan atau dikirim kepada pembeli yaitu plasma.
Identifikasi Risiko
Risiko dalam suatu usaha perlu dilakukan identifikasi agar dapat diketahui
statusnya kemudian ditangani secara tepat. Identifikasi risiko dapat dilakukan
melalui berbagai cara, seperti melalui observasi langsung dan melalui wawancara
responden. Identifikasi risiko pada kegiatan produksi bibit jamur tiram putih
dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi langsung selama 25 hingga 40
hari masa pertumbuhan bibit jamur tiram putih di ruang inkubasi dan wawancara
responden untuk mendukung data yang didapat pada saat observasi. Risiko
produksi bibit jamur tiram putih dapat dilihat pada bibit yang gagal tumbuh atau
gagal panen dan terkontaminasi. Bibit jamur tiram putih yang gagal tumbuh
ditandai dengan tidak ada miselia yang tumbuh pada bibit atau terdapat miselia
jamur namun pertumbuhannya tidak merata, sedangkan bibit yang terkontaminasi
ditandai dengan terdapat oncom dan bercak hijau pada bibit jamur tiram putih.
Sumber risiko yang dibahas pada penelitian ini merupakan sumber risiko yang
berpengaruh langsung terhadap hasil produksi bibit jamur tiram putih.
27
Gambar 7 Contoh Bibit Jamur Tiram Putih Gagal Tumbuh dan Terkontaminasi
Gambar 8 Perbedaan Bibit Jamur Tiram Putih Gagal panen dan Siap Panen
Pada Gambar 8 dapat dilihat perbedaan antara bibit dengan miselia yang
tumbuh secara merata dan bibit dengan miselia yang tumbuh secara tidak merata.
Hal tersebut merupakan dampak dari pencampuran bahan baku yang tidak merata,
sehingga bibit dengan miselia yang tidak merata akan dinyatakan sebagai bibit
gagal panen, kemudian langsung dipisahkan untuk didaur ulang kembali.
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah bibit yang gagal produksi akibat kegagalan
pencampuran bahan baku selama bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015 dapat
dilihat pada Tabel 7.
Pada Gambar 9 menunjukan ciri dari media tanam bibit yang dipanaskan
secara tidak merata, yaitu terdapat oncom yang berwarna jingga pada media
30
tanam bibit jamur tiram putih, sehingga bibit tersebut dinyatakan gagal panen dan
langsung dipisahkan untuk didaur ulang kembali. Berdasarkan hasil pengamatan,
jumlah bibit yang terkontaminasi akibat kegagalan sterilisasi selama bulan
Agustus 2014 hingga Agustus 2015 pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Sterilisasi Pada Tahun 2014-
2015
Jumlah Produksi Bibit Jumlah Gagal Persentase
Tahun Bulan
(kg) Panen (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 506 11.8
2014 September 4 124 527 12.8
2014 Oktober 4 199 529 12.6
2014 November 4 236 530 12.5
2014 Desember 4 385 528 12.0
2015 Januari 4 380 531 12.1
2015 Februari 4 358 528 12.1
2015 Maret 4 072 507 12.4
2015 April 4 224 504 11.9
2015 Mei 3 777 543 14.4
2015 Juni 3 918 516 13.2
2015 Juli 4 176 547 13.1
2015 Agustus 4 527 505 11.1
Sumber: Rimba Jaya Mushroom, 2015
Tabel 9 Jumlah Kematian Bibit Akibat Kegagalan Proses Inokulasi pada Tahun
2014-2015
Jumlah Produksi Bibit Kegagalan Inokulasi Persentase
Tahun Bulan
(kg) (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 895 20.9
2014 September 4 124 882 21.4
2014 Oktober 4 199 857 20.4
2014 November 4 236 840 19.8
2014 Desember 4 385 878 20.0
2015 Januari 4 380 817 18.7
2015 Februari 4 358 854 19.6
2015 Maret 4 072 839 20.6
2015 April 4 224 834 19.7
2015 Mei 3 777 879 23.3
2015 Juni 3 918 825 21.1
2015 Juli 4 176 828 19.8
2015 Agustus 4 527 808 17.9
32
Tabel 10 Jumlah Kematian Bibit Akibat Serangan Hama pada Tahun 2014 - 2015
Jumlah Produksi Kegagalan Akibat Persentase
Tahun Bulan
Bibit (kg) Hama (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 3.15 0.07
2014 September 4 124 2.10 0.05
2014 Oktober 4 199 3.45 0.08
2014 November 4 236 3.75 0.09
2014 Desember 4 385 4.20 0.10
2015 Januari 4 380 2.85 0.07
2015 Februari 4 358 2.70 0.06
2015 Maret 4 072 5.10 0.13
2015 April 4 224 3.90 0.09
2015 Mei 3 777 4.80 0.13
2015 Juni 3 918 5.85 0.15
2015 Juli 4 176 5.10 0.12
2015 Agustus 4 527 4.05 0.09
Pada usaha jamur tiram putih, suhu udara merupakan suatu salah satu faktor
penting dalam proses pertumbuhan jamur agar dapat menghasilkan jamur dengan
kualitas yang baik, begitu pula dengan pertumbuhan bibit jamur. Tingkat suhu
optimal ruang inkubasi yang digunakan untuk pertumbuhan bibit jamur tiram
putih pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom sebesar 22 hingga 28 derajat
Celcius. Perubahan suhu udara yang ekstrim pada kumbung akan mengganggu
pertumbuhan bibit jamur. Perubahan suhu tersebut dipengaruhi hujan yang
terkadang turun secara tiba-tiba atau ketika panas matahari begitu terik. Pada
peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau menyebabkan jumlah bibit
gagal panen bertambah lebih banyak dari jumlah bibit yang gagal panen di musim
kemarau, curah hujan yang tinggi menyebabkan kondisi kumbung yang digunakan
sebagai ruang inkubasi menjadi lembab, kadar air pada campuran bahan baku
yang terdapat dalam media tanam akan meningkat sehingga akan menghambat
pertumbuhan miselia jamur pada bibit dan menimbulkan oncom pada media
tanam bibit. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari dan akan selalu berulang pada
setiap tahunnya. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah kematian bibit akibat
cuaca pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom selama periode Bulan Agustus
2014 hingga Agustus 2015 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah Kematian Bibit Akibat Cuaca pada Periode Tahun 2014 - 2015
Jumlah Produksi Kegagalan Akibat presentase
Tahun Bulan
Bibit (kg) Cuaca (kg) (%)
2014 Agustus 4 272 72 1.70
2014 September 4 124 103 2.50
2014 Oktober 4 199 104 2.48
2014 November 4 236 101 2.39
2014 Desember 4 385 106 2.41
2015 Januari 4 380 120 2.74
2015 Februari 4 358 124 2.84
2015 Maret 4 072 76 1.87
2015 April 4 224 69 1.64
2015 Mei 3 777 66 1.74
2015 Juni 3 918 72 1.85
2015 Juli 4 176 63 1.52
2015 Agustus 4 527 64 1.41
Gambar 11 Media tanam bibit jamur yang terserang hama dan terkontaminasi
akibat perubahan suhu
persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat
serangan hama inokulasi adalah Rp. 88 793, namun kemungkinan kerugian di atas
Rp. 88 793 sebesar 5 persen. Analisis dampak sumber risiko perubahan cuaca
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan oleh
sumber risiko perubahan cuaca adalah Rp. 1 966 221 pada tingkat kepercayaan 95
persen. Hal tersebut menunjukan bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat
perubahan cuaca inokulasi adalah Rp. 1 966 221, namun kemungkinan kerugian
di atas Rp. 1 966 221 sebesar 5 persen. Hasil perhitungan probabilitas dan dampak
sumber risiko dapat dilihat pada Tabel 12.
Pemetaan Risiko
Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua
sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabiitas dan sumbu horizontal
menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil
perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang dilakukan sebelumnya.
Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Sementara itu, dampak risiko
dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara
probabilitas atau kemungkinan besar dan kecil serta dampak besar dan dampak
kecil dihasilkan dari rata-rata kemungkinan dan dampak yang diperoleh. Batas
penilaian ini juga dikorelasikan dengan batas keyakinan dari pemilik perusahaan
dan hasil yang diperoleh peneliti juga tidak jauh berbeda. Nilai yang membatasi
probabilitas besar dan kecil adalah sebesar 47 persen.
Batas probabilitas tersebut ditentukan berdasarkan pengalaman lama
berusaha dan persentase terjadinya kejadian yang menjadi sumber risiko. Sama
halnya dengan probabilitas, batas dampak risiko besar dan kecil juga ditentukan
oleh pemilik usaha yaitu Rp. 6 474 083. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan
hasil wawancara dengan pemilik. Nilai tersebut diperoleh berdasarkan kerugian
yang pernah dialami oleh pelaku usaha. Kerugian tersebut masih dapat ditoleransi
oleh pelaku usaha. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko dari setiap
sumber risiko produksi dapat dilihat pada Gambar 12.
.
47%
Kuadran III Kuadran IV
Kegagalan
Kecil
sterilisasi
Hama
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa posisi dari sumber di dalam peta risiko.
Kegagalan inokulasi berada pada kuadran II yang memiliki probabilitas besar dan
dampak besar. Sumber risiko pencampuran bahan baku dan perubahan suhu
berada di kuadran I yang memiliki probabilitas besar dan dampak kecil.
Sedangkan sumber risiko kegagalan sterilisasi berada di kuadran IV yang
memiliki probabilitas kecil dan dampak yang besar, serta serangan hama berada di
kuadran III yang memiliki probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sumber risiko kegaagalan inokulasi merupakan sumber risiko
yang harus segera ditanggulangi, karena memiliki dampak dan probabilitas
38
Pada pemetaan risiko diperoleh hasil pada kuadran I terdapat sumber risiko
produksi yaitu pencampuran bahan baku dan perubahan suhu. Pada kuadran II
terdapat sumber risiko produksi yaitu kegagalan inokulasi. Pada kuadran III
terdapat sumber risiko serangan hama dan pada kuadran IV terdapat sumber risiko
yaitu kegagalan sterilisasi. Berdasarkan hasil pemetaan maka sumber risiko yang
berada di kuadran I ditangani dengan cara preventif dan sumber risiko yang
berada di kuadran IV ditangani dengan cara mitigasi, sedangkan sumber risiko
yang berada di kuadran II ditangani dengan cara preventif dan mitigasi. Strategi
preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya sumber risiko. Strategi mitigasi
dilakukan untuk mengurangi dampak yang menimbulkan akibat sumber risiko.
Sumber risiko pencampuran bahan baku dan perubahan suhu berada di
kuadran I. Sumber risiko yang berada di kuadran I dapat ditangani dengan strategi
preventif. Strategi preventif dilakukan agar sumber risiko berpindah dari kuadran
I ke kuadran III untuk mengurangi probabilitas sumber risiko. Strategi preventif
untuk menangani sumber risiko pencampuran bahan baku antara lain adalah: 1)
Melakukan pengawasan secara intensif terhadap proses pencampuran bahan baku,
sehingga proses tersebut dapat berjalan secara optimal, dan 2) Memberikan
pelatihan tentang pencampuran bahan baku terhadap pegawai yang bekerja pada
proses tersebut dapat bekerja secara optimal dan mampu mengurangi probabilitas
kegagalan akibat risiko pencampuran bahan baku. Strategi preventif untuk
menangani sumber risiko perubahan suhu antara lain adalah: 1) Memasang
hygrometer sebagai pengatur suhu udara, dan 2) Melakukan pengecekan intensif
terhadap suhu ruangan secara berkala.
Sumber risiko kegagalan sterilisasi berada di kuadran IV. Sumber risiko
yang berada di kuadran IV dapat ditangani dengan strategi mitigasi. Strategi
mitigasi dilakukan agar sumber risiko berpindah dari kuadran IV ke kuadran III
untuk mengurangi dampak dari sumber risiko. Strategi mitigasi untuk menangani
sumber risiko kegagalan sterilisasi antara lain adalah dengan cara menggunakan
mesin steamer dengan kapasitas yang lebih besar agar bibit dapat disterilkan
dalam jumlah yang lebih banyak dan dapat tersusun lebih rapi sehingga dapat
menurunkan dampak kerugian dari risiko tersebut.
Sumber risiko kegagalan inokulasi berada di kuadran II. Sumber risiko yang
berada di kuadran II dapat ditangani dengan strategi preventif dan mitigasi.
Strategi preventif dilakukan agar sumber risiko dapat berpindah ke kuadran IV
sehingga dapat memperkecil probabilitas sumber risiko. Strategi mitigasi
dilakukan agar sumber risiko dapat berpindah ke kuadran III sehingga dapat
memperkecil dampak dari sumber risiko. Strategi preventif yang dapat digunakan
untuk menangani sumber risiko kegagalan inokulasi, antara lain: 1) Memperbaiki
dan melakukan pengecekan terhadap prosedur dalam menjalankan proses
inokulasi, 2) Melakukan pengencekan intensif terhadap kebersihan ruangan, alat
dan tenaga kerja yang berada di ruangan inokulasi, dan 3) Memberikan pelatihan
khusus tentang proses kegiatan inokulasi terhadap tenaga kerja yang bekerja di
39
Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan mengenai analisis risiko produksi bibit jamur
tiram putih pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom dapat disimpulkan bahwa :
1. Sumber risiko produksi yaitu Kegagalan pencampuran bahan baku,
kegagalan sterilisasi, kegagalan inokulasi, perubahan cuaca dan serangan
hama
2. Berdasarkan hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko
menggunakan metode Z-score, diperoleh nilai probabilitas setiap sumber
risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu 1) Kegagalan
inokulasi sebesar 62.5 persen, 2) Pencampuran bahan baku sebesar 60.3
persen, 3) Perubahan suhu sebesar 54.8 persen, 4) Kegagalan sterilisasi
sebesar 45.2 persen, dan 5) Serangan hama sebesar 12.1 persen.
3. Strategi penanganan risiko produksi jamur tiram putih yang digunakan
adalah yaitu strategi preventif dan mitigasi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. Statistik Pertanian 2015. [Internet] [Diunduh pada
tanggal 6 April 2016]
[Diperta] Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2015. Data Produksi Jamur di
Jawa Barat [Internet]. [diunduh 6 April 2016]. Tersedia pada:
http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/545
Andessa D. 2014. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada DD.
Mushroom di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Darmawi H. 2008. Manajemen Risiko. Jakarta : PT Bumi Aksara
Harwood, J.R. Heifner, K. Coble, T. Perry, and A. Somwaru. 1999. Managing
Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis. Agricultural Economic
Report No. 774. Market and Trade Economic Division and Resource
Economics Division, Economic Research Service U.S. Department of
Agriculture.
Kadarshan HW. 1992. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan
Agribisinis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.
Jakarta:PPM.
Muwahid A. H. 2013. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada CV Jaya
Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Putri M. P. 2013. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung
Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi
kasus: Kumbung Jamur Bapak Ramadin) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Robinson, L. J., P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New
York : Macmillan Publishing Company.
Situngkir E. 2013. Analisis Sumber-Sumber Risiko Pada Proses Produksi JAmur
Tiram Putih (Studi kasus: Usaha Rimba Jaya Mushroom, Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Umar H. 2001. Manajemen Risiko Bisnis. Pendekatan Finansial dan Nonfinansial.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
41
LAMPIRAN
Lampiran 11 Jumlah kegagalan produksi bibit berdasarkan sumber-sumber risiko pada perusahaan Rimba Jaya Mushroom
Kg
Jumlah Penyebab kontaminasi
Jumlah Jumlah
Tahun Bulan Produksi Pencampuran Kegagalan Kegagalan
Hama Cuaca Kontaminasi Panen Bibit
Bibit Bahan Baku Sterilisasi Inokulasi
2014 Agustus 4 272 115 506 895 3.15 72 1 591 2 681
2014 September 4 124 123 527 882 2.10 103 1 638 2 486
2014 Oktober 4 199 124 529 857 3.45 104 1 617 2 582
2014 November 4 236 124 530 840 3.75 101 1 599 2 637
2014 Desember 4 385 125 528 878 4.20 106 1 641 2 744
2015 Januari 4 380 122 531 817 2.85 120 1 593 2 786
2015 Februari 4 358 124 528 854 2.70 124 1 632 2 726
2015 Maret 4 072 116 507 839 5.10 76 1 543 2 529
2015 April 4 224 115 504 834 3.90 69 1 526 2 699
2015 Mei 3 777 112 543 879 4.80 66 1 604 2 173
2015 Juni 3 918 122 516 825 5.85 72 1 541 2 378
2015 Juli 4 176 126 547 828 5.10 63 1 569 2 607
2015 Agustus 4 527 130 505 808 4.05 64 1 511 3 017
Rata-rata 4 204 121 523 849 4 88 1585
47
RIWAYAT HIDUP