You are on page 1of 28

Nama peserta : dr.

Ayu Annisa Charantia


Nama wahana: RSUD Kota Bekasi
Topik: Anemia Aplastik
Tanggal (kasus): 9 November 2017
Nama Pasien: Ny. W No. RM: 03518609

Tanggal presentasi: 22 November 2017 Nama pendamping:


1. Dr Richard Sabar Nelson Siahaan
2. Dr Corry Christina H

Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD Kota Bekasi


Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi □ Email □ Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: Ny. W, ♂ , 41 Nomor RM: 03518609
tahun
Nama klinik: RSUD Kota Bekasi Telp: - Terdaftar sejak: 9 November 2017

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Anemia Aplastik/ Pasien mengeluh lemas badan sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku
pusing seperti melayang sehingga seperti ingin jatuh setiap kali berjalan. Pasien juga mengeluhkan pandangannya seperti
berkunang-kunang. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan.
Perdarahan pada gusi diakui pasien sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan sering mengalami gusi berdarah. Pasien
juga mengaku sedang menstruasi sejak 1 hari yang lalu. Tekanan darah 95/85. Konjungtiva anemis +/+. Wajah dan

1
ekstremitas tampak pucat. Pemeriksaan laboratorium : Hemoglobin 3,7 gr/dL, Hematokrit 14,9%, Leukosit 1800/uL,
Trombosit 39.000/uL, MCV : 85 fl, MCH : 28.6 pg. Apusan Darah Tepi Morfologi eritrosit normositik normokrom, kesan
Pansitopenia. BMP Kesan suatu aplastic anemia.
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat kista ovarium (Operasi 1 tahun yang lalu), Riwayat penyakit hati (-), Riwayat
penyakit imun (-), Riwayat Alergi (-), Riwayat penyakit jantung dan hipertensi (-), Riwayat transfusi sebelumnya (-)
3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
4. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai karyawan swasta
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
Daftar pustaka:
1. Shadduck RK. Aplastic anemia: acquired & inherited. In: Kaushansky K, Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 8th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2010.
2. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow failure disorders and dyserythropoiesis. In:
Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds). Post Graduate Haematology 5 th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005;190-
206.
3. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds). Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey: Humana Press, 2007 ;207-16.
4. Young NS. Bone marrow failure syndromes including aplastic anemia and myelodysplasia. In: Kasper DL, Fauci AS,
Hauser SL, et al (eds). Harrison’s Principle of Internal Medicine. 19th ed. New York: McGraw Hill, 2015.
5. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed. New York: Lange McGraw Hill, 2005.
6. Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43.
Hasil pembelajaran:
1. Penegakkan diagnosis Anemia Aplastik
2. Penatalaksanaan Anemia Aplastik

2
1. Subjektif : (Alloanamnesis)
• Keluhan Utama: Lemas badan sejak 2 hari SMRS
• Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh lemas badan sejak 2 hari SMRS, lemas badan dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien
mengaku seperti ingin jatuh setiap kali berjalan. Pasien juga mengeluh pusing seperti melayang. Pusing berputar
ataupun nyeri kepala disangkal oleh pasien. Adanya demam juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan
pandangannya seperti berkunang-kunang. Pasien menyangkal adanya sesak nafas, dada berdebar-debar, ataupun nyeri
dada. Pasien juga mengeluh adanya rasa mual. Nyeri ulu hati dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
mengalami penurunan nafsu makan. Perdarahan pada gusi diakui pasien sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan
sering mengalami gusi berdarah. Pasien juga mengaku sedang menstruasi sejak 1 hari yang lalu. Adanya BAB ataupun
muntah berwarna hitam disangkal oleh pasien. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat terpapar radiasi, menjalani
kemoterapi, penggunaan obat-obatan dalam waktu lama, terpapar bahan kimia, ataupun adanya penyakit hati dan imun
disangkal oleh pasien.

3
2. Objektif :
Status Present
KU : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 95/85 mmHg
HR : 95x/menit, reguler
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala : Normocephalic, wajah edema (-), bibir sianosis (-), wajah pucat
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera anikterik, palpebra edema (-/-)
Hidung : NCH (-) sekret -/-
Mulut : Sianosis (-) pursed lip breath (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis angularis (-)
Leher : JVP 5 + 2, Pembesaran Tiroid (-), Deviasi Trakea (-)

Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris pada kedua lapang paru pada saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), taktil fremitus (kanan=kiri), vokal fremitus (kanan=kiri)

4
Perkusi : Dull (-/-)
Auskultasi : Vesikuler (kanan=kiri), Ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 2 LMCS
Perkusi : Batas Jantung Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas Jantung Kanan : ICS V linea parasternal dekstra
Batas Jantung Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-), splenomegali (-), hepatomegali (-)
Perkusi : Shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Extremitas : Edema kedua tangan (-/-), edema kedua tungkai (-/-), Eritema marginatum (-), Nodul subcutan (-),
koilonikia (-), Akral Hangat, CRT < 2 S, pucat

5
Laboratorium:
- Tanggal 9 November 2017 (Darah Rutin)
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 3.7 11,5-15 gr/dl
Hematokrit 14.9 37-47%
Leukosit 1800 5000-1000/ul
Trombosit 39000 150000-400000/ul
MCV 85 80-95 fl
MCHC 28.6 27-34 pg
- Kimia Klinik
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
GDS 92 50-110 mg/dl
Natrium 135 135-145 mmol/l
Kalium 4,5 3,5-5 mmol/l
Clorida 95 94-111 mmol/l
Ureum 11 20-40 mg/dl
Creatinin 0.56 0.5-1.5 mg/dl
SGOT 29 <37
SGPT 32 <41

6
- Gambaran Darah Tepi (9 November 2017)
 Eritrosit : Normositik normokrom
 Ret HE : 15.6 pg (26-37 pg)
 Retikulosit : 1.70% (0.5-2.5 %)
 Leukosit : Kesan jumlah kurang, morfologi normal
 Blast : 0 %
 Promielosit : 0 %
 Mielosit : 0%
 Metamielosit : 0%
 Basofil : 0%
 Eosinofil : 2 %
 Batang : 2%
 Segmen : 76 %
 Limfosit : 17 %
 Monosit : 5%
 Eritrosit berinti/ 100 leukosit : 2
 Trombosit : Kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai
 Kesan : Pansitopenia

- Pemeriksaan BMP (11 November 2017)


Selularitas hiposeluler

7
N:S ratio 3:1
Sistem eritropoetik ditemukan menurun, tidak ditemukan diseritropoetik
Sistem granulopoetik ditemukan menurun, tidak ditemukan disgranulopoetik
Sistem trombopoetik ditemukan menurun, tidak ditemukan dismegakaryopoetik
Cadangan besi negatif
Lain-lain sel asing tidak ditemukan
Kesan : Suatu aplastik anemia

3. Assesment (penalaran klinis) :


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).

8
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang
diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai.
Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan
retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan
sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi
dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan
pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini
penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar.
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup
9
tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Semakin berat hipoplasia
yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%
sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.

Klasifikasi Anemia Aplastik


Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.

Anemia aplastik berat - Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%


dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
 netrofil < 0,5x109/l
 trombosit <20x109 /l
 retikulosit < 20x109 /l
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
Anemia aplastik bukan berat Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari

10
tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl

Etiologi Anemia Aplastik


Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah
idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan
penyakit lain (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)


Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

11
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

12
Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kadang ditemukan pansitopenia dengan hipoplasia sumsum tulang.2
2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).
Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2
3. Kehamilan
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada
beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah
melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.

Patogenesis
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia),
terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired
aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan
anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain
merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan
DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia,
myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks
yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat
berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya
anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.

13
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau
benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia
aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat
proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi
melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi
perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut.
Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort,
palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal
maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan,
walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi
(Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)

Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36

14
Demam 33
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua
pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya
bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat 100
Pendarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7

15
Splenomegali 0

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak
disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan
monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm 3 dan trombosit kurang
dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat
berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari
eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia).
Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel
aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat
adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik
konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang

16
menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe
ke eritrosit yang bersirkulasi.

b. Pemeriksaan sumsum tulang


Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit
sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan
sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang
ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau
bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia
aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya
terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi
sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika
ditemukan kurang dari 30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang
berumur lebih dari 60 tahun.
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau
kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

c. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya
berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas
skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen
seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

17
Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab
pansitopenia terlihat pada tabel 6.

Table 6 Penyebab Pansitopenia


Kelainan sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Sepsis berat

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10
persen kasus sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik
dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia

18
menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia
aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan
lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau
peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya
disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik
dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang. Pansitopenia dengan normoselular sumsum
tulang biasanya disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang
normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki

keadaan pasien (lihat tabel 7).

 Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik

 Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik.

 Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

 Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

19
 Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

 Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat
diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada
(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari
donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

 Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,


orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi
imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia
aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang
cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk
menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda
umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease).
Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi imunosupresif.

20
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Anemia Aplastik
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau
lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan
atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi
trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor
diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah
daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

21
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan
siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada :
-
Anemia aplastik bukan berat
-
Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
-
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau
dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell
immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan

menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik. Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik


Dosis test ATG :
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila
tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :
Asetaminofen 650 mg peroral
Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus
Hidrokortison 50 mg intravena perbolus
Terapi ATG :
ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

22
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan
dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering
dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih
mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat
kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan
angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar
46%.
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel
hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar
tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini
pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan siklosporin. 9 Pemberian
dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi.
Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG
adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian
steroid anabolik.
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah
penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.

23
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk
meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh
stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-
satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi
penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah
pada beberapa pasien.
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti
bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai
terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara
dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya
sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai
terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena
makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus
Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang
berusia muda.
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan
terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian
transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang
namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama
sekali.

24
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen
darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut :
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit dibawah 100.000/mm3.
- Refrakter : tidak ada perbaikan.

4. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Anemia Aplastik

TERAPI
9 November 2017
Farmakologis
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Transfusi PRC sampai Hb ≥ 8 gr/dL
- Omeprazole 1x1 amp IV
- Asam traneksamat 3x1 amp IV
- Vit K 3x1 amp IV
- Curcuma 1x1 tab PO

Follow up

25
10 November 2017
S/ Lemas badan
O/ KU : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 97/89 mmHg
HR : 95x/menit, reguler
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 99%
Laboratorium (Darah Rutin post transfusi 500 cc)
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 5.3 11,5-15 gr/dl
Hematokrit 18.6 37-47%
Leukosit 2600 5000-1000/ul
Trombosit 43000 150000-400000/ul
A/ Anemia Aplastik
P/ Terapi lanjut, transfusi sampai Hb ≥ 8 gr/dL

11 November 2017
S/ Lemas badan
O/ KU : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5

26
Tekanan Darah : 100/89 mmHg
HR : 95x/menit, reguler
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 99%
Laboratorium (Darah Rutin post transfusi 500 cc)
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 6.9 11,5-15 gr/dl
Hematokrit 23.1 37-47%
Leukosit 2500 5000-1000/ul
Trombosit 48000 150000-400000/ul
A/ Anemia Aplastik
P/ Terapi lanjut, Transfusi sampai Hb ≥ 8 gr/dL

12 November 2017
S/ Pasien sudah merasa membaik
O/ KU : Tampak sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 105/90 mmHg
HR : 95x/menit, reguler
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 99%

27
Laboratorium (Darah Rutin post transfusi 500 cc)
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 8.0 11,5-15 gr/dl
Hematokrit 25.9 37-47%
Leukosit 2600 5000-1000/ul
Trombosit 48000 150000-400000/ul

A/ Anemia Aplastik
P/ BLPL
Omeprazole tab 1x 40 mg PO
Curcuma tab 1x1 PO
Edukasi pencegahan infeksi
Kontrol Poli penyakit dalam

28

You might also like