Professional Documents
Culture Documents
Bab II-tinjauan Pustaka Antiinflamasi-Lisa
Bab II-tinjauan Pustaka Antiinflamasi-Lisa
TINJAUAN PUSTAKA
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas.
Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau
diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono,
2000).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh
radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas
atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat
kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi
cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan
dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai
oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis,
dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 2000).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal
yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke
dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).
1. Jalan siklo-oksigenase
2. Jalan lipoksigenase
Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk
membentuk HPETE, 12-HPETE dan 15-HPETE yang merupakan turunan
peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai
(HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan.
Gambar 2. Pembentukan metabolit asam arakidonat dan peranan dalam
inflamasi.
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 2005).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki
suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal (Rukmono, 2000).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002).
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang (Abrams, 2005).
Obat – obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid antara lain
( Mycek, 2001 ):
Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisilat terjadi karena
penghambatan sintesis prostaglandindi pusat pengatur panas dan hipotalamus dan
perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin,
salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis
dan kimiawi.
3. Asam Indolasetat
Yang termasuk dalam grup obat - obat ini adalah indometasin, sulindak dan
etolondak. Semua mempunyai aktivitas antiinflamasi , analgetik dan antipiretik.
Bekerja dengan cara menghambat siklo-oksigenase secara reversible. Umumnya
tidak digunakan untuk menurunkan demam.
4. Derivat oksikam
Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat. Anggota lain
dalam grup ini sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan juga. Mekanisme
kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam digunakan untuk pengobatan artritis
rematoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis.
5. Fenamat
6. Fenilbutazon
Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi kuat tetapi tetapi aktivitas analgetik
dan antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line.
b. Ketorolak : Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Parasetamol
Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme
yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek antiinflamasinya yang sangat lemah,
oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Ketidak
mampuan parasetamol memberikan efek antiradang itu sendiri mungkin berkaitan
dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang
lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi
radang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah.
Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak telihat pada obat ini, demikian
juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
Farmakokinetik
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.5 Pengikatan
obat ini pada protein plasma beragam, hanya 20%-50% yang mungkin terikat pada
konsentrasi yang ditemukan selama intoksikasi akut. Setelah dosis terapeutik, 90%-
100% obat ini ditemukan dalam urin selama hari pertama, terutama setelah
konjugasi hepatik dengan asam glukoronat (sekitar 60%), asam sulfat (sekitar
35%), atau sistein (sekitar 3%), sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi dan
deaseilasi juga telah terdeteksi. Sebagian kecil parasetamol mengalami proses N-
hidroksilasi yang diperantarai sitokrom P450 yang membentuk N-asetil-
benzokuinoneimin, yang merupakan suatu senyawa antara yang sangat reaktif.
Metabolit ini bereaksi dengan gugus sulfhidril pada glutation. Namun, setelah
ingesti parasetamol dosis besar, metabolit ini terbentuk dalam jumlah yang cukup
untuk menghilangkan glutation hepatik.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A.N. ,2002, Kamus Kedokteran Dorland ,Setiawan, A., Banni, A.P.,
Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah. Jakarta:
EGC.
Guyton, A.C. & Hall, J.E.. Buku ajar fisiologi kedokteran , 1997, EGC; Jakarta.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S.2003. Inflamasi akut dan kronik. Philadelphia:
Elsevier Saunders.