You are on page 1of 3

Yakuza Sebagai Kelompok Kepentingan Yang Berpengaruh Di Jepang Setelah Perang

Dunia II

Muhammad Afif Gultom – 16/399295/SP/27428

Berjalannya pemerintahan suatu negara tidak akan terlepas dari campur tangan
berbagai pihak yang langsung maupun tidak, ikut andil dalam pengambilan setiap keputusan.
Partai pemenang kursi legislatif, partai oposisi, organisasi non-pemerintah, serikat pekerja,
pelaku bisnis, organisasi mahasiswa, bermacam kelompok kepentingan, dan lainnya.
Terkadang berbagai aktor ini saling bersinergi dalam mengusung suatu isu dan tujuan yang
ingin dicapai di baliknya, namun ada kalanya terjadi pertentangan yang tidak dapat dihindari.
Umumnya yang mendasari perbedaan itu terletak pada kepentingan siapa yang dibela atas
diberlakukannya suatu ketetapan pemerintah. Di poin ini maka kelompok kepentingan akan
memainkan peran yang amat vital dalam mempengaruhi diproduksinya kebijakan yang ada.

Salah satu kelompok kepentingan yang sudah muncul dan berpengaruh dalam konteks
sosial, politik, dan ekonomi Jepang adalah Yakuza. Yakuza telah muncul sejak zaman Edo
yang dipimpin oleh Shogun Tokugawa.1 Pada era Restorasi Meiji, Jepang perlahan-lahan
bertransformasi menjadi negara industri yang terbuka akan hal-hal baru di luar
kebudayaannya, terutamanya kebudayaan barat. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang
pesat, kelompok Yakuza semakin melebarkan sayapnya ke perdagangan gelap, salah satunya
penguasaan bisnis rickshaw.Mereka mulai melakukan rekruitmen kepada orang-orang di luar
lingkaran keluarga, seperti pekerja bangunan dan pekerja pelabuhan. Kelompok-kelompok
Yakuza seperti bakuto tetap melakukan ‘bisnis’ perjudian, namun pada era ini bisnis tersebut
dilakukan dengan lebih tertutup karena polisi mulai menyusuri jejak mereka. Berangkat dari
hal tersebut kelompok Yakuza mencoba lebih kooperatif dengan pemerintahan yang berkuasa
atas tujuan untuk mendapat keringanan sanksi dari pemerintah. Di sisi lain, bukan hanya
Yakuza yang mendapat keuntungan dari aksi kooperatif tersebut. Pemerintahan Jepang
mendapat keuntungan dengan hadirnya Yakuza di dalam proses pemerintahan sebab yakuza
dapat dijadikan sebagai hit man untuk memperlancar segala urusan dan kegiatan pemeritnah.2

1
Britannica, Meiji Restoration (daring), <http://www.britannica.com/event/Meiji-Restoration>, diakses 17
Februari 2018
2
Kaplan, David E. and Alex Dubro. (1986) Yakuza: The Explosive Account of Japan's Criminal Underworld.
Reading, Mass: Addison-Wesley
Pasca PD II, kesengsaraan terjadi di mana-mana di wilayah Jepang. Kehancuran
akibat perang telah menyebabkan kelangkaan pasokan di Jepang, termasuk salah satunya
bahan pangan. Akibat keadaan ini, tidak dapat dihindari lagi pasar gelap berkembang dengan
sangat pesat di Jepang. Berkembang pesatnya pasar gelap menyebabkan pemerintah tidak
dapat lagi mengontrol lajunya pasar tersebut, karena di satu sisi kehadiran Yakuza dan
barang-barang pasar gelap sangat dibutuhkan. Salah satu kelompok Yakuza dominan yang
menguasai pasar gelap adalah Gurentai yang beranggotakan keluarga orang-orang militer.
Kelompok Gurentai menggunakan intimidasi dan pemerasan untuk mendapatkan
keuntungan. Gurentai menerima sejumlah besar uang dari pejabat-pejabat pemerintahan atas
fungsinya dalam menyediakan pasokan dari pasar gelap sehingga mereka mampu
mempertahankan eksistensinya. Selain itu, oleh pihak Amerika , politikus Jepang, para kaum
terpelajar, dan polisi mengakui bahwa Yakuza berguna untuk merubuhkan simpatisan
komunis. David Kaplan dan Alec Dubro, pengamat Yakuza, memberikan catatan: “The
money, the favored treatment, and the privileged relationships accorded to rightist and their
gangster allies by U.S. officials created a corrupt power structure that would last for
decades. The Yakuza now resumed their role in Japanese politics –providing money and
muscle– in stronger position than ever.”3 Pada perkembangan selanjutnya, meskipun
perjudian dan perdagangan di pasar gelap masih menjadi fokus utama dari kegiatan Yakuza,
mereka juga semakin terlibat dalam kehidupan politik di Jepang. Beberapa kelompok Yakuza
bahkan terlibat langsung dalam perpolitikan dan mencalonkan diri sebagai anggota Diet.4

Selama beberapa tahun terakhir, lebih dari enam ratus investigator melakukan
investigasi terhadap bank investasi AS di Jepang. Dari investigasi tersebut, ditemukan bahwa
peran Yakuza di hampir setiap sektor negara, termasuk dalam pembangunan, hiburan, dan
industri truk, bahan kimia hingga rumah sakit. Ada indikasi bahwa hampir 50 persen dari
perusahaan di Jepang yang berkorelasi dengan, bekerja dengan, atau bahkan sepenuhnya
dikendalikan oleh mafia Jepang. Perusahaan-perusahaan ini diyakini telah meminjam dari
bank dan kemudian menyalurkan dana untuk para gangster dalam jumlah dangan kisaran $

3
Baker, R. W. (2005). Capitalism's Achilles Heel: Dirty Money and How to Renew the Free-Market System.
Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons, Inc.

4
Kaplan, David E. and Alex Dubro. (1986) Yakuza: The Explosive Account of Japan's Criminal Underworld.
Reading, Mass: Addison-Wesley
300 sampai $ 400 miliar dolar AS.5 Kemudian sebelumnya ada asumsi bahwa yakuza adalah
orang-orang untuk mendekati para bankir, namun kenyataannya malah sebaliknya. Setelah
Perang Dunia II, sejumlah besar pinjaman dilakukan sehingga industri bisa menjadi
kompetitif dengan Barat. Namun, pada tahun 1980-an, banyak deposito perbankan yang terus
menipis. Meminjam modal pada asing waktu itu dianggap riskan dan berpotensi merugikan,
sehingga bank – bank tersebut akhirnya meminjam kepada yakuza.6

Yakuza sebagai salah satu bentuk kelompok kepentingan yang paling nyata di Jepang
berhasil bertahan melalui periode restorasi Meiji hingga iklim sosial-politik ekonomi
kontemporer Jepang. Yakuza sebagai kelompok kepentingan yang berasal dari kalangan
samurai mulai merasa terancam akibat pergeseran posisinya dalam pandangan masyarakat
Jepang. Strategi yakuza dalam mempertahankan eksistensinya di era industrialisasi
memperlihatkan bagaimana kelompok kepentingan ini mengatur urusan internal kelompok
sedemikian rupa, hingga kini mereka tetap memiliki bargaining position yang tinggi bagi
pemenrintah Jepang. Peran Yakuza yang identik dengan aktivitas-aktivitas yang
menggunakan kekerasan dan hubungan timbal balik antara Yakuza dengan pejabat
pemerintahan Jepang. Kelompok kepentingan sendiri dapat berbentuk publik maupun privat.
Tipe kepentingan yang ada di dalam kelompok kepentingan, namun yang paling banyak dan
dominan di berbagai dunia adalah kelompok kepentingan yang berorientasi dalam bidang
ekonomi.

5
John William Tuohy, American Mafia(daring), “Sayonara, Don Corleone”, April 2000,
<http://americanmafia.com/Feature_Articles_34.html> , diakses 17 Februari 2018
6
Chemko, Victoria. "The Japanese Yakuza: Influence On Japan’s International Relations And Regional Politics
(East Asia And Latin America)" 2001.

You might also like