You are on page 1of 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu dan teknologi yang terus berkembang pesat dibidang
kedokteran telah menghasilkan sebuah prosedur diagnostik yang cepat dan
tepat, serta metode penyembuhan penyakit dalam tanpa melakukan
operasi.
Pemeriksaan saluran cerna dengan menggunakan alat yang
menyerupai endoskop untuk pertama kalinya dilakukan pada abad ke – 18.
Pada saat itu pemeriksaan dilakukan dengan cara mengintip melalui suatu
tabung yang dimasukkan kedalam rektum penderita dengan penerangan
lilin untuk dapat melihat keadaan didalam rektum. Cara ini kemudian
berkembang dengan pemakaian alat dari logam yang pemakaiannya masih
memberikan penderitaan penderitaan bagi pasien. Pada tahum 1932,
diperkenalkan suatu gastroskop setengah lentur yang mempunyai lapangan
pandang yang lebih luas, lebih praktis dan aman. Alat ini kemudian
dilengkapi dengan kamera dan forsep untuk biopsi. Endoskop menjadi
lebih baik saat prinsip prinsip optik serat (Fiber Optic) diterapkan pada
alat endoskop.
Endoskopi gastrointestinal (EGI) adalah suatu teknik dalam bidang
ilmu Gastro – enterologi – Hepatologi untuk melihat secara langsung
keadaan di dalam saluran cerna bagian atas (SCBA) disebut Esofago
Gastroduo Denokopo (EGD) dan daluran cerna bagian bawah (SCBB)
disebut kolonskopi, setta saluran organ padat pankreohepatography)
dengan menggunakan alat endoskopi.
Dewasa ini dokter telah menjadikan alat endoskop sebagai alat
diagnostik dan terapeutik yang handal, sehingga mamu menyederhanakan
beberapa tindakan terapi operatif. Hampir disetiap Rumah Sakit besar
memiliki dan menjadikan alat endoskop sebagai hsarana penunjang yang
menjanjikan pada pasien yang akan menjalankan pemeriksaan kolonskopi.

1
Kemudian yang didapat dengan tindakan endoskopi menjadikan diagnosis
berbagai penyakit saluran cerna dapat ditegakkan dengan lebih akurat,
memudahkan pengobatan dan mempercepat masa penyembuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit perdarahan lambung?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan
lambung ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui laporan pendahuluan pada penyakit perdarahan lambung
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahan
lambung

2
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Laporan pendahuluan perdarahan lambng
2.1.1 Anatomi Fisiologi

Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26


kaki) yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus
sampai anus.
Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi
bila makanan melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi
yang mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai
pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen
yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan
bakteri pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang
dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan
karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui
proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi
cairan dan elektrolit
(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

3
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang
yang menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus
Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi orang pertama yang
mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688
Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada
tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada
lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan
keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali
dianggap juga sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus
peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung,
duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus
peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal
tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan
mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung
merupakan etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya
merupakan salah satu dari banyak factor yang berperan dalam
pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya
persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus
lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses keperawatan ini
akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan
keperawatan.
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk
dalam dinding mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus.
Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau

4
esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064).
Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa
dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus
gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang
cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang
terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum
bagian atas ( first portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di
tukak yeyunum yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomi
(Hadi Sujono. 2002. hal.204).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering
dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress). Menurut
definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A.
Price, 2006).

2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui.
Beberapa teori yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain
sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah
lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang
mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai
dengan alkorida.
2. Golongan darah
Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak
duodeni jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun
sebabnya belum diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian

5
dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O
kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar
dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat
dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa
ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3. Susunan saraf pusat
Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959.
Berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada
esofagus, lambung dan duodenum dapat dihubungkan dengan
kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan
hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya
tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada
ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya
yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.
4. inflamasi bakterial
Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme
yang diduga sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam
bakteripun. Selanjutnya pada hasil pemeriksaan didapat bahwa
inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada
inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis
disebabkan spesifik mikrooganisme.
5. Inflamasi non bakterial
Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai
penyebab didasarkannya inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan
bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan juga antaral gasthritis,
sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis
Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari
tukak yang akut. Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan
perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak yang akut.
6. Infark

6
Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah,
sering ditemukan pada otopsi. Adannya defek pada dinding serta
timbulnya infark, karena asam getah lambung dan dapat pula
ditunjukkan adanya jaringan trombose.
7. Faktor hormonal.
Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal
yang dapat menimbulkan tukak peptik.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar
mukosa lambung.
Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan
adalah golongan
salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.
Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga
histamin, reseprin
akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata
golongan salisilat hanya akan menyebabkan erosi lokal.
10. Herediter.
Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik
ini ada pengaruhnya dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang
tua/ famili yang menderita tukak, jika dibandingkan dengan mereka
yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu
ditegakkan
11. Berhubungan dengan penyakit lain.
a. Hernia diafrakmatika.
Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin
merupakan tempat timbulnya erosi atau tukak.
b. Sirosis hati.
Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama
pada sirosis lebih banyak jika dibandingkan dengan orang normal.
Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis biliaris ternyata

7
bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.
c. Penyakit paru-paru.
Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering
ditemukan. Bertambah banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan
dengan bertambah beratnya emfisema dan corpulmonale.
12. Faktor daya tahan jaringan.
Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya
tahan jaringan dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya
regenerasi.

2.1.4 Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
kecepatan sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan
oleh sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh
cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar oleh
cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain
kelenjar ulkus campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus
penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada leher kelenjar lambung;
kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan
akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi
mukus yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa,
duodenum dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama
adalah sekresi pancreas yang mengandung sebagian besar natrium
bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung
sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa.
Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar
oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama
dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati
(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik
memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna,

8
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks
mekanisme ini menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik
secara persarafan maupun secara hormonal sehingga menurunkan
kecepatan pengosongan lambung.
2. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada
mukosa usus, kemudian melalui darah menuju pancreas untuk
menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas- yang
mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga
tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat
disebabkan oleh salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin
yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2) berkurangnya
kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari
sifat pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

Penyebab khusus
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikum menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung,
dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien
terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila
kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri
dapat melakukan penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan
kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan
melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar.
Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung
dapat berpenetrasi kedalam jaringan epithelium dan dapat
mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya.
Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl,
2007).

9
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal,
bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan
berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang
menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor
psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan
merokok.
3. Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti
Indometasin, Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek
penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada
epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan
sekresi HCO3 sehingga memperlemah perlindungan
mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak
mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini
juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan
meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan
syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka
kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi
lebih parah.
5. Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim
pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat
menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi

10
yang berlanjut pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan
terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi dari seluruh
dinding lambung.

2.1.5 Klasifikasi

No Ulkus duodenal Ulkus Lambung


1 Insidens Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun
Pria: wanita → 3:1 lebih
Terjadi lebih sering Pria:wanita → 2:1
dari pada ulkus
lambung
2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala
Hipersekresi asam Normal sampai
lambung hiposekresi asam
Dapat mengalami lambung
penambahan berat Penurunan berat
badan badan dapat terjadi
Nyeri terjadi 2-3 jam Nyeri terjadi ½
setelah makan; sering sampai 1 jam
terbangun dari tidur setelah
antara jam 1 dan 2 makan; jarang
pagi. terbangun pada
Makan makanan malam hari;
menghilangkan nyeri dapat hilang
Muntah tidak umum dengan muntah.
Hemoragi jarang Makan makanan
terjadi dibandingkan tidak membantu
ulkus dan
lambung tetapi bila kadang
ada milena lebih meningkatkan

11
umum nyeri.
daripada Muntah umum
hematemesis. terjadi
Lebih mungkin Hemoragi lebih
terjadi perforasi umum terjadi
daripada daripada
ulkus lambung ulkus duodenal,
hematemesis lebih
umum terjadi
daripada milena.

3 Kemungkinan Kemungkinan
Malignansi malignansi
Jarang Kadang-kadang

4 Faktor Risiko Faktor Risiko


Golongan darah O, Gastritis, alkohol,
PPOM, gagal ginjal merokok, NSAID,
kronis, alkohol, stres
merokok, sirosis,
stress.

2.1.6 Manifestasi Klinik


Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia.
Dispesia adalah suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa
penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,
sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat
gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat
refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni

12
rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa
membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah pasien
makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR).
Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan
tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster
sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah
perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus
bisa menjalar ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit
bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke
organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis
tukak gaster karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa
sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri
atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak
pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya
diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi.
Muntah kadang timbul pada tukak peptic disebabkan edema dan
spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction
melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan
nyeri tekan abdomen
2. Bising usus mungkin tidak ada
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan

14
4. Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negative terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes
serologis terhadap antibody pada antigen H. pylori.

2.1.8 Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
Penurunan stress dan istirahat.
Penghentian merokok
Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi
asam lambung.
Obat-obatan
Intervensi bedah

Penatalaksanaan Farmakologis
Antagonis Reseptor H2/ARH2.
Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek
histaminàsel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung.Inhibisi bersifat reversible.
Dosis terapeutik :

15
Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mg
Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Famotidine : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg
malam hari.

contoh-contoh obat anti ulkus


a. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik
dengan meningkatkan pH.

1. ACITRIL (Interbat)
Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg,
Almunium hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg
Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia,
gastritis. Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat.
Efek samping: Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat:
Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis H2, kuinidin, warfarin.
Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.

2. ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)


Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg,
Simetikon 25 mg.
Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada
kehamilan.
Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas
lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan
“heartburn” pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam
setelah makan atau sesuai kebutuhan.
Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan
obstruksi usus.

16
Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.

3. ANTASIDA DOEN (Medipharma)


Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel
Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium
Hidroksida) 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg.
Indikasi : Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan
kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum
dengan gejala-gejala.

2.1.9 Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini
merupakan indikasi pembedahan (Price, 1996).
1. Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang
berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat.
Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja,
memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti
program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran
pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan
baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak
semula sudah bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir.
Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa mengalami
degenerasi ganas.
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton,
1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan,
namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena
pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria
gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus

17
tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan
dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif
dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan
massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan
syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.

3. Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price,
1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung
karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien
dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang
parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis
kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang
menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien
takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada
saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat
didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya
udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit
translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk
rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme,
atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi
timbul lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada
ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan
kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat,
dapat timbul nyeri dan muntah (Mineta,1983)

2.2 Asuhan keperawatan pada pasien perdarahan lambung


2.2.1 Kasus

18
Tn R berusia 42 tahun datang ke RSUD Dr Soetomo pada tanggal 6
Desember 2017. Pasien mengeluh nyeri dan kembung dibagian perut, pasien
sering mual dan muntah berwarna coklat, pasien juga mengalami diare disertai
darah. Pasien mengatakan sempat berobat ke RS Dr Soewandi pada tanggal 5
Desember 2017, kemudian pihak Rs menganjurkan pasien untuk dirawat inap
namun tempatnya penuh kemudian pasien di rujuk ke RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Keadaan umum pasien terlihat lemah, conjungtiva pucat, ujung jari
pucat, kulit terasa dingin dan peristaltik usus menurun. Kemudian dokter
menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan endoskopi.
2.2.2 Pengkajian
A. Identitas penderita
Nama : Tn R
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : tamat SMA
Alamat : Bronggalan Sawah Surabaya
Tanggal MRS : 6 Desember 2017
Nomor RM : 6893719396565278
Diagnosa medis : Gastritis Kronis
B. Riwayat penyakit sekarang
Alasan Utama MRS : nyeri dan kembung dibagian perut, mual dan
muntah berwarna coklat, dan diare disertai darah
Keluhan Utama : Pasien mengatakan merasa mual dan diare disertai
darah
Upaya yang telah dilakukan: Pasien mengatakan sempat berobat ke RS Dr
Soewandi pada tanggal 5 Desember 2017,
kemudian pihak Rs menganjurkan pasien
untuk dirawat inap namun tempatnya penuh

19
kemudian pasien di rujuk ke RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
Terapi atau operasi yang pernah dilakukan : Pasien mengatakan tidak
pernah melakukan operasi ataupun terapi
C. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien mengatakan sebelumnya belum
pernah sakit diare separah yang diderita
saat ini
Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan merasa mual dan diare
yang disertai darah
Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan ibu dari pasien
mempunyai riwayat penyakit Hipertensi
Alergi : Pasien mengatakan tidak mempunyai
riwayat alergi
Genogram (3 generasi)

Px

Keterangan : Nenek pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi

Perempuan

Laki - laki

20
Perempuan sudah meninggal

Laki – laki sudah meninggal

Px Pasien

21
2.2.3 Pola – pola fungsi kesehatan
A. Pola presepsi dan tata laksana hidup
SMRS : Pasien mengatakan tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol, dan tidak pernah melakukan olahraga
MRS : Pasien megatakan tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol dan tidak pernah melakukan oleh raga
B. Pola nutrisi dan metabolisme
SMRS : Pasien mengatakan dalam kesehariannya makan 3 kali
dengan menu nasi dan lauk pauk, minum pasien 1,5 l
perhari dan pasien tidak kesulitan menelan sebelum dakit
berat badan pasien 60 Kg
MRS : Pasien mengatakan saat dirumah sakit makannya dengan
menu nasi, daging, dan sayur kemudian minumnya air gula
datu gelas ditambah air kacang hijau satu gelas, berat badan
pasien saat sakit 58 Kg
C. Pola eliminasi
SMRS : Pasien mengatakan BAB normal sehari 1 x dan BAK 4 x
sehari
MRS : Pasien mengatakan sering merasa mual dan muntah
berwarna coklat, BAB sering 4 x sehari feses bercampur
darah, perut terasa mulas
D. Pola tidur dan istirahat
SMRS : Pasien mengatakan kebiasaan tidur malam pukul 22.00
dan bangun pagi pukul 05.00
MRS : Pasien mengatakan tidur pukul 20.00 dan sering terbangun
karena mersa ruagannya panas dan pengap, lama tidurnya
kira – kira 3 – 4 jam
E. Pola aktifitas
SMRS : Pasien mengatakan sebelum sakit yaitu bekerja sebagai
karyawan swasta.
MRS : Pasien mengatakan saat di rumahsakit hanya beristirahat
saja, pasien bisa berjalan dengan didampingi istrinya

22
F. Pola hubungan dan peran
SMRS : Pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga baik
baik saja dan dengan lingkungan sekitar hubungan pasien
juga baik baik daja
MRS : Pasien mengatakan hubungan keluarga baik dan tenaga
kesehatan juga terjalin engan baik
G. Pola presepsi dan konsep diri
Pasien tidak memiliki gangguan pola presepsi dan konsep diri
H. Pola sensori dan kognitif
SMRS : Daya penciuman, rasa, raba, pendengaran, proses berfikir,
daya ingat normal
MRS : Daya penciuman, rasa, raba, pendengaran, proses berfikir
dan daya ingat normal
I. Pola reproduksi seksual
Pasien mengatakan sudah mempunyai istri dan mempunyai 3 anak, 1
perempuan , dan 2 laki - laki
J. Pola penanggulangan stress
Pasien tidak memiliki stress atau pemicu stress, pasien ikhlas menerima
penyakitnya
K. Pola tata nilai dan kepercayaan
SMRS : Pasien mengatakan memeluk agama islam, ibadahnya
rutin 5 kali dalam satu hari
MRS : Pasien mengatakan tetap melaksanakan ibadahnya 5 kali
dalam 1 hari
2.2.4 Pemeriksaan fisik
A. Satatus kesehatan umum
1. Keadaan penyakit : Kronik
2. Kesadaran pasien : komposmentis (Pasien sadar sepenuhnya)
3. Suara bicara : Jelas
4. Pernafasan RR : 22 x permenit
5. Nadi : 90 x / menit
6. Tekanan darah : 130 / 85 mmhg

23
7. Berat Badan : 58 Kg
B. Sistem integumen
Pucat, permukaan halus, turgor tidak menurun, akral hangat, kering,
merah
Rambut tipis, botak, agak sedikit kusam
C. Kepala
Simetris, normal cepatic, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala,
tidak ada trauma di kepala
D. Muka
Simetris, tidak ada odema
E. Mata
Air mata normal, kelopak mata bisa menutup dan membuka secara
bersamaan, mata cowong
F. Abdomen
Inspeksi : Bentuk buncit, tidak ada pulsasi atau hernia
Palpasi : turgor kulit tidak normal
Perkusi : Adanya distensi
Aukskuttasi : peristaltik usus menurun
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
A. Darah lengkap
1. Penurunan hemoglobin
2. Terjadi peningkatan BUN, karena protein darah dipecah
3. Amonia meningkat
B. GDA
1. Terjadi alkalosis respiratoris (kompensasi penurunan aliran darah ke
paru)
2. Acidosis metabolik (lambatnya aliran darah hati)
C. Elektrolit
1. Natrium meningkat
2. Kalium menurun
D. Endoskopi

24
2.2.6 Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan voluma cairan b.d. perdarahan aktif, intake tak adekuat


ditandai hipotensi, takikardia, pengisian kapiler terlambat, urine pekat,
berkeringat dingin
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. hipovolemia, penurunan hemoglobin
ditandai pusing, sianosis, berkeringat dingin.
3. Pemenuhan nutrisi tak adekuat b.d. mual, penurunan nafsu makan ditandai
penurunan BB, kelemahan.
2.2.7 Intervensi keperawatan

1. Kekurangan voluma cairan b.d. perdarahan aktif, intake tak adekuat


Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tanda vital stabil
b. Akral hangat
c. Turgor baik
d. Mukosa lembab
Tindakan :
1) Catat karakteristik muntah
2) Awasi tanda tanda vital
3) Catat respon fisiologis klien terhadap perdarahan
4) Awasi masukan dan pengeluaran cairan
5) Pertahankan tirah baring
6) Kolaborasi berikan cairan / darah
a) Masukan selang NGT dan lakukan lavase dengan air dingin
b) Berikan obat - obatan
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. hipovolemia
Tujan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
a. Tanda vital stabil
b. Akral hangat
c. GDA normal
d. Haluaran urine adekuat

25
Tindakan :
1) Observasi pusing dan kesadaran
2) Lakukan pengukuran tanda tanda vital
3) Kaji keadaan kulit
4) Catat pengeluaran urine
5) Kolaborasi :
a) Berikan oksigen
b) Awasi GDA
c) Berikan cairan IV
3. Pemenuhan nutrisi tak adekuat b.d. mual
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
a. BB stabil.
b. Menunjukan peningkatan nafsu makan
1) Catat karakteristik NG
2) Selama puasa pertahankan cairan intra vena
3) Apabila NG jernih berikan makanan bubur halus secara bertahap
4) Jadwalkan diet tinggi kalori dan protein
5) Kolaborasi : rujuk ke ahli gizi
2.2.8 Implementasi

1. Kekurangan voluma cairan b.d. perdarahan aktif, intake tak adekuat


Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tanda vital stabil
b. Akral hangat
c. Turgor baik
d. Mukosa lembab
Tindakan :
1. Catat karakteristik muntah
2. Awasi tanda tanda vital
3. Catat respon fisiologis klien terhadap perdarahan
4. Awasi masukan dan pengeluaran cairan

26
7) Pertahankan tirah baring
8) Kolaborasi berikan cairan / darah
c) Masukan selang NGT dan lakukan lavase dengan air dingin
d) Berikan obat - obatan
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. hipovolemia
Tujan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
1) Tanda vital stabil
2) Akral hangat
3) GDA normal
4) Haluaran urine adekuat
Tindakan :
1) Observasi pusing dan kesadaran
2) Lakukan pengukuran tanda tanda vital
3) Kaji keadaan kulit
4) Catat pengeluaran urine
5) Kolaborasi :
a. Berikan oksigen
b. Awasi GDA
c. Berikan cairan IV
3. Pemenuhan nutrisi tak adekuat b.d. mual
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
1) BB stabil.
2) Menunjukan peningkatan nafsu makan
1. Catat karakteristik NG
2. Selama puasa pertahankan cairan intra vena
3. Apabila NG jernih berikan makanan bubur halus secara bertahap
4. Jadwalkan diet tinggi kalori dan protein
5. Kolaborasi : rujuk ke ahli gizi

27
2.2.9 Evaluasi

A. Kekurangan voluma cairan b.d. perdarahan aktif.


1.Momonitor perdarahan: lewat NG dan melena. Hasil: NG + sisa, dan
melena + ( 7X).

2.Mengobservasi vital sign: T 100/70, nadi 94x, suhu 37.

3.Mengawasi tetesan infus. Infus RL netes 20 tetes.

4.Memonitor perubahan fisiologis: akral dingin, berkeringat dingin +.

5.Memonitor keadaan kulit dan mukosa: turgor baik, mukosa agak kering.

Evaluasi :
Tanggal 7/17, pukul 19.00
S: menyatakan pemahaman terhadap keadaan penyakitnya.
O: klien nampak rileks.
A: Kecemasan berkurang
P: Monitor perkembangan tidur, istirahat dan ekspresi klien
B. Gangguan perfusi jaringan b.d. hipovolemia
1. Menjelaskan tentang proses terjadinya perdarahan.

2.memotivasi keluarga agar tetap mendampingi dan mendoakan agar klien


cepat sembuh.

3.memotivasi klien untuk menyampaikan perasaannya.

4.Mengevaluasi keadaan tidur dan istirahat.

Evaluasi :

Tanggal 8/17, pukul 13.00


S: -
O: perdarahan berkurang, T 120/80, nadi 88, suhu 37, akral hangat,
keringat dingin -, mukosa agak kering
A: Masalah sebagian teratasi.
P: pertahankan cairan IV, monitor perkembangan perdarahan

28
C. Pemenuhsn nutrisi tidak adekuat b.d mual
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
1. Menjelaskan tujuan dan lamanya puasa
2. Mengobserrvasi keadaan mual dan keluhan perut
3. Mempertahankan cairan lewat infus
4. Memotifasi agar bed rest
Evaluasi :
Tanggal 13/17 Pukul 07.00
S : Keluhan pusing berkuran
O : Akral hangat, keringat dingin, sianosis, kesadaran C, Hb 6,
A :Masalah sebagian teratasi
P :Monitor Hb, Perdarahan dan siappkan transfusi

29
BAB 3
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
3.1 Pengertian
Endoskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ
di dalam tubuh manusia. Dapat secara visual dengan mengintip menggunakan
alat tersebut (rigid/fiber-skop) atau langsung melihat pada layer monitor
(skop Evis), sehingga kelainan pada organ tersebut dapat dilihat dengan jelas
(Marcellus, Simadibrata K, 2006, hlm. 307).
Salah satu peralatan endoskopi medikal adalah fiberskop dimana bagian
dari alat yang masuk ke dalam organ bagian dalam tubuh (saluran
pencernaan) berbentuk pipa yang lentur (fleksibel) dan di dalamnya ada serat
serat opuk yang berfungsi sebagai pemungut gambar juga pembawa cahaya.
Sedangkan tindakan atau pemeriksaan endoskop pada gastrointestinal
adalah suatu pemeriksaan dengan peralatan endoskopi yang bisa menjawab
problematika penyakit penyakit saluran pencernaan baik pada orang dewasa
maupun anak-anak.
Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memaka
alatendoskopi untuk mendiagnosiskelainan kelaianan organ dalam tubuh
antara lain saluran pencernaan, saluran perkemihan, rongga mulut, perut
rongga, dan lainnya lain (Marcellus Simadibrata K, 2006, hlm. 307).

3.2 Tujuan Pemeriksaan Endoskopi


1. Diagnostic:
a. Untuk menentukan atau menegakkan diagnosis yang pada pemeriksaan
radiologi menunjukkan hasil yang meragukan atau kurang jelas.
b. Untuk menentukan diagnosis pada klien yang sering mengeluh
epigastrium, muntah-muntah, sulit atau sakit telan. Sedangkan radiologi
menunjukkan hasil yang normal.
c. Melaksanakan biopsi atau sitologi pada lesi-lesi di saluran pencernaan
yang diduga keganasan.
d. Untuk menentukan sumber pendarahan secara cepat dan tepat.
e. Memantau residif pada keganasan dan menilai klien pasca-bedah.

30
f. Menentukan diagnosis pada kelainan pankreatobilier.
2. Terapeutik:
a. Skleroterapi endoskopi (STE) adalah menyuntikkan obat sklerotik
melalui endoskopi pada varises esophagus.
b. Ligasi varises esophagus (LVE) adalah pengikatan varises pada
esophagus dengan menggunakan peralatan endoskopi.
c. Polipeptomi adalah pengambilan polip pada saluran pencernaan dengan
menggunakan peralatan endoskopi.
d. Sfingterotomi adalah melebarkan saluran papila vateri dengan
menggunakan peralatan endoskopi.
e. Dilatasi adalah melebarkan lumen esofagus. Misalnya struktur esofagus
pada klien akalasia.
f. Perkutaneus endoskopi gastrostomi (PEG) adalah pemasangan slang
untuk pemberian nutrisi ke lambung melalui dinding perut dengan
bantuan endoskopi.
g. Untuk pengambilan benda asing (corpus aliemum) yang masuk ke
dalam saluran pencernaan.

3.3 Penggunaan Alat Endoskopi


a. Endoskopi atas atau disebut esofagogastroduodenoskop/ gastroskopi, di
mana alat endoskopi masuk melalui mulut ke esofagus, lambung. sampai
duodenum bagian distal.
b. Esofagoskopi yaitu pemeriksaan dengan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan esophagus.
c. Gastroskopi yaitu pemeriksaan dengan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di gaster.
d. Duodenoskopi yaitu pemeriksaan dengan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di duodenum.
e. Enteroskopi yaitu pemeriksaan dengan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di usus halus.
f. Endoskopi bawah atau disebut dengan kolonoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di usus besar. Di mana alat endoskopi masuk melalui anus,

31
rektum, sigmoid, kolon desendens, kolon asendens, sampai dengan
sekum.
g. Endoskopi kapsul yaitu pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi
bentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan yang ada di usus halus.

3.4 Persiapan dan Perawatan Klien


Klien yang akan dilakukan pemeriksaan endoskopi perlu dipersiapkan dengan
baik. Persiapan yang harus dilakukan adalah:
1. Persiapan Umum
a. Psikologis
Memberikan penyuluhan atau bimbingan dan konseling keperawatan
kepada klien mengenai tujuan, prosedur, dan kemungkinan yang dapat
terjadi agar klien dapat membantu kelancaran pemeriksaan endoskopi
antara lain dengan mengurangi atau menghilangkan rasa cemas dan
takut.
b. Administrasi
a) Mengisi surat pernyataan persetujuan (informed consen)
ditandatangani oleh klien atau keluarga.
b) Menjelaskan perihal pelaksanaan administrasi. Hal ini disesuaikan
dengan Peraturan masing-masing rumah sakiL
2. Persiapan Khusus
a. Endoskopi atas atau saluran cerna bagian atas (SCBA) atau
esofagogastroduodenoskopi (EGD).
a) Puasa, tidak makan dan minum sedikitnya 6 jam sebelum
pemeriksaan/tindakan endoskopi.
b) Gigi palsu dan kacamata harus dilepas selama pemeriksaan/tindakan
endoskopi.
c) Sebelum pemeriksaan/tindakan endoskopi, orofaring disemprot
dengan xylocain spray 10% secukupnya.
b. Endoskopi bawah atau saluran cerna bagian bawah (SCBB) atau
kolonoskopi:

32
a) Dua hari sebelum pemeriksaan dianjurkan diet rendah serat (bubur
kecap/bubur maizena).
b) Minum obat pencahar (sodium bifosfat, disodium bifosfat, sodium
klorida, potasium klorida, sodium bikarbonat) misalnya Fleet dan
Niflec.
c. Di bawah ini merupakan contoh penggunaan obat pencahar dengan
modifikasi atau menurut situasi dan kondisi klien:
Bila menggunakan obat pencahar cair:
12 jam sebelum pemeriksaan (Fleet I): Tuangkan h botol Fleet ke
dalam gelas dan tambahkan air sampai 1 gelas lalu minumkan ke klien.
Kemudian diikuti dengan puasa makan, tetapi minum 2-3 gelas per
jam.
3 jam sebelum pemeriksaan (Fleet II): Tuangkan sisa 1/2 botol
Fleet seperti di atas dan tetap minum 2-3 gelas per jam.
Bila menggunakan Niflect Bubuk: obat pencahar ini sebaiknya
diminum minimal 8 jam sebelum pemeriksaan (menurut petunjuk
pemakaian).
Pastikan bahwa buang air besar klien sudah berwarna minimal
cairan kuning jernih atau putih air 1 jam sebelum pemeriksaan
dilaksanakan.
Hal-hal yang harus disampaikan kepada klien antara lain:
1. Harap membawa hasil pemeriksaan yang ada sebelumnya.
2. Jangan cemas bila terjadi diare setelah minum obat pencahar.
3. Tekanan mengikuti aturan yang ada (prosedur persiapan) agar
mendapat hasil yang maksimal.

3.5 Persiapan Alat


Peralatan endoskopi yang harus disesuaikan dengan jenis laporan atau
tindakan dan diagnosis klien. Persiapan tersebut adalah sebagai berikut.

33
Standar persiapan alat pada kegiatan endoskopi diagnostic:
a. Skop sesuai dengan kebutuhan: gastroskopi lolonoskopi, atau
duodenuskopi (skop lensa lateral);
b. sumber cahaya;
c. pompa hisap;
d. printer endoskopi dengan kertasnya;
e. monitor TV,
f. sarung tangan steril beberapa aksesori sesuai kebutuhan:
1. Injektor varises esofagus,
2. Injektor varises anus/hemoroid,
3. Ligator esofagus,
4. Biopsi forcep sesuai jenis skop, dan lainnya;
g. mouth pieces
h. satu set peralatan cuci
i. anestesi lokal spray
j. jeli pelumas skop;
k. kassa atau tisu,
l. baju skot kerja;
m. obat-obatan darurat (emergency bila diperlukan
n. oksigen bila diperlukan.

Persiapan untuk kegiatan terapeutik:

Sesuai dengan standar persiapan alat untuk diagnostik di atas ditambah


peralatan khusus (aksesori endoskopi) sesuai dengan kebutuhan tindakan.

34
Gambar 2.1 Sumber RARMO Fujinon Video Endoskope system, FUJINON

Gambar di atas merupakan peralatan endoskopi yang berhubungan tangsung


dengan klien yang biasa disebut skop endoskopi. Di mana skop pada saluran
pencernaan antara lain terdiri atas skop gastroskopi, skop duodenoskopi dan
skop kolonoskopi yang bentuknya serupa tapi yang membe antara beberapa
skop tersebut adalah ujung skop.

Gambar 2.2 Video Sistem Endoskopi 200, FUJINON

Gambar di atas adalah pangkal skop sebagai pegangan operator untuk disusun
atau dikendalikan ujung skop sesuai keinginan operator. Selain apa yang
disebutkan di atas fungsi lain adalah pengendali empat arah, memutar 360
derajat, dan berbalik arah sampai lebih dari 180 derajat.

Gambar 2.3 Sumber RARMO Fujinon Video Endoskope System, FUJINON

Gambar di atas merupakan bagian dari skop pada gastroskopi atau


kolonoskopi. (a) Ujung skop ikutan arah, dua cahaya yang bersumber dari

35
lampu dalam prosesor dan di antara kedua cahaya itu ada sebuah tensa
kamera berfungsi gambar, (b) ujung skop yang lain difungsikan sebagai
ingasi atau menyemprotkan udara ke daerah yang kotor baik pada tensa atau
bagian organ yang diinginkan, (c) ada lubang pada ujung skop yang
multifungsi dierah adalah untuk biopsi (mengambil jaringan organ dalam
saluran pencernaan yang dicurigai ada sesuatu untuk sampel pemeriksaan).

Sumber G-5 endoscopes for the duodenum 4400 electronic video endoscopy
system, FUJINON

Gambar di atas menjelaskan semua sekop lateral karena semua arahnya


menyimpang. (a) ujung sekop duodenoskopi yang difungsikan untuk ERCP.
(b) ujung sekop duodenoskopi yang terpasang aksesoris untuk pengambilan
batu empedu.

36
3.6 Perawatan Peralatan Endoskopi
Perawatan peralatan endoskopi medikal memegang peranan penting karena
selain harus dalam kondisi siap pakai juga mahal harganya. Kebersihan dan
sterilitas peralatan endoskopi adalah mutlak, ada dua cara untuk
membersihkan alat endoskopi yaitu:
a. Secara Manual
1. Persiapan Peralatan
1) Empat buah bak pencuci ukuran sedang mengandung cairan
antiseptik ditambah sengan detergen, satu bak mengandung larutan
disinfektan tingkat tinggi (DTT) dan dua bak berisi air bersih;
2) Suction pump;
3) Sikat pembersih / washing water brush.
2. Pelaksanaan Pencucian
Setelah skop endoskopi habis pakai segera dicuci dengan air bersih
kemudian disikat dengan sikat khusus yang seimbang ke tiap-tiap
lumen skop endoskopi, setelah itu dibilas dengan air sabun dengan
disinfektan tingkat tinggi (larutan glutaraldehid) 2,4% dan yang
akhirnya dengan udara bersih. Pembilasan diulang kembali sampai
bersih.
Pengeringan dengan menggunakan tekanan udara atau kompresor
yang telah diukur tekanannya menjadi kecil dan dialirkan ke tiap-tiap
lumen skop sampai kering.
b. Secara otomatis
Pembersihan cara ini menggunakan mesin pembersih khusus alat
endoskopi. Penggunaan mesin alat pembersih ini hanya mengikuti
prosedur tetap yang telah ditentukan. Skop yang sudah dibersihkan
diletakkan pada posisi menggantung agar lebih kering setelah itu
dimasukkan ke dalam lemari endoskopi.

37
3.7 Hasil Endoskopi

38
3.8 Persiapan Obat
Yang perlu disediakan adalah:
a. Infus set beserta cairannya;
b. Antihistamin;
c. Adrenalin;
d. Kortison;
e. Valium/diazepam/dormicum;
f. Novalgin;
g. Buscopan;
h. Sulvas atropine 0,25%;
i. Pethidine;
j. Gascon;
k. PZ;

39
l. Alcohol 96%;
m. Aetoseklerol 3%;
n. Xylocaine spray 10%;
o. Anexat;
p. Spuit 3 cc, 5 cc, dan 10 cc.

40
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus,
lambung, duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi.
Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal
tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa
yang terlibat( Aziz, 2008).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman
lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan
pembedahan.
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak
mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat
menambah sekresi asam lambung.
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa
dalam pebuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan
serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan
materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua
pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam
pembuatan makalah yang akan datang.

41
DAFTAR PUSTAKA

Smeltz, suzane dan Brenda G bare.2002. Keperawatan medikal bedah . jakarta :


Penerbit buku kedoteran EGC
Debora, oda. 2012. Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik.Jakarta : Salemba
Medika

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta
:Erlangga
Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi
Asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.
W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta
:Kedokteran indonesia

42

You might also like