Professional Documents
Culture Documents
Refarat Obsgyn
Refarat Obsgyn
PENDAHULUAN
1
tertahannya plasenta. Hal ini merupakan penyebab tingginya caesarian
section, histerektomi peripartum, kegagalan koagulasi, infeksi purperal dan
kematian. Komplikasi pada janin adalah kelahiran prematur, berat bayi lahir
rendah (BBLR), kematian intrauterin, malformasi kongenital, dan asfiksia
pada bayi.4
Perdarahan obstetrik merupakan salah satu masalah utama penyebab
kematian ibu, dan merupakan salah satu penyebab primer dari kematian
janin.5 Perdarahan antepartum merupakan salah satu kegawatdaruratan
obstetrik dengan prevalensi 0,5-5%.6Pada perdarahan antepartum, 30%
disebabkan oleh plasenta previa, sedangakan 25% kasus disebabkan oleh
solusio plasenta.3Di Amerika Serikat terjadi 0,5% kejadian plasenta previa
dari semua kehamilan, sedangkan kejadian solusio plasenta sebesar 1% dari
semua kehamilan.7Prevalensi plasenta previa di Indonesia pada tahun 2005
adalah 2,77% dan 0,85% diantaranya meninggal. Sedangkan prevalensi
solusio plasenta di Indonesia pada tahun 2005 adalah 1,8%.8
2
1.4. Manfaat penulisan
1.4.1. Bagi institusi kesehatan
1. Sebagai masukan dalam upaya komunikasi, informasi dan edukasi
untuk meningkatkan pelayanan ibu hamil dan penanganan
perdarahan antepartum.
2. Sebagai informasi kepada institusi kesehatan agar lebih giat dalam
upaya pencegahan terjadinya perdarahan antepartum.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
4. Plasenta letak rendah adalahplasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
±2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.
2.1.2. Epidemiologi
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari
seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta
previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh sebab itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan
terlebih dahulu.11
2.1.3. Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan
dengan plasenta previa, diantaranya:
5
1. Vaskularisasi desidua yang tidak memadai, sebagai akibat dari
proses peradangan atau atrofi.2
2. Usia Ibu.7,10
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa.
Lebih dari 169.000 pelahiran di Parkland Hospital dari tahun
1998 sampai 1999, inseiden plasenta meningkat secara bermakna
disetiap kelompok usia. Insidennya adalah 1 dari 1500 untuk
wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita
berusia lebih dari 35 tahun.10
Hasil penelitian menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih
besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.10
3. Multiparitas.7,10,12
Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih,
Babinski dkk. (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa
adalah 2,2 persen dan meningkat drastic dibandingkan dengan
insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih
dari 169.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk
wanita para 3 atau lebih adalah 1 dari 175.10
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita
multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa
disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi
pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke
plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga
menutupi pembukaan jalan lahir.12
6
4. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid
atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian
bedah caesar atau aborsi).7,10
Terdapat peningkatan insiden plasenta previa lima kali
lipat pada wanita Swedia dengan riwayat section caesarea. Di
Parkland, insiden meningkat dua kali lipat pada riwayat section
caesarea minimal satu kali.10
8. Ibu merokok.2,7
Kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali pada wanita
yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbonmonoksida hasil
pembajaran rokok menyebabkan hipertrofi dari plasenta serta
menyebabkan peradangan dan berkurangnya vaskularisasi
plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta.2,10
2.1.4. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai
terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami
7
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dariuri.Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta
yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim
itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding).2
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal
tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi
8
pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya
pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat
perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli dan ke rektum bersama plasenta previa.2
Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus
yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya
dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.2
9
FaktorPenduk
ung
Implantasi embrio
(embryonic plate)
pada bagian bawah
(kauda) uterus
Isthmus uteri tertarik (melebar)menjadi
dinding cavum uteri (SBR/ Segmen
Bawah Rahim )
Servik
Desidua Laserasi membuka
lepas dari dan
plasenta mendatar
Perdarahan
Dinding rahim Cemas
tipis Hipovol
emia
anem
Mudah diinvasi Kekurang
ia
oleh an
pertumbuhan Perubahan volume
trofoblas perfusi cairan
Plasenta akan jaringan
melekat lebih hipoksi Resiko
kuat a cedera
Plasenta
berkembang Bayi lahir
menutupi ostium dengan BB
interna rendah/
Lahir tidak
dapat normal kematian
(lahir sesar) (gawat janin)
10
Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit sampai banyak
mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat dengan
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai
pasca persalinan. Bisa juga bertambah karena serviks dan segmen
bawah rahim pada plasenta previa rapuh dan mudah mengalami
robekan.2,7
2. Warna perdarahan merah segar.2,7
3. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya
darah.2
4. Timbulnya perlahan-lahan.2
5. His biasanya tidak ada.2
6. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.2,7
7. Terdapat denyut jantung janin.2,7
8. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.2
11
pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari
tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat
berlanjut setelah plasenta dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus
lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek
dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah
memintas segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan
dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks
yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang
melekat itu secara manual.2
2.1.6. Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20
minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume
lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida.2,7
2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan bagian terbawah
janin yang biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak,
seperti letak lintang atau letak sungsang.Janin sering belum cukup
bulan, sehingga fundus uteri masih rendah.Tidak terdapat nyeri
tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel. Denyut
jantung janin biasanya normal.7
Pemeriksaan inspekulo bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari
kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.Pemeriksaan digital pada vagina merupakan
12
kontraindikasi hingga diagnosis plasenta previa disingkirkan,
karena hal ini dapat menyebabkan perdarahan.7
3. Pemeriksaan penunjang
Pada semua wanita hamil setelah trimester I yang
mengalami perdarahan pervaginam membutuhkan pemeriksaan
spekulum yang diikuti dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat
untuk menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janin. Pemeriksaan USG rutin pada
kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah tidak
dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan
USG rutin untuk kehamilan dengan plasenta previa partial atau
total dianjurkan setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi
perdarahan.7
2.1.7. Tatalaksana
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam
trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit.
Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap termasuk golongan darah.2
1. Perawatan Konservatif.2
Dilakukan pada bayi prematur dengan Taksiran Berat
Janin (TBJ)<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu dengan
syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau
berhenti.Cara perawatan:
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
b. Perdarahan dalam trimester kedua, periksa tanda
hypovolemia seperti hipotensi dan takikardia, mungkin
pasien ini telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat daripada penampakannya secara klinis. Transfusi
13
darah yang banyak perlu diberikan (PRC/Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11gr%).
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin
(kemungkinan perawatan konservatif gagal) dengan injeksi
Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia
kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke
ruang perawatan dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada
perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan
darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
g. Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
h. Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan pengawasan konserpatif maka lakukan mobilisasi
bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak
boleh melakukan senggama.
i. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan
mobilisasi penderita dipulangkan dengan nasihat, yaitu
istirahat, dilarang koitus, segera masuk Rumah Sakit bila
terjadi perdarahan lagi, dan kontrol tiap minggu.
j. Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih
ketat dengan istirahat baring lebih lama dalam rumah sakit
hingga pasien melahirkan. Jika pada waktu masuk terjadi
perdarahan yang banyak, perlu segera di terminasi bila
keadaan janin sudah viable. Bila perdarahannya tidak sampai
sedemikian banyak, pasien diistirahatkan sampai kehamilan
36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru
janin telah mantang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu
melalui section caesarea.
14
2. Perawatan Aktif.2
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan
aktif (perdarahan >500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah
ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan
apabila perkiraan berat bayi > 2000 gram, gawat janin, anemia
dengan Hb < 6g%, janin hidup, dan perdarahan aktif.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat
dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim
bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan
segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi yang
demikian dapat juga dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan
pada plasenta yang terletak anterior dengan melakukan insisi pada
dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat pula
mengeluarkan janin dan memepit tali pusatnya sebelum janin
sempat mengalami perdarahan (fetal exsanguination) akibat
plasentanya terpotong. Seksio sesarea klasik dengan insisi vertikal
pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau
terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anestesia
regional dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat
dikendalikan dengan baik di tangan spesialis anestesia.
Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi
dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada
pemakaian anestesia umum. Namun, pada pasien dengan
perdarahan berat sebelumnya anestesia umum lebih baik
mengingat anestesia regional bisa menambah berat hipotensi yang
biasanya telah ada dan memblokir respons normal simpatetik
terhadap hipovolemia.
2.1.8. Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih
baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis
15
yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG serta ketersediaan
transfusi darah dan infus cairan yang telah ada di hampir semua rumah
sakit. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus
yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal
jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil
dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program
keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan.
Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa
dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu
penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-
kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47 %. Hubungan
hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta
previa belum terbukti.2
16
Menurut derajat lepasnya plasenta:2
1. Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
2. Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
3. Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir
plasenta yang terlepas.
4. Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes
antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di
bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan ke luar melalui vagina (revealed hemorrhage)
5. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan
tersembunyi dibelakang plasenta atau tidak keluar melalui vagina
(concealed hemorrhage), dapat terjadi apabila bagian plasenta
sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim, selaput
ketuban masih melekat pada dinding rahim, perdarahan masuk ke
dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya,
dan bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat
pada segmen bawah rahim.
17
Sedangkan berdasarkan tanda klinis yang menyertainya,
solusio plasenta terbagi menjadi 3, yaitu:2,13
1. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada
yang menyebutkan kurang dari 1/4 bagian. Jumlah darah yang
keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar
terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti
menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar
dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitaman.
18
2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika, frekuensi terjadinya solusio plasenta berkisar 1%
dan solusio plasenta berat yang menyebabkan kematian janin berkisar
0,12% (1:830) dari semua kehamilan.12Frekuensi yang dilaporkan
untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan.Di Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 – 1971 solutio plasenta
terjadi pada kira – kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari
14% solutio plasenta sedang, dan 86% solutio plasenta berat. Solutio
plasenta ringan jarang didiagnosis.2
2.2.3. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui
dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini
diduga merupakan faktor – faktor yang berpengaruh pada
kejadiannya, antara lain:2,13
1. Hipertensi essensial atau preeklamsi (penyebab terbanyak
terjadinya solusio plasenta, yaitu sekitar 44% dari seluruh kasus)
2. Trauma maternal (1,5-9,4% dari seluruh kasus)
3. Merokok, konsumsi alkohol, penggunaan kokain.
4. Tali pusat yang pendek
5. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
6. Riwayat solusio plasenta
7. Korioamnionitis
8. Ketuban pecah > 24jam
9. Umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
10. Peningkatan kadar serum alpha-fetoprotein pada trimester II
2.2.4. Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari
suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang mampu
memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada
desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
19
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen
etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.2
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel
(apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua
penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam
pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung
kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian
sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir.
Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali
selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan
demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas
pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih
luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang
berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat
hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam
beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan
oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi
maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk
dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara
selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui
serviks ke vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa
berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu
berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam
uterus (concealed hemorrhage).2
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat
kematian sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua. (1) Pada
pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah
prematur, terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang
berasal dari agensia yang infeksius dan menginduksi pembentukan
20
dan penumpukan sitokines, eisikanoid, dan bahan-bahan oksidan lain
seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang
menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan kematian
sel. Salah satu kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknva
NOS (Nitric Oxide Synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO
(Nitric Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat dan penghambat agregasi
trombosit. Metabolisme NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit
suatu oksidan tahan lama vang mampu menvebabkan iskemia dan
hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh darah. Oleh karena faedah
NO terlampaui oleh peradangan yang kuat, maka sebagai hasil akhir
teriadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian sel dan
perdarahan. Ke dalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun
antibodi, antikardiolipin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya telah
lama dikenal berakibat buruk pada kehamilan termasuk
melatarbelakangi kejadian solusio plasenta. (2) Kelainan genetik
berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya meningkatkan
pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-
eklampsia dan solusio plasenta. (3) Pada pasien dengan penyakit
trombofilia di mana ada kecenderungan pembekuan berakhir dengan
pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang mengakibatkan
iskemia dan hipoksia. (4) Keadaan bperhomocysteinemia dapat
menyebabkan kerusakan pada endotelium vaskular yang berakhir
dengan pembentukan trombosis pada vena atau menyebabkan
kerusakan pada arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta dan
menjadi sebab lain dari solusio plasenta. Pemeriksaan PA plasenta
dari penderita hiperhomosistememia menunjukkan gambaran
patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor
etiologi solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan
piridoksin akan mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua
vitamin ini berperan sebagai kofaktor dalam metabolisme metionin
menjadi homosistein. Metionin mengalami remetilasi oleh enzim
metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) menjadi homosistein.
21
Mutasi pada gen MTHFR mencegah proses remetilasi dan
menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. Oleh sebab
itu, disarankan melakukan pemeriksaan hiperhomosisteinemia pada
pasien solusio plasenta yang penyebab lainnya tidak jelas. Nikotin dan
kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam
lesi seperti infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang
kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta
yang berujung kepada solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan
pada 15% sampai 25% dari insiden solusio plasenta. Merokok satu
bungkus per hari menaikkan insiden menjadi 40%.2
22
kecuali darah yang keluar bewarna merah segar pada plasenta
previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin
masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan
kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat
terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian
janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-
batas normal yaitu 350mg%. Walaupun belum memerlukan
intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus
sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan
ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan
mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio
sedang atau berat.2
23
3. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan
(defance musculaire) disertai perdarahan yang berwarna hitam.
Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi
dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya
oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim pada
kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi
fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung.
Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit di atasnya
kencang dan berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak
terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta.
Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan
umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang tidak
seberapa keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria
boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated Intravascular coagulation),
dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah
yaitukurang dari 150mg% dan telah ada trombositopenia.2
2.2.6. Diagnosis
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala
dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus,
kontraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat
terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan
CTG. Namun, adakalanya pasien datang dengan gejala mirip
persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak
dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitif
hanya bisa ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan
melihat adanya hematoma retroplasenta.2
24
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk
membedakannya dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta
pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian berhubung
kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan
gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta.
Kompleksitas gambaran normal retroplasenta, kompleksitas vaskular
rahim sendiri, desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio
plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Di samping
itu, solusio plasenta sulit dibedakan dengan plasenta itu sendiri.
Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa membantu
karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan
berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam
kemudian menjadi hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.2
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio
plasenta di mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya,
sedangkan pada kompleksitas lain, baik kompleksitas retroplasenta
yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi
uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya. Pada kontraksi
uterus terdapat sirkulasi aktif di dalamnya, pada mioma sirkulasi aktif
terdapat lebih banyak pada bagian perferi daripada di bagian
tengahnya.2
Pulsed-wave Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang
berguna untuk menegakkan diagnosis solusio plasenta berhubung
hasil pemeriksaan yang tidak konsisten. MRI bisa mendeteksi darah
melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi darurat seperti
pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis
yang tepat. Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu
ditengarai bisa melewati plasenta dalam keadaan di mana terdapat
gangguan fisiologik dan keutuhan anatomik dari Plasenta. Peninggian
kadar MSAFP tanpa sebab lain yang meninggikan kadarnya terdapat
pada solusio plasenta. Adapun sebab-sebab lain yang dapat
meninggikan MSAFP adalah kehamilan dengan kelainan-kelainan
25
kromosom, neural tube defect, juga pada Perempuan yang berisiko
rendah terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan, Plasenta
previa, ancaman persalinan prematur, dan hambatan pertumbuhan
janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan prematur dalam
trimester ketiga dengan solusio plasenta diiumpai kenaikan MSAFP
dengan sensitivitas 67% bila tanpa perdarahan dan dengan sensitivitas
100% bila disertal perdarahan. Nilai ramal negatif (negative predictive
value) pada keadaan ini bisa mencapai 94% pada tanpa perdarahan
dan 100% pada perdarahan.2
Uji-coba Kleihauer-Betke untuk mendeteksi darah atau
hemoglobin janin dalam darah ibu tidak merupakan uji-coba yang
berguna pada diagnosis solusio plasenta karena perdarahan pada
solusio plasenta kebanyakan berasal dari belakang plasenta, bukan
berasal dari ruang intervillus di mana darah janin berdekatan sekali
dengan darah ibu.2
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:2,13
1. Perdarahan.
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai,
penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan
pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravasasi darah di anatara otot-otot miometrium, seperti yang
terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum
itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus,
pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan
26
darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan
postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria
hipogastrika.
27
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah
berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
4. Gawat janin.
Jarang kasus solusio plasenta yang datang ke rumah sakit
dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin
masih hidup, biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali
pada kasus solution plasenta ringan.
2.2.8. Tatalaksana
Semua pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat inap
di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah
serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa waktu
pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, kadar
fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam
plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk
membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih
hidup.2
Jika diagnosis belum jelas dan janin hidup tanpa tanda-tanda
gawat janin, observasi yang ketat dan fasilitas yang bisa segera
diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan.2
Persalinan dapat dilakukan secarapervaginam
atauperabdominam, bergantung pada banyaknya perdarahan, terdapat
tanda-tanda persalinan spontan, dan tanda-tanda gawat janin.
Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan
kasus masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia
kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Jika janin masih hidup dan
cukup bulan, dan jika tidak ada tanda-tanda dapat dilakukan
persalinan pervaginam, maka dapat dipilih persalinan perabdominam
(Emergency Caesarean Section). Pada perdarahan yang cukup banyak
28
segera lakukan resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan
kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat untuk
mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu dan janin.
Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus
pada kasus yang ringan atau pada janin yang telah mati, atau langsung
dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat
janin.2
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih
persalinan pervaginam kecuali terdapat perdarahan berat yang tidak
teratasi dengan transfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik
lain yang menyebabkan perlu dilakukan persalinan perabdominam.
Hemostasis pada tempat implantasi plasenta bergantung sekali kepada
kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada persalinan
pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara
farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan
mencegah perdarahan yang hebat pascasalin sekalipun pada keadaan
masih ada gangguan koagulasi. Harus diingat bahwa koagulopati berat
merupakan faktor risiko tinggi bagi bedah sesar berhubung
kecenderungan perdarahan yang berlangsung terus pada tempat insisi
baik pada abdomen maupun pada uterus.2
2.2.9. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi
ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan
plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis
yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah.2
Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih
buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas
perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu, yang lebih berat.2
Solusio plasenta berat mempunya prognosis paling buruk
terhadap ibu terlebih terhadap janinnya. Umummnya pada keadaan
29
yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat
akibat salah satu komplikasi.2
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga
bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medic yang
diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan
terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas
maternal dan perinatal.2
30
BAB III
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
1. World healt organization (WHO). Global regional and national levels and
trends in maternal mortality between 1990 and 2015. USA: world healt
organization; 2015
4. Wasnik SK, Naiknaware SV. Antepartum haemorrhage : causes & its effecs
2015. 153-9 p
153-7 p
overview#a2
RI;2010
32
9. Sharmila G, Prasanna. Maternal and perinatal outcome in antepartum
11. Cunningham GF, Pendit BU, Setia R. Obstetri williams. Edisi 23. Volume 2.
Jakarta: EGC,2012
Pustaka; 2005
13. Daering SH. Abruptio placenta (internet). Amerika: medscape, 2016 ( diakses
252810-overview#a3
33