You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Derajat kesehatan penduduk merupakan salah satu indikator kualitas
sumber daya manusia. Pencapaian kualias sumber daya alam manusia sejak
dini sangat berhubungan dengan proses kehamilan, persalinan, maupun masa
nifas. Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per
100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya.1Langkah utama yang paling penting
untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama
kematian. Di Indonesia, salah satu penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan.2
Angka Kematian Ibu merupakan tolak ukur untuk menilai baik
buruknya pelayanan kebidanan dan sebagai indikator tingkat kesejahteraan
ibu. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio, MMR) didasarkan pada
risiko kematian ibu berkaitan dengan proses melahirkan, persalinan,
perawatan obstetrik, komplikasi kehamilan dan masa nifas. Penyebab
perdarahan pada kehamilan yang penting adalah perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan pada
kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Pedarahan
pada masa kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan pada masa kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis
antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah 28 minggu, mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum.
Komplikasi dari perdarahan antepartum pada ibu adalah
malpresentasi, kelahiran prematur, perdarahan post partum, shock, dan

1
tertahannya plasenta. Hal ini merupakan penyebab tingginya caesarian
section, histerektomi peripartum, kegagalan koagulasi, infeksi purperal dan
kematian. Komplikasi pada janin adalah kelahiran prematur, berat bayi lahir
rendah (BBLR), kematian intrauterin, malformasi kongenital, dan asfiksia
pada bayi.4
Perdarahan obstetrik merupakan salah satu masalah utama penyebab
kematian ibu, dan merupakan salah satu penyebab primer dari kematian
janin.5 Perdarahan antepartum merupakan salah satu kegawatdaruratan
obstetrik dengan prevalensi 0,5-5%.6Pada perdarahan antepartum, 30%
disebabkan oleh plasenta previa, sedangakan 25% kasus disebabkan oleh
solusio plasenta.3Di Amerika Serikat terjadi 0,5% kejadian plasenta previa
dari semua kehamilan, sedangkan kejadian solusio plasenta sebesar 1% dari
semua kehamilan.7Prevalensi plasenta previa di Indonesia pada tahun 2005
adalah 2,77% dan 0,85% diantaranya meninggal. Sedangkan prevalensi
solusio plasenta di Indonesia pada tahun 2005 adalah 1,8%.8

1.2. Rumusan masalah


Bagaimana gambaran dan tatalaksana perdarahan antepartum?

1.3. Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambarandan tatalaksana perdarahan
antepartum

1.3.2. Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi perdarahan antepartum
2. Untuk mengetahui gambaran dan tatalaksana plasenta previa
3. Untuk mengetahui gambaran dan tatalaksana solusio plasenta

2
1.4. Manfaat penulisan
1.4.1. Bagi institusi kesehatan
1. Sebagai masukan dalam upaya komunikasi, informasi dan edukasi
untuk meningkatkan pelayanan ibu hamil dan penanganan
perdarahan antepartum.
2. Sebagai informasi kepada institusi kesehatan agar lebih giat dalam
upaya pencegahan terjadinya perdarahan antepartum.

1.4.2. Bagi institusi pendidikan


Sebagai dokumentasi untuk menambah wawasan dan referensi
perbandingan bagi penelitian dan pengembangan terutama dalam
kasus perdarahan antepartum.

1.4.3. Bagi penulis


Sebagai pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan dalam melakukan penulisan, serta menambah informasi
mengenai perdarahan antepartu

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah 28 minggu.


Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan 28 minggu. Karena
perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan diatas 28 minggu maka sering
disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga. Perdarahan
antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal ini
disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih
banyak, sehingga dapat menganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu
kepada janin. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama
harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang
secara klinis biasanya tidak erlalu sukar unuk menentukannya adalah plasenta
previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan
antepartum dibagi sebagai berikut:

2.1. Plasenta Previa


2.1.1. Definisi
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.2,3,10Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian fundus
uterus.2
Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat di klasifikasikan
sebagai berikut:2
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa lateralis/parsialis adalah plasenta yang menutupi
sebagian ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri internum.

4
4. Plasenta letak rendah adalahplasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
±2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya


pembukaan jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada
pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada
pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan
3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan
macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai
besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa totalis pada
pembukaan 5cm.

2.1.2. Epidemiologi
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari
seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta
previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh sebab itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan
terlebih dahulu.11

2.1.3. Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan
dengan plasenta previa, diantaranya:

5
1. Vaskularisasi desidua yang tidak memadai, sebagai akibat dari
proses peradangan atau atrofi.2
2. Usia Ibu.7,10
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa.
Lebih dari 169.000 pelahiran di Parkland Hospital dari tahun
1998 sampai 1999, inseiden plasenta meningkat secara bermakna
disetiap kelompok usia. Insidennya adalah 1 dari 1500 untuk
wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita
berusia lebih dari 35 tahun.10
Hasil penelitian menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih
besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.10

3. Multiparitas.7,10,12
Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih,
Babinski dkk. (1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa
adalah 2,2 persen dan meningkat drastic dibandingkan dengan
insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih
dari 169.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk
wanita para 3 atau lebih adalah 1 dari 175.10
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita
multipara daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa
disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi
pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke
plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga
menutupi pembukaan jalan lahir.12

6
4. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid
atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian
bedah caesar atau aborsi).7,10
Terdapat peningkatan insiden plasenta previa lima kali
lipat pada wanita Swedia dengan riwayat section caesarea. Di
Parkland, insiden meningkat dua kali lipat pada riwayat section
caesarea minimal satu kali.10

5. Hipoplasia endometrium yang terjadi akibat hamil pada usia


muda.2,7

6. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap


menerima hasil konsepsi.2,7

7. Tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.2,7

8. Ibu merokok.2,7
Kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali pada wanita
yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbonmonoksida hasil
pembajaran rokok menyebabkan hipertrofi dari plasenta serta
menyebabkan peradangan dan berkurangnya vaskularisasi
plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta.2,10

9. Plasenta yang terlalu besar.2


Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda
dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan
plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.2

2.1.4. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai
terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami

7
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dariuri.Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta
yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim
itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding).2
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan
berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal
tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi

8
pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya
pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat
perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli dan ke rektum bersama plasenta previa.2
Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus
yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya
dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.2

9
FaktorPenduk
ung

Multiparitas, Usia ibu Kelainan pada Riwayat Merokok


gemeli saat rahim (atrofi, kehamilan
kehamilan cacat) (Caesar)
Implantasi
abnormal

Implantasi embrio
(embryonic plate)
pada bagian bawah
(kauda) uterus
Isthmus uteri tertarik (melebar)menjadi
dinding cavum uteri (SBR/ Segmen
Bawah Rahim )
Servik
Desidua Laserasi membuka
lepas dari dan
plasenta mendatar
Perdarahan
Dinding rahim Cemas
tipis Hipovol
emia
anem
Mudah diinvasi Kekurang
ia
oleh an
pertumbuhan Perubahan volume
trofoblas perfusi cairan
Plasenta akan jaringan
melekat lebih hipoksi Resiko
kuat a cedera
Plasenta
berkembang Bayi lahir
menutupi ostium dengan BB
interna rendah/
Lahir tidak
dapat normal kematian
(lahir sesar) (gawat janin)

2.1.5. Manifestasi Klinis


1. Perdarahan tanpa nyeri dan berulang.2,7
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester
kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kemudian kembali terjadi tanpa
sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Pada
setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan
seperti mengalir.2,7

10
Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit sampai banyak
mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat dengan
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai
pasca persalinan. Bisa juga bertambah karena serviks dan segmen
bawah rahim pada plasenta previa rapuh dan mudah mengalami
robekan.2,7
2. Warna perdarahan merah segar.2,7
3. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya
darah.2
4. Timbulnya perlahan-lahan.2
5. His biasanya tidak ada.2
6. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.2,7
7. Terdapat denyut jantung janin.2,7
8. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.2

Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah


pendarahan tanpa nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua
atau sesudahnya. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali. Jika
plasenta terletak pada ostium internum, pada pembentukan segmen
bawah uterus dan dilatasi ostium internum akan mengakibatkan
robekan pada tempat pelekatan plasenta yang diikuti oleh pendarahan
dari pembuluh- pembuluh darah uterus. Pendarahan tersebut
diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot
miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan
retraksi agar bisa menekan pembuluh darah yang rupture sebagaimana
terjadi secara normal ketika terjadi pelepasan plasenta dari dalam
uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.2
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta
akreta, atau akibat daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses
perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan kemudian dapat terjadi

11
pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari
tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat
berlanjut setelah plasenta dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus
lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek
dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah
memintas segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan
dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks
yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang
melekat itu secara manual.2

2.1.6. Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20
minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume
lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida.2,7

2. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan bagian terbawah
janin yang biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak,
seperti letak lintang atau letak sungsang.Janin sering belum cukup
bulan, sehingga fundus uteri masih rendah.Tidak terdapat nyeri
tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel. Denyut
jantung janin biasanya normal.7
Pemeriksaan inspekulo bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari
kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.Pemeriksaan digital pada vagina merupakan

12
kontraindikasi hingga diagnosis plasenta previa disingkirkan,
karena hal ini dapat menyebabkan perdarahan.7

3. Pemeriksaan penunjang
Pada semua wanita hamil setelah trimester I yang
mengalami perdarahan pervaginam membutuhkan pemeriksaan
spekulum yang diikuti dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat
untuk menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya
radiasi bagi ibu dan janin. Pemeriksaan USG rutin pada
kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah tidak
dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan
USG rutin untuk kehamilan dengan plasenta previa partial atau
total dianjurkan setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi
perdarahan.7

2.1.7. Tatalaksana
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam
trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit.
Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap termasuk golongan darah.2
1. Perawatan Konservatif.2
Dilakukan pada bayi prematur dengan Taksiran Berat
Janin (TBJ)<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu dengan
syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau
berhenti.Cara perawatan:
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
b. Perdarahan dalam trimester kedua, periksa tanda
hypovolemia seperti hipotensi dan takikardia, mungkin
pasien ini telah mengalami perdarahan yang cukup berat,
lebih berat daripada penampakannya secara klinis. Transfusi

13
darah yang banyak perlu diberikan (PRC/Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11gr%).
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin
(kemungkinan perawatan konservatif gagal) dengan injeksi
Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia
kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke
ruang perawatan dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada
perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan
darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
g. Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
h. Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan pengawasan konserpatif maka lakukan mobilisasi
bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak
boleh melakukan senggama.
i. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan
mobilisasi penderita dipulangkan dengan nasihat, yaitu
istirahat, dilarang koitus, segera masuk Rumah Sakit bila
terjadi perdarahan lagi, dan kontrol tiap minggu.
j. Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih
ketat dengan istirahat baring lebih lama dalam rumah sakit
hingga pasien melahirkan. Jika pada waktu masuk terjadi
perdarahan yang banyak, perlu segera di terminasi bila
keadaan janin sudah viable. Bila perdarahannya tidak sampai
sedemikian banyak, pasien diistirahatkan sampai kehamilan
36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru
janin telah mantang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu
melalui section caesarea.

14
2. Perawatan Aktif.2
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan
aktif (perdarahan >500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah
ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan
apabila perkiraan berat bayi > 2000 gram, gawat janin, anemia
dengan Hb < 6g%, janin hidup, dan perdarahan aktif.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat
dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim
bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan
segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi yang
demikian dapat juga dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan
pada plasenta yang terletak anterior dengan melakukan insisi pada
dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat pula
mengeluarkan janin dan memepit tali pusatnya sebelum janin
sempat mengalami perdarahan (fetal exsanguination) akibat
plasentanya terpotong. Seksio sesarea klasik dengan insisi vertikal
pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau
terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anestesia
regional dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat
dikendalikan dengan baik di tangan spesialis anestesia.
Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi
dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada
pemakaian anestesia umum. Namun, pada pasien dengan
perdarahan berat sebelumnya anestesia umum lebih baik
mengingat anestesia regional bisa menambah berat hipotensi yang
biasanya telah ada dan memblokir respons normal simpatetik
terhadap hipovolemia.

2.1.8. Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih
baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis

15
yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG serta ketersediaan
transfusi darah dan infus cairan yang telah ada di hampir semua rumah
sakit. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus
yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal
jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil
dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program
keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan.
Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa
dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu
penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-
kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47 %. Hubungan
hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta
previa belum terbukti.2

2.2. Solusio Plasenta


2.2.1. Definisi
Istilah lain dari solusio plasenta dalah ablatio plasentae,
abruptio plasentae, accidental phemorrhage, dan premaure
separation of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana terlepasnya
sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya.2 Plasenta secara normal terlepas setelah anak lahir.
Gejala yang terdapat pada solusio plasenta adalah perdarahan, adanya
kontraksi uterus, dan fetal distress. Solusio plasenta biasanya terjadi
pada trimester III yang dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas
maternal, namun apabila terdapat perdarahan pada trimester II solusio
plasenta juga dapat dicurigai.13

16
Menurut derajat lepasnya plasenta:2
1. Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
2. Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
3. Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir
plasenta yang terlepas.
4. Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes
antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di
bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan ke luar melalui vagina (revealed hemorrhage)
5. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan
tersembunyi dibelakang plasenta atau tidak keluar melalui vagina
(concealed hemorrhage), dapat terjadi apabila bagian plasenta
sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim, selaput
ketuban masih melekat pada dinding rahim, perdarahan masuk ke
dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya,
dan bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat
pada segmen bawah rahim.

17
Sedangkan berdasarkan tanda klinis yang menyertainya,
solusio plasenta terbagi menjadi 3, yaitu:2,13
1. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada
yang menyebutkan kurang dari 1/4 bagian. Jumlah darah yang
keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar
terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti
menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar
dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitaman.

2. Solusio plasenta sedang


Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 1/4 bagian
tetapi belum sampai 2/3 bagian, perut ibu mulai tegang dan
bagian janin sulit diraba, Jumlah darah yang keluar lebih banyak
dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. Umumnya
pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama.
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada
perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat,
hipotensi dan takikardia.

3. Solusio plasenta berat


Luas plasenta yang terlepastelah mencapai 2/3 bagian
atau lebih, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri,
serta bagian janin sulit diraba, ibu ntelah jatuh kedalam syok dan
janin telah meninggal, dan jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi ke
luar dan ke dalam bersama-sama. Terjadi gangguan pembekuan
darah dan kelainan ginjal. Pada dasarnya disebabkan oleh
hipovolemi dan penyempitan pembulih darah ginjal.

18
2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika, frekuensi terjadinya solusio plasenta berkisar 1%
dan solusio plasenta berat yang menyebabkan kematian janin berkisar
0,12% (1:830) dari semua kehamilan.12Frekuensi yang dilaporkan
untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan.Di Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 – 1971 solutio plasenta
terjadi pada kira – kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari
14% solutio plasenta sedang, dan 86% solutio plasenta berat. Solutio
plasenta ringan jarang didiagnosis.2

2.2.3. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui
dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini
diduga merupakan faktor – faktor yang berpengaruh pada
kejadiannya, antara lain:2,13
1. Hipertensi essensial atau preeklamsi (penyebab terbanyak
terjadinya solusio plasenta, yaitu sekitar 44% dari seluruh kasus)
2. Trauma maternal (1,5-9,4% dari seluruh kasus)
3. Merokok, konsumsi alkohol, penggunaan kokain.
4. Tali pusat yang pendek
5. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
6. Riwayat solusio plasenta
7. Korioamnionitis
8. Ketuban pecah > 24jam
9. Umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
10. Peningkatan kadar serum alpha-fetoprotein pada trimester II

2.2.4. Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari
suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang mampu
memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada
desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu

19
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen
etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.2
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel
(apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua
penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentukan trombosis dalam
pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung
kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian
sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir.
Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali
selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan
demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas
pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih
luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang
berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat
hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam
beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan
oleh putusnya arteria spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi
maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk
dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara
selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui
serviks ke vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa
berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu
berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam
uterus (concealed hemorrhage).2
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat
kematian sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua. (1) Pada
pasien dengan korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah
prematur, terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang
berasal dari agensia yang infeksius dan menginduksi pembentukan

20
dan penumpukan sitokines, eisikanoid, dan bahan-bahan oksidan lain
seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang
menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan kematian
sel. Salah satu kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknva
NOS (Nitric Oxide Synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO
(Nitric Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat dan penghambat agregasi
trombosit. Metabolisme NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit
suatu oksidan tahan lama vang mampu menvebabkan iskemia dan
hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh darah. Oleh karena faedah
NO terlampaui oleh peradangan yang kuat, maka sebagai hasil akhir
teriadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian sel dan
perdarahan. Ke dalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun
antibodi, antikardiolipin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya telah
lama dikenal berakibat buruk pada kehamilan termasuk
melatarbelakangi kejadian solusio plasenta. (2) Kelainan genetik
berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya meningkatkan
pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-
eklampsia dan solusio plasenta. (3) Pada pasien dengan penyakit
trombofilia di mana ada kecenderungan pembekuan berakhir dengan
pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang mengakibatkan
iskemia dan hipoksia. (4) Keadaan bperhomocysteinemia dapat
menyebabkan kerusakan pada endotelium vaskular yang berakhir
dengan pembentukan trombosis pada vena atau menyebabkan
kerusakan pada arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta dan
menjadi sebab lain dari solusio plasenta. Pemeriksaan PA plasenta
dari penderita hiperhomosistememia menunjukkan gambaran
patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor
etiologi solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan
piridoksin akan mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua
vitamin ini berperan sebagai kofaktor dalam metabolisme metionin
menjadi homosistein. Metionin mengalami remetilasi oleh enzim
metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) menjadi homosistein.

21
Mutasi pada gen MTHFR mencegah proses remetilasi dan
menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. Oleh sebab
itu, disarankan melakukan pemeriksaan hiperhomosisteinemia pada
pasien solusio plasenta yang penyebab lainnya tidak jelas. Nikotin dan
kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam
lesi seperti infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang
kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta
yang berujung kepada solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan
pada 15% sampai 25% dari insiden solusio plasenta. Merokok satu
bungkus per hari menaikkan insiden menjadi 40%.2

2.2.5. Manifestasi Klinis


Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai
dengan berat ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang
terlepas. Belum ada uji-coba yang khas untuk menentukan
diagnosisnya. Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta
adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina
(80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus mirip
his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak menunjukkan
tanda atau gejala klasik, gejala yang lain mirip tanda persalinan
prematur saja. Oleh sebab itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang
tinggi diperlukan dari pihak pemeriksa.2
1. Solusio plasenta ringan
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak
atau sedikit sekali melahirkan gejala. Pada keadaan yang sangat
ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa
sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini dapat
diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus.
Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih
sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum
terasa menyulitkan membedakannya dengan plasenta previa

22
kecuali darah yang keluar bewarna merah segar pada plasenta
previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin
masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan
kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempat
terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian
janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-
batas normal yaitu 350mg%. Walaupun belum memerlukan
intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus
sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan
ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan
mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio
sedang atau berat.2

2. Solusio plasenta sedang


Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa
nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin
biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang
tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin
dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang
antara 150 sampai 250 mg/ 100 ml, dan mungkin kelainan
pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian
anak sukar. Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak
bersifat hilang timbul seperti pada his yang normal. Perdarahan
pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita pucat karena
mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya
sudah gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul his dan
persalinan telah mulai. Pada pemantauan keadaan janin dengan
kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu
dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila tenninasi
persalinan terlambat atau fasilitas perawatan intensif neonatus
tidak memadai, kematian perinatal dapat dipastikan terjadi.2

23
3. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan
(defance musculaire) disertai perdarahan yang berwarna hitam.
Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi
dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya
oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim pada
kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi
fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung.
Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit di atasnya
kencang dan berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak
terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta.
Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan
umum ibu jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan yang tidak
seberapa keluar dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria
boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated Intravascular coagulation),
dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah
yaitukurang dari 150mg% dan telah ada trombositopenia.2

2.2.6. Diagnosis
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala
dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus,
kontraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang berat
terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan
CTG. Namun, adakalanya pasien datang dengan gejala mirip
persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak
dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis definitif
hanya bisa ditegakkan secara retrospektif yaitu setelah partus dengan
melihat adanya hematoma retroplasenta.2

24
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk
membedakannya dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta
pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian berhubung
kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan
gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta.
Kompleksitas gambaran normal retroplasenta, kompleksitas vaskular
rahim sendiri, desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio
plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Di samping
itu, solusio plasenta sulit dibedakan dengan plasenta itu sendiri.
Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa membantu
karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan
berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam
kemudian menjadi hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.2
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio
plasenta di mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya,
sedangkan pada kompleksitas lain, baik kompleksitas retroplasenta
yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi
uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya. Pada kontraksi
uterus terdapat sirkulasi aktif di dalamnya, pada mioma sirkulasi aktif
terdapat lebih banyak pada bagian perferi daripada di bagian
tengahnya.2
Pulsed-wave Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang
berguna untuk menegakkan diagnosis solusio plasenta berhubung
hasil pemeriksaan yang tidak konsisten. MRI bisa mendeteksi darah
melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi darurat seperti
pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis
yang tepat. Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu
ditengarai bisa melewati plasenta dalam keadaan di mana terdapat
gangguan fisiologik dan keutuhan anatomik dari Plasenta. Peninggian
kadar MSAFP tanpa sebab lain yang meninggikan kadarnya terdapat
pada solusio plasenta. Adapun sebab-sebab lain yang dapat
meninggikan MSAFP adalah kehamilan dengan kelainan-kelainan

25
kromosom, neural tube defect, juga pada Perempuan yang berisiko
rendah terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan, Plasenta
previa, ancaman persalinan prematur, dan hambatan pertumbuhan
janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan prematur dalam
trimester ketiga dengan solusio plasenta diiumpai kenaikan MSAFP
dengan sensitivitas 67% bila tanpa perdarahan dan dengan sensitivitas
100% bila disertal perdarahan. Nilai ramal negatif (negative predictive
value) pada keadaan ini bisa mencapai 94% pada tanpa perdarahan
dan 100% pada perdarahan.2
Uji-coba Kleihauer-Betke untuk mendeteksi darah atau
hemoglobin janin dalam darah ibu tidak merupakan uji-coba yang
berguna pada diagnosis solusio plasenta karena perdarahan pada
solusio plasenta kebanyakan berasal dari belakang plasenta, bukan
berasal dari ruang intervillus di mana darah janin berdekatan sekali
dengan darah ibu.2

2.2.7. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:2,13
1. Perdarahan.
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai,
penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan
pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravasasi darah di anatara otot-otot miometrium, seperti yang
terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum
itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus,
pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan

26
darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan
postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria
hipogastrika.

2. Kelainan pembekuan darah.


Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira
10%; sedangkan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari 134
kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi
diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan
masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat
terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi
pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan
menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama
fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat
banyak keterangan lain yang lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%.
Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%, akan terjadi
gangguan pembekuan darah.

3. Oligouria dan gagal ginjal.


Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada
solution plasenta sedang, dan berat, apalagi yang disertai
perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.
Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan
penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang
banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine
yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks

27
penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah
berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

4. Gawat janin.
Jarang kasus solusio plasenta yang datang ke rumah sakit
dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin
masih hidup, biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali
pada kasus solution plasenta ringan.

2.2.8. Tatalaksana
Semua pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat inap
di rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darah
serta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa waktu
pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, kadar
fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam
plasma. Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk
membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih
hidup.2
Jika diagnosis belum jelas dan janin hidup tanpa tanda-tanda
gawat janin, observasi yang ketat dan fasilitas yang bisa segera
diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan.2
Persalinan dapat dilakukan secarapervaginam
atauperabdominam, bergantung pada banyaknya perdarahan, terdapat
tanda-tanda persalinan spontan, dan tanda-tanda gawat janin.
Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai keadaan
kasus masing-masing tergantung berat ringannya penyakit, usia
kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Jika janin masih hidup dan
cukup bulan, dan jika tidak ada tanda-tanda dapat dilakukan
persalinan pervaginam, maka dapat dipilih persalinan perabdominam
(Emergency Caesarean Section). Pada perdarahan yang cukup banyak

28
segera lakukan resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan
kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat untuk
mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu dan janin.
Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus
pada kasus yang ringan atau pada janin yang telah mati, atau langsung
dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat
janin.2
Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih
persalinan pervaginam kecuali terdapat perdarahan berat yang tidak
teratasi dengan transfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik
lain yang menyebabkan perlu dilakukan persalinan perabdominam.
Hemostasis pada tempat implantasi plasenta bergantung sekali kepada
kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada persalinan
pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara
farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan
mencegah perdarahan yang hebat pascasalin sekalipun pada keadaan
masih ada gangguan koagulasi. Harus diingat bahwa koagulopati berat
merupakan faktor risiko tinggi bagi bedah sesar berhubung
kecenderungan perdarahan yang berlangsung terus pada tempat insisi
baik pada abdomen maupun pada uterus.2

2.2.9. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi
ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan
plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis
yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah.2
Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih
buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas
perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu, yang lebih berat.2
Solusio plasenta berat mempunya prognosis paling buruk
terhadap ibu terlebih terhadap janinnya. Umummnya pada keadaan

29
yang demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat
akibat salah satu komplikasi.2
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga
bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medic yang
diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan
terminasi kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas
maternal dan perinatal.2

30
BAB III
KESIMPULAN

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada saluran genitalia yang terjadi


setelah 28 minggu kehamilan dan sebelum persalinan yang dapat disebabkan
oleh plasenta previa dan solusia plasenta.
2. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplintasi rendah sehingga menutupi
sebagian/seluruh ostium uteri internum. Kejadian plasenta previa bervariasi
antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran dan merupakan penyebab
terbanyak.Pada plasenta previa dapat dilakukan perawatan konservatif, jika
bayi prematur dengan Taksiran Berat Janin (TBJ)<2500 gram atau umur
kehamilan <37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan
perdarahan sedikit atau berhenti, dan perawatan aktif yaitu dengancara
dilakukan terminasi.
3. Solusio plasenta adalahterlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya.Kejadian solusio plasenta adalah 0,12% dari
seluruh kehamilan. Penanganan pada solusio plasenta harus segera dilakukan
apabila jika perdarahan terjadi cukup banyak maka harus segera dilakukan
resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti
persalinan yang dipercepat untuk mengendalikan perdarahan dan
menyelamatkan ibu dan janin.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. World healt organization (WHO). Global regional and national levels and

trends in maternal mortality between 1990 and 2015. USA: world healt

organization; 2015

2. Saifuddin AB, Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo. Jakarta: PT Bina

Pustaka sarwono prawirohardjo, 2014.

3. 3 centres collaboration. Antepartum haemorrage (APH). Canada: 3 centres

collaboration; 2010. 1-21 p

4. Wasnik SK, Naiknaware SV. Antepartum haemorrhage : causes & its effecs

on mother and child ( an evaluation). India: Obstetrics & gynecology

international journal; 2015. 1-5 p

5. Chufama N, Segni H, Alemayehu YK. Incidence, contributing Factors and

outcomes of antepartum hemorrhage in Jimma University Specialized

Hospital, Sourhwest Ethropia. Ethropia: Universal journal of public healthh;

2015. 153-9 p

6. Ayushma J. Anjal K. Study of obstetric outcome in antepartum haemorrhage.

153-7 p

7. Bahker R. Placenta previa (internet). Amerika: medscape, 2016 (diakses 15

mei 2017) Didapat dari: http:// emedicine. Medscape.com/ article/ 262063-

overview#a2

8. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen kesehatan

RI;2010

32
9. Sharmila G, Prasanna. Maternal and perinatal outcome in antepartum

haemorrhage. India. IAIM; 2016. 148-59 p

10. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, Effendi SJ. Obstetri Patologi Edisi 3.

Jakarta: EGC, 2013. 78-93 p

11. Cunningham GF, Pendit BU, Setia R. Obstetri williams. Edisi 23. Volume 2.

Jakarta: EGC,2012

12. Sumapraja S, Rachimhadi T. Perdarahan antepartum. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka; 2005

13. Daering SH. Abruptio placenta (internet). Amerika: medscape, 2016 ( diakses

15 mei 2017). Di dapatkan dari: http:// emedicine. Medscape.com/ article/

252810-overview#a3

33

You might also like