You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik


yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya-duanya.1

Menurut WHO, Prevalensi DM pada populasi dewasa di seluruh dunia


diperkirakan akan meningkat sebesar 35% dalam dua dasawarsa dan menjangkit
300 juta orang pada tahun 2025. Di indonesia DM berada dalam urutan 4 penyakit
kronik berdasarkan prevalensinya, Data risdenkes menyatakan prevalensi nasional
penyakit DM adalah 1,5%.1

Kombinasi antara faktor genetIk, faktor lingkungan, resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2. Faktor lingkungan
yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktifitas fisik, stress dan
pertambahan umur. Selain itu terdapat faktor resiko seperti usia lebih dari 40
tahun, memiliki riwayat prediabetes, (A1C 6,0 %-6,4%) memiliki riwayat
diabetes melitus gestasional, memiliki riwayat penyakit vaskular, dan di picu oleh
penyakit HIV sera populasi yang beresiko seperti penduduk aborigin,afrika dan
asia berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus.1

Diagnosa diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar


glukosa darah. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada peda penderita DM,
kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan yang dikenal
dengan keluhan klasik ( Poliuria,polifagia,polidipsia dan penurunan berat bdan
yang tidak dapat dijelaskan) dan gejala lain (badan lemas,kesemutan, gatal, mata
kabur, dll).1

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan
semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada
tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik,
dan kardiomiopati) maupun makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner,

1
2

peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan


berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,
tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangren diabetik.1

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. M
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 20 Bayung lincir
Pekerjaan : IRT
MRS : 30 Desember 2018
Tanggal Pemeriksaan : 9 Desember 2018
2.2 Anamnesisu

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan muntah yang


memberat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien datang dengan keluhan muntah yang memberat sejak kurang lebih 1
hari sebelum masuk rumah sakit. muntah lebih dari 8 kali, muntahan berwarna
kehitaman berisi cairan dan makanan yang dimakan, sebanyak lebih dari 1
gelas belimbing. Keluhan muntah disertai nyeri seperti berdenyut dan hangat
pada luka di telapak kaki kanan. Luka dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan
SMRS, awalnya luka hanya kecil akibat tertusuk penyangga obat nyamuk
bakar, luka dengan ukuran 1x3cm, terasa nyeri sesaat, darah sedikit dan tidak
disertai nanah. Namun semakin hari luka semakin membesar dan disertai
nanah kental, berwarna putih keruh, bercampur darah dan berbau busuk. saat
itu luka mulai terasa semakin nyeri dan mulai membengkak di kaki saja. luka
semakin dalam dan semakin lebar kira-kira sebesar telapak tangan, luka tak
kunjung sembuh atau pun kering. Pasien mengaku tidak pernah berobat untuk
luka tersebut dan hanya membersihkan luka dengan betadine dan kassa.
Namun jumlah nanah yang keluar cukup banyak hingga kasa pembungkus
luka basah karena nanah bercampur darah yang merembes. Pasien juga

3
mengatakan demam saat kaki mulai membengkak, demam dirasa naik turun,
dan tidak menggigil.
 ±3 hari SMRS nyeri pada luka semakin memberat dan berbau busuk,
kemudian pasien berobat ke RS Bayung lincir dan di lakukan operasi untuk
membersihkan luka, pasien diberikan obat-obatan dan insulin namun tidak
tahu namanya. karena keluhan tidak membaik, pasien dirujuk ke RSUD Raden
Mattaher Jambi.
 Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes sejak ± 5 tahun yang lalu dan
menkonsumsi obat pil namun pasien lupa namanya. Sebelumnya Pasien
mengeluh sering merasa lapar, suka makan tengah malam dan pasien juga
mengatakan sering terjaga saat malam hari karena sering buang air kecil
hingga 4x saat malam hari dan pasien juga mengatakan kuat minum air putih
dari dulunya. Pasien juga sering merasa lemas dan kesemutan. Selain itu
pasien mengeluh mengalami penurunan berat badan padahal sudah makan
banyak. Pasien hanya mengkonsumsi obat bila gula darah tinggi dan tidak
kontrol kembali bila obat habis. Saat ini mata sebelah kanan pasien kabur
sejak 3 bulan yang lalu, dan pasien tidak berobat untuk keluhan tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat dirawat di RS Bayung lincir dengan ulkus pedis selama 3 hari


 Riwayat DM (+) diketahui sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol.
 Riwayat Penyakit Jantung/Hipertensi (-)
 Riwayat Sakit magh (+)
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat keluhan yang sama (-)


 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)

4
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien seorang ibu rumah tangga memiliki 5 orang anak,os sering

mengkonsumsi bodrex jika sedang tidak enak badan. ekonomi menengah, pasien

berobat dengan menggunakan BPJS.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 140/80 Nadi : 90x/menit

Suhu : 36,50C RR : 20x/menit

Status Gizi
BB : 55 Kg TB : 150 cm IMT : 24,4 (Overweight)

Kulit
 Warna : sawo matang
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : normal
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : 36,5 C
 Turgor : normal
 Lainnya : (-)

Kelenjar Getah Bening


 Pembersaran KGB : (-)

5
Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Hitam sedikit beruban
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Konjungtiva : anemis (+/+)
 Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
 Pupil : isokor
 Lensa : normal
 Gerakan : normal
 Lapangan Pandang : normal

Hidung
 Bentuk : Simetris
 Sekret : (-)
 Septum : deviasi (-)
 Selaput Lendir : (-)
 Sumbatan : (-)
 Pendarahan : (-)

Mulut
 Bibir : Kering (-), Sianosis (-), cellitis (+)
 Lidah : atrofi papila lidah (-)
 Gusi : anemis (-)

Telinga
 Bentuk : simetris
 Sekret : (-)
 Pendengaran : normal

6
Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 Kelenjar Tiroid : tidak teraba
 Kelenjar Limfonodi : tidak teraba

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra


Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS III Linea parasternal dextra
Batas Bawah : ICS IV Line parasternal dextra

Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-), Wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, venatasi (-).
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) epigastrik. Hepar, lien dan ginjal tidak
teraba
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal

Alat Kelamin : Tidak diperiksa

7
Ekstremitas
Ekstremitas :

 Superior :
o Kuku : Ikterik (-/-)
o Tremor : (-/-)
o Luka : (-/-)
o palmar eritem (-/-)
o jari tabuh (-/-)
o sensibilitas (-/-)
o Edema (-/-)
o akral dingin (-/-)
o varises (-)
 Inferior :
o Kuku : Ikterik (-/-)
o Luka : (+/-)
Luka pada dorsal pedis dextra ± berukuran 7 x 5 cm, dengan
kedalaman 1,5 cm, dengan dasar luka tampak tendon dan terdapat
pus, berbau busuk, dengan bentuk tidak beraturan. Warna kulit
disekitar luka kemerahan. Tepi luka tidak rata,kulit sekitar luka
edema. Terdapat gangren pada digiti 2 dan 3, warna hitam.
o sensibilitas (+/+) berkurang pada digiti 1-5
o Edema (+/-)
o akral dingin (-/-)
o varises (-/-)

Kriteria Wagner : Grade IV

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan ABI : Tekanan darah sistolik ankle tertinggi/Tekanan darah
sistolik brachialis tertinggi
130/140 = 0,927

8
Darah Rutin (30/12/2017)
WBC : 16,91x109/L MCV : 75,6 fL
RBC : 2,8x1012/L MCH : 26,8 pg
HGB : 7,5 g/dL MCHC : 354 g/L
PLT : 502x109/L GDS : 414 mg/dl

HCT : 21,2 %
Urine Rutin (30/12/2017)
Urinalisa Hasil Nilai Rujukan
Warna Kuning Muda Kuning muda s/d tua
Kejernihan Sedikit Keruh Jernih
PH 5.0 4,6 – 8,5
Bobot jenis 1.015 1003 - 1030
Protein - Negatif
Glukosa +++ Negatif
Urobilinogen Negatif 0,1 mg/dl
Bilirubin Negatif Negatif
Keton + Negatif
Sedimen
Leukosit 7-8 / lpb 0-5/lpb
Eritrosit 1-2/lpb 0-3/lpb

Pemeriksaan Elektrolit (30/12/2017)

Parameter Nilai Normal


Natrium (Na) 128,72 mmol/L 135-148
Kalium (K) 5,81 mmol/L 3,5-5,3
Klorida (Cl) 90,12 mmol/L 98-110
Kalsium (Ca) 1,25 mmol/L 1,19-1,23

Diagnosa Primer : Ulkus Diabetikum dorsalis pedis Dextra Wagner IV ec.


DM Tipe 2 overweight Tidak terkontrol + Gast

Diagnosa Sekunder : Anemia e.c Penyakit Kronis

2.6 Diagnosa Banding


 Ulkus Tropikum

9
 Ulkus Varikosum
 Anemia defisiensi besi
 Ulkus peptikum

2.7 Anjuran Pemeriksaan


 Rontgen Pedis AP/Lateral
 Pemeriksaan Albumin, GDS, SADT, Kultur pus, HbA1c
 Pemantauan Gula Darah
 Kimia Darah

2.8 Tatalaksana

Farmakologi

 IVFD NaCl 0,9% 8 ttpm


 Ceftriaxone 1x2gr drip nacl 100cc dlm 30 menit
 Transfusi PRC 3 kantung
 Metformin 3x500 mg
 Lantus 1 x 10 unit
 Novorapid 3 x 8 unit
 Perawatan Luka dgn gentamisin pagi dan sore
 Omeprazol 2x40
 Metoclopamid 3x1 amp

Non Farmakologis:

Non farmakologis

 Tirah Baring
 Istirahatkan kaki dengan meletakkan bantal pada kaki saat berbaring.
 Diet DM
o Kebutuhan kalori harian BBI x 25%
90% (TB-100) x 1kg x 25 kkal

10
90% (150-100) x 1kg x 25 kkal

45 kg x 25 kkal = 1125 kkal

o Protein : 10% x 1125 = 112,5 kkal


o Lemak : 20% x 1125 = 225 kkal
o Karbohidrat : 45% x 1125 = 506 kkal
2.9 Edukasi

 Luka dibersihkan secara rutin


 Kontrol gula darah secara rutin

2.10 Prognosis

 Quo Vitam : Dubia ad bonam


 Quo Functionam : Dubia ad malam
 Quo Sanactionam : Dubia ad malam

11
2.11 Follow up

Tanggal Pemeriksaan Keterangan

10 – 01-2018 S : nyeri kaki kiri(+) , lemas (+) ,muntah (-), kaki terasa GDP :194
kebas

O: TD :140/80 mmHg, N : 98 x/i, RR : 20 x/i, T:37,2 0

Status Lokalis:

Ulkus : 7x5x15(Pus +,eritem+,edem+,gangren digiti 2-3)

A: Ulkus Diabetikum dorsalis pedis Dextra Wagner IV ec.

DM Tipe 2 overweight Tidak terkontrol + Gastritis erosif

P:

- IVFD Nacl 0.9% 20 tpm


- Meropenem 3x1 drip dalam nacl 100 cc
- Omeprazol 2x1
- Paracetamol 3 x 500 mg (jika demam)
- Lantus 1 x 12 IU
- Novorapid 3 x per pola makan
- Metoclopamid 3x1 amp
- Konsul Bedah
- Rawat Luka pagi dan sore
- Rencana transfusi darah

12
11-01-2018 S:Nyeri kaki kiri(+), demam(-), kaki terasa kebas(+), GDP: 298

muntah (-)

O: TD : 130/80 mmHg, N : 96 x/i, RR : 221 x/i, T:37,6 0

Status Lokalis:

Ulkus : 7x5x1,5cm (Pus +,edem+,eritem +,gangren digiti

2-3)

A: Ulkus Diabetikum dorsalis pedis Dextra Wagner IV ec.

DM Tipe 2 overweight Tidak terkontrol + Gastritis erosif

P : IVFD Nacl 0.9% 20 tpm


- Meropenem 3x1 drip dalam nacl 100 cc
- Omeprazol 2x1
- Paracetamol 3 x 500 mg (jika demam)
- Levemir 1 x 16 IU
- Novorapid 3 x 8 uiper pola makan
- Metoclopamid 3x1 amp (stop)
- Transfusi prc 250cc
- Konsul Bedah
- Rawat Luka pagi dan sore
- Ekg ulang

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes Melitus Tipe 2

3.1.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.1
Secara epidemiologi diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi
ini. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah
bertambahanya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak
tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua factor ini
berinteraksi dengan beberapa factor genetic yang berhubungan dengan terjadinya
DM tipe 2.1

3.1.2 Patogenesis DM Tipe 21

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), ke semua nya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe – 2. Delapan organ penting
dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena
dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :

14
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multiple dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa DeFronzo pada tahun 2009
menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja
yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe – 2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous
octet (gambar 1)

Gambar 3.1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 21

3.1.3 Diagnosis DM Tipe 21

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

15
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 3.2. Kriteria Diagnosis DM

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

16
Tabel 3.3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan
prediabetes.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat
yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-
hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan .
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

17
3.1.4 Komplikasi Diabetes Melitus
3.1.4.1 Komplikasi Akut
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)3
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi
(300-600mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat.
Pada pasien dengan KAD dapat dijumpai pernapasan cepat dan
dalam (Kuassmaul), Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang,
lidah dan bibir kering) kadang disertai hipovalemi sampai syok. Bau
asteton dari hawa napas tidak terlalu tercium.
Kriteria diagnosan KAD yaitu:
 kadar glukosa >250 mg%
 PH <7,35,HCO2 rendah
 anion gap yang tinggi
 Keton serum positif

Tatalaksana

Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal


penatalaksanaan KAD setelah resusitasi kardiorespirasi. Terapi cairan
ditujukan untuk ekspansi cairan intraseluler, intravaskular, bintersisial, dan
retorasi perfusi ginjal.

a. Insulin

Insulin intravena kntinyu lebih disukai karena waktu paruh yang


pendek dan mudah di titrasi.

b. Kalium
Sejatinya Pasien KAD akan mengalami hiperkalemia melalui
mekanisme asidemia, defisiensi insulin dan hipertonisitas. Pemerian

18
kalium sudah dimulai manakala kadar kalium disekiar batas atas nilai
normal.
c. Biakrbonat

Koreksi bikarbonat tidak direkomendasikan diberikan rutin pada


asidosis murni karna KAD, kecuali jika PH kurang dari 6,9.

d. Fosfat
Dari beberapa studi tidak ditemukan manfaa yang nyata pemberian
fosfat pada KAD, bahkan pemberian fosfat yang berlebihan akan
mencetuskan hipokalsemia berat.

2. Hiperosmolar hiperglikemik non ketotik


Sindrom HHNK Biasanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), ditandai dengan
hiperglimea, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis
utama adalah dehidrasiberat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai
ganguan neurologi dengan atau tanpa adanya ketosis.

Tatalaksana

Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan:

1. Rehidrasi intavena agresif


2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosa dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5. Pencegahan

3. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah<70mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa
serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom,seperti
adanya whipple’s triad:

19
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
 Kadar glukosa darah yang rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.
Penurunan kesadaran yang terjadi pada diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lain
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Pengawasan glukosa darah pasien dilakukan selama 24-
72 jam, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang
mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hari yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Pasien dengan resiko hipoglikemi harus diperiksa mengenai
kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun asimtomatik pada setiap
kesempatan.
Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada
pasien Diabetes adalah

Otonom Neuroglikopenik Malaise


Berkeringat Bingung Mual
Jantung berdebar Mengantuk Sakit Kepala
Tremor Sulit bicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi

20
Terapi Hipoglikemia pada Diabetes
Glukosa Oral. Setelah diagnosa hipoglikemia ditegakkan dengan
pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera
diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150-200 ml minuman
yang mengandung glukosa.
Glukagon Intramuskular 1 mg. Jika Pasien sadar, pemberian
glukagonharus diikuti dengan glukosa oral 20 g dan dilanjutkan 40 g
karbohidrat dalam bentuk tepung.
Glukosa Intravena 20% 75-100 ml. Diberikan dengan hati-hati

3.I.4.2. Komplikasi Kronik


1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul
pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa
disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang
dapat ditemukan pada penderita.
 Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik1
2. Mikroangiopati
 Retinopati diabetik
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baikakan mengurangi
risiko atau memperlambat progresi retinopati. Terapi aspirin
tidak mencegah timbulnya retinopati
 Nefropati diabetik
o Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik mengurangi risiko
atau memperlambat progresinefropati.
o Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan
protein sampai di bawah 0.8gram /kgBB /hari tidak

21
direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler
dan menurunkan GFR. Ginjal.1
 Neuropati
o Pada neuropatiperifer, hilangnya sensasi distal merupakan
faktor pentingyang berisiko tinggi untuk ulkus kaki yang
meningkatkan resiko amputasi
o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.1

3.1.5. Kaki Diabetes

3.1.5.1 Definisi6

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling


ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya.

3.1.5.2 Patofisiologi6

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik sensorik maupun motoric dan autonomic akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadninya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi
menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Factor aliran
darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
diabetes.

22
Gambar 3.5 Patofisiologi Terjadinya ulkus pada kaki diabetes

DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh Neuropati otonom Neuropati perifer
darah tepi
Aliran Indera Gerak
 Keringat darah raba
Sumbatan Aliran
oksigen, nutrisi,
Resorpsi
antibiotik Kehilangan
tulang Atropi
Kult kering, rasa sakit
pecah Kerusakan
sendi Kehilangan
Luka sulit
sembuh Trauma bantalan
Kerusakan lemak
kaki
Tumpuan berat
yang baru
Sindrom jari biru INFEKSI ULKUS
Gangren
Gangren mayor
AMPUTASI

3.1.6. Klasifikasi Kaki Diabetes2

Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group


on Diabetic Foot.1

Tabel 4.5. Klasifikasi Wagner

Derajat Lesi

Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

Derajat I kelainan bentuk kakiUlkus superficial dan terbatas di kulit

Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

23
Klasifikasi lain di anjurkan berdasarkan klasifikasi PEDIS Internsional
Consensus On The Diabetic Foot 2003.7

Impaired Perfusion 1. –
2. Penyakit arteri perifer
3. Critical limb ischemia
Size/Extent In mm2 Tuliskan dalam ukuran mm2
Tisue Loss/Depth 1. Superficial, tdiak mengenal dermis
2. Ulkus dalam melewati lapisan dermis, meliputi
struktur subkutan fascia, otot, atau tendon
3. Meliputi tulang dan sendi
Infection 1. Tidak ada keluhan atau gejala infeksi
2. Infeksi pada kulit dan jaringan subkutan apa
3. Eritema >2cm atau infeksi meliputi struktur, tidak
ada gejala sistemik
4. Infeksi dengan gejala sistemik: demam, leukosis,
shift to the left ketidakstabilan metabolik, hipotensi,
azotemia
Impaired Sensation 1. –
2. +

3.1.7 Tatalaksana DM Tipe 2 dan Pengelolaan Kaki Diabetes


1. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan dan jasmani ( gaya hidup sehat). Terapi farmakologi terdiri
dari obat oral dan bentuk sutikan

24
2. Obat Antihipeglikemia suntik
a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

 HbA1C > 9% dengsn kondisi dekompensasi metabolik.


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard,
stroke)
 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasionak yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan Fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.

25
26
Gambar 4.3. Pengelolaan DM Tipe 21

Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera


mungkin. Komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus
adalah :
 Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik
sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin,
hemoglobin dan sebagainya.
 Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan
operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus
iskemik.
 Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi
pertumbuhan organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis,
bukan merupakan infeksi).
 Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan
nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol
infeksi, dengan konsep TIME:

27
o Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
o Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
o Moisture Balance (menjaga kelembaban)
o Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
 Kendali tekanan (pressure control):
mengurangi tekanan pada kaki, karena tekanan yang berulang dapat
menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi tekanan
merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik.
Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan.
 Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien
dengan diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara
mandiri.7
3.2 Anemia

3.2.1 Defenisi8

Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis
maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa
lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.

3.2.2 Etiologi dan Patogenesis8

Laporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri


subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa
hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia
sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan berat badan
dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan
setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi
dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi
kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen
dan artritis reumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis

28
ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia pada penyakit
kronis.
Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih
dalam stadium dini dan asimtomatik, seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia
ini biasanya disebut dengan anemia pada kanker.

3.2.3 Gambaran Klinis8


Karena anemia yang terjadi umunya derajat ringan dan sedang, sering kali
gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasaranya, karena kadar Hb sekitar 7-11
gr/dl umumnya asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas
fisik meningkat, pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan memperjelas
gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik umunya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat
tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis yang biasanya
tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium.

3.2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding8

Meskipun banyak pasien dengan infeksi kronis ,inflamasi dan keganasan


menderita anemia ,anemia tersebut dikatakan anemia penyakit kronis jika
anemiannya sedang. Selularitas sumsum tulang normal, kadar besi serum dan
TIBC rendah, kadar besi dalam makrofag dalam sumsum tulang normal atau
menignkat, serta feritin serum yang meningkat. Beberapa penyebab anemia
berikut ini merupaka diagnosis banding atau mengaburkan diagnostic anemia
pada penyakit kronis :

1. Anemia delusional. Terutama pada penyakit kronis keganasan stadium


lanjut
2. Thalasemia minor
3. Perdarahan kronis
4. Ganguan ginjal
5. Metastasis pada sumsusm tulang
6. Drug induce hemolisis

29
3.2.5 Pengobatan8

Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit


dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara
lain:

a. Transfusi. Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan


hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin
berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa literatur disebutkan bahwa
pasien anemi penyakit kronik yang terkena infark miokard, transfusi dapat
menurunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien
anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dL.
b. Preparat Besi. Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik
masih terus dalam perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat
besi dengan alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-α. Alasan lain,
pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat
xmeningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra,
sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan
untuk diberikan pada anemia pada penyakit kronis.
c. Eritropoietin. Data penelitan menunjukkan bahwa pemberian
eritropoietin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien
anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel, artritis reumatoid
dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek
sampingnya, pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan,
yakni mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF-
α dan IFN-γ. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan menambah
proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker
kepala dan leher.
Saat ini terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, beta
dan darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas
terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga memungkinkan kita
memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.

30
Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit
kronis merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum
memberikan transfusi, preparat besi maupun eritropoietin.

31
BAB IV

4.1 Analisa Masalah

Dari anamnesis pasien an. Ny. M umur 53 tahun datang dengan


keluhan muntah yang memberat sejak kurang lebih 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. muntah lebih dari 8 kali, muntahan berwarna kehitaman berisi
cairan dan makanan yang dimakan, sebanyak lebih dari 1 gelas belimbing.
Berdasarkan kepustakaan didapatkan bahwa yang di keluhkan
tersebut mengarah ke gejala klinis gastritis erosif. Gejala klinis gastritis
erosif berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas. Jika gastritis
menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa:-
Tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena) -Muntah darah
(hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang
menyerupai endapan kopi. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
faktor resiko gastritif karena dinding mukosa lambung semakin menipis
akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi helicobacter
pyllori atau penyakit autoimun daripada usia muda. Penyakit gastritis lebih
banyak terjadi pada perempuan dibanding laki-laki,
Keluhan muntah disertai nyeri seperti berdenyut dan hangat pada
luka di telapak kaki kanan. Luka dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan
SMRS, awalnya luka hanya kecil akibat tertusuk penyangga obat nyamuk
bakar, luka dengan ukuran 1x3cm, terasa nyeri sesaat, darah sedikit dan
tidak disertai nanah. Namun semakin hari luka semakin membesar dan
disertai nanah kental, berwarna putih keruh, bercampur darah dan berbau
busuk. saat itu luka mulai terasa semakin nyeri dan mulai membengkak di
kaki saja. luka semakin dalam dan semakin lebar kira-kira sebesar telapak
tangan, luka tak kunjung sembuh atau pun kering. Pasien mengaku tidak
pernah berobat untuk luka tersebut dan hanya membersihkan luka dengan
betadine dan kassa. Namun jumlah nanah yang keluar cukup banyak
hingga kasa pembungkus luka basah karena nanah bercampur darah yang
merembes. berjalan terasa bahwa tidak memijak lantai.

32
Adanya lesi pada bagian tubuh pasien yang tak kunjung membaik
dan riwayat DM pada pasien menandakan adanya komplikasi dari DM dan
dapat menjadi factor yang mempermudah masuknya kuman dan
menyebabkan proses peradangan atau infeksi.

Menurut teori ( PERKENI 2015) gejala dan tanda terjadinya kaki


diabetic antara lain adalah

 Kulit kaki yang kering, bersisik dan retak-retak serta kaku


 Rambut kaki yang menipis
 Kelainan bentuk dan warna kuku
 Kuku menebal
 Kalus terutama dibagian telapak kaki
 Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki
yang menonjol
 Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari
 Kaki baal, kesemutan atau tidak terasa nyeri
 Kaki yang terasa dingin
 Perubahan warna kulit kaki, kemerahan, kebiruan atau kehitaman

Pada pasien ini didapatkan 5 gejala dari kaki diabetes berupa kulit kaki
yang kering dan bersisik, terdapat bekas luka, kaki baal dan kesemutan,
kaki yang terasa dingin dan perubahan warna pada kulit kaki yaitu warna
menjadi kemerahan.

Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes sejak ± 5 tahun yang lalu


dan menkonsumsi obat pil namun pasien lupa namanya. Sebelumnya
Pasien mengeluh sering merasa lapar, suka makan tengah malam dan
pasien juga mengatakan sering terjaga saat malam hari karena sering
buang air kecil hingga 4x saat malam hari dan pasien juga mengatakan
kuat minum air putih dari dulunya. Pasien juga sering merasa lemas dan
kesemutan. Selain itu pasien mengeluh mengalami penurunan berat badan
padahal sudah makan banyak. Pasien hanya mengkonsumsi obat bila gula

33
darah tinggi dan tidak kontrol kembali bila obat habis. Saat ini mata
sebelah kanan pasien kabur sejak 3 bulan yang lalu, dan pasien tidak
berobat untuk keluhan tersebut.

Hal ini sesuai dengan kriteria klasik DM menurut Perkeni adalah


rasa haus yang berlebihan (polidipsia), sering kencing terutama malam
hari (poliuria), banyak makan (polifagia), serta berat badan yang turun
dengan cepat. Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik
air bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh sering
berkemih terutama dimalam hari (poliuria).. Cairan yang berlebihan yang
keluar menimbulkan dehidrasi yang pada gilirannya dapat menyebabkan
kegagalan sirkulasi perifer karena darah turun mencolok. Sel-sel
kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan
osmotik air dalam sel ke cairan ekstrasel, sehingga tubuh mengkompensasi
dehidrasi dengan rasa haus berlebihan sehingga penderita banyak minum
(polidipsia). Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan
ini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan
metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah
penderita DM selalu meras lapar atau nafsu makan meningkat (polifagia).

Pasien saat ini berusia 53 tahun dan mengetahui menderita DM tipe


II sejak 5 tahun yang lalu. Menurut International Diabetes Federation
(2012) penderita DM tipe II lebih dari 50 % merupakan kelompok usia 40-
59 tahun. Sedangkan, persentase kaki diabetik paling tinggi pada usia 45 -
64 tahun. Hal ini sesuai dengan kasus pada pasien ini

Dari pemeriksaan generalisata ditemukan adanya tanda tanda


anemia yaitu konjungtiva anemis. Terdapat nyeri ekan epigastirum yang
merupakan manifestasi klinis gastritis erosif. Dari pemeriksaan status
lokalis didapatkan luka di telapak kaki kiri dengan ukuran 7x5x1,5 cm,
terdapat pus dan darah. Berdasarkan kriteria pedis dan wagner pada pasien
ini didapatkan.

34
Krteria PEDIS

1. Perfusion : derajat 1 (tidak ada gejala maupun tanda penyakit


arteri perifer pada kaki yang terkena)
2. Extent : 7cm x 5cm x1,5cm
3. Depth : derajat 3 ( Meliputi tulang dan sendi)
4. Infection : derajat 4 ( gejala sistemik: demam, leukositosis,
shift to the left, ketidakstabilan metabolik, hipotensi, azotemia)
5. Sensation : derajat 2 (ada kehilangan sensasi protektif pada
kaki yang terkena)

Kriteria Wagner : Grade IV

Pada pasien ini dikatakan wagner grade IV karena telah terdapat


gangren pada jari kaki atau kaki bagian distal (digitit 2-3).

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kelainan berupa


peningkatan leukosit yaitu 16,91 x 103 mm3, hal ini menandakan bahwa
telah terjadi proses infeksi pada pasien yang bisa dikarenakan ulkus yang
sudah terinfeksi. Didapatkan juga penurunan HB 7,5 gr/dl, MCV 75,6 fl,
MCH 26,8 pg. Hal ini dikarenakan adanya penyakit kronis berupa
diabetes melitus pada pasien ini, yang menyebabkan adanya perdarahan
akibat luka yang tidak diketahui. Berdasarkan nilai MCV dan MCH pada
pasien ini juga dipikirkan bahwa kemungkinan anemia pada pasien ini
bersifat anemia hipokrom mikrositer yang akan dipastikan dengan
sediaan apus darah tepi (SADT).
Terapi pasien DM tipe II diawali dengan edukasi, pada pasien ini
telah dilakukan edukasi rutin dengan tujuan promosi hidup sehat,
mengenai pengertian, perjalanan, pengendalian dan pemantauan DM tipe
II serta berbagai penyulitnya baik yang akut atau kronik. Memotong kuku
secara teratur, Dan juga dianjurkan untuk memberikan bantalan agar kaki
yang terjadi ukus lebih tinggi. Dan juga diberikan obat-obatan
hipoglikemik oral atau insulin yang digunakan serta target pengobatan

35
yang dijalani. Hal ini sesuai dengan teori untuk perawatan kaki diabetik.
Mengeringkan kaki secara berkala dan menghindari terjadinya
kelembapan pada kaki. Pengelolaan luka dilakukan dengan
membersihkan luka, dan mengganti perban setiap hari. Hal ini dilakukan
agar kebersihan dan kelembapan luka tetap terjaga.

Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease

1 Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air
2 Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit
terkeluapas, kemerahan, atau luka

3 Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya


4 Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan
mengoleskan krim pelembab ke kulit yang kering
5 Potong kuku secara teratur
6 Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar
Mandi
7 Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan
lipatan pada ujung-ujung jari kaki
8 Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur
9 Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang
dibuat khusus

10 Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan


hak tinggi

11 Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk


Kaki

Pada pasien ini juga dianjurkan untuk Latihan jasmani yang


dilakukan ketika pasien sudah tidak dalam kondisi bed rest. Pilihan
latihan yang dapat dilakukan adalah yang bersifat aerobik, seperti jalan

36
kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan dilakukan secara
teratur sebanyak 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit.
Selain itu, dapat disertai dengan mengurangi kebiasaan hidup kurang
bergerak dan hanya bermalas-malasan dirumah, tanpa aktivitas.
Terapi gizi medis pasien DM tipe II dengan menghitung kebutuhan
kalori dalam sehari. Kebutuhan kalori basal pada pasien ini dihitung
dengan menggunakan berat badan ideal, yaitu 90% x (150) –
100}x1kg, yaitu 45 kg. Kebutuhan kalori basalnya adalah 25kal/kg BB
yaitu 1125 kkalcc
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologis berupa :
 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
 Inj Ceftriaxone 1x2 gram drip dalam nacl 0,9% 100 cc
 PO PCT 3 x 500mg (jika demam)
 Metoclopamid iv 3x10 mg
 Meformin 3x500 mg
 Lantus 1x12 IU
 Novorapid 3x6 IU
 Konsul Bedah
 Rawat luka pagi dan sore

Hal ini sesuai dengan pedoman penatalaksanaan ulkus diabetic


dalam pemberian antibiotic, dimana pada infeksi dengan derajat ringan
diberikan antibiotic golongan cephalosporin pada pasien ini diberikan
cefotaxime yaitu cephalosporin generasi ke III dan dikombinasikan dengan
golongan macrolide yaitu clindamycin.

37
Untuk penatalaksanaan Diabetes Melitusnya diberikan PO
Metformin 3x 500mg, Lantus 1 x 12 IU, Novorapid 3 x 6 IU. Hal ini

sesuai dengan pedoman penatalaksanaan menurut American Diabetes


Association (ADA) 2016

Pada pasien ini telah diberikan terapi berupa obat hipoglikemik dari
golongan yaitu metformin dan diberikan insulin prandial yaitu novorapid 3x 6 IU
dan insulin basal yaitu lantus 1x 12 IU. Hal ini mungkin dikarenakan telah terjadi
komplikasi pada pasien ini berupa komplikasi makrovaskular yaitu ulkus diabetic.

38
39

You might also like