You are on page 1of 15

Tata Cara Bergaul

Seorang mukmin dalam menjalankan kidupannya tidak hanya menjalin


hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan
juga dengan manusia (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling
menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang harmonis.
Rasulullah ‘saw bersabda: “Tidak” dikatakan beriman salah seorang di antaramu,
sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu - menyayangi dirimu
sendini”. (HR. Bukhari Miisllm)
Pada bab ini, akan dibahas tentang tata cara bergaul dengan orang tua,
teman sebaya, yang lebih muda, dan dengan lawan jenis.
A. Tata cara berergaul dengan Orang tua atau Guru
Indikator
Setelah kamu mempelajari bagian ini, kamu harus mampu:
 Menjelaskan tata cara bergaul dengan orang tua atau guru.
 Menjelaskan tata cara bergaul dengan yang lebih tua.
 Menjelaskan tata cara bergaul dengan yang lebih muda.
 Menjelaskan tata cara bergaul dengan teman sebaya.
 Menjelaskan tata cara bergaul dengan lawan jenis.
 Bersikap luves dalam pergaulan sehari-hari.
Islam merupakan agama yang sangat meniperhatikan keluhuran budi
pekerti dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan
segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam
ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-
muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan
sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram,
berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama
lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau
teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:

)‫اِنِمِاِبِعِثِتِِلِتِمِمِِمِكِارِمِِاِلِخِلِقِِ(رِوِاهِِاِلبِخِارِيِِوِمِسِلِم‬
Artinya:
“Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”.
(HR. Bukhari Muslim)
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam
pergaulan sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara
bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat
dipaharni dalani tiga bagian, yaitu:
1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta
membesarkan kita (ibu bapak).
2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang
telah diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang
menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut
dengan “mertua”.
3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan
memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup,
dialah “guru” kita.
Dalam Al-Quran maupun hadis, dapat ditemukan banyak sekali
keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua.
Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik
kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik kepada kedua orang
tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi
dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat
setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya,
disebut dengan “biruul walidain”. Di antara ayat yang menerangkan tentang
hal ini adalah kisah Nabi Zakaria bin Nabi Yahya dengan sifat-sifatnya yang
mulia, sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran surat Maryam ayat 14,
Allah SWT. Berfirman:
ِ ِ ِ ِ
ِِ ِ ِ
Artinya:
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia
orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di
dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah. Hal ini dapat dilihat dalam
firman Allah Swt. surat Al-Isra ayat 23:
ِ ِ ِ ِ
ِ ِ ِ
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ِ ِ
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ِ ِ ِ
ِِ ِ ِ
Artinya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia” (QS. Al-Isra 23)
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan
orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga
perasaan kedua orangtuanya. Hak orangngtua dan anaknya tidak akan pernah
sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan,
dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya
merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau
“uff”, apalagi jika sampai membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita
merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24:
ِ ِ ِ ِ
ِ ِ ِ ِ
ِ ِ ِ
ِِ ِ
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".
(QS. A1-lsra: 24)
Berdasarkan ayat inilah, kita dianjurkan untuk selalu berdo’a bagi
kedua orangtua setiap saat, termasuk setiap kali selesai melaksanakan salat
lima waktu, dengan doa:

ِ ‫اللهمِِاغِفِرِلِىِذِنِوِبِىِوِلِوِالِدِيِِوِرِحِمِهِمِاِكِمِارِبِيِانِىِصِغِيِرِا‬
Artinya:
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orangtuaku serta
sayangilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku sejak
kecil”.
Jadi, dan beberapa keterangan dalil di atas, baik dalil aqli maupun
naqli, menunjukkan bahwa kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk
selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka,
karena Allah tidak akan rida kepada kita. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah saw sebagai berikut

ِ:ِ‫عِنِِعِبِدِِللاِِعِمِرِوِبِنِِاِلعِاصِِعِنِِالنِبِيِِصِلِىِللاِعِلِيِهِِوِسِلِمِِقِال‬
ِ‫ِوِصِخِتِِللاِِفِىِصِخِتِِالِوِالِدِيِنِِ(رواه‬,ِ‫رِضِىِللاِِفِىِرِضِِالِوِالِدِيِن‬
ِ ِ)‫الترميذي‬
Artinya:
“Dan Abdullah bin Amr bin Ash, dan Nabi saw, ia bersabda: Keridaan
Allah adalah pada keridaan ibu bapak, dan kemurkaan Allah adalah
dalam kemurkaan ibu bapak”. (HR. Tirmidzi)
Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga,
yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita
tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai,
dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan untuk
menghormati dan memuliakan mereka. Dalam salah satu hadis, Rasulullah
saw penah bersabda:

ِ )‫وقروِعلىِمنِتعلمواِ(رواهِالبخاري‬
Artinya:
“Muliakanlah orang yang telah mengajarimu (suatu pengetahuan)”. (HR.
Bukhari)

B. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua


Pergaulan yang baik adalah pergaulan yang didasarkan pada nilai-nilai
keikhlasan, kebersamaan, saling menguntungkan, sesuai dengan norma-
norma kemasyarakatan dan tidak-bertentangan dengan hukum syara’, yakni
sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Agama Islam
mengajarkan kaum muslimin untuk melakukan pergaulan dan komuniikasi
dengan sesama manusia, baik bersitat pribadi, maupun sosial. Melalui
pergaulan diharapkan masing-masing dapat saling memahami, menghargai,
dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan masing-masing.
Tujuan dan pergaulan sosial adalah untuk mencapai kondisi
masyarakat sejahtera. maslahat, berlaku adil dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai persamaan. persatuan, dan akhlakul karimah. Dalam pergaulan sosial,
kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing,
termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga)
bagian. yaitu:
1. Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,
2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannva lebih tinggi, sekali pun bisa
jadi umurnya lebih muda, dan
3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar
dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib
mengingatkan jika mereka keliru dan herbuat kejahatan, dengan cara-cara
yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan mereka secara berlebihan,
misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun mereka salah.
Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita
bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena
kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis
Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:

ِ‫إنِللاِتعالىِلينظرِإلىِصوركمِولِإلىِاحسابكمِولِالىِاموالكمِولكن‬
ِ )‫ينظرِالىِقلوبكمِواعمالكمِ(رواهِالطبرانى‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta
kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal
perbuatanmu”. (HR. Thabrani)

C. Tata Cara Breagau1 dengan yang Lebih Muda


Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk
membeda-bedakan manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti
harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi yang terbaik adalah
bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran agama
dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul
dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama
sekali dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang
umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam
satu hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak
menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:

)‫ليسِمناِمنِلمِيرحمِصغيرناِولمِيعرفِح ًّقِكبيرناِ(رواهِالطبرانى‬

Artinya:
‘Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang
lebih kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih
besar (tinggi / dewasa)”. (HR. Thabrani)
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan
akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa,
bahkan telah berusia lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya
lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah
(bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya,
semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang
justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang
umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik
dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan
bahwa terinasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal
perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:

ِِ‫خِيِرِِالنِاسِِمِنِِطِالِِعِمِرِهِِوِحِسِنِِعِمِلِهِِوِشِرِِالنِاسِِمِنِِطِالِِعِمِرِه‬
ِ )‫وِسِاءِِعِمِلِهِِ(رواهِاحمد‬
Artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat
baik amalnya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang
umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya” (HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa
sudah lebih dewasa serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing,
rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar
bermakna bagi kehidupannya.

Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang


yang lebih tua hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan
pengalamannya, sedangkan orang yang lebih tua dapat memanfaatkan
kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulüllah saw bersabda:

ِ )‫خيرِالناسِأنفعهمِلِلناسِ(رواهِالبخاري‬
Artinya:
”Sebaik-baik diantara manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi
sesamanya”. (HR. Bukhari)

D. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya


Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying.
Kecenderungan untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang
lainnya merupakan suatu hal yang diatur dengan lengkap dalam ajaran Islam.
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri, termasuk
melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn
jauh dari peradaban manusia.
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika
manusia bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan,
keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah Swt.
Rasulullah saw hersabda:

ِ‫المؤمنِالًّذيِيخالطِالناسِويصبرِعلىِاذاهمِخِيِرِِمِنِِاِلمِؤِمِنِِالِذِى‬
)‫لِيِخِالِطِِالنِاسِِوِيِصِبِرِِعِلِىِاِذِاهِمِِ(رواهِالترميذي‬
Artinya
“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar
(tanhan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang
mukmin yang tidak bergaul dengan yang lainnya serta tidak tahan uji
atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur,
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan
mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah
pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap
kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan
sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita
segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak
meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan,
hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik
disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau
tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan
memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan
Rasulullah saw dalam sabdanya:

ِ‫منِاعتذرِالىِأخيهِالمسلمِفلمِيقبلِمنهِكانِعليهِمثلِخطيئةِصاحب‬
ِ )‫مك ٍسِ(رواهِابنِماجه‬
Artinya:
“Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang musim
sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar
dosa orang yang merampok”. (HR. lbnu Majah)
Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga
masing-masing bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang
untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw
bersabda:

ِِ‫لِيِحِلِِلِمِسِلِ ٍِمِأِنِِيِهِجِرِِأِخِاهِِفِوِقِِثِلِثِِأِياِ ٍِمِيِلِتِقيانِفيِعِرِضِِهِذِاِوِيِعِرِض‬


ِ )‫هِذِاِوِخِيِرِهِمِاِالِذِيِِيِبِذِأِِبِالسِلِمِِ(متفقِعليه‬

Artinya.
“Tidaklah lialal bagi seorang muslini nzendiamkan (tidak mengajak
bicara) sit van in yang muslim lebih dan tiga han. Jika kedvanya berteinu,
lalu in’mnliiigkan muka, dan hang lain pun demikian juga. Dan yang
paling baik di antara keduaniia adalah yang terlebili daizulu
inengucapkan salam”. (HR. Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus
dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang
jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis, .Rasulullah saw
bersabda:

ِ )‫منِلِيرحمِالناسِلِيرحمهِللاِ(متفقِعليه‬
Artinya:
“Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan
disayangi oleh Allah”. (HR. Bukhari Muslim)
E. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna,
teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada
malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda,
ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah
diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan
sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan
tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh
lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang
sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya
kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling
tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan,
demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt.
memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak
jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling
menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan
kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan
pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang
dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat
memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-
laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di
tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang.
Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal
ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga
pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan
seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan
orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang
ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan
menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan
mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi
melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:
oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Artinya: . ‘ -
‘Dazi janganlah ka?nu inendekati zina. Sesunggzthnva zina 1hz adalah suat it
pL’rbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar.
Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan
bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang
mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan
dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang
diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam
hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:

ِ )‫إذاِأحبِاحدكمِأخاهِفليِخِبِرِِ(رواهِابوداودِوالترميدى‬
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia
membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk
senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih
sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta,
keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah
diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,
Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia
yang bukan nabi-nabi, hukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi
kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya: “Siapakah gerangan orang
itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang yang saling mencintai
(menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar,
tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu
Daud).
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:

ِ ِ‫الِانِاولياءِللاِلخوفِعليهمِولهمِيحزنون‬
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa
takut dan tidak merasa bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan
Muhammad Al-Ghazali)
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas
iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan
oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasanya. Cinta yang mendalam.
ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya
berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah,
sebagaimana saba Rasulullah saw:
ِ‫ِأنِيكونِللاِورسولهِاحبِاليه‬:‫ثلثِمنِكنِفيهِوجدِحلوةِاليمان‬
ِ‫مماسواههماِوانِيحبِِفىِللاِويبغضِفىِللاِوانِتوقدِنارِعظيمة‬
ِ )‫فيقعِفيهاِاحبِاليهِمنِانِيسركِباللاِسيئاِ(رواهِمسلم‬
Artinya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal
tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai
Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci
semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka
yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”.
(HR. Muslim)
Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang
lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk
mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw penah bersabda:

ِ‫ِولكِمثلِذالكِ(رواه‬:‫إذادعاِالرجلِلَخيهِبظهرِالغيبِقِالِالملك‬
ِ )‫مسلم‬
Artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya
berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”.
(HR. Muslim)
Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau
dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak
menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringangan sama
dijinjing” Rasulullah saw bersabda:

)‫المؤمنِبينِالمؤمنِكالبنيانِيشدِبعضهِبعضاِ(رواهِالبخاري‬

Artinya:
“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan
suatu bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”.
HR. Bukhari)
TASAMUH (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan
kondisi pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling
mengisi kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa
dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 58:
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll

(QS. Al-Ahzab: 58)

You might also like