You are on page 1of 23

Riska Oktafiani

240210150060

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Ketahanan Kertas terhadap Minyak (Terpentine Test)


Terpentine test bertujuan untuk membedakan daya penetrasi minyak dari
masing-masing bahan pengemas dan menentukan kertas mana yang lebih tahan
terhadap minyak dan lemak. Daya penetrasi minyak pada kertas adalah kemampuan
minyak untuk dapat melewati dan mengisi bagian pori-pori kertas. Pengertian
penetrasi adalah besaran yang menyatakan sifat penyerapan kertas dan karton
terhadap zat cair standar, dihitung berdasarkan kebalikan panjang hasil jalur
cetakan pada pengujian, dinyatakan dalam satuan 1000/nm, yang diukur
menggunakan alat uji cetak IGT pada kondisi standar (Syarief, 1988).
Sampel yang digunakan dalam pengujian ketahanan kertas terhadap minyak
adalah krtas minyak dan kertas roti. Prosedur yang dilakukan yaitu disiapkan gelas
kaca, dimana pada lapisan pertama diletakkan kertas stensil. Penggunaan kertas
stensil atau kertas buram bertujuan sebagai indikator untuk melihat tembusnya
minyak pada kertas agar terlihat jelas. Apabila tidak menggunakan kertas stensil,
minyak akan langsung tembus pada gelas kaca dan kemungkinan hal ini tidak akan
terlihat jelas, sehingga digunakan kertas stensil agar tembusnya minyak pada kertas
terlihat jelas. Setelah itu, dilapisi dengan kertas sampel (kertas roti dan kertas
minyak).
Pasir kuarsa kemudian dituangkan kedalam pipa hingga setengah pipa dan
ditempatkan berada di atas sampel kertas. Pasir kuarsa bersifat halus dan tidak
menyerap minyak. Berdasarkan sifat-sifat yang dimilii pasri kuarsa, maka pada uji
terpentine pasir kuarsa dapat dicuci ulang setelah selesai pemakaian. Tujuan
penggunaan pasir kuarsa yaitu untuk menghambat agar minyak tidak langsung
menyerap pada kertas, tetapi minyak tersebut harus melewati butiran-butiran pasir
kuarsa terlebih dahulu sehingga dapat dihitung waktu penetrasinya.
Setelah itu, minyak terpentine dituangkan sebanyak 6 tetes ke dalam pipa
yang telah berisi pasir kuarsa dan dicatat waktu penetrasinya. Waktu penetrasi
dihitung dari penuangan minyak hingga terbentuknya noda atau masuknya minyak
pada kertas sampel. Penggunaan minyak terpentine dimaksudkan agar dalam
pengukuran ketahanan kertas terhadap minyak lebih akurat, sedangkan penggunaan
Riska Oktafiani
240210150060

pasir sebagai media untuk menghambat penyerapan minyak terpentine di kertas


minyak dan roti sehingga waktu penyerapannya dapat ditentukan. Semakin rapat
pasir yang dimasukkan maka semakin lambat penyerapan yang terjadi. Pengamatan
dilakukan sebanyak 4 kali setiap bahan yang digunakan. Berikut hasil pengamatan
terpentine test:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Terpentine Test
Ulangan Kertas Minyak (s) Kertas Roti (s)
6 5 240
7 1 300
8 3 360
9 7 360
10 - -
Maksimal 7 360
Minimal 1 240
Rata-Rata 4 315
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Menurut hasil pengamatan tabal 1 menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada


kertas minyak adalah 7 setelah dilakukan 5 kali ulangan, sedangkan nilai
terendahnya adalah 1 detik Sementara, rata-rata dari kertas minyak tersebut adalah
4. Selain itu, kertas roti memiliki nilai tertinggi sebesar 360 detik, sedangkan nilai
terendahnya adalah 240 detik. Rata-rata tes terpentin dari kertas roti adalah
sebanyak 240 detik.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 1 juga menunjukkan bahwa hasil
kecepatan penyerapan minyak pada kertas minyak lebih kecil dibandingkan dengan
kertas roti. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya kertas minyak
merupakan kecepatan tertinggi untuk penetrasi minyak. Kesalahan saat pengujian
kemungkinan dapat disebabkan oleh terjatuhnya minyak terpentin di sekitar pipa
saat dilakukan penetesan, sehingga minyak tidak masuk ke dalam pasir melainkan
berada di kertas sampel, lalu menuju kertas stensil. Urutan kecepatan penetrasi
minyak dari yang tertinggi hingga terendah yaitu kertas minyak > kertas roti.
Perbedaan penetrasi minyak oleh beberapa jenis kertas disebabkan oleh
beberapa hal seperti ketebalan kertas dan proses pembuatannya yang berbeda-beda.
Berdasarkan literatur, perbedaan waktu penetrasi tersebut mungkin disebabkan
karena terjadi perbedaan metode sizing (sizer). Sizing umumnya digunakan untuk
memberikan ketahanan resistensi air (Saltman, 1991). Menurut Casey (1981)
Riska Oktafiani
240210150060

bahwa sizer adalah bahan penolong yang ditambahkan sebelum atau sesudah
pembentukan lembaran kertas yang ditujukan terutama untuk meningkatkan
ketahanan kertas terhadap cairan. Berdasarkan pemberian sizer dapat dibedakan
dua macam, yaitu internal sizer dan surface sizer. Internal sizer merupakan proses
untuk memberikan ketahanan penetrasi cairan pada kertas dengan memberikan
bahan tambahan internal yang basah. Surface sizer merupakan proses untuk
memberikan ketahanan penetrasi cairan pada kertas dengan penggunaan bahan
berselaput tipis seperti tepung, getah, dan polimer sintetis.
Kertas roti memiliki permukaan yang lebih kasar, agak berongga dan sedikit
berserat dibandingkan dengan kertas minyak, hal ini disebabkan karena bahan baku
pembuatannya berbeda-beda. Kertas ini sangat mudah menyerap minyak dan
lemak. Biasanya digunakan untuk proses pengolahan dalam pembuatan kue
ataupun roti, atau dalam pengolahan pangan yang lainnya. Hal yang diamati
permukaan halus dan kasarnya.
Kertas roti mendapatkan perlakuan surface sizer sehingga keduanya
memiliki daya tahan minyak yang lebih baik dibanding kertas lainnya. Sizer akan
mengubah sifat hidrofilik selulosa yang terkandung di dalam kertas menjadi bersifat
hidrofobik. Seperti kita ketahui bahwa selulosa dalam kertas terdiri dari serat
selulosa yang bersifat hidrofilik. Hal ini selanjutnya mengurangi kemampuan
menyerap air pada kertas. Untuk melindungi kepentingan konsumen juga untuk
pengawasan proses dan pengendalian mutu bagi produsen kertas maka diperlukan
batas maksimum berat air yang terserap selama 45 detik untuk kertas yang
bergramatur 45 g/m2 standar pabrik sebesar 25 g/m2 dengan toleransi maksimum
hingga 27 g/m2 (Nurminah, 2002).
Ketebalan juga dapat memengaruhi daya penetrasi minyak terhadap kertas.
Kertas roti lebih tebal dibandingkan dengan kertas minyak dan memiliki serta yang
lebih kasar dibandingkan dengan kertas minyak, sehingga penyerapannya lebih
lambat dibandingkan dengan kertas minyak. Kertas minyak lebih tipis dan pori-
porinya lebih kecil sehingga menyebabkan minyak mudah menyerap. Kertas
minyak atau glasin memiliki permukaan kertas seperti gelas, transparan, tahan
terhadap penetrasi lemak dan minyak, tetapi tidak kedap air. Kertas glasin biasanya
Riska Oktafiani
240210150060

digunakan untuk mengemas ikan, permen, mentega, keju, dan produk-produk


makanan yang berlemak.
Kertas minyak merupakan salah satu kertas laminasi yang dibuat dengan
memperpanjang waktu pengadukan pulp sebelum dimasukan kedalam mesin
pembuat kertas juga ditambahkan bahan pemalstik untuk mendapatkan kertas yg
lebih licin (Nurminah, 2002). Kertas minyak dibuat dengan proses sulfat dan
calendering sehingga permukaannya licin serta memiliki ketebalan 20 – 40 g/m2
serta tahan terhadap minyak dan lemak. Kertas roti dibuat dengan proses sulfat,
tahan terhadap lemak dan cukup kuat dalam keadaan basah, lebih keras dan kasar
dibandingkan kertas minyak (Herudiyanto, 2006).
Berbeda dengan kertas minyak, kertas roti sering dipakai untuk baking
karena memiliki ketahanan terhadap panas sehingga tidak ikut terbakar saat
dipanggang. Selain itu, kertas ini juga tahan terhadap minyak sehingga tidak
membuat adonan lengket ke benda di sekitarnya. Kertas ini memiliki sisi yang lebih
licin dibandingkan sisi lainnya. Hal ini dikarenakan pada sisi tersebut diberi
perlakuan calendaring. Proses ini merupakan perlakuan yang ditujukan untuk
memperhalus suatu kertas. Perbedaan kehalusan antara sisi pada kertas roti juga
menyebabkan perbedaan daya serapnya terhadap minyak.
Aplikasi pengemasan, terpentine test sangat dibutuhkan untuk memilih
kemasan yang akan digunakan pada bahan pangan. Kemasan kertas dengan daya
penetrasi yang tinggi untuk menyerap minyak, cocok digunakan sebagai kemasan
primer karena dapat menyerap kandungan minyak pada bahan. Sedangkan kertas
dengan daya penetrasi yang lambat untuk menyerap minyak, cocok digunakan
sebagai pengemas sekunder sehingga penampakkan kemasan dapat tetap
dipertahankan ( tidak ada bercak minyak).
Tidak semua kertas bisa dijadikan bahan pengemas karena setiap jenis
kertas berbeda-beda sifatnya. Jenis bahan kemasan kertas tidak langsung untuk
mengemas bahan yang bersifat cair. Pengemasan produk yang bersifat cair,
kemasan kertas biasanya dikombinasikan dengan bahan kemasan lain, misalnya
plastik atau alumunium foil, seperti kertas komposit dan kertas laminasi
(Herudiyanto, 2006). Bahan yang digunakan sebagai bahan pengemas primer harus
Riska Oktafiani
240210150060

mendapat perlakuan tertentu hingga kemasan tersebut layak dikatakan sebagai


kemasan food grade.

4.2 Sifat Kimia dan Ekstraksi Bahan Pengemas


Plastik dibuat melalui proses polimerisasi. Komponen utama plastik
sebelum membentuk polimer adalah monomer. Polimer merupakan gabungan dari
beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Apabila
rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai
tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin
dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief et al., 1989). Proses polimerisasi
yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang
rendah. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku
dan keras (Flinn dan Trojan, 1975). Berbagai jenis bahan kemasan lemas misalnya
polietilen, polipropilen, nilon poliester, dan film vinil dapat digunakan secara
tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain
yang direkatkan bersama.
Pengujian sifat kimia beberapa jenis kemasan plastik bertujuan untuk
mengetahui ketahanan plastik terhadap asam, basa, dan minyak. Bahan pengemas
yang digunakan antara lain yaitu plastik polipropilen, polietilen, polietilen
tereftalat, polistiren, dan plastik high density poli etilen. Tahapan pertama yang
dilakukan adalah sampel pengemas yang berukuran 1 cm x 6 cm ditimbang
beratnya dengan menggunakan neraca analitik. Setelah itu, sampel dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan dituangkan pelarut berupa larutan NaOH 10%, larutan
sabun 1%, larutan asam sitrat 10%, larutan H2O2 1%, dan minyak goreng.
Selanjutnya, sampel direndam selama 3 hari. Plastik kemudian dicuci untuk
menghilangkan sisa larutan yang menempel. Sampel dicuci dengan menggunakan
air, kecuali sampel yang direndam dengan H2O2 dan minyak goreng dapat dicuci
dengan menggunakan kertas dan dicelupkan ke dalam alkohol. Alasan sampel
dicuci dengan menggunakan alkohol adalah minyak tidak dapat larut pada air,
namun larut pada pelarut non-polar seperti alkohol (Almatsier, 2004). Di bawah ini
terdapat hasil pengamatan sifat kimia dan ekstraksi bahan pengemas:
Riska Oktafiani
240210150060

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengujian Sifat Kimia dan Ekstraksi Pengemas


Kel Pelarut Sampel Berat Awal (g) Berat Akhir (g) % Perubahan
PET 0,1481 0,1485 0,270
HDPE 0,0043 0,0044 2,325
Lar. Sabun
6 PE 0,0123 0,0124 0,813
1%
PS 0,0582 0,1627 179,553
PP 0,0408 0,0408 0
PET 0,0379 0,0388 2,374
HDPE 0,0123 0,0126 2,439
Asam sitrat
7 PE 0,1638 0,1654 0,976
10%
PS 0,0534 0,0771 44,482
PP 0,0043 0,0043 0
PET 0,2504 0,2818 12,539
HDPE 0,0045 0,0041 8,88
8 NaOH 10% PE 0,0119 0,0128 7,563
PS 0,0560 0,1340 139,285
PP 0,0411 0,0412 0,243
PET 0,2090 0,2103 0,622
HDPE 0,0038 0,0037 2,631
9 H2O2 PE 0,0126 0,0121 3,968
PS 0,0580 0,0723 24,655
PP 0,0379 0,0375 1,055
PET 0,0408 0,0429 4,375
HDPE 0,0146 0,0158 8,219
Minyak
10 PE 0,1818 0,1864 2,530
Goreng
PS 0,0551 0,1920 248,45
PP 0,0044 0,0058 31,818
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Hasil pengamatan tabel 2 menunjukkan bahwa untuk plastik PET (Poli


Etilen Tereftalat) pada semua perlakuan (larutan sabun 1%, asam sitrat 10%, NaOH
10%, H2O2, dan minyak goreng) mengalami perubahan kenaikan berat dari berat
awal hingga berat akhirnya. Sedangkan untuk % perubahan plastik PET dengan
berbagai larutan berbeda-beda, diantaranya yaitu plastik PET yang direndam
dengan larutan sabun 1% sebesar 0,270%, yang direndam dengan asam sitrat 10%
sebsar 2,374%, yang direndam dengan NaOH 10% sebesar 12,539%, yang
direndam dengan H2O2 adalah 0,622%, dan yang direndam dengan minyak goreng
adalah 4,375%.
Naiknya massa dari berat berat hingga berat akhir dapat disebabkan oleh
larutan terikat pada monomer PET yang berupa etilen glikol dan asam treptalat yang
mampu mengikat beberapa larutan yang memiliki sifat asam atau basa tidak terlalu
Riska Oktafiani
240210150060

kuat, namun untuk basa kuat seperti NaOH justru terjadi pengelupasan monomer
yang ditandai dengan penurunan massa plastik. Basa kuat seperti NaOH mampu
menguraikan ikatan pada rantai monomer plastik PET Penggunaan plastik PET
banyak digunakan untuk produk minyak goreng dan botol minuman sehingga jenis
plastik ini tidak tahan terhadap produk dengan tingkat keasaman atau kebasaan
yang terlalu tinggi. Menurut Syarief et al., (1989) menyatakan bahwa sifat PET
diantaranya yaitu tahan terhadap pelarut organik (asam-asam organik dari buah-
buahan), sehingga dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah serta tidak
tahan terhadap asam kuat, fenol, dan benzil alkohol.
Untuk sampel plastik HDPE yang direndam dengan menggunakan larutan
sabun 1%, asam sitrat 10%, NaOH 10%, dan minyak goreng mengalami kenaikan
massa dari berat awal hingga berat akhir, kecuali sampel plastik HDPE yang
direndam dengan menggunakan larutan H2O2 mengalami penurunan massa.
Sedangkan untuk % perubahan plastik HDPE dengan berbagai larutan berbeda-
beda, diantaranya yaitu plastik HDPE yang direndam dengan larutan sabun 1%
sebesar 2,325%, yang direndam dengan asam sitrat 10% sebsar 2,439%, yang
direndam dengan NaOH 10% sebesar 8,88%, yang direndam dengan H2O2 adalah
2,631%, dan yang direndam dengan minyak goreng adalah 8,219%. Setiap %
perubahan sampel plastik yang direndam dengan berbagai larutan berbeda-beda
hasilnya dapat disebabkan oleh setiap pengukuran massa memiliki range atau
ukuran yang berbeda-beda, ada yang terendah dan tertinggi.
Menurut Buckle et al., (1985) menyatakan bahwa asam sitrat digunakan
dalam industri untuk mengikat (squester) ion, menetralkan basa dan berperan
sebagai buffer. Asam sitrat merupakan asam organik yang larut dalam air dengan
citarasa yang menyenangkan dan banyak digunakan dalam industri pangan,
kosmetik, farmasi, dan lain–lain. Asam sitrat dalam bentuk larutan sedikit korosif
terhadap karbon steel dan tidak korosif terhadap stainless steel. Sementara itu,
menurut Syarief et al (1989) bahwa HDPE cenderung tahan terhadap asam, basa,
deterjen, alkohol, dan bahan kimia. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat,
keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul
juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975).
Riska Oktafiani
240210150060

Untuk sampel plastik PE yang direndam dengan larutan sabun 1%, asam
sitrat 10%, NaOH 10%, dan minyak goreng mengalami kenaikkan massa dari berat
awal hingga berat akhir, kecuali sampel plastik PE yang direndam dengan
menggunakan larutan H2O2 menagalami penurunan massa. Sedangkan untuk %
perubahan plastik PE dengan berbagai larutan berbeda-beda, diantaranya yaitu
plastik PE yang direndam dengan larutan sabun 1% sebesar 0,813%, yang direndam
dengan asam sitrat 10% sebesar 0,976%, yang direndam dengan NaOH 10%
sebesar 7,563%, yang direndam dengan H2O2 adalah 3,968%, dan yang direndam
dengan minyak goreng adalah 2,530%. Menurut Syarief et al (1989) menyatakan
bahwa jenis plastik ini tahan terhadap asam, basa, dan bahan kimia tetapi bersifat
lengket sehingga tidak cocok untuk bahan yang berminyak. Hal tersebut sesuai
dengan hasil praktikum dimana sampel plastik setelah direndam dalam minyak
mengalami kenaikan massa, dimana banyak molekul minyak yang menempel pada
plastik.
Untuk sampel plastik PS yang direndam dengan menggunakan semua
(larutan sabun 1%, NaOH 10%, asam sitrat, H2O2, dan minyak goreng mengalami
kenaikan massa dari berat awal hingga berat akhir. Sedangkan untuk % perubahan
plastik PS dengan berbagai larutan berbeda-beda, diantaranya yaitu plastik PS yang
direndam dengan larutan sabun 1% sebesar 179,553%, yang direndam dengan asam
sitrat 10% sebesar 44,482%, yang direndam dengan NaOH 10% sebesar 139,285%,
yang direndam dengan H2O2 adalah 24,655%, dan yang direndam dengan minyak
goreng adalah 248,45%.
Hidrogen peroksida merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat
oksidator kuat (Patnaik, 2002). Hidrogen peroksida dalam ruangan bersifat tidak
berwarna, berbau menyengat, dan larut dalam air. Hidrogen peroksida dalam suhu
dan tekanan ruang sangat stabil dengan laju dekomposisi kurang dari 1% per tahun,
jadi hidrogen peroksida mengalami dekomposisi tetapi tidak mendekomposisi
plastik. Dekomposisi hidrogen peroksida menghasilkan oksigen, kemungkinan hal
inilah yang menyebabkan plastik bertambah massanya. Selain menghasilkan
oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air dan panas.
Untuk sampel plastik jenis PP yang direndam dengan menggunakan larutan
NaOH 10% dan minyak goreng mengalami kenaikan massa dari berat awal hingga
Riska Oktafiani
240210150060

berat akhir, sedangkan yang direndam dengan menggunakan larutan H2O2


cenderung mengalami penurunan massa, selain itu sampel plastik yang direndam
dengan menggunakan larutan sabun 1% dan asam sitrat 10% dari berat awal hingga
berat akhir tidak mengalami kenaikan maupun penurunan massa atau beratnya
tetap. % perubahan plastik PS dengan berbagai larutan berbeda-beda, diantaranya
yaitu plastik PS yang direndam dengan larutan sabun 1% dan asam sitrat 10%
sebesar 0%, yang direndam dengan NaOH 10% sebesar 0,243%, yang direndam
dengan H2O2 adalah 1,055%, dan yang direndam dengan minyak goreng adalah
31,818%. Berdasarkan hasil tersebut bahwa sampel plastik jenis PP dapat
terddekomposisi oleh larutan basa kuat, basa lemah, asam lemah, dan minyak, akan
tetapi tidak terjadi dekomposisi oleh asam yang lebih kuat seperti asam sitrat.
Jenis plastik PP menurut Syarief et al (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat
dan penggunaannya sangat mirip dengan polietilen, yaitu ringan (densitas 0.9
g/cm3), mudah dibentuk, lebih kuat dari PE, pada suhu rendah akan rapuh, dalam
bentuk murninya mudah pecah pada suhu -30oC sehingga perlu ditambahkan PE
atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan, tidak dapat
digunakan untuk kemasan beku, lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek
sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, daya tembus (permeabilitasnya)
terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk
bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen, tahan terhadap suhu tinggi sampai
dengan 150oC, sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan, memiliki
titik lebur yang tinggi, sehingga sulit untuk dibentuk menjadi kantung dengan sifat
kelim panas yang baik, polipropilen juga tahan lemak, asam kuat dan basa, sehingga
baik untuk kemasan minyak dan sari buah, pada suhu kamar tidak terpengaruh oleh
pelarut kecuali oleh HCl, dan pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen,
siklen, toluen, terpentine, dan asam nitrat kuat.
Berdasarkan berbagai sifat pada kemasan plastik terdapat hasil yang
berbeda antara praktikum dengan literatur. Penurunan massa plastik PP yang
direndam dalam larutan asam, basa, atau minyak kemungkinan terjadi akibat
penimbangan yang kurang akurat atau kesalahan teknis lainnya saat praktikum.
Apabila propilen tahan asam, basa, dan minyak, maka seharusnya tidak terjadi
peruabahan massa saat ditimbang sampel tersebut setelah perendaman. Kenaikan
Riska Oktafiani
240210150060

atau penurunan massa yang terjadi kemungkinan diakibatkan oleh pennimbangan


sampel dalam kondisi lembab, dimana partikel cairan dapat menempel pada plastik
atau terlalu kering.
Plastik berisi bahan aditif yang sengaja ditambahkan yang diperlukan untuk
memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri yaitu sebagai pewarna,
antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas,
penyerap asam, pengurai peroksida, dan pelumas (Crompton, 1979). Sifat
terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air,
bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan
kemasan memengaruhi jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil
menyebabkan masa simpan produk lebih lama.
Menurut Tjahjadi (2008) menyatakan bahwa ada 4 jenis interaksi antara
pangan dan kemasan, yaitu:
 Migrasi komponen kemasan ke pangan,
 Permeasi gas dan uap air melalui kemasan,
 Penyerapan dan atau permeasi uap organik dari pangan ke bahan kemasan, dan
 Transfer interaktif sebagai akibat transmisi cahaya seperti fotooksidasi.
Menurut Tjahjadi (2008) migrasi komponen juga tergantung pada:
 Struktur polimer,
 Kerapatan plastik,
 Konsentrasi komponen kecil dalam plastik,
 Waktu kontak plastik dengan pangan atau obat didalamnya,
 Struktur pangan atau obat,
 Suhu, dan
 Karakteristik fisiko-kimia lainnya.
Interaksi dan kontak substansi kemasan dengan bahan pangan terdiri dari 3
jenis, yaitu migrasi atau desorption (perpindahan komponen kemasan pangan
kedalam pangan), sorpsi (perpindahan koponen pangan kedalam kemasan pangan
yang tergantung pada pH, suhu, struktur kimia, dan jenis pelarut), serta permeasi
(perpindahan molekul gas, uap, dan cairan melalui kemasan pangan ke lingkungan
sekitar dan sebaliknya) yang dapat memicu pertumbuhan mikroba.
Riska Oktafiani
240210150060

4.3 Permeabilitas Uap Air dari Film atau Plastik


Plastik merupakan bahan yang biasa digunakan untuk mengemas suatu
komoditi atau produk bahan pangan, hal ini karena plastik dapat melindungi bahan
yang dikemasnya dari kontaminasi yang dapat mengubah atau merusak bahan.
Kemasan plastik fleksibel sering dalam bentuk laminasi, yaitu dua lembar plastik
digabung menjadi satu dengan menggunakan panas atau perekat juga dalam bentuk
komposit, yaitu dua lembar plastik yang berbeda dicetak atau diekstruksi menjadi
satu lembar (Herudiyanto, 2008).
Winarno et al (1987) menyatakan bahwa sifat terpenting bahan kemasan
yang digunakan meliputi pemeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya.
Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan memengaruhi produk
yang disimpan. Permeabilitas plastik memberikan gambaran tentang mudah atau
tidaknya gas, uap air, cairan, ion-ion, dan molekul terlarut yang menembus bahan
pangan.
Permeabilitas suatu film kemasan adalah kemampuan melewatkan partikel
gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi
tertentu. Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuan kerentanan suatu bahan
untuk terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu film kemasan
adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang
permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan
unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu.
Permeabilitas film kemasan terhadap gas-gas, penting diketahui terutama gas
oksigen karena berhubungan dengan sifat bahan dikemas yang masih melakukan
respirasi.
Sampel yang digunakan dalam penentuan peremeabilitas uap air dari film
atau plastik adalah plastik Poli Propilen (PP), Poli Etilen (PE), High Density Poly
Ethilen (HDPE), dan plastik Cling Wrap. Tahapan pertama yang dilakukan adalah
desikan yang terdiri dari silika gel 10 g dan aquades 10 mL diisi atau dimasukkan
ke dalam cawan, setelah itu ditutup rapat dengan menggunakan plastik. Selain itu,
ditambahkan juga pada variabel kontol, dimana sampel yang diujikan tidak diberi
penambahan desikan. Cawan yang telah ditutupi dengan plastik kemudian diikat
dengan menggunakan karet. Selanjutnya, cawan tersebut disimpan dalam desikator
Riska Oktafiani
240210150060

yang telah terisi garam jenuh, penyimpanan tersebut dilakukan selama 4 hari.
Cawan yang telah disimpan ke dalam desikator kemudian dihitung berat dan
WVTR (didapat dari hasil pengamatan suhu dan RH selama penyimpanan).
Silika gel dan garam digunakan sebagai desikan karena berkaitan dengan
sifat higroskopisnya yang sangat mudah menyerap air maupun uap air. Silika gel
tergolong sebagai silika amorphous (tidak beraturan) yang terdiri dari partikel-
partikel dalam bentuk polimer (SiO2)n. Atom Si pada silika gel berikatan kovalen
terhadap empat atom O dalam susunan tetrahedral. Setiap atom O tersebut berikatan
kovalen dengan atom Si yang lain membentuk gugus fungsional siloksan (-Si-O-
Si-) dan silanol (-Si-OH) merupakan gugus karateristik dari silika gel (Fessenden,
1982). Silika gel yang berfungsi menyerap uap air pada desikator perannya
digantikan dengan larutan garam KNO3, NaCl, NaNO2, Mg(NO3)2.6H2O dan LiCl2.
Gugus hidroksil (-OH) pada silika gel merupakan gugus yang aktif dan
memberikan sifat polar pada permukaannya. Adanya gugus aktif hidroksil ini silika
gel dapat berperan sebagai basa bronsted yang relative kuat. Gugus aktif hidroksil
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu gugus –OH bebas dan gugus –OH terikat dimana gugus
–OH terikat memiliki jarak dengan –OH lainnya lebih pendek daripada jenis gugus
–OH terikat. Gugus –OH terikat memungkinkan adanya interaksi melalui ikatan
hidrogen. Proses adsorpsi memungkinkan terjadinya ikatan hydrogen sehingga
silika gel dapat mengikat uap air. Adsorpsi yang terjadi antara silika gel dengan uap
air termasuk dalam adsorpsi kimia (Fessenden, 1982).
Desikator merupakan wadah yang didesain untuk penyimpanan zat di
bawah atmosfer kering dimana bagian bawahnya diisi dengan agen pengering
seperti kalium klorida anhydrous, silica gel, alumina aktif dan kalsium sulfat
anhidrat (drierit). Desikator adalah suatu alat yang digunakan untuk menciptakan
kondisi RH yang konstan (Setiyo, 2010). Larutan garam jenuh berfungsi untuk
membantu membentuk kelembapan relatif lingkungan yang ada di sekitar bahan
pangan. Di bawah ini terdapat hasil pengamatan permeabilitas uap air dari film atau
plastik:
Riska Oktafiani
240210150060

Tabel 3. Hasil Pengamatan Permeabilitas Uap Air dari Film atau Plastik
Berat hari ke- Perubahan
Ketebalan D A
Kondisi Berat r (mm) r (m) txA WVTR
(mm) (mm) 1 2 3 4 (m2)
(Mv)
64.72 Kontrol 57.0670 57.1740 57.0820 57.1030 0.0360 32.3600 0.0324 0.0033 0.0099 3.6495
PP 0.06 63.49 Aquades 87.8540 87.3620 87.3310 87.7030 -0.1510 31.7450 0.0317 0.0032 0.0095 -15.9065
64.45 Desikan 85.5500 85.9960 86.3280 86.5510 1.0010 32.2250 0.0322 0.0033 0.0098 102.3287
63.03 Kontrol 46.2060 46.4730 46.4960 46.3510 0.1450 31.5150 0.0315 0.0031 0.0094 15.4982
-
PE 0.01 64.8 Aquades 87.8540 75.0970 74.8040 74.9620 -12.8920 32.4000 0.0324 0.0033 0.0099
1303.7051
60.03 Desikan 85.4450 87.0890 86.3740 86.4080 0.9630 30.0150 0.0300 0.0028 0.0085 113.4746
61.9 Kontrol 49.7130 50.4220 50.4110 50.9700 1.2570 30.9500 0.0310 0.0030 0.0090 139.3038
HDPE 0.01 59.96 Aquades 83.4450 83.4820 83.0100 82.6790 -0.7660 29.9800 0.0300 0.0028 0.0085 -90.4721
62.87 Desikan 80.9600 81.9950 82.8110 83.2580 2.2980 31.4350 0.0314 0.0031 0.0093 246.8722
63.52 Kontrol 57.9940 58.5310 58.7070 58.7830 0.7890 31.7600 0.0318 0.0032 0.0095 83.0358
Cling
0.01 60.32 Aquades 80.1010 78.6340 77.5750 76.4580 -3.6430 30.1600 0.0302 0.0029 0.0086 -425.1533
Wrap
64.33 Desikan 76.7480 78.5190 79.5090 79.9830 3.2350 32.1650 0.0322 0.0032 0.0097 331.9375
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Riska Oktafiani
240210150060

Untuk menentukan nilai WVTR dari masing-masign sampel, caranya yaitu


sebagai berikut:
Mv
Rumus Perhitungan: WVTR =
(t x A)
Keterangan:
- Mv : Penambahan atau pengurangan massa uap air (gram)
W3 – W1
(W3 : Berat hari terakhir; W1 : Berat hari pertama)
- t : Waktu (hari)
- A : Luas edibe film yang menutupi cawan (m2)
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa plastik PP dengan
perlakuan kontrol memiliki permeabilitas (WVTR) sebesar 3,6495 gram/hari/m2,
plastik PP dengan perlakuan desikan sebesar 102,3287 gram/hari/m2, sedangkan
perlakuan menggunakan aquades sebesar -15,9065 gram/hari/m2. Sampel plastik
PP dengan perlakuan aquades hasilnya negatif dapat disebabkan karena adanya
pertukaran gas dari dalam cawan keluar lingkungan melalui plastik tersebut akibat
RH air lebih tinggi dibandingkan dengan RH di lingkungan sekitar cawan selama
penyimpanan.
Untuk plastik PE dengan perlakuan kontrol memiliki permeabilitas sebesar
15,4982 gram/hari/m2, dengan perlakuan aquades sebesar -1303,7051
gram/hari/m2, sedangkan dengan perlakuan desikan memiliki permeabilitas sebesar
113,4746 gram/hari/m2. Sampel plastik PE dengan perlakuan aquades hasilnya
negatif dapat disebabkan karena adanya pertukaran gas dari dalam cawan keluar
lingkungan melalui plastik tersebut akibat RH air lebih tinggi dibandingkan dengan
RH di lingkungan sekitar cawan selama penyimpanan.
Untuk plastik HDPE dengan perlakuan kontrol memiliki permeabilitas
sebesar 139,3038 gram/hari/m2, dengan perlakuan aquades sebesar -90,4721
gram/hari/m2, sedangkan dengan perlakuan desikan memiliki permeabilitas sebesar
246,8722 gram/hari/m2. Sampel plastik HDPE dengan perlakuan aquades hasilnya
negatif dapat disebabkan karena adanya pertukaran gas dari dalam cawan keluar
Riska Oktafiani
240210150060

lingkungan melalui plastik tersebut akibat RH air lebih tinggi dibandingkan dengan
RH di lingkungan sekitar cawan selama penyimpanan.
Untuk sampel plastik Cling Wrap dengan perlakuan kontrol memiliki
permeabilitas sebesar 83,0358 gram/hari/m2, dengan perlakuan aquades sebesar -
425,1533 gram/hari/m2, sedangkan dengan perlakuan desikan memiliki
permeabilitas sebesar 331,9375 gram/hari/m2. Sampel plastik Cling Wrap dengan
perlakuan aquades hasilnya negatif dapat disebabkan karena adanya pertukaran gas
dari dalam cawan keluar lingkungan melalui plastik tersebut akibat RH air lebih
tinggi dibandingkan dengan RH di lingkungan sekitar cawan selama penyimpanan.
Hasil perhitungan yang berasal dari tabel kemudian diplotkan dalam suatu
grafik hubungan antara waktu terhadap massa. Dibawah ini terdapat hasil grafik
hubungan antara massa terhadap waktu pada masing-masing sampel:

Perubahan Massa Plastik PP


90.0000
85.0000
80.0000
Massa (gram)

75.0000
Kontrol
70.0000
Aquades
65.0000
Desikan
60.0000
55.0000
1 2 3 4
Hari ke-

Gambar 1. Grafik Perubahan Massa Plastik PP


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan grafik 1 menunjukkan bahwa plastik PP mengalami


ketidakstabilan berat pada perlakuan kontrol. Seharusnya perlakuan kontrol yang
diberikan tidak mengalami penambahan berat karena tidak dimasukkan bahan
tambahan di dalam cawan. Sampel yang diberi perlakuan aquades cenderung
mengalami penurunan berat yang disebabkan karena adanya uap air yang keluar
melalui plastik PP selama penyimpanan. Sampel plastik PP yang diberi perlakuan
dengan menggunakan desikan beratnya bertambah, hal ini disebabkan karena
adanya uap air dan gas yang masuk ke dalam desikator sebagai akibat dari desikator
Riska Oktafiani
240210150060

yang tidak tertutup rapat sehingga uap air mudah masuk melalui plastik PP dan
desikan mampu menyerap uap air dari luar sehingga beratnya bertambah.
Menurut Robertson (1993) menyatakan bahwa poliropilen (PP) memiliki
densitas yang lebih rendah (900 kg m-3) dan memiliki titik lunak lebih tinggi (140o-
150oC) dibandingkan polietilen, transmisi uap air rendah, permeabilitas gas sedang,
tahan terhadap lemak dan bahan kimia, tahan gores, dan stabil pada suhu tinggi,
serta memiliki kilap yang bagus dan kecerahan tinggi. Plastik polipropilen yang
tidak mengkilap memiliki daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan
penahan gas yang baik (Buckle et al., 1987).
Cara untuk memperbaiki sifat-sifatnya polipropilen adalah dapat
dimodifikasi menjadi OPP (oriented polypropylene) jika dalam pembuatannya
ditarik satu arah (Syarief et al., 1989). Brown (1992) juga menyatakan bahwa
orientasi akan menghasilkan kemasan yang lebih kuat, lebih cerah dan
meningkatkan ketahanan terhadap uap air. OPP film sering digunakan untuk
kemasan keripik kentang, dimana membutuhkan ketahanan yang baik terhadap
oksigen dan cahaya (untuk mencegah kerusakan oksidatif), dan tahan terhadap uap
air (untuk mencegah peningkatan kelembaban dan menjaga kerenyahannya) (Eskin
et al., 2001). Plastik OPP sering diaplikasikan untuk multi-layer laminasi, coated
films, dan metallized film.

Perubahan Massa Plastik PE


90.0000
85.0000
80.0000
Massa (gram)

75.0000
70.0000
65.0000 Kontrol
60.0000
55.0000 Aquades
50.0000 Desikan
45.0000
40.0000
1 2 3 4
Hari ke-

Gambar 2. Grafik Perubahan Massa Plastik PE


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan hasil grafik hubungan antara waktu terhadap massa pada
plastik PE menunjukkan bahwa plastik PE dengan perlakuan kontrol memiliki berat
Riska Oktafiani
240210150060

yang tidak stabil, dimana berat cawan selama penyimpanan mengalami perubahan
sebanyak 0,1450 dari berat awal. Sampel dengan perlakuan aquades mengalami
penurunan berat dari hari ke-1 hingga hari ke-2, hal ini disebabkan karena adanya
uap air yang keluar melalui plastik PE selama penyimpanan, setelah itu dari hari
ke-2 hingga hari ke-4 cenderung tetap. Sampel plastik PE dengan perlakuan desikan
mengalami penambahan berat dari penyimpanan hari ke-1 hingga hari ke-2, hal ini
disebabkan karena uap air masuk melalui plastik PP dan desikan mampu menyerap
uap air sehingga beratnya bertambah, setelah itu dari hari ke-2 hingga hari ke-3
mengalami penurunan berat, kemudian dari hari ke-3 hingga hari ke-4 beratnya
cenderung tetap.
Ikatan silang sangat ditentukan oleh kombinasi bahan yang digunakan.
Konstanta PE dan biaxiallyoriented polypropylene (BOPP) lebih baik daripada
konstanta PE pada PP. Peningkatan suhu juga mempengaruhi pemuaian gas yang
menyebabkan terjadinya perbedaan konstanta permeabilitas. Keberadaan air akan
menimbulkan perenggangan pada pori-pori film sehingga meningkatkan
permeabilitas. Polimer film dalam bentuk kristal atau amorphous akan menentukan
permeabilitas. Permeabilitas low density polyethylene (LDPE) mencapai tiga kali
permeabilitas high density polyethylene (HDPE) (Herawati, 2008).

Perubahan Massa Plastik HDPE


90.0000
85.0000
80.0000
Massa (gram)

75.0000
70.0000
Kontrol
65.0000
60.0000 Aquades
55.0000 Desikan
50.0000
45.0000
1 2 3 4
Hari ke-

Gambar 3. Grafik Perubahan Massa Plastik HDPE


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Riska Oktafiani
240210150060

Berdasarkan hasil grafik hubungan antara waktu terhadap massa pada


plastik HDPE menunjukkan bahwa berat tidak stabil pada perlakuan kontrol,
dimana terjadi perubahan berat sebanyak 1,2570. Sampel plastik HDPE dengan
perlakuan aquades mengalami kenaikan berat dari hari ke-1 hingga hari ke-2,
namun dari hari ke-2 hingga hari ke-4 cenderung menurun karena adanya uap air
yang keluar selama penyimpanan. Sampel plastik HDPE dengan perlakuan desikan
beratnya semakin bertambah selama penyimpanan yang disebabkan oleh adanya
uap air dan gas yang masuk dan desikan dapat menyerap uap.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, tingkat transmisi uap air HDPE
pada perlakuan desikan dan aquades hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan PE,
sedangkan pada desikan desikan dan kontrol transmisi uap airnya lebih besar
dibandingkan dengan PE. Seharusnya, semua desikan menunjukkan sampel plastik
PE menghasilkan tingkat transmisi uap air ke dalam desikan lebih tinggi.
Kemungkinan terjadi kesalahan yang disebabkan karena saat penimbangan, RH
yang dihasilkan tidak konstan akibat terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan.
Semua sampel disimpan ke dalam desikator yang bertujuan agar mendapatkan RH
yang konstan. RH yang tidak konstan menyebabkan pertambahan dan pengurangan
massa menjadi tidak akurat.
Plastik jenis HDPE mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit
dibanding jenis low density. High density memiliki sifat bahan yang lebih kuat,
keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul
juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975). Plastik jenis ini
memiliki permeabilitas paling rendah diantara semua jenis plastik PE. Densitas
mempengaruhi permeabilitas, semakin tinggi densitas maka semakin rendah
permeabilitasnya terhadap uap air dan gas lain.
Riska Oktafiani
240210150060

Perubahan Massa Plastik Cling Wrap


85.0000
80.0000
75.0000
Massa (gram)

70.0000
Kontrol
65.0000
Aquades
60.0000
Desikan
55.0000
50.0000
1 2 3 4
Hari ke-

Gambar 4. Grafik Perubahan Massa Plastik Cling Wrap


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan grafik hubungan antara waktu terhadap massa plastik Cling


Wrap menujukkan bahwa perlakuan kontrol mengalami mengalami ketidakstabilan
berat sebanyak 0,7890 dari berat awal. Sampel dengan perlakuan aquades
mengalami penurunan berat selama penyimpanan yang dapat disebabkan oleh
adanya uap air yang menguap selama penyimpanan. Perlakuan dengan
menggunakan desikan mengalami penambahan berat yang dapat disebabkan karena
adanya uap air dan gas yang masuk k edalam desikator, lalu uap air masuk melalui
plastik cling wrap dan desikan dapat menyerap uap air.
Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia
polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen permeant. Umumnya nilai
permeabilitas film kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk
yang dikemas. Komponen kimia alamiah berperan penting dalam
permeabilitas. Polimer dengan polaritas tinggi (polisakarida dan protein) umumnya
menghasilkan nilai permeabilitas uap air yang tinggi dan permeabilitas terhadap
oksigen rendah. Hal ini disebabkan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang
besar. Sebaliknya, polimer kimia yang bersifat non polar (lipida) yang banyak
mengandung gugus hidroksil mempunyai nilai permeabilitas uap air rendah dan
permeabilitas oksigen yang tinggi, sehingga menjadi penahan air yang baik tetapi
tidak efektif menahan gas. Permeabilitas suatu bahan sangat ditentukan dengan
jenis bahannya.
Riska Oktafiani
240210150060

Densitas memiliki pengaruh yang besar terhadap permeabilitas uap air


bahan kemasan plastik. Menurut Syarief et al (1998) menunjukkan bahwa daya
tembus (permeabilitas) plastik PP terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap
gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen.
Pengaruh densitas terhadap permeabilitas sangat terlihat pada plastik jenis PE.
Plastik ini memiliki jenis-jenis tertentu berdasarkan densitasnya. Sifat PE
berdasarkan densitas dan pereabilitasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Permeabilitas Berbagai Jenis Plastik terhadap Oksigen

Tabel diatas dapat dibandingkan antara jenis plastik HDPE dan PP memiliki
permeabilitas yang berbeda. Semakin tinggi densitasnya maka semakin rendah
permeabilitas plastik terhadap uap air dan gas. Jenis permeabilitas film bergantung
pada bahan yang digunakan, dan permeabilitas film polyethylene (PE) lebih kecil
daripada polypropylene (PP). Hal ini menunjukkan bahwa gas atau uap air akan
lebih mudah masuk pada bahan pengemas jenis PP daripada PE. Film kemasan yang
baik untuk penyimpanan produk segar buah dan sayuran adalah film kemasan yang
mempunyai permeabilitas terhadap CO2 lebih tinggi dibanding permeabilitas
terhadap O2, hingga akumulasi CO2 akibat respirasi lebih sedikit daripada
penyusutan O2 (Zagory dan Kader, 1988).
Selain dibedakan berdasarkan jenis kemasan plastik ternyata jenis desikan
yang digunakan juga mempengaruhi hasil perhitungan transmisi uap air pada
beberapa kemasan. Jenis plastik yang didalamnya diisi desikan silika gel memiliki
perbedaan massa yang lebih besar antara sebelum dan sesudah perlakuan. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh sifat silika gel yang lebih higroskopis dan
Riska Oktafiani
240210150060

dapat menyerap uap air lebih banyak dibandingkan dengan desikan aquades. Atom
Si pada silika gel berikatan kovalen terhadap empat atom O dalam susunan
tetrahedral. Setiap atom O tersebut berikatan kovalen dengan atom Si yang lain
membentuk gugus fungsional siloksan (-Si-O-Si-) dan silanol (-Si-OH) merupakan
gugus karateristik dari silika gel (Fessenden, 1982).
Riska Oktafiani
240210150060
Riska Oktafiani
240210150060

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

You might also like