You are on page 1of 8

BIODATA

NAMA : RENDIANITA SOMBOLAYUK

TEMPAT, TANGGAL LAHIR : KOLAKA, SULTRA/14 MEI 1994

USIA : 21 TAHUN

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

AGAMA : PROTESTAN

ALAMAT : JL.LAMADUKELLENG NO.08,

MAKASSAR, SULSEL

UNIVERSITAS/INSTITUSI : STIK STELLA MARIS MAKASSAR

PROGRAM STUDI : S1 KEPERAWATAN DAN NERS

HOBI : MEMBACA

E-MAIL : rendi.plkt@gmail.com

No. HP : 0853-9629-1746
LAPAR DI TENGAH KEKAYAAN ALAM LAUT YANG MELIMPAH

Rendianita Sombolayuk
Program S1 Keperawatan dan Ners
STIK Stella Maris Makassar

Abstrak
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan kekayaan alam yang melimpah
terutama keanekaragaman hayati laut yang dimilikinya. Ironisnya, justru rakyat
masih banyak yang hidup dalam kemiskinan bahkan melarat. Ini semua terjadi
karena kekurangmampuan kita menilai potensi dan memanfaatkan
keanekaragaman hayati. Indonesia terlalu berfokus dan terbuai pada predikat
sebagai “megadiversity country”, sedangkan cara mengolah dan
memanfaatkannya masih kurang. Kita harus rebut teknologi, kita harus dapat
mewujudkan Indonesia sebagai negara yang lebih bermartabat dan disegani
negara lain. Satu-satunya cara adalah dengan terus memacu diri mengembangkan
sumber daya manusia yang berkemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
tinggi. Dengan menyandingkan ilmu pengetahuan yang tinggi dan kekayaan alam
khususnya kekayaan keanekaragaman biota laut yang kita miliki merupakan
keniscayaan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa menjadi negara yang
adil, makmur, dan sejahtera.

Kata kunci: kekayaan alam laut, rakyat miskin, teknologi, Indonesia

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara maritim, ditaburi dengan 17.504 pulau besar dan kecil.
Garis pantainya mencapai 95.181 km2, terpanjang di dunia setelah Kanada,
Amerika Serikat dan Rusia dengan luas laut teritorialnya kurang lebih 3,1 juta
Km2, Zona Economic Exclusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 Km2, memiliki potensi
sumberdaya hayati, non hayati maupun jasa lingkungan lainnya yang belum
tergali secara optimal dalam mendukung pembangunan ekonomi bangsa Indonesia
(Greenpeace Southeast Asia, Indonesia; 2013). Dilihat dari letak geografis,
Indonesia juga merupakan negara tropis dengan ekosistem yang lengkap dan
biodiversitas yang sangat tinggi. Tidak ada satu negara pun di dunia yang
memiliki kondisi alam seperti negeri kita, sehingga tidaklah berlebihan bila
dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati (biodiversitas). Namun sangat disayangkan, di tengah
kekayaan alam yang melimpah, Indonesia masih saja bergelut pada masalah
kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2014
penduduk miskin di Indonesia sebanyak 27,72 juta orang, merupakan angka yang
cukup besar. Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Ketua Asosiasi Pemerintahan
Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Isran Noor melihat potensi kekayaan
rumput laut yang melimpah di Kalimantan Timur, namun tidak bisa dijadikan
komoditas dan dijual ke luar daerah bahkan ke luar negeri karena tidak ada
infrastruktur jalan dan transportasi, padahal pembangunan infrastruktur sangat
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dengan sasaran akhir meningkatnya
kesejahteraan warga (APKASI, 2014). Melihat persoalan ini, tidak heran jika
Indonesia selalu membeli produk dari luar untuk menutupi kekurangan, sehingga
krisis pangan pun dapat terjadi (Patrianila, 2013). Dapat dikatakan bahwa
pembangunan belum merata diseluruh wilayah Indonesia, karena pada
kenyataannya harus diakui bahwa pembangunan di Indonesia lebih difokuskan di
Pulau Jawa yang mengakibatkan masyarakat di luar Pulau Jawa tidak hanya
tertinggal dalam segi ekonomi namun juga terbelakang dari sisi informasi.
Pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak dilakukan yakni berasal dari
daerah Papua, namun sangat disesalkan bahwa negara lupa memberikan 0,1 %
dari pendapatan itu kepada pemiliknya, yakni masyarakat Papua sehingga
penduduk aslinya masih tetap memakai cawat (Manangsang, 2007). Sementara
itu, Aceh dikenal sebagai daerah pesisir terbesar di Sumatra, namun sangat
memprihatinkan bahwa dari 50 % penduduk Aceh yang tinggal di wilayah pesisir,
sekitar 25 % di antaranya berada di bawah garis kemiskinan
(http://nasional.republika.co.id). Hal ini mengisyaratkan bahwa ternyata sumber
daya laut yang luas itu belum mampu mengangkat taraf hidup masyarakat Aceh.
Salah satu penyebab hal itu terjadi adalah karena penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi masih belum maksimal, sehingga tidak heran jika Indonesia sebagai
“Megadiversity Country” sudah banyak dikuasai oleh negara asing dalam bentuk
investasi sumber daya alam. Suatu fenomena di dunia bahwa perkembangan
teknologi tidak sejalan dengan peningkatan kekayaan keanekaragaman hayati.
Negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati tinggi masih ditandai dengan
rendah teknologi yang dikuasainya sedangkan negara-negara maju sekalipun
miskin keanekaragaman hayatinya, penguasaan teknologinya sangat tinggi
sehingga mereka lebih sejahtera dan mampu menguasai dunia. Dengan melihat
dan menyadari akan persoalan yang sedang melanda negeri ini, maka diperlukan
langkah strategis yang dapat diaplikasikan sebagai upaya untuk menekan angka
kemiskinan di Indonesia melalui pemanfaatan kekayaan sumber daya alam laut
dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi.

INDUSTRI BERBASIS KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT SEBAGAI


UPAYA MENEKAN ANGKA KEMISKINAN
Berbagai sumber telah mengakui bahwa Indonesia memang Negara dengan
megabiodiversitas. Indonesia mempunyai laut yang jauh lebih luas dari darat dan
kekayaan laut masih sangat sedikit yang terungkap. Kita patut bersyukur karena
sejak tahun 2012 Kementerian Kelautan dan Perikanan secara aktif menyusun
pemetaan jalan menuju “Blue Economy” sebagai langkah strategis di dalam
percepatan industrinalisasi kelautan dan perikanan. Konsepsi Blue Economy
diklaim mampu menjadi referensi sebagai model pembangunan kelautan dan
perikanan berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat yang menitikberatkan pada
pemanfaatan sumberdaya alam dengan mengikuti pola efisiensi alam namun
menghasilkan produk dan nilai lebih besar, tanpa limbah, perlindungan
lingkungan dan kepedulian sosial (KKP, 2012). Salah satu bentuk implementasi
dari program pemerintah tersebut adalah dengan melakukan program minawisata
di pulau-pulau kecil yakni pengolahan dan pemanfaatan sumber daya kelautan.
Penemuan berbagai potensi sumber daya kelautan yang pemanfaatannya diyakini
dapat menerobos perekonomian bangsa Indonesia melalui industrinalisasi sudah
banyak ditemukan di berbagai kawasan Indonesia. Sudirman (2007) menjelaskan
bahwa potensi di kawasan perairan Indonesia Timur dinilai masih banyak, salah
satunya yaitu ikan tuna yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena dalam
bentuk segar dan beku dapat dieksport, sehingga bukan hanya meningkatkan
kesejahteraan nelayan tetapi juga dapat menambah devisa negara. Beberapa
wilayah di Indonesia seperti Sumatra, Kalimantan, dan Jawa memiliki potensi
untuk pengembangan industri ikan patin yang memiliki nilai jual tinggi. Tahun
2009, ikan patin merupakan salah satu dari sepuluh ikan yang dikonsumsi paling
banyak di AS (Ditjen PEN/MJL/81/X/2013). Hal ini menggambarkan adanya
peluang besar yang dapat terus dimanfaatkan oleh para eksportir dan pengusaha
ikan patin di Indonesia. Selain itu, riset di bidang industri bioteknologi kelautan
telah ditemukan beberapa hal antara lain (Dahuri 2006, dalam Sudirman 2007):
Pembuatan obat tidur dan obat penenang dari kuda laut, pembuatan garam yang
99% murni untuk cairan infus, tempurung kura-kura untuk obat luka dan tetanus,
hati ikan buntal untuk obat tetrodotoxin guna memperbaiki saraf otak yang rusak,
Chitosan dari kulit kepiting dan udang untuk obat anti kolesterol. Suparmi dan
Achmad Sahri (2009) menjelaskan bahwa rumput laut dengan segenap produk
hilirnya bila dimanfaatkan dengan benar mampu menghasilkan 8 miliar dolar AS
per tahun atau kurang lebih 2 miliar. Selanjutnya, kekayaan keanekaragaman
hayati yang sangat besar dan keunikan serta kekhasan kekayaan ini sesungguhnya
dapat juga dimanfaatkan untuk mengembangkan industri pariwisata di Indonesia.
Menurut Fillon et al (1985) Kanada dengan kekayaan sumber daya alam yang
terbatas dapat mengembangkan industri pariwisata alam dengan nilai devisa tidak
kurang dari 800 juta dollar per tahun. Hal ini mengisyaratkan bahwa bila Kanada
saja dapat mengembangkan dan menjual alamnya dengan harga ratusan juta dollar
setiap tahun, tidak mustahil kalau Indonesia juga dapat mengikutinya, bahkan
untuk melebihinya karena dalam hal kondisi alam dan keanekaragaman hayati,
Kanada sangat jauh berada di bawah Indonesia. Oleh karena itu, kita harus belajar
keras dan bekerja keras untuk merebut teknologi agar keanekaragaman hayati
yang kita miliki ini dapat segera diolah dan dimanfaatkan.
KESIMPULAN
Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumberdaya yang tak
ternilai harganya, tetapi masih sangat sedikit yang dimanfaatkan karena
kurangnya pemahaman dan rendahnya penguasaan ilmu dan teknologi. Beberapa
jenis sumber daya alam sudah terungkap potensinya dan dunia telah
memanfaatkannya, tetapi bangsa ini masih tidur. Sebagai negara yang kaya raya,
tidak seharusnya Indonesia terpuruk dan mengalami krisis berkepanjangan kalau
kita mampu memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Kita harus rebut teknologi, kita harus dapat mewujudkan Indonesia
sebagai negara berpredikat maju dan menguasai ilmu pengetahuan sehingga pada
akhirnya kita dapat menggunakan dan mengolah sendiri kekayaan
keanekaragaman hayati yang kita miliki.

REKOMENDASI
Dengan komitmen Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
akan memfokuskan kemaritiman, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia dengan melihat semua aspek
sumber daya laut yang berpotensi menghasilkan nilai ekonomi tinggi melalui
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern. Pemerintah sebagai
pemangku kepentingan semestinya tidak hanya pandai menyusun undang-undang
dan berbagai peraturan pelaksanaannya yang berpihak pada upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat, tetapi juga harus berkomitmen melaksanakannya dengan
dedikasi yang tinggi untuk kesejahteraan rakyat. Indonesia harus dapat
membuktikan bahwa kita memiliki keunggulan yang dapat diperhitungkan di mata
dunia. Suatu terobosan yakni industri berbasis keanekaragaman hayati laut
seyogyanya dapat dikembangkan untuk dimanfaatkan dalam mendukung
kesejahteraan rakyat Indonesia tercinta ini. Inilah tantangan dan sekaligus peluang
bagi generasi muda untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan dan sekaligus
mengangkat harkat dan martabat bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S., Suparmi. (2009). Mengenal Potensi Rumput Laut : Kajian


Pemanfaatan Sumber Daya Rumput Laut dari Aspek Industri dan
Kesehatan. Sultan Agung Vol. XLIV No. 118.
http://download.portalgaruda.org. (diakses tanggal 20 Juli 2015).

APKASI. (2014).”Pembangunan Maritim dan Luar Jawa”.TEMPO ed. 20-26


Oktober 2014.

Direktorat jenderal kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil. (2012).”Blue


Economy”.TEMPO ed. 10-16 Desember 2012.

Ditjen PEN/MJL/81/X/2013. (2013).“Ikan Patin Hasil Alam Bernilai Ekonomi


dan Berpotensi Ekspor Tinggi”. Warta Ekspor ed. Oktober 2013.
http://djpen.kemendag.go.id. (diakses tanggal 19 Juli 2015).

Fillon, FL., Jackquemot, A., Reid, R. (1985).The Importance of Wildlife to


Canadians. Canadian Wildlife Services. Ottawa, Canada.

http://nasional.republika.co.id (diakses tanggal 20 Juli 2015).

http://www.bps.go.id. (diakses tanggal 21 Juli 2015).

Manangsang, J. (2007). Papua Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa.Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Patrianila, N. (2013).”Perbanyak Riset Pangan untuk Investasi”.TEMPO ed. 12-


18 Agustus 2013.
Solihin, A., Batungbacal, B., Nasution, M.N. (2013). Laut Indonesia dalam
Krisis. Greenpeace Southeast Asia (Indonesia).
http://www.greenpeace.org. (diakses tanggal 18 Juli 2015).

Sudirman. (2007). Peranan Iptek dalam Pembangunan Sumberdaya Kelautan


Secara Berkelanjutan. Materi pada Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah untuk
Kawasan Timur Indonesia Makassar. http://repository.unhas.ac.id.
(diakses tanggal 20 Juli 2015).

You might also like