You are on page 1of 7

B.

Reduksi Fenomenologi

Reduksi akan membawa kita kembali pada bagaimana kita mengalami sesuatu (leads us back to our own
experience of the things are). Memunculkan kembali penilaian/asumsi awal, dan mengembalikan sifat-
sifat alamiahnya. Reduksi fenomenologi tidak hanya sebagai cara untuk melihat, namun juga cara untuk
mendengar suatu fenomena dengan kesadaran dan hati-hati di jalan. Singkatnya reduksi adalah cara
untuk melihat dan mendengar fenomena dalam tekstur dan makna aslinya. Berikut adalah proses yang
terjadi dalam reduksi :

1. Mempertanyakan apa yang ada dalam diri.

2. Bagaimana karakteristik kesadaran, pengalaman, kesengajaan, dan ketika objek diterima sebagai
sesuatu yang ada ?

3. Bagaimana objek terlihat dan diterima sebagai sesuatu yang ada ?

4. Bagaimana saya sadar akan objek itu?

5. Bagaimana saya menjelaskannya ?

6. Bagaimana saya membuat petunjuk dari objek dalam term yang tetap untuk setiap situasi ?

7. Bagaimana objek menjadi subjektif dalam berbagai cara ?

8. Bagaimana sesuatu itu terlihat ketika dialami dalam kesengajaan ?

9. Bagaimana keseharian yang ada pada objek ?

10. Bagaimana objek digambarkan ?

Dimensi makna yang baru akan membentuk tema baru, yang berfungsi sebagai alternatif untuk persepsi.
Husserl menamakan ini sebagai pergantian dalam expectation-horizon (harapan mendatar). Dalam
mengoreksi pengalaman sadar, kita seringkali dipengaruhi oleh pandangan orang lain terhadap objek
yang diamati. Secara naluri pun kita cenderung membandingkan persepsi yang kita miliki dengan
persepsi orang lain (intersubjektivitas). Oleh karena itu penting untuk bisa memisahkan referensi milik
kita sendiri, dari referensi yang datang dari orang lain.

Husserl mengatakan bahwa tanpa kita sadari, kita membawa epoche dan reduksi ini dari titik yang paling
menguntungkan bagi kita, bukti yang kita dapatkan, dan kesadaran kita akan di dunia. Pada proses inilah
kita berulang kali melihat fenomena dan menambahkan/ mengurangi makna yang kita berikan
kepadanya, sesuai dengan bukti-bukti yang kita temukan. Husserl menyebut proses ini sebagai bentuk
dari communalization. Selanjutnya ia menyatakan bahwa ketika hidup dengan orang lain, maka kita
dapat menjadi bagian hidup orang lain tersebut, dan begitu sebaliknya (in living with one another, each
one can take part in the life of the others).

Proses horizonalization (penemuan bukti-bukti baru dalam interaksi dengan orang lain) ini, membuat
pengalaman terhadap suatu objek tidak pernah lengkap, tidak terbatas, dan tidak pernah berakhir.
Dengan demikian horizonalization membuat pengalaman sadar sebagai pengalaman berkelanjutan yang
penuh misteri. Dengan demikian tahap-tahap yang terjadi dalam reduksi fenomenologi ini adalah
sebagai berikut :

1. Bracketing, proses menempatkan dalam "keranjang" atau tanda kurung

2. Horizonalizing, memandingkan dengam persepsi orang lain sekaligus mengoreksi atau melengkapi
proses bracketing.

3. Horizon, proses menemukan esensi dari fenomena yang murni.

4. Mengelompokan horizon-horizon kedalam tema-tema tertentu ke dalam deskripsi tekstural dari


fenomena yang relevan.

Simpulannya, menurut kockelmans, reduksi adalah prosedur metodik dimana kita menaikan
pengetahuan kita dari level fakta ke level "ide", atau dari fakta ke esensi secara umum.

C. Variasi Imajinasi

Tugas dari variasi imajinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin dengan memanfaatkan
imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan, dan pendekatan fenomena dari perspektif dan
fungsi yang berbeda. Tujuannya untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah pengalaman
(bagaimana fenomena berbicara mengenai dirinya). Dengan kata lain menjelaskan struktur esensial dari
fenomena. Target dari variasi ini adalah makna, dan bergantung dari intuisi sebagai jalan untuk
mengintegrasikan struktur kedalam esensi fenomena. Dalam variasi imajinasi, dunia dihilangkan segala
sesuatu menjadi mungkin. Dalam kondisi seperti ini, intuisi tidak lagi empiris namun murni imajinatif.

Dalam variasi imajinasi juga kita dapat membayangkan struktur yang mungkin dari waktu, ruang, bahan,
hubungan sebab-akibat, dan interaksi dengan orang lain. Berikut adalah langkah-langkah dalam tahap
variasi imajinasi :

1. Sistematisasi struktur makna yang mungkin, dengan mendasarkan pada makna tekstural.

2.mengenali tema-tema pokok dan konteks ketika fenomena muncul.

3. Menyadari struktur universal yang mengendapkan perasaan dan pikiran seperti struktur waktu, bahan,
kausalitas, hubungan dengan orang lain.

4. Mencari contoh-contoh yang dapat mengilustrasikan tema struktur invarian.

D. Sintetis makna dan esensi


Menurut husserl, esensi adalah sesuatu yang umum dan berlaku universal. Sedangkan menurut sartre
esensi adalah rangkaian yang sangat penting, yang saling jalin menjalin dari penampakan. Esensi tidak
pernah terungkap secara sempurna. Sintesis struktur tekstural yang fundamental akan mewakili esensi
ini dalam waktu dan tempat tertentu. Husserl menyimpulkan bahwa setiap sifat fisik akan menarik kita
kedalam pengalaman yang tidak terbatas. Namun pada dasarnya akan meninggalkan cara untuk tetap
mendekat, in infinitum.

BAB 3 : PEDOMAN PENELITIAN TRADISI FENOMENOLOGI

Paradigma positivistik memandang bahwa metodologi penelitian fenomenologi unik dan radikal,
sehingga dapat dikatakan membawa perubahan pada ilmu pengetahuan secara umum. Berikut fungi
fenomenologi seperti yang diuraokan oleh creswell :

1. Mengembalikan filsafat pada tugas aslinya, setelah sempat dibatasi ruang lingkupnya secara ekstrim
oleh science.

2. Penggunakan metode filsafat yang bersih dari prasangka-prasangka yang pertama kali diajarkan oleh
husserl.

3. Menentang pendapat cartesian, yang mendikotomikan realistas subjek dan objek.

4. Menekankan faktor kesengajaan sebagai jalan masuk kedalam kesadaran.

Menurut moustakas dalam phemenological research metode, pada prinsipnya kegiatan penelitian
fenomenologi adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan topik dan pertanyaan-pertanyaan penelitian, yang berakar pada makna biografis dan
nilai-nilai.

2. Melakukan peninjauan yang komprehensif literatur-literatur (telaah dokumen) secara profesional,


maksud profesional adalah melakukan telaah dokumen tanpa pandang bulu.

3. Membuat seperangkat kriteria untuk menentukan lokasi dan peran sesuai sebagai peserta penelitian
(asisten peneliti dan informan).

4. Membekali asisten penelitian dengan serangkaian instruksi mengenai sifat alamiah dan tujuan dari
penelitian. Termasuk izin penelitian, menjamin kerahasiaan penelitian, serta konsisten dengan etika dan
prinsip-prinsip penelitian.

5. Mengembangkan serangkain pertanyaan dan topik, sebagai panduan dalam proses wawancara (formal
dan informal).
6. Memimpin dan merekam proses wawancara perorangan, terutama yang berhubungan langsung
dengan tujuan penelitian.

7. Mengorganisasikan dan menganalisis data, memfasilitasi deskripsi tekstural dan individu,


menggabungkan deskripsi tekstural masing-masing informan, menggabungkan deskripsi struktual
masing-masing informan, dan mensintesiskan makna atau esensi dari rangkuman deskripsi tekstural
maupun struktural.

Creswell menjelaskan isu-isu prosedural dalam penelitian fenomenologi :

1. Peneliti harus memahami cara pandang filsafat tehadap fenomena/realitas/objek. Ephoce menjadi
pusat paradigma ketika mengesampingkan perasaan dan prasangkanya demi untuk memahami realitas
melalui bahasa dan makna pada informan.

2. Peneliti bertanggung jawab untuk membuat pertanyaan yang berfungsi membongkar makna realitas
dalam pemahaman informan.

3. Peneliti bertugas untuk mengumpulkan data dari orang yang mengalaminya secara langsung melalui
wawancara dalam jangka waktu yang lama dengan informan yang jumlahnya antara 5-25 orang.

4. Mengikuti setiap tahapan-tahapan dalam proses analisis data.

5. Membuat laporan yang komprehensif mengenai makna dan esensi dari realitas.

Isu-isu utama yang harus diperhatikan ketika akan menggunakan tradisi penelitian fenomenologi adalah :

1. Peneliti membutuhkan pemahaman konsep yang kuat dalam filsafat.

2. Informan perlu dipilih secara hati-hati.

3. Sangat sulit untuk menunda penilaian dan aspek-aspek pribadi dari si peneliti selama penelitian
berlangsung.

4. Peneliti harus memutuskan dengan tepat bagaimana dia memasukan aspek-aspek persoalannya
kedalam proses penelian, tanpa kehilangan momen epoche.

3.1 Penggunaan Teori dalam Penelitian Fenomenologi


Fenomenologi pada dasarnya berprinsip a priori, sehingga tidak diawali dan didasari oleh teori tertentu.
Premis-premis dasar yang digunakan dalam penelitian fenomenologi adalah sebagai berikut :

1. Sebuah peristiwa akan berarti bagi mereka yang mengalaminya secara langsung.

2. Pemahaman objektif di mediasi oleh pengalaman subjektif.

3. Pengalaman manusia terdapat dalam struktur pengalaman itu sendiri.

3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian Fenomenologi

3.2.1 Tahap Perencanaan Penelitian

a. Membuat daftar pertanyaan, berikut adalah syarat-syarat yang mungkin harus ada dalam pertanyaan
penelitian fenomenologi :

1. Mencakup makna sosial dan personal yang akurat.

2. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas dan konkret.

3. Kata-kata kunci dalam pertanyaan penelitian sebaiknya didefinisikan dan didiskusikan/ diklarifikasi
terlebih dahulu.

4. Fokus/ kata kunci dalam pertanaan penelitian.

5. Pertanyaan penelitian mampu membangun ketertarikan yang kuat terhadap topik penelitian.

6. Latar belakang ketertarikan peneliti terhadap topik penelitian.

7. Pertanyaan penelitian yang dikelola dalam bentuk pertanyaan yang spesifik, akan memunculkan,
merangkaikan, dan menyentuh permasalahan inti yang dibahas.

8. Membiarkan aspek-aspek dalam topik penelitian memasuki kesadaran informan.

Agak berbeda dengan Moustakas, Creswell mengemukakan 4 tema utama yang harus ada dalam
pertanyaan penelitian fenomenologi :

1. Struktur makna yang mungkin dari peristiwa yang diamati.

2. Tema-tema dan konteks yang bermakna dari peristiwa yang diamati.

3. Strukrur universal mengenai perasaan dan pemahaman informan terhadap peristiwa.

4. Tema-tema struktur invariant(unit-unit makna) yang memfasilitasi penjelasan peristiwa.

b. Menjelaskan Latar Belakang Penelitian


Menurut Moustakas, seorang peneliti fenomenologi perlu untuk menjelaskan latar belakang
ketertarikannya pada topik penelitian/ permasalahan yang dibahas. Biasanya latar belakang penelitian
dinyatakan dalam perumusan pertanyaan penelitian. Berdasarkan hasil metariset yang pernah dilakukan
biasanya masalah penelitian kualitatif lebih beragam. Cara penyampaian latar belakang umumnya lebih
menyukai gaya komunikasi melingkar (arround the point).

Cara menjelaskan latar belakang penelitian yang langsung (straight to the point) pada penelitian
fenomenologi akan membawa peneliti lebih fokus pada inti penelitian ketimbang penyampaian dengan
cara melingkar.

c. Memilih Informan

Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam memilih informan dalam penelitian
fenomenologi :

1. Informan harus mengalami langsung situasi/kejadian yang berkaitan dengan topil penelitian.

2. Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya.

3. Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian yang membutuhkan waktu yang lama.

4. Bersedia untuk diwawancara dan direkam aktivitasnya selama wawancara selama penelitian
berlangsung.

5. Memberikan persetujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian.

Akses kepada informan menjadi "pintu gerbang" peneliti masuk kepada dunia yang dialami informan.
Akses dapat melalui perkenalan langsung, diperkenalkan, atau karena bertemu tidak sengaja. Hal penting
berikutnya adalah menjaga hubungan baik dengan informan. Menjaga hubungan baik juga penting untuk
keberlangsungan dan kelengkapan bahan penelitian. Karena ketika hasil penelitian sudah dipublikasikan,
diharapkan tidak ada tuntutan dari pihak manapun, terutama informan sebagai penyumbang data.
Adapun ciri-ciri informan dalam penelitian fenomenologi paling tidak memenuhi kriteria :

1. Informan biasanya terdapat dalam satu lokasi.

2. Informan adalah orang yang mengalami secara langsung peristiwa yang menjadi bahan penelitian.

3. Informan mampu untuk menceritakan kembali peristiwa yang telah dialaminya.

4. Memberikan kesediaannya secara tertulis untuk dijadikan informan penelitia.

d. Telaah Dokumen

Cooper menyebutkan ada 4 jenis analisis literatur atau telaah dokumen yang biasa digunakan dalam
penelitian fenomenologi. 4 jenis telaah dokumen itu adalah sebagai berikut :
1. Tinjauan integratif, mencakup tinjauan terhadap pengetahuan yang sudah pasti,yakni dari literatur-
literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yang akan dilakukan.

2. Tinjauan teori, mencakup tijauan terhadap catatan-catatan mengenai eksistensi permasalahan yang
sedang dibahas.

3. Tinjauan metodologi penelitian, mencakup tinjauan terhadap metodologi penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya.

4. Tinjauan tematik, yakni tinjauan terhadap tema-tema inti yang muncul dalam penelitian-penelitian
fenomenologi sebelumnya.

Adapun sumber-sumber rujukan telaah dokumen yang diperbolehkan dalam penelitian fenomenologi,
adalah sebagai berikut :

1. Abstrak, disertasi, tesis, skripsi, karya ilmiah, atau hasil penelitian fenomenologi.

2. Buku-buku referensi.

3. Orang yang ahli dalam permasalahan penelitian.

4. Perbincangan dengan dosen dan mahasiswa lain.

5. Dokumen-dokumen yang relevan.

6. Seminar atau pertemuan yang membahas topik yang relevan dengan permasalahan penelitian.

7. Kamus, ensiklopedi, dan thesaurus.

8. Jurnal-jurnal dan bahan tulisan yang lain.

Cooper juga membedakan antara data teknik dan data non teknik, untuk telaah dokumen ini. Berikut ini
adalah penelasannya :

1. Data teknik, yakni data yang mencakup kepekaan teoritis untuk menangkap konsep dan
hubungan antardata. Lalu, data sekunder, menyediakan informasi yang berguna. Lalu,
pertanyaan-pertanyaan penelitian, teori orang lain yang relevan dengan permasalahan
peneltian, validitas pelengkap untuk keakuratan data.

2. Data non teknik, seperi telaah sejarah dan biografi, telaah surat, laporan, rekaman video, dan
koran.

You might also like