You are on page 1of 47

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

J DENGAN
CKB DI RUANG ICU RSUP DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

oleh
Kelompok 4
Chrisdianita R, S. Kep NIM 132311101016
Tri Astutik, S. Kep NIM 132311101017
Larasmiati Rasman, S. Kep NIM 132311101018
Karina Diana S, S. Kep NIM 132311101019
Nurwi Ningsih, S. Kep NIM 132311101020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
adalah organ yang luar biasa, bekerja mengkoordinasikan seluruh yang terjadi di
dalam tubuh kita, kepribadian, metabolisme, tekanan darah, emosi, hormon,
ingatan , bekerja melebihi komputer manapun didunia ini. Kelainan kecil pada
otak akan mempengaruhi aktifitas tubuh, karenanya kita harus selalu menjaga
nutrisinya dan menjaga kesehatannya dan mengembangkannya. Otak berbentuk
seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1
kg pada perempuan (2% dari berat badan pemiliknya), mengkonsumsi 25%
oksigen dan menerima 1,5% curah jantung (Sloane, 2003).
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3
pon), menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen
tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan
yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama
berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan
terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja
sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit,
merusak permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga
merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang tidak pernah berhenti berkaitan dengan
fungsinya sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan system
efektor perifer tubuh, dan fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk,
simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku (Price, 2006).
Lima pembagian utama otak manusia adalah sebagai berikut (Price, 2006):
1. Telensefalon (endbrain)
Telencephalon terdiri dari kedua belah hemisphere (sisi yang membelah otak
besar) dan simetris. Kedua hemisphere tersebut dilapisi oleh cerebral cortex
dan terdiri dari basal ganglia dan sistem lymbic. Telencephalon merupakan
bagian terbesar dari otak manusia dan memiliki fungsi yang paling kompleks.
Ia mengatur gerakan tidak disadari (volunteer), mengintepretasikan input
sensoris dan bertugas sebagai mediator (perantara) bagi proses-proses kognitif
seperti belajar, berbicara dan memecahkan masalah
a) Cortex
Hemisphere dilapisi oleh jaringan yang disebut cerebral cortex. Sebagian
besar cortex terdiri dari sel glia, soma sel, dendrit dan interneuron. Fissure
yang membagi cortex terdiri dari dua buah central fissure dan dua buah
lateral fissure beserta gyri disekitarnya. Gyrus precentral mengatur fungsi
motorik. Postcentral gyri merupakan saraf-saraf somatosensorik (menerima
input dari reseptor sensoris di kulit, persendian, dan otot-otot). Superior
Temporal Gyri berhubungan dengan auditory (pendengaran). Fissure utama
ini membagi cortex menjadi 4 bagian atau lobus (sesuai dengan pembagian
tulang tengkorak yang melindunginya), yaitu frontal lobe (lobus frontal),
parietal lobe (lobus parietal), temporal lobe (lobus temporal), dan occipital
lobe (lobus oksipital). Central fissures memisahkan frontal lobe dengan
parietal lobe dan lateral fissure memisahkan temporal lobe dari frontal dan
parietal lobe. Lobe/lobus bagian posterior (pari-etal, temporal, dan occipital)
terlibat dalam proses persepsi. Bagian ini menerima informasi tentang
somatosenses (sensor pada kulit seperti sentuhan, tekanan, getaran, dan
temperatur).
b) Sistem Lymbic
Sistem Limbic atau Lymbic System terdiri dari limbic cortex dan satu set
struktur interkoneksi (penghubung antara struktur telencephalic dan
diencephalic) yang terletak di pusat forebrain dan berfungsi dalam proses
perilaku yang bermotivasi (motivated behavior) termasuk motivasi 4 F yang
bertujuan mempertahankan hidup (fleeing =menghindari bahaya, feeding =
makan,fighting = berkelahi, dan perilaku seksual).
c) Basal Ganglia
Basal ganglia adalah kumpulan subcortical nuclei pada forebrain yang
terletak di bagian anterior dari ventrikel lateral. Secara umum basal ganglia
terlibat dalam proses pengendalian gerakan. Contohnya penyakit Parkinson's
yang disebabkan oleh proses degenerasi neuron-neuron yang terletak pada
midbrain yang mengirim axon ke bagian basal ganglia. Penyakit tersebut
memiliki symptom seperti munculnya kelemahan otot, tremor (gemetaran),
hambatan keseimbangan dan kesulitan dalam melakukan gerak (kaku).
2. Diensefalon (interain)
a. Epitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap atau
bagian atas diensefalon. Struktur utama daerah ini adalah nukleus
habenulare dan komisura, komisura posterior, stria medularis, dan badan
pienalis. Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik dan juga berperan
terhadap emosi. Epifisis menyekresi melatonin dan membantu mengatur
irama sikardian tubuh dan menghambat hormon-hormon gonadotropik
(Price, 2005).
b. Talamus
Talamus terdiri dari dua struktur ovoid besar yang masing-masing
mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan dengan korteks
serebri ipsilateral, serebelum, ganglia basalis, dan berbagai kompleks
nuklear subkortikal yang ada dalam hipotalamus. Talamus merupakan
penghubung yang penting dalam otak dan juga sebagai pengintegrasi
subkortikal yang penting (Price, 2005).
c. Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramidal yang penting.
Fungsi subtalamus sendiri belum diketahui secara penuh, namun lesi pada
daerah subtalamus dapat menyebabkan diskinesia dramatis yang disebut
hemibalismus. Hemibalismus ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sisi tubuh (Price, 2005).
d. Hipotalamus
Hypothalamus terletakdi kedua sisi bagian inferior dari ventrikel ketiga di
bagian dasar otak, persis di bawah thalamus. Meskipun bentuknya kecil
(hypo = kurang), kira-kira 1/10 ukuran thalamus, hypothalamus memegang
peranan penting. Hypothalamus mengontrol sistem saraf otonom dan sistem
endokrin, serta memegang peranan penting dalam pengaturan perilaku
bermotivasi (motivated behavior). Pada bagian bawah hypothalamus (lewat
pituitary stalk/cabang pituitary) terdapat kelenjar pituitary yang mengatur
pelepasan hormon dalam tubuh. Sistem endokrin dalam tubuh sebagian
besar dikontrol oleh hormon-hormon yang diproduksi oleh sel-sel di
hypothalamus. Sistem khusus dalam pembuluh darah akan menghubungkan
hypothalamus dengan anterior pituitary gland (kelenjar pituitary bagian
anterior).
3. Mesensefalon (midbrain)
Otak tengah atau mesensefalon adalah segmen batang otak yang berlokasi
antara diensefalon dan pons. Bagian otak ini merupakan penghubung antara pons
dan sebelum dengan serebrum. Struktur anatomi fungsional otak tengah terdiri
dari empat bagian, yaitu: tektum, tegmentum, substansia nigra, dan pedunkulus
(Satyanegara, 2010).
4. Metensefalon (afterbrain)
a. Pons
Pons berarti bridge atau jembatan. Di dalam metencephalon yang terdapat
saluran-saluran (traktus) yang naik (ascending) dan turun (descending),
nuclei dari cranial nerves, nuclei yang mengatur tidur dan terjaga dari
tidur, dan bagian darireticularformation. Bagian-bagian tersebut
membentuk suatu gundukan pada bagian permukaan ventral dari batang
otak yang disebut pons. Letaknya secara lebih rinci adalah diantara
mesencephalon dan medulla oblongata dan di bagian ventral cerebellum.
b. Serebelum
Cerebellum (otak kecil) merupakan versi miniatur dari cerebrum
(permukaanya juga bergelombang). Cerebellum dilindungi oleh cerebellar
cortex dan memiliki satu kumpulan deep cerebellar nuclei yang
memproyeksikan informasi ke cortex dan menerima proyeksi dari cortex.
Cerebellum merupakan stuktur yang memiliki peran penting dalam system
sensori motorik. Kerusakan pada cerebellum akan mengakibatkan
ketidakstabilan dalam berdiri, berjalan, dan gerakan-gerakan koordinasi
yang lain (gerakannya cenderung tergesa-gesa)
5. Mielensefalon (marrow brain)
Melensefalon hanya terdiri darisatu struktur utama, yaitu medulla
oblongata sering juga disebut dengan medulla. Medula terletak di antara pons da
medula spinalis. Medula merupakan pusat yang mengatur fungsi vital seperti
pernapasan, frekuensi jantung, dan tonus vasomotor, serta pusat perilaku refleks
muntah, batuk, menelan, dan bersin. Bagian otak ini juga berisi ventrikel keempat.
Saraf kranial IX, X, XI, dan XII berasal dari medula. Gangguan pada fungsi vital
atau refleks yang melibatkan saraf kranial menunjukkan kerusakan medula.

Gambar 1. Otak dan Bagian-bagiannya

Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan durameter
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan piameter kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore
& Argur, 2007). Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-
masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut
gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus
tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan
lobus temporal (CDC, 2004).
a. Lobus frontal merupakan area dari korteks serebrum yang terletak di
depan sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus lateralis.
Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando.
Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-
otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area
prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Muttaqin,
2008).
b. Lobus parietal adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus
sentralis di dasar fisura lateralis, dan meluas kebelakang menuju fisura
parieto-oksipitalis. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus
sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-
oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini
berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus
yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatic (Ellis, 2006).
c. Lobus oksipital adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus
oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata (Ellis, 2006).
d. Lobus temporal merupakan area asosiasi primer untuk informasi
auditorik dan mencakup area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus
temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral.
Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
Gambar 2. Area Otak
2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terdiri atas bagian tengah, vermis, dan dua hemisfer lateral. Serebelum
dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan
pendikuli. Semua aktivitas serebelum berada di bawah kesadaran. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di
bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah
pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,
serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Clark, 2005).
Gambar 3. Penampang serebelum
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering
timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan
menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun. Batang otak terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a. Pons (dalam bahasa latin berarti “Jembatan”) berbentuk jembatan serabut-
serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebellum, serta
menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di
bawah. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara
midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior.
Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Muttaqin, 2008).
b. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak
juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan
medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons
dan medulla (Moore & Argur, 2007).
c. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore
& Argur, 2007).

Gambar 4. penampang pons, menula oblongata dan hubungannya degan formasi


retikularis, (a) nuklei yang berada dalam pons, (b) nuklei yang berada dalam
medula oblongata

Otak memiliki lapisan pelindung atau meninges merupakan selaput atau


membrane yang terdiri dari connective tissue yang melapisi dan melindungi otak,
lapisan pelindung otak terdiri dari tiga bagian yaitu (Lumongga, 2007):
1. Durameter
Durameter atau pacymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrosus. Secara
konvensional durameter ini terdiri dari dua lapis, yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang
tempat-tempat tertentu terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan
endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan
durameter yang sebenarnya sering disebut dengan cranial durameter. Terdiri
dari jaringan fibrosus yang padat dan kuat yang membungkus otak dan
berlanjut menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang
berakhir sampai segmen kedua dari os sacrum. Lapisan meningeal
membentuk empat septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi
ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-
bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak.
a. Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak
pada garis tengan diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior
melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan
permukaan atas tentorium cerebelli.
b. Tentorium cerebella adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang
menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas
cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
c. Falx cerebella adalah lipatan durameter kecil yang melekat pada
protuberantia occipitalis interna.
d. Diaphragm sellae adalah lipatan sirkuller kecil dari durameter, yang
menutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidais. Diaphragm
ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum.
Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, diantaranya terdapat sinus
duramatris yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima
darah dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugularis
interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh endothelium. Sinus pada
calvaria yaitu sinus sagitalis superior, sinus transverses dan sinus sigmoidea.
Sinus pada basis cranni antara lain, sinus sphenoparietal, sinus cavernosus,
sinus petrosus. Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cababg
pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna, arteri maxillaries,
arteri pharyngeus ascendens, areteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari
sudut klinis, yang terpenting adalah arteri meningea media (cabang dari arteri
maxillarias) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma
capitis. Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka
terhadap regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-ujung saraf ini
dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus yang
menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Membrane ini
dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaituspatium subdurale, dan
dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid.
Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga atau
ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan piameter pada bagian
dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang
pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus
membentuk villi arachnoidales. Agregasi villi arachnoidales disebut sebagai
granulations arachnoidales. Villi arachnoidales berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam darah. Arachnoid berhubungan
dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan
dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dank e otak menuju
cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sumsum tulang
belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan
dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang
halus serta dilalui pembuluh darah yang member nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai
end feet dalam piameter untuk membentuk selaput piaglia. Selaput ini
berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam
susunan saraf pusat. Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus
tertius dan quartus dan menyatu dengan ependyma membentuk plexus
choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan quartus.
Gambar 3. Lapisan Pelindung Otak

Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.
Saraf kranial
Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen).
Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka
romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius
(III), troklearis (IV), trigeminus (V), abducens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan
hipoglosus (XII).
Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial
SARAF KRANIAL KOMPONEN FUNGSI
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut, lidah
dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah
(rasa, manis, asam, dan asin)
VIIICabang Vestibularis Sensorik Keseimbangan

Cabang koklearis Sensorik Pendengaran


IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan
abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Sumber: Muttaqin, 2008:17

B. Intracerebral Hemorrhagi (ICH)


1. Pengertian
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu
sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009). Intra Cerebral
Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya
terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada
luka tembak ,cidera tumpul (Suharyanto, 2009). Perdarahan intracerebral adalah
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh
darah yang ada dalam jaringan otak (Paula, 2009).
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-
kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah
hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika diameter lebih dari 3 cm, perifer,
adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom tersebut dapat
menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya
adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor
yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang
menentukan prognose perdarahan subdural (Paula, 2009)

2. Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) mengatakan bahwa etiologi perdarahan
intraserebral adalah sebagai berikut:
a. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
b. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi cavernous
c. Aneurisma intracranial
d. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
e. Reversible cerebral
f. Sindrom vasokontriksi
g. Sindrom moyamoya
h. Inflamasi: vaskulitis, aneurisma mikotik
i. Penyakit maligna: tumor otak, metastasis serebral
j. Koagulopati: genetik, diturunkan/iatrogenik
k. Pengobatan vasoaktif
l. Serangan jantung karena perdarahan
m. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
n. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
o. Terapi pengenceran darah : obat seperti coumadin, heparin, dan warafin yang
digunakan untuk pengobatan jantung dan kondisi stroke
p. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
q. Merokok
3. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA. Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS.
Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari
10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana
frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina,
Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi
pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase
tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS
sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi
merupakan faktor resiko paling penting dalam perdarahan intraserebral (PIS).
Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita
dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding
kulit putih di usia yang sama.

4. Tanda dan Gejala


Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran
yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di
dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi
uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat
secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien
dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral. Pasien usia tua
dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar
karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau
demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat
memasuki rongga subarakhnoid.
Tanda dan gejala yang muncul pada perdarahan intracerebral, menurut
Smeltzer dan Bare (2002) yaitu sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku,
muntah, penurunan kesadaran dan kejang. 90% pasien dengan SH menunjukkan
adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letaknya
dekat ventrikel). 70-75% dari semua kasus SH meninggal dalam kurun waktu 1-30
hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem
vetrikel, herniasi lobus temporalis, dan penenkanan mesensefalon atau mungkin
disebabkan karena perembesan darah ke pusat yang vital. Penimbunan darah yang
cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri dapat ditoleransi tanpa
memperlihatkan gejala klinis yang nyata, namun saat terdapat bekuan darah
kurang dari 5 ml dapat mengakibatkan kematian.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.

5. Patofisiologi
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,
terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal
ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah,
sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan
media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma
Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan
adanya akumulasi protein β-amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan
kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein β-amyloid ini
menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri
menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat
menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang
subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan
perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara
apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid
angiopathy. Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM)
pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM. Terapi antikoagulan juga
dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada
pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular
dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai
international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat
antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub
jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5.
Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko
PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS
pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.

6. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak
yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan
di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan
penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak
menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan
efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada
beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
Penangananan stroke khususnya pada stroke hemoragi menurut AHA
2010:
a. Step 1: Pasien harus dikaji dan distabilkan, jika pasien GCS dibawah 9 maka
lakukan intubasi endotrakeal
b. Step 2: Riwayat penyakit, pertanyaan yang harus ditanyakan yaitu trauma
terakhir yang dialami, riwayat hipertensi, riwayat pernah stroke sebelumnya,
merokok, pengguna alcohol, penggunaan obat-obatan (cocaine, aspirin,
anticoagulan), penyakit hematologi, penyakit hati, neoplasma, AVM, infeksi
c. Step 3: Kaji tanda dan gejala menurut skala ROSIER (skor lebih dari 0, 90%
mengalami stroke), dan ICH (jika skor lebih besar, maka akibatnya lebih
besar)
d. Step 4: hasil laboratorium akan menunjukkan diagnosis penyakit, kaji resiko
faktor ICH, dan temukan penyebab potensial terjadinya ICH. Contoh tes yang
harus dilakukan yaitu tes elektrolit, tes kehamilan, rontgen dada, ECG.
e. Step 5: Diagnosa gambar dengan CT scan dan MRI. Penggunaan tes CT scan
untuk mengetahui tanda spot yang mengindkasika faktor resiko ekspansi
hematoma yang menunjukkan tanda bahaya yang harus segera dilakukan
penanganan
f. Step 6: pengobatan yang harus dilakukan (step ini dapat menjadi tahapan
yang paling utama dibandingkan tahapan yang lainnya)
1) Pengobatan yang dilauakn pada ICH adalah mengehntikan atau
memperlambat perdarahan di jam pertama setelah serangan (farmakologis,
pembedahan, endovascular coilling)
2) Manajemen tanda dan gejala yaitu gejala yang sering muncul penurunan
perfusi cerebral, dan manajemen pendukung untuk pasien cedera otak.

Pemerikasaan Neurologi
Menurut edisi ke-1 tahun 2011 neuropsikiatri fakultas kedokteran
universitas andalas Padang, Indonesia pemeriksaan yang dapat dilkaukan pada
penderita ICH adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
a. Kaku kuduk:
Cara: Pasien tidur telentang
tanpa bantal. Tangan
pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan ( fleksi) dan
diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan
adanya tahanan. Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemerikasaan: Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher  normal. Adanya rigiditas leher
dan keterbatasan gerakan fleksi leher  kaku kuduk
b. Brudzinski
Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan: Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala
disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.
c. Kernig :
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka
dikatakan kernig sign positif.

7. TERAPI
1. Medikasi
i. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
ii. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi
vasodilatasi.
iii. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
iv. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
v. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin,
aminopel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
vi. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan.
Dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose
5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka
makanan diberikan melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP).
Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
2. Latihan
Handicap International (2013) mengatakan, bahwa latihan yang dapat
dilakukan pada penderita SAH adalah sebagai berikut.
1. Fase awal
Yang harus di perhatikan pada fase ini cegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin
setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal
yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas gerak
sendi, stimulasi dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah
emosional.
2. Fase lanjutan
Yang harus diperhatikan pada fase ini adalah mencapai kemandirian
fungsional dalam mobilisasi dan aktifi tas kegiatan sehari-hari (AKS).
Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil.
Biasanya pasien perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari
setelah kejadian.
a. Positioning
b. Joint Movement Exercise
Pemberian latihan pada perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2
minggu. Dilakukan secara rutin dengan waktu latihan antara 30-60
menit yang terbagi dalam tiga sesi. Dan tiap sesi diberikan istirahat 5
menit. Namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan wajah dan
ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka dengan
segera harus dihentikan.
c. Aktifitas kehidupan sehari-hari/ADL
Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam ADL,
meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena
belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, ADL dengan
menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.
Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan. Kemempuan fungsional meliputi kegiatan sehari-hari
(AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan diri, transfer
dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat
kemandiriaan dan ketergantungan penderita.
1) Feeding
- Penderita duduk stabil di kursi, kedua siku rapat di atas meja
makan
- Keluarga membantu penderita memegang sendok, menyendok
makanan lalu membawa ke mulut penderita kemudian kembali
ke posisi semula. Terkadang pasien membutuhkan sendok
khusus untuk makan sendiri jika tangan yang terkena biasa
digunakan untuk makan
- Melakukan berulang kali hingga penderita berpengalaman
makan sendiri.

2) Drinking
- Penderita duduk stabil dikursi, kedua siku rapat di atas meja
makan.
- Keluarga membantu tangan penderita memegang
tangkai/cangkir sedemikian rupa yang berisi 1/3 gelas air,
dibawa ke mulut untuk di minurn, kemudian kembali ke posisi
semula.
- Melakukan berulang kali hingga penderita berpengaIaman
minum sendiri.
3) Bathing
- Gunakan Peralatan mandi khusus
- Keluarga membantu memegang tangan penderita menggosok
gigi sedemikian rupa sehingga bersih sesuai dengan
kemampuan penderita.
- Keluarga membantu memegang tangan penderita memegang
gayung beris 1/3 air kemudian menyiramkan beberapa kali ke
tubuh penderita.
- Hal yang sama keluarga membantu penderita memakai sabun
ke seluruh tubuhnya sekemampuannya, kecuali di wajahnya
- Keluarga membantu penderita tangan penderita menggunakan
handuk ke sekujur tubuh penderita.
- Lakukan semua kegiatan berungkali hingga penderita
berpengalaman melakukannya sendiri.
4) Toileting
- Kursi yang khusus yang dilubangi di tengah agak melebar ke
depan
- Kursi diletakkan di atas landasan WC yang lubang kursinya
sejajar ke bawah mulut WC (bila dibutuhkan)
- Keluarga membantu penderita memegang tangan sakit
penderita memegang gayung untuk membasuh pantat secara
berulangkali
- Jika penderita sudah dapat jongkok, maka aktivitas BAB
sedikit dengan AKS orang pada umumnya yang disesuaikan
denqan kemampuan penderita.
5) Dressing Memakai baju
- Tangan sehat memasukkan lengan baju ke tangan sehat dan
tangan sakit
- Tangan sehat memasangkan dan merapikan baju ke sekujur
tubuh bersama tangan sakit.
 Melepas baju
Lepaskan pakaian dengan dimulai dari tangan sehata dan
kemudian tangan sehat membantu tangan sakit
mengeluarkan lengan baju
 Memakai celana
Penderita duduk di pinggir/tempat tidur, tangan sehat
membantu tangan sakit memasukkan celana ke tungkai sakit
dan tungkai sehat, penderita mengangkat pantat sehingga
seluruh celana terpasang di perut, tangan sehat membantu
tangan sakit memasang rosleting dan kancing celana hingga
terpasang dengan sempurna
 Melepas celana
Tangan sehat membantu tangan sakit membuka
rosleting/kancing celana, penderita sedikit mengangkat
pantat agar celana dapat ditarik keluar dari tubuh atas kerja
sama antara tangan sehat dan tangan sakit. Lakukan
berulang kali sehingga penderita berpengalaman (memakai
dan melepas pakaian)
6) Transfer
- Satu tangan keluarga memegang tangan dan tangan yang lain
keluarga memegang ikat pinggang/stage penderita.
- Kaki sehat penderita ditetakkan agak ke belakang, sehingga
2/3 tubuh penderita saat berdiri tertumpuk pada tungkai sehat
penderita, kaki sakit diletakkan agak kedepan.
- Keluarga mennginstruksikan untuk menuju posisi berdiri
kemudian berjalan peIan-pelan menuju ke kursi.
d. Latihan Mobilisasi
a) Latihan persiapan berdiri dari posisi duduk
Pasien duduk di kursi dengan telapak kaki menyentuh lantai,
dengan posisi tangan saling menggenggam (yang lesi di atas)
dan di depannya ada stool yang tingginya lebih rendah sedikit
dari kursi pasien. Terapis memandu pasien untuk mengangkat
hipnya dari kursi dan menarik lutut ke depan dengan satu
tangan terapis dan membantunya untuk memindahkan berat
badan dengan tangan terapis yang lain yang berada di pantat
Apabila pasien sudah mampu melakukan gerakan di atas maka
tangan pasien dapat diletakkan di stool dan terapis berada di
samping sisi lesi pasien dengan satu tangan menjaga siku tetap
lurus dan tangan terapis yang lain di pantat agar tidak jatuh ke
belakang
b) Latihan duduk ke berdiri
Pasien butuh bantuan secukupnya untuk fl eksi hip dan
membawa ke depan dengan spine tetap ekstensi. Pasien duduk
di kursi dengan menggenggam tangan (yang lesi di atas) pada
posisi sendi bahu 900 dan ekstensi siku, lalu terapis melakukan
gerak pasif dengan penekanan spine lalu pasien mengangkat
tangan dan melakukan gerak ekstensi punggung (terapis berada
di samping sisi lesi pasien) . Setelah itu terapis melakukan
gerakan dari duduk ke berdiri,dimana satu tangan terapis
menyangga pada pergelangan tangan dan tangan yang lain
memegang celana / sabuk di bagian belakang pasien, lalu
pasien di minta gerak membungkuk, mengayukan tangan ke
atas dan gerak hip serta lutut lurus dan terapis membantu untuk
mengangkat tangan pasien ke atas hingga timbul reaksi berdiri.
c) Latihan weight bearing pada posisi berdiri
Pasien berdiri dan terapis berada disamping sisi lesi pasien,
lalu pasien di minta untuk memindahkan kaki ke depan dan
diikuti pemindahan berat badan ke depan dan ke belakang.
Namun kaki sehat dulu untuk menumpu baru sisi yang lesi dan
terapis tetap menjaga agar tidak jatuh ke depan pada saat kaki
yang lesi ke depan dengan mengunci pada lututnya.
d) Latihan berjalan
Terapis memfiksasi pada bahu pasien dan berada di depan
pasien sehingga antara pasien dan terapis saling berhadapan,
dan tangan pasien memegang bahu terapis . Namun sebelum
berjalan terapis terlebih dahulu memberitahu kepada pasien
apabila saat terjadi gerakkan sendi bahu ke depan, pasien harus
meluruskan sendi panggul agar tidak bergerak namun tungkai
yang berada pada sisi berlawanan dengan sendi bahu yang
bergerak ke depan harus bergerak ke depan (sehingga terjadi
gerak kontralateral antara sendi bahu dengan tungkai). Setelah
itu dilatih jalan dengan adanya tingkattingkatan yakni
pegangan terapis masih pada bahu pasien namun terapis berada
di belakang pasien. Dan yang terakhir pegangan di pelvis dan
posisi pasien berada di belakang.

8. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2006) adalah sebagai berikut :
a. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, mengidentifikasi adanya
hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan awal yang paling umum dilakukan karena
pemeriksaan ini dapat dengan cepat dilakukan dan sensitif terhadap
perdarahan. Satu kelemahan CT scan adalah bahwa pemeriksaan
Gambar 13. Fraktur Impresi

Gambar 14. ICH

Gambar 14. IntraCranial H

Gambar 15.Epidural Hematoma (EDH)

Gambar 15. Subarachnoid Hematom (SAH)


Gambar 16. Subdural Hematoma (SDH)

b. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada


thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
d. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
Perbedaan Stroke hemorargik dengan iskemik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan diagnostik stroke iskemik menurut Dewanto et al (2009) dapat
menggunakan skor stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit intraserebral hemoragik
menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran
darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.

Clinical Pathway

Trauma kepala, fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi arteri


venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracranial)


Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau hematoma

Luka insisi Port the entry Penekanan pada


pembedahan mikroorganisme jaingan otak

Sel melepaskan Peningkatan


mediator nyeri: Resiko Infeksi
tekanan
prostaglandin, intrakranial
sitokinin

Metabolisme
anaerob Gangguan aliran Fungsi otak
Impuls ke pusat
darah dan menurun
nyeri di otak
oksigen ke otak
Vasodilatasi
pembuluh darah Refleks batuk
Somasensori
menurun
korteks otak: nyeri Ketidakefektifan
dipersepsikan perfusi jaringan
serebral
Terjadi akumulasi
Nyeri akut sekret

Kerusakan
neuromotorik Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

Hambatan mobilitas
Kelemahan otot Tidak mampu Defisit
fisik
merawat diri perawatan
diri
Asuhan Keperawatan
10. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia dan kejadiannya
meningkat pada usia lanjut
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih banyak
terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)

II. Riwayat Kesehatan


a. Diagnosa Medik
Perdarahan Intraserebral (ICH)
b. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh mual, muntah. pusing yang berat, dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Terjadi karena adanya perdarahan pada pembuluh darah. Serangannya
mendadak disertai nyeri kepala, mual dan muntah, terjadi penurunan
kesadaran pada awal kejadian kemudian perubahan sesuai dengan
beratnya defisit neurologis.

2) Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya pasien memilik riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
anemia, penggunaan kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat antikoagulan, dan obesitas, penyakit jantung (fibrilasi atrium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, infark miokard,
endokarditis, penggantian katup jantung)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, obesitas,
penyakit jantung (fibrilasi atrium, penyakit jantung rematik, penyakit
katup jantung, infark miokard, endokarditis, penggantian katup
jantung)
d. Kebiasaan
Biasanya pasien memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi kopi,
alcohol, makan makanan berkolesterol tinggi
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integument
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
1. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
2. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
3. Pemeriksaan ekstremita
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
4. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
 Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret, penurunan kesadaran
2. Gangguan perfsui serebral berhubungan dengan perdarahan cerebri,
ketidakseimbangan suplai oksigen dan darah ke otak
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran dan
kelemahan neuromuscular
5. Nyeri akut berhubungan dengan post kraniotomi
6. Risiko tinggi infeksi behubungan dengan luka insisi pembedahan.
A. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional


Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway mnagement 1. Mengkaji adanya kelainan dalam
bersihan jalan keperawatan 3x24 jam pasien 1. Auskultasi suara nafas, catat fungsi pernafasan pasien
nafas berhubungan memiliki jalan nafas yange adanya suara tambahan 2. Membuka jalan nafas, memberikan
dengan yang paten dengan criteria 2. Identifikasi pasien perlunya jalan nafas paten buatan
penumpukan hasil: pemasangan alat jalan nafas 3. Memudahkan ventilasi
buatan 4. Memaksimalkan vetilasi keluar
secret, penurunan
1. Pasien dapat menunjukkan 3. Buka jalan nafas, gunakan masuknya udara dengan pemberian
kesadaran
suara nafas yang bersih, metode head tilt chin lift atau posisi yang tepat
tidak ada syanosis dan jaw thrust jika perlu 5. Pengeluaran secret untuk membantu
dyspneu (sputum dapat 4. Posisikan pasien untuk membuka jalan nafas
keluar, mampu bernafas memaksimalkan ventilasi 6. Memudahkan pasien mengeluarkan
dengan mudah) 5. Keluarkan secret dengan batuk dahak secara mandiri
2. Pasien menunjukkan jalan atau suction 7. Mempercepat pengeluaran secret
nafas yang paten (klien 6. Ajarkan teknik batuk efektif jika dengan bronkodilator
tidak merasa tercekik, pasien mampu
irama nafas, frekuensi 7. Bkolaborasi pemberian
nafas 16-20 kali per menit, bronkodilator jika perlu
tidak ada suara nafas
ronkhi dan wheezing)
2 ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Bleeding reduction wound
perfusi jaringan keperawatan 3x24 jam pasien 1. Monitor tanda-tanda vital (nadi, 1. Evaluasi kemampuan tubuh
cerebral menunjukkan perfusi jaringan RR, dan tekanan darah) mengkompenasasi perdarahan
berhubungan otak yang baik dengan kriteria 2. Berikan posisi elevasi pada area 2. Posisi elevasi area luka
dengan perdarahan hasil: yang mengalami perdarahan mengurangi kecepatan suplai darah
cerebri, 3. Monitor jumlah input dan ke bagian luka
1. Menunjukkan status output cairan 3. Mengukur regulasi cairan yang
ketidakseimbangan
sirkulasi yang baik ditandai diperlukan untuk mengganti
suplai oksigen dan
dengan: tekanan systole perdarahan yang keluar
darah ke otak
(110-130mmHg), tekanan
diastole (<85mmHg), tidak NIC: peripheral sensation
ada hipotensiortostatik, management 1. Menentukan adakah area baal
tidak ada peningkatan 1. Monitor adanya daerah tertentu 2. Mengkaji kemungkinan adanya
tekanan intracranial (<15 yang peka terhadap rangsang kelumpuhan
mmHg) 2. Monitor adanya paratese 3. Membatasi area kepala untuk
2. Menunjukkan kemampuan 3. Batasi gerakan pada kepala menekan terjadinya cedera pada
kognitif yang baik ditandai leher, dan punggung area kepala
dengan dapat
berkomunikasi dengan jelas
sesuai kemampuan,
menuunjukkan kemampuan
perhatian, konsentrasi, dan
oreientasi
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yag
baik ditandai dnegan
tingkat kesedaran
membaik, itdak ada
gerakan involunter
NOC: circulation status, tissue
perfusion: cerebral
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan NIC: Exercise therapy: ambulation 1. Mengkaji kebutuhan pasien dalam
mobilitas fisik keperawatan 3x 24 jam pasien 1. Kaji kemampuan pasien dalam intervensi
berhubungan dapat mobilisasi secara mobilisasi 2. Mengvaluasi kemampuan tubuh
dengan kelemahan bertahapa dengan criteria hasil: 2. Monitor tanda vital sebelum dan pasien untuk melakukan latihan
neuromuskuler sesudah latihan 3. Menambah pemahaman pasien
1. Kemampuan klien dalam tentang ambulasi yang dapat
3. Ajarkan pasien tentang teknik
berkatifitas meningkat dilakukan
ambulasi
2. Mengungkapkan perasaan 4. Perubahan posisi yang dilakukan
terkait penigkatan 4. Ajarkan pasien bagaimana
dengan benar mencegah terjadinya
merubah posisi dan berikan
kemampuan berpindah cedera berulang
3. Memperagakan penggunaan bantuan jika diperlukan
5. Mengetahui latihan yang dibtuhkan
alat bantu untuk mobilisasi 5. Konsultasikan dengan terapi
oleh pasien
fisik tentang rencana ambulasi
sesuai kebutuhan
4 Defisit perawatan Setelahh dilakukan tindakan NIC: Self Care Assistance hygiene 1. Menentukan kebutuhan bantuan
diri berhubungan keperawatan 3x24 jam pasien 1. Menentukan jumlah dan jenis yang diperlukan pasien
dengan penurunan dapat menunjukkan bantuan yang dibutuhkan pasien 2. Membantu pasien membersihkan
kesadaran dan kemampuan perawatan diri 2. Memfasilitasi pasien untuk area mulut
kelemahan dengan criteria hasil: hygiene oral 3. Membantu psien memenuhi
neuromuscular 3. Fasilitasi pasien mandi kebutuhan kenersihan diri mandi
1. Pasien dapat memenuhi
4. Memanatau integritas kulit pasien
kebutuhan ADL amndiri pasien 4. Mengkaji adanya kerusakan
atau dengan alat bantu 5. Mengajarkan pasien dan integritas kulit pasien
2. Pasein mampu keluarga tentang menjaga 5. Mengajarkan keluarga untuk
memeprtahankan kebersihan kebersihan diri pentingnya memenuhi kebutuhan
dan penampilan yang rapi kebersihan diri pasien
secara mandiri atau dnegan
alat bantu.
5. Nyeri akut Setelah dilakukan tinfakan NIC :
berhubungan keperawatan selama 4x24 jam - Lakukan pengkajian nyeri - Mengetahui PQRST pasien dan
dengan post Pasien tidak mengalami nyeri, secara komprehensif termasuk pemilihan tindakan selanjutnya.
kraniotomi. dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, durasi,
- Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, mampu presipitasi - Reaksi nonverbal menunjukkan
menggunakan tehnik - Observasi reaksi nonverbal dari tingkat nyeri yang dirasakan pasien
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan - Meningkatkan koping adaptif
mengurangi nyeri, mencari - Bantu pasien dan keluarga untuk pasien
bantuan) mencari dan menemukan
- Melaporkan bahwa nyeri dukungan - Mengurangi nyeri pasien dari
berkurang dengan - Kontrol lingkungan yang dapat segi lingkungan
menggunakan manajemen mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri ruangan, pencahayaan dan - Mencegah keparahan nyeri dan
- Mampu mengenali nyeri kebisingan komplikasi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi - Kurangi faktor presipitasi nyeri - Menentukan intervensi yang
dan tanda nyeri) sesuai
- Menyatakan rasa nyaman - Kaji tipe dan sumber nyeri - Mengurangi nyeri dari segi non
setelah nyeri berkurang - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Tanda vital dalam rentang farmakologi: napas dala, relaksasi,
normal distraksi, kompres hangat/ dingin - Mengurangi nyeri bertambah
TD: 120/80 mmHg - Tingkatkan istirahat
Nadi: 80-100 x/menit - Meningkatkan kopingindividu
RR: 18-24 x/menit - Berikan informasi tentang nyeri dengan meningkatkan pengetahuan
Suhu: 36-37,5oC seperti penyebab nyeri, berapa pasien
lama nyeri akan berkurang dan
- Tidak mengalami gangguan antisipasi ketidaknyamanan dari
tidur prosedur - Mengurangi nyeri dari segi
- Kolaborasi pemberian analgetik medis.
untuk mengurangi nyeri.
6. Risiko tinggi NOC : NIC :
infeksi Setelah dilakukan tindakan - Pertahankan teknik aseptif - Mencegah infeksi
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam - Batasi pengunjung bila perlu - Mencegah INOS
dengan luka insisi pasien tidak mengalami infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan - Mengurangi penyebaran virus
operasi. dengan kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan dari satu tempat ketempat lain
- Klien bebas dari - Gunakan baju, sarung tangan - Mencegah adanya INOS
tanda dan gejala infeksi sebagai alat pelindung
- Menunjukkan - Gunakan kateter intermiten - Mengurangi risiko infeksi
kemampuan untuk untuk menurunkan infeksi
mencegah timbulnya kandung kencing - Meningkatkan imun pasien
infeksi - Tingkatkan intake nutrisi - Mengindentifikais adanya
- Jumlah leukosit - Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi sedini mungkin
dalam batas normal sistemik dan lokal - Mengetahui tanda-tanda infeksi
- Menunjukkan - Inspeksi kulit dan membran dan tindakan pencegahannya
perilaku hidup sehat mukosa terhadap kemerahan, - Mencegah komplikasi infeksi
- Status imun, panas, drainase jika tidak ada penanganan secara
gastrointestinal, - Ajarkan pasien dan keluarga cepat
genitourinaria dalam batas tanda dan gejala infeksi - Mengidentifikasi adanya infeksi
normal - Kaji suhu pasien setiap 4 jam secara dini
Discharge Planning
Smeltzer dan Bare (2005) mengatakan bahwa discharge planning yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perawatan pasien dirumah diperlukan sebagai


bentuk rehabilitasi pasien yang membutuhkan waktu lama, sehingga keluarga
harus siap untuk melakukannya, atau meminta bantuan pada petugas
pelayanan kesehatan
2. Kegiatan terjadwal latihan ROM untuk mencegah
kekakuan sendi
3. Keluarga harus siap untuk menerima pasien yang
mudah lelah, sehingga sering mengalami peka rangsang dan kecewa pada hal-
hal kecil, dan menunjukkan kurang minat pada sesuatu
4. Modifikasi rumah diperlukan untuk membantu
dalam rehabilitasi pasien, misalnya menggunakan pancuran lebih baik dari
pada bak mandi bagi pasien hemiplegia
5. Sumber pendukung bisa dilakukan dnegan
berkumpul bersama komunitas strok untuk meningkatkan koping individu
dalam proses menjalani hidup
6. Mengajarkan keluarga terkait tanda gawat darurat
pasien stroke yaitu terkait komplikasi potensial yaitu tanda vital dan
oksigenasi.
7. Health Education mengenai pencegahan stroke
berulang, dan manajemen sumber penyebab terutama makanan
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute Treatment


of Intracerebal Hemorrhage. [serial online].
https://www.heart.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@fda/documents/d-
ownloadable/ucm_464340.pdf . [04 November 2017]

Canadian Stroke Network. 2011. Advanced in Stroke Treatment. Stroke Nursing


News

Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Handicap International. 2013. Modul Pelatihan Stroke Untuk Tenaga Fisioterapi


Di Puskesmas.

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Paula, Krisanty, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Trans
info Media.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorrain M. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Puspitawati, Ira. 2009. Psikologi Faal. Jakarta: Universitas Gunadarma.


Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suharyanto., Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada KLien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

You might also like