You are on page 1of 16

OLEH

KELOMPOK 1
ANGGOTA :

 ROCH IKATULJANNAH
 RAHMANI
 SARAH RIANI
 ANDI TARISSA RESKY AMANDA
 SAMSUL ALAM
 GIAN PURNAMA PUTRA

KELAS :XI.IIS 4

GURU BIDANG STUDI :ARHAIDA RAHMI S.PD


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami telah menyelesaikan sebuah makalah yang sederhana ini.


Makalah ini berjudul ”KEKERASAN”.

Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh teman-teman khususnya kelas XI


atau teman-teman yang telah membantu dalam penulisan makalah ini Sebagai
penyusun, kami akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan. Karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
penulisan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya untuk
kemajuan Teknologi Informasi di Indonesia.

Penulis kelompok 1

Tamalatea 20 Januari 2018


BAB I

KONFLIK DAN KEKERASAN

1. PENGERTIAN KONFLIK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai


percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya
tak berdaya.

Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.

Pengertian Konflik menurut Ahli :

 Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang


berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan.
 Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang
terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan
perilaku.

Faktor-faktor Penyebab Konflik

Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :

• perbedaan antarindividu,

• perbedaan kebudayaan ,

• perbedaan kepentingan dan

• perubahan sosial.

Perbedaan antarindividu

Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang


berkaitan dengan harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang tetapi teman anda ingin belajar
sambil bernyanyi, karena menurut teman anda itu sangat mundukung. Kemudian
timbul amarah dalam diri anda. Sehingga terjadi konflik.

Perbedaan Kebudayaan

Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua


masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik
oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.

Interaksi sosial antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang


berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.

Perbedaan Kepentingan

Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula.


erbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.

Perubahan Sosial

Perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat
mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya
konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu
dengan masyarakat.

Sebagai contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatny,
sedangkan kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka
akan timbulah konflik diantara mereka.

Bentuk-bentuk Konflik

Menurut Lewis A. Coser konflik dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Konflik realistis berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap


sistem atau tuntutan yang terdapat dalam hubungan sosial.
2. Konflik nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan
persaingan yang antagonis(berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-
pihak tertentu untuk meredakan ketegangan.
Dalam banyak definisi, ancaman dan kekerasan selalu dikaitkan dengan konflik,
kekerasan merupakan alat dari konflik untuk mencapai tujuan. Dapat juga
dikatakan bahwa kekerasan merupakan proses akhir dari konflik.

Namun, sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan. Menurut Prof. Dr.


Winardi, S. E.., konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara
orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi berkaitan dengan
perbedaan-perbedaan pendapat, keyakinan-keyakinan, ide-ide maupun
kepentingan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1988), konflik adalah
percekcokan, perselisihan, pertentangan, ketegangan diantara orang perorangan
atau kelompok . sedangkan kekerasan berarti perbuatan seseorang atau kelompok
yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain. Konflik seringkali berubah menjadi kekerasan
terutama apabila upaya-upaya yang berkaitan dengan pengelolaan konflik tidak
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pihak yang berkaitan. Demikian pula
bila upaya memperoleh keadilan di pengadilan tinggi ternyata gagal.

Dampak Sebuah Konflik

Dampak sebuah konflik memiliki 2 sisi yang berbeda yaitu dilihat dari segi positif
dan dari segi negatif.

Segi positif dari konflik adalah sebagai berikut:

1. Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau


masih belum tuntas di telaah.
2. Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nila-
nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan
kebutuhan individu atau kelompok.
3. Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
4. Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu
dan kelompok.
5. Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan
menciptakan norma baru.
6. Konflik dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan
antara kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
7. Konflik memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik
berada dalam kekuatan yang seimbang.
8. Segi negatif dari konflik :
9. Keretakan hubungan antarindividu dan persatuan kelompok.
10.Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
11.Berubahnya kepribadian para individu.
12.Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
BAB II

PENGERTIAN KEKERASAN

Kekerasan atau (bahasa Inggris: Violence pengucapan bahasa Inggris:


[/vaɪ(e)ləns/] berasal dari (bahasa Latin: violentus yang berasal dari kata vī atau vīs
berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik
dan privat Romawi[1] yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara
fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan
penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh
perorangan atau sekelompok orang[2][3][4] umumnya berkaitan dengan
kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa
semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan
kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.[1]

Akar Kekerasan: Kekayaan tanpa bekerja, Kesenangan tanpa hati nurani,


Pengetahuan tanpa karakter, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa
kemanusiaan, Ibadah tanpa pengorbanan, Politik tanpa prinsip.

Historisasi Teori Kekerasan

Pandangan kriminologi terhadap asal muasal kekerasan memang beragam. Di satu


sisi dapat dilihat secara individual, di sisi lain dapat pula dilihat dalam konteks
kolektif. Individu yang melakukan kekerasan, seperti penganiayaan dan
pembunuhan, dapat dilihat sebagai individu yang terprovokasi. Ada peran korban
dalam munculnya kekerasan. Sementara kekerasan secara kolektif lebih merupakan
larutnya individu dalam kerumunan, sehingga menjadi tidak lagi memiliki
kesadaran individual atau hilang rasionalitas. Kerusuhan sepak bola mungkin
contoh yang tepat untuk kekerasan yang satu ini. Selain juga “penghakiman
massa” terhadap maling. Bentuk kekerasan banyak ragamnya, meliputi kekerasan
fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, kekerasan
simbolik dan penelantaran. Kekerasan dapat dilakukan oleh perseorangan maupun
secara berkelompok, secara serampangan (dalam kondisi terdesak) atau teroganisir.
Perbedaan konflik sosial dan kekerasan yaitu sebagai berikut

Konflik Sosial Kekerasan


1. .Proses terjadinya konflik 1. Proses terjadinya terkadang tidak
diketahui oleh kedua belah pihak diketahui oleh pihak yang lemah
yang bertikai.
2. Cara penyelesaianya dapat 2. Cara penyelesainnya harus
dilakukan dengan akomondasi dilakukan melalui peradilan
dan peradilan.
3. .Bukan merupakan pelanggaran 3. Merupakan bentuk pelanggaran
hukum semata-mata hukum
4. Terjadi dalam waktu yang relatif 4. Terjadi dalam waktu yang relatif
panjang. singkat

Ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan, yaltu sebagai
berikut :

1. Teori Faktor Individual

Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku


kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku
kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan
jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya
dan faktor media massa.

2 Teori Faktor Kelompok

Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas


berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang
cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan
antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
3 Teori Dinamika Kelompok

Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi
dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang
terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan
seimbang oleh sistem sosial & masyarakatnya.

Tokoh teori Kekerasan

Johann Galtung, seorang kriminolog dari Norwegia dan seorang polemolog, adalah
teori yang bertalian dengan kekerasan yang paling menarik. Dalam pengulasan dan
penganalisaan lebih lanjut, sampailah pada kesimpulan bahwa teori kekerasan
struktural pada hakekatnya adalah teori kekerasan "sobural". Dengan "sobural" di
maksudkan suatu akronim dari (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor)
struktural (masyarakat).

Konteks Sosial Munculnya Teori Kekerasan

Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh


beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kekerasan yang disebabkan


oleh struktur sosial tertentu.
2. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat
merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini
tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi
pendorong terjadinya kekerasan.
3. Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran
tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu
peristiwa yang memicu kekerasan.
4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri
untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang
memungkinkan terjadinya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk
mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan.
Isi Dari Teori-teoi Kekrerasan

1. Pengertian Kekerasan

Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan,
kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip
Arif Rohman : 2005). Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat
merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-
lain. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum dinilai benar. Pada
dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak
sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak
orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang
melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilainilai dan norma-norma
masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban.

2. Macam-macam Teori Kekerasan

Tidak dipungkiri tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.


Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai
tujuan hidupnya. Tidak mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin
meningkat dalam berbagai macam dan bentuk.Oleh karena itu, para ahli sosial
berusaha mengklasifikasikan

bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:

a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi

kekerasan fisik, psikologis, dan struktural.

1. Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh
tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau
kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan nyawa seseorang.
Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani
atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan
normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3. Kekerasan struktural yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau
kelompok dengan menggunakan sistem, hukum,ekonomi, atau tata
kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, kekerasan ini sulit untuk
dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-
ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian,
keadilan, serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat
memengaruhi fisik dan jiwa seseorang.

Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural


karena hanya negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk
mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya,
terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di sekitarnya atau
hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo Brantas.
Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem

yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.

1. b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua


bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu
kepada satu atau lebih individu. Contoh pencurian, pemukulan,
penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak
individu atau massa. Contoh tawuran pelajar, bentrokan antardesa
konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.

Penerapan Teori Kekerasan dalam Kehidupan Masyarakat

Teori "kekerasan struktural" jika diimplementasikan secara empirik realistik, telah


diterapkan secara telanjang di zaman Soeharto (Orde Baru) melalui Angkatan
Bersenjata dan organisasi politik yang berkuasa berbaju kultur Jawa. Secara
singkat, Soeharto bisa dibanding dengan Ken Arok, hanya zaman dan teknologi
(bersenjata) yang berbeda.
Di samping itu konflik di Ambon dan Lease (Maluku Tengah), di Halmahera
(Maluku Utara), di Poso (Sulawesi Tengah), di Kalimantan Barat dan Tengah,
serta pembakaran Gereja-Gereja di Situbondo (Jawa Timur) dan di berbagai daerah
di Jawa, di Lampung, di Lombok, di Aceh, dan yang terakhir tindakan teroris di
Denpasar (Bali), adalah peristiwa-peristiwa yang tampaknya seperti tidak
berkaitan, tetapi sesungguhnya berasal dari sumber kekerasan struktural.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam


suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.

Kekerasan adalah tingkah laku agresif yang dipelajari secara langsung, yang sadar
atau tidak sadar telah hadir dalam pola relasi sosial seperti keluarga sebagai unit
paling kecil hingga kelomok-kelompok sosial yang lebih kompleks. Kekerasan
terjadi dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik ekonomi dan budaya.
Beberapa factor pemicu timbulnya kekerasan ada 3 yaitu :

1. Teori Faktor Individual

2. Teori Faktor Kelompok

3. Teori Dinamika Kelompok

Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa hal
yaitu sebagai berikut : Situasi sosial, Tekanan sosial, perasaan kebencian yang
meluas terhadap suatu sasaran tertentu, Mobilisasi untuk beraksi, dan Kontrol
sosial. Dalam konteks sosial munculnya teori kekerasan dapat terjadi oleh beberapa
hal yaitu sebagai berikut : adanya situasi sosial, tekanan social, perasaan kebencian
yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu, mobilisasi untuk beraksi, dan kontrol
sosial.

KRITIK DAN SARAN

Sebagai penyusun, saya akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan.
Karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan penulisan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya untuk
kemajuan Teknologi Informasi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

 Bersumber dari google


 Bersumber dari buku sosiologi,penerbit Agustaf Didit Maryos
 Rozi,Syafuan,dkk.2006.kekerasan dan konflik di Indonesia
Yogyakarta:Pustaka Pelajar

You might also like