You are on page 1of 99

FINDING FRAUD AND WHAT TO DO WITH IT

A FORENSIC ACCOUNTING PERSPECTIVE

PAPPER. I
FORENSIC ACCOUNTING AND INVESTIGATIVE AUDIT
(F AIA)

LECTURE :
DR. RITA ANUGRAH, SE, MAFIS, Ak, CA

PRESENTENTED BY :

GROUP. I

LEARDO ARLES
ANITA
AGUS DEFRI ANDO

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS RIAU
2015

1
BAB. I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakangan Masalah

Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang

pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

yang terjadi pada berbagai negara bisa berbeda, karena dalam hal ini praktik fraud

antara lain dipengaruhi kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Pada negara

- negara maju dengan kehidupan ekonomi yang stabil, praktik fraud cenderung

memiliki modus yang sedikit dilakukan. Adapun pada negara-negara berkembang

seperti Indonesia, praktik fraud cenderung memiliki modus banyak untuk

dilakukan. Fraud dapat terjadi pada sektor swasta maupun sektor publik. Pada

sektor swasta, banyak terdapat penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan

seseorang dalam menafsirkan catatan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya

kerugian yang besar bukan hanya bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan,

akan tetapi pada investor-investor yang menanamkan dananya pada perusahaan

tersebut. Seperti pada kasus BLBI, Bank Bali, dan Bank Century juga telah

mengurangi kepercayaan investor luar negeri. Dengan demikian untuk

mengembalikan kepercayaan para investor, praktik akuntansi yang sehat dan audit

yang berkualitas dibutuhkan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.

Fraud adalah sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum yang

dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan, baik pribadi maupun

kelompok dan sifatnya merugikan pihak lain bahkan merugikan keuangan perusahaan

/ negara. Biasanya dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar yang

2
tugas fungsionalnya menjalankan sistem pengendalian intern serta mengoperasikan

sistem operasi instansi atau perusahaan.

Kasus-kasus fraud atau biasa disebut dengan kecurangan dalam bidang

keuangan baik yang berasal dari Instansi Pemerintah (Dinas Pemerintahan Kota

ataupun Dinas Pemerintahan Provinsi) maupun Instansi Swasta (Bank dan

perusahaan-perusahaan swasta lainnya) selalu menjadi topik pembicaraan yang

hangat di setiap kalangan masyarakat. Secara tidak disadari hal ini muncul karena

sudah menjadi sebuah anggapan sebagai suatu kebiasaan yang lumrah dan wajar oleh

masyarakat umum. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan karena sebagai bagian

dari budaya ketimuran, misalnya budaya saling memberi yang semula berlandaskan

pada keikhlasan sebagai amal shaleh dan amal jariah semata-mata untuk mendapatkan

pahala diselewengkan menjadi budaya tahu sama tahu,yaitu kewajiban memberi bagi

setiap orang yang telah mendapatkan pelayanan jasa untuk kelancaran prosedur

administrasi ataupun kemudahan-kemudahan lainnya. Kasus fraud sering terjadi dan

bahkan terungkap dalam kenyataan sehari-hari di setiap tingkatan dan aspek

kehidupan masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu kasus-kasus fraud tersebut

tidak diproses berkelanjutan secara hukum, hal ini mengindikasikan bahwa lemahnya

sistem pengendalian internal maupun eksternal yang telah dirancang sedemikian rupa

oleh pemerintah untuk mencegah adanya fraud, serta masih sangat kurangnya

pemahaman masyarakat mengenai defenisi dan resiko tindakan fraud yang

sebenarnya (KPK, 2011).

Merujuk pada perspektif timbulnya akuntansi forensik di Indonesia mulai

hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada

bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam

dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin

3
parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank

mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang

dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan

ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia

menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan

understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik

pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi

tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan

adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank

swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP

tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.

Istilah akuntansi forensik kembali mencuat setelah keberhasilan

Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big

Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan

software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperti

diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC

meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengapa Fraud dapat terjadi ?

2. Mengapa terjadi Financial Crime (kejahatan keuangan ) menggunakan Fraud

Triangle

3. Bagaimana Dimensi Kejujuran (dimension of Honesty)

4. Bagaimana Fraud Ditemukan ?

4
BAB. II

FUNDAMENTAL OF FRAUD

2.1 Definisi Fraud

Fraud menurut SPA 240 (1) menjelaskan fraud atau kecurangan adalah

suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen

atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga,

yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan

secara tidak adil atau melanggar hukum. Definisi kecurangan (fraud) menurut

Black Law Dictionary dalam Prasetyo et al (2003) (2)adalah : “a knowing

misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another

to act to his or her detriment, is usual a tort, but in some cases (esp when the

conduct is willful) it may be a crime.” Yang diterjemahkan secara tidak resmi,

fraud adalah :

1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan

yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi

orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya,

biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus (khususnya

dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan.

2. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa

perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat

mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.

1.Institut
Akuntan Publik Indonesia. 2012. Standar Perikatan Audit 240. Tanggung Jawab Auditor terkait
Dengan Kecurangan Dalam Suatu Audit Atas Laporan Keuangan. Jakarta. http://www.iapi.or.id

2.Prasetyo, et al. 2003. Peak Indonesia Fraud Prevention and investigation, Jakarta 5
3. Suatu kerugian yang dapat timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau

penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau

penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain

untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya.

Menurut Albrecht, Albrecht, Albrecht, Zimbelman (2012) (3) didalam

bukunya Fraud Examination mendefinisikan fraud sebagai :

“Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human

ingenuity can devise. Which are resorted to by one individual, to get an advantage

over another false representations. No definite and invariable rule can be a laid

down as a general preposition in defining fraud, as it includes surprise trickery

cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries

defining it are those which limit human knaveri.”

The Association of Certified Fraud Examiners dalam Albrecht (2003),

memberikan definisi mengenai fraud, yaitu tindakan fraud yang mencakup semua

sarana dengan aneka trik yang dapat dirancang manusia untuk mendapatkan

keuntungan lebih dari yang lain dengan representasi yang palsu. Tidak ada aturan

yang pasti dalam mendefinisikan fraud, karena tindakan tersebut termasuk hal-hal

yang mengejutkan, mengandung penipuan dengan cara licik dan cara-cara tidak

adil. Batasan fraud dalam definisi Albrecht hanya pada tindakan ketidakjujuran

manusia.

3.Albrecht, Albrech, Albrech, Zimbelman. 2012. Fraud Examination. South-Western

6
Sedangkan definisi fraud menurut Federal Burean of Investigation yang

dikutip dari Silverstone, et al (2007:5) (4) adalah :

“White-collar crimes are caraterized by deceit, conselment, or violation of trust

and are not dependent upon the application or threat of phisical force or violence.

Such acts are comunited to individuals and organization to obtain money,

property, or service; to avoid to payment or loss of money or services; or the

secure a personal or business advantage.” Sedangkan menurut ACFE

(2007:23)fraud merupakan : “One or more intentional acts designed to deceive

other person and cause them financial loss.” Karyono (2013) (5) menjelaskan

bahwa fraud dapat berakibat berkurangnya aset organisasi dan dapat mengurangi

reputasi. Tindakan fraud dapat dikurangi dengan langkah – langkah pencegahan

atau penangkalan, pendeksian dan investigasi.

2.2 Klasifikasi Fraud (Fraud Tree)

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi

Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak

di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat

dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud

(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud

Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh

Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System).

4.Silverstone, Sheetz. 2007. Forensic Accounting and Fraud Investigation for Non-Experts. John Wiley &
Sons. New Jersey
(5)
Sukamto Eman,2007. Perbandingan Persepsi Antara Kelompok Auditor Internal, Akuntan Publik, Dan
Auditor Pemerintah Terhadap Penugasan Audit Kecurangan (Fraud Audit) Dan Profil Auditor
Kecurangan (Fraud Auditor). Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro
7
ACFE dalam Tuanakotta (2010) (6) membagi fraud (kecurangan) dalam

3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:

1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)

Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang

dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan

Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat

bersifat finansial atau kecurangan non finansial.

2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta

perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah

dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined

value).

3) Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama

dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis

yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan

hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik

sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering

kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati

keuntungan (simbiosismutualisme).

Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik

kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak

sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic

extortion).

6.Tuanokota, Theodorus M. 2010.Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif edisi 2. Salemba Empat :
Jakarta 8
9
Sumber : Singleton, Singleton, Bologna, Linquist. 2006 : 102
2.3 Motif dan Indikator Fraud

Identifikasi yang dilakukan Tampubolon (2005) dalam Sukanto (2007), dalam

kehidupan sehari-hari motif seseorang melakukan fraud adalah: (1) Serakah. (2)

Terikat perjudian, minuman keras, obat-obatan terlarang, wanita tuna susila atau

gaya hidup sejenis. (3) Masalah keluarga atau memiliki keluarga sakit dan

memerlukan biaya pengobatan tinggi. (4) Pola hidup yang melebihi penghasilan.

(5) Krisis keuangan. (6) Memiliki pasangan simpanan. (7) Sakit hati pada

perusahaan atau atasan dan ingin membalas. (8) Merasa kerja kerasnya tidak

dihargai. (9) Iri kepada atasan atau rekan kerja yang kemampuannya kurang tetapi

gaji lebih tinggi. (10) Bangga kalau bisa memecahkan sistem atau membobol

security system. Motif terakhir ini tidak semata-mata dorongan uang, tetapi lebih

pada motif kepuasan. Sedangkan indikator Fraud (Red Flags of Fraud) pada

perusahaan menurut Krell (2002), Bartkova (2005) dalam Sukanto (2007)

menjelaskan :

1. Lax Accounting, biasanya terjadi karena penerapan praktek akuntansi yang


agresif.
2. Failure to Anticipate Cash Needs, menurunnya likuiditas perusahaan, dan
sering menunda pembayaran kepada pihak lain.
3. Supply Chain Blindless, sistem manajemen yang menyangkut pembelian,
persediaan, produksi, dan pengiriman barang tidak teratur dan tidak
terencana.
4. Perils of Dirty Data, penggunaan data yang tidak bisa diandalkan bahkan
data palsu.
5. Draining the Talent Pool. Karyawan tidak loyal terhadap perusahaan karena
tuntutan pekerjaan tinggi, sedangkan penghargaan minim.

10
2.4 Faktor-Faktor Risiko Kecurangan (Fraud Risk Factors)

Statement on Auditing Standard No. 99 (sebelumnya SAS No. 82),

mewajibkan auditor secara khusus menentukan risiko salah saji yang disebabkan

oleh kecurangan pada setiap penugasan audit. Untuk kepentingan ini, auditor

perlu mempertimbangkan faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji,

baik yang berasal dari kecurangan pelaporan keuangan maupun salah saji karena

penyalahgunaan aktiva. Tabel. menyajikan jenis, pelaku dan korban fraud yang

dikelompokkan oleh ACFE.

Tabel. Jenis Kecurangan, Pelaku dan Korban

Jenis Kecurangan Korban PelakuPenjelasan


Pemberi kerja secara
Penggelapan uang
langsung atau tidak langsung
atau kecurangan Pegawai Pemberi Kerja
mengambil hak dari
pekerjaan
pekerjanya.
Pemegang saham, Manajemen tingkat atas
Kecurangan dan pihak lain yang memberikan penyajian yang
Top Manajemen
Manajemen bergantung pada salah, khususnya pada
laporan keuangan informasi keuangan
Individu menipu investor
Kecurangan
Investor Individu dengan investasi yang
Investasi
“curang”.
Kecurangan Penjual barang Mengenakan biaya yang
Pembeli barang atau
Penyediaan atau berlebih atas barang atau jasa
jasa
/ logistik jasa kepada pembeli.
Pelanggan menipu penjual
untuk memberikan sesuatu
Kecurangan Penjual barang atau yang semestinya tidak
Pelanggan
pelanggan Jasa mereka dapatkan atau
meminta harga yang lebih
kecil dari seharusnya.
Sumber: the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Prasetyo
(Peak Indonesia 2003)6

6.Prasetyo, et al. 2003. Peak Indonesia Fraud Prevention and investigation, Jakarta

11
2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertimbangan Akuntan Publik
Dalam Mendeteksi Kecurangan Manajemen

Menurut Taylor & Glazen dalam buku “Auditing Integrated and Procedures”

(1994:198-199) dalam Widigjaya (2010) terdapat tiga faktor yang menurut penelitian

KPMG Peat Marwick, dapat digunakan oleh akuntan publik untuk mendeteksi

kemungkinan adanya fraudulent financial reporting dalam pertimbangan audit, yaitu:

1. Kondisi

Tingkatan kondisi yang menunjukkan bahwa kecurangan manajemen yang

material bisa dilakukan.

1) Indikator utama

a. Keputusan manajemen didominasi oleh satu orang atau beberapa

orang saja yang bertindak bersama-sama

b. Entitas yang terlibat dalam pembelian, penjualan, atau kegiatan

merger dengan entitas lain

c. Entitas mempunyai control yang lemah

2) Indikator tambahan

a. Manajemen mempunyai turnover yang tinggi

b. Entitas merupakan klien baru yang belum pernah diaudit

c. Entitas memiliki pertumbuhan yang cepat dalam beberapa tahun

2. Motivasi

Sejauh mana orang atau orang-orang dalam posisi, wewenang, dan tanggung

jawab dalam entitas memiliki alasan atau motivasi untuk melakukan

kecurangan manajemen.

12
1). Indikator utama

a. Entitas industri yang menurun, dan pendapatan bersih juga ikut

turun

b. Entitas memiliki komitmen kontrak yang signifikan

2). Indikator tambahan

a. Kompensasi manajemen didasarkan pada kinerja yang dicatat

b. Entitas menghadapi kerugian yang signifikan dari tuntutan hukum

3. Sikap

Sejauh mana orang atau orang-orang dalam posisi, wewenang dan tanggung

jawab dalam entitas memiliki sikap atau nilai-nilai etis yang sedemikian rupa

sehingga mereka akan membiarkan diri (atau bahkan mencari) untuk

melakukan kecurangan manajemen.

1) Indikator utama

a. Auditor telah mendeteksi sebuah tingkat ketidakjujuran manajemen

b. Entitas menempatkan penekanan yang berlebihan pada rapat proyeksi

pendapatan

c. Entitas memiliki penyimpangan pada tahun sebelumnya

2) Indikator tambahan

a. Manajemen telah berselisih atau mempunyai perselisihan dengan

auditor

b. Perusahaan sering mengganti-ganti auditor

13
2.6 Tanggung jawab auditor terkait fraud berdasarkan Internasional
Standar on Auditing

Menurut Standar Perikatan Audit 240 (5) terbitan IAPI mengenai

tanggung jawab auditor mengenai kecurangan dalam suatu audit atas laporan

keuangan menyatakan :

“Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SPA bertanggung jawab untuk


memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan secara keseluruhan
bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan.
Karena keterbatasan bawaan suatu audit, maka selalu ada risiko yang tidak
terhindarkan bahwa beberapa salah saji material dalam laporan keuangan mungkin
tidak akan terdeteksi, walaupun audit telah direncanakan dan dilaksanakan dengan
baik berdasarkan SPA”

Hal ini memberikan makna auditor terkait tanggung jawab menemukan

fraud, auditor hanya bertanggung jawab atas keyakinan memadai bahwa laporan

keuangan keseluruhan bebas dari salah saji material baik yang disebabkan oleh

kecurangan maupun kekeliruan. Adapun keterbatasan lingkup audit disini, adanya

risiko bawaan yang tidak terhindarkan tidak terdeteksi sepenuhnya, walaupun

telah direncanakan dengan baik sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku.

Sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab audit.

14
BAB. III

PENYEBAB PERILAKU KRIMINAL

3.1 Penyebab perilaku kriminal dengan menggunakan pendekatan


Kriminologi dan viktimologi

Perilaku menyimpang merupakan akar dari suatu kejahatan. Dalam

perkembangannya, ada beberapa pendapat dari ahli kriminologi yang menyatakan

fraud tidak termasuk kedalam kejahatan / kriminologi. Tetapi merujuk kepada

pendapat kriminolog modern, mendefinisikan bahwa fraud merupakan bagian dari

kriminal dan penanganannya sama seperti kejahatan jenis lainnya bisa berupa

pidana atau sanksi lainnya.

Hanya sedikit teori yang menjelaskan mengenai keberadaan kriminologi

didalam fraud. Tuanokota (2010) dalam Akuntansi Forensi dan Audit Investigatif

hal.893 memberikan pencerahan mengenai pentingnya keberadaan ilmu

kriminologi dan viktimologi untuk mengungkapkan penyebab terjadinya fraud.

3.2 Kriminologi

Priantara (2013:54) Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari atau mencari sebab musabab kejahatan, sebab-sebab terjadinya

kejahatan akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejahatan untuk menjawab

mengapa seseorang melakukan kejahatan. Memahami dan menganalisa perilaku

manusia dan mengapa ada orang mematuhi hukum menjelaskan mengapa

beberapa orang terlibat fraud.

1.Priantara, Diaz. 2013. Fraud Auditing and Investigation. Mitra Wacana Media Hal. 54

15
3.2 Teori Kriminologi

Ada beberapa teori kriminolgi yang mencoba menjelaskan mengapa

seseorang melakukan kejahatan, Pemikiran teoritik kriminologi dapat dibagi

secara garis besar yaitu :

1) Mazhab Klasik

Dengan pelapornya Cesare Bonesana Beccaria (1738-1794) dan

Jeremy Bentham, dimodifikasi oleh Mashab Neo-Klasik melalui Code

Penal Prancis 1819. Kriminologi klasik dimendasarkan diri pada prinsip

filosofis utilitarianisme yang memiliki akar bahwa manusia adalah

rasional dan perhitungan sehingga melakukan segala sesuatunya untuk

menghasilkan kenikmatan dan cenderung menghindari segala sesuatu

yang menyakitinya. Beberapa komponen dari mazhab klasik adalah

manusia mempunyai kebebasan memilih perilaku (free will) untuk

melakukan perbuatan criminal atau non criminal, perilaku criminal akan

lebih atraktif bila keuntungan yang diperkirakan didapat lebih besar dari

pada kerugian. Menurut pandangan ini pemidanaan adalah cara untuk

menganggulangi kejahatan. Sehingga menurut paham rasional suatu

kejahatan dapat dikurangi/ditiadakan dengan hukuman atau sanksi yang

keras. Contoh hukuman mati, hukuman seumur hidup, hukuman gantung

dll. Sedang menurut paham utilitarianisme, dimana pelaku akan

menghitung untung ruginya bila melakukan fraud maka dibutuhkan

pedoman pengenaan sanksi oleh perusahan dimana denda uang harus

dibuat pada suatu tingkat/batas yang membuat orang takut melakukan

fraud

16
2) Mazhab Positive

Dengan peloporya adalah Cesare Lambroso (1835-1909) yang

merupakan seorang dokter, diangap sebagai awal pemikiran ilmiah

kriminologi tentang sebab musabab kejahatan. Lamborso mengusung

teori biologis. Menurut Lamborso, pelaku criminal dilahirkan, orang

yang memiliki ciri-ciri leluhurnya. Mazhab ini berkeyakinan bahwa

perilaku manusia disebabkan/ditentukan sebagian oleh factor-faktor atau

ciri biologisnya. Teori biologis berkembang saat ini melalui buku The

Bell Curve, Richard Hernstein dan Charles Murray meneliti genetika

pelaku kejahatan. Mereka berarguman kecerdasan yang rendah dan

criminal saling berhubungan dengan kecerdasan (IQ) adalah keturunan.

Namun Mazhab positif melihat sebagian besar kejahatan merupakan

pencerminan karakteristik dunia social kultural dimana manusia hidup.

Dalam teori ini bahwa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang bisa

disebabkan oleh pengaruh-pengaruh baik dari dalam maupun dari luar

sehingga para pelaku kejahatan tidak dapat hanya dipidana saja, akan

tetapi harus dilakukan dengan menyelesaikan penyebab (kausa) nya

terlebih dahuu. Jadi dalam teori ini kita harus bisa mencari mengapa

seseorang melakukan kejahatan.

3) Mazhab Kritikal

Menurut mazhab ini tidak penting apakah manusia bebeas memilih

perilakunya (mashab klasik) atau manusia terikat biologis (fisik) social

kultural. Menurut mereka perbuatan pidana/kejahatan yang terjadi

maupun karakeristik para pelakunya ditentukan terutama oleh bagaimana

17
hukum pidana itu dirumuskan dan dilaksanakan. Dalam mazhab ini yang

menentukan baik atau buruk adalah siapa yang berkuasa pada saaat itu.

Segala peraturan adalah orang yang berkuasa pada saat itu.

3.3 Viktimologi

Perkembangan kriminologi modern telah memperhatikan juga korban

kejahatan disamping fokusnya yang pertama adalah pelaku kejahatan. Ilmu yang

mempelajari korban suatu delik (korban Kejahatan) adalah viktimologi. Perhatian

penegak hukum (Polisi dan penuntun umum) di Indonesia juga mulai diarahkan

pada viktimologi, namun persepsinya masih keliru. Bagaimana sebagiknya

melihat masalah korban? Gagasan pertama untuk penyelenggaraan symposium

tentang korban datang setelah Kongres ke-6 Internasional Society of Criminologi

(Madrid 1970) dengan symposium pertama ini maka Viktimologi telah diberi

suatu pengakuan internasional sebagai suatu focus penelitian.

Viktimologi merupakan bidang spesialis dalam kriminologi. Viktimologi

memiliki hal parallel dengan kriminologi. Kriminolog bertanya mengapa orang

tertentu melanggar hukum dan orang lainnya tidak. Viktimolog bertanya mengapa

beberapa individu, rumah tangga dan organisasi menjadi korban sedangkan yang

lainnya tidak. Kriminolog melihat bahwa kadang-kadang banyak orang melanggar

hukum, kadang-kadang mematuhi hukum hanya sedikit orang menjadi penjahat.

Viktimolog menyadari bahwa setiap orang dapat kurang beruntung berada

ditempat dan waktu yang salah tetapi heran mengapa ada orang yang sering

menjadi korban. Kriminolog mengkaji bagaimana kondisi social, ekonomi dan

politik memicu tindakan criminal. Viktimolog mengkaji sifat orang orang, factor

18
social, dan budaya yang memaksa seseorang untuk mengambil risiko dan

membahayakan hidupnya. Kriminolog mengumpulkan dan mengananlisa

informasi tentang individu yang melakukan tindakan illegal, seperti umur dan

latar belakang. Viktimolog melhiat statistic tentang umur dan latar belakang social

orang-orang yang menjadi korban tindakan illegal. Kriminolog menerapkan

temuan mereka untuk membuat strategi pencegahan kejahatan, viktimolog

menggunakan pola dan trend untuk mengembangkan dan menguji taktik

mengurangi risiko.

Merujuk fenomena korupsi saat ini, ada beberapa kesulitan melekat mazhab

klasik. Pertama banyak pelaku/calon tidak pernah berhenti mengkalkualasi untung

rugi melanggar ketentuan sebelum melakukan fraud. Kedua, dampak sanksi bagi

setiap orang berbeda, ada yang merasa ngeri/takut dipenjara tetapi ada juga yang

tidak ngeri. Ketiga, sangat sulit mengetahui apakah sanksi yang berat akan

terwujud pada perilaku sebab kebanyakan pelaku hanya takut terdeteksi atau

tertangkap bukan takut sanksi. Kendala mazhab klasik ini sesuai dengan

fenomena saat ini dimana korupsi atau fraud tidak pernah hilang atau berkurang

malah semakin kompleks dan tetap signifikan.

3.4 Beberapa teori dari Kriminologi

1) Teori aktivitas rutin

Routine activities theory adalah variasi mazhab klasik yang mengacu

pada motivasi melakukan fraud dan pasokan pelaku yang konstan. Selalu

ada sejumlah tertentu orang yang termotivasi dengan kerekahan, hawa

19
nafsu, kekuatan lain yang mendorong melakukan fraud. Faktor penenu

terjadinya kejahatan yang merugikan adalah :

 Adanya/tersedia target potensial, orang atau organisasi, yang sesuai

(dapat dilakukan perbuatan fraud/kejahatan

 Ketiadaaan penjagaan atau pengawas yang andal seperti Audit Intern,

CCTV, Penjaga Keamanan dan lain-lain

 Adanya pelaku yang termotivasi seperti pelaku yang tidak bahagia,

pelaku yang mengalami masalah keuangan dan lain-lain

2) Teori Psikologikal

Psychological theory berakar dari psikologi yang didasarkan

pandangan bahwa perilaku kriminaal adalah produk proses mental

psikologis. Ide psikoanalitis dari Sigmund Freud focus pada pengembangan

pribadi dan motivasi bawah sadar sejak dini (anak-anak). Freud

mengidentifikasi3 bagian struktur kepribadian yaitu : the Id (dorongan untuk

seks, makan, dan kebutuhan lain guna mempertahankan hidup) the superego

(kesadaran hati yang berkembang ketika nilai yang dipelajri masuk kedalam

perilaku) dan the ego (“saya” atau hasil interaksi antara apa yang dimaui

orang lain dengan kesadaran hati yang dimilikinya untuk memenuhi

kemauan orang lain). Teori kognitif menekankan ketidakcukupan

pengembangan moral intelektual sebagai akar perbuatan criminal. Teori

integrative dari James Q. Wilson dan Richard J Hernstein dalam bukunya

Crime dan Human Nature yang memadukan teori pilihan, teori biologis dan

teori psikologikal mengatakan perbuatan criminal adalah pilihan

(rasionalitas) yang dipengaruhi unsur biologis dan psikologikal. Kedua

20
peneliti juga mengeksplorasi adanya factor social seperti sekolah, keluarga

dan keanggotaan gankster. Teori psikologikal yang lain adalah teori

pengkondisian (consitioning theory) dari H.J Eysenck. Ia berargumen

kegagalan seseorang memasukkan catatatn yang memuaskan dari

masyarakat mempersentasikan penjelasan utama mengenai perilaku criminal

yang berikutnya. Menurutnya orang yang ekstrovert lebih sulit untuk

dikondisikan (dilatih) dari pada introvert sehingga yang ekstrovert lebih

banyak masalah dari pada yang introvert.

3) Teori Struktural Sosial

Teori ini konsentrasi pada macam-macam kehidupan masyarakat

yang menghasikan kriminaltias tertentu. Mengapa criminal rendah di Jepang

tetapi sangat tinggi di Amerika Serikat? Mengapa tingkat pembunuhan di

Amerika Latin tinggi sementara di Inggris relative rendah? Menurut teori

social structure kekuatan masyarakat berpenghasilan rendah menekan

mereka ke dalam perilaku criminal. Teori ketegangan (strain theory), bagian

dari teori struktur social memandang perbuatan criminal sebagai hasil

langsung dari frustasi dan kemarahan orang yang mengalami

ketidakmampuan mencapai hasrat keberhasilan social dan finansial. Teori

Anomie yang dibuat oleh Robert Merton yang merupakan strain theory yang

terbaik menyaakan kesenjangan antara orang yang didoktrinasi mengenai

hasrat dan cara memenuhi hasrtanya merupakan titik pojok untuk

menjelaskan megapa perbuatan krimina. Bagi Merton, anomie di Amerika

Serikat dicirikan dengan kekuatan yang berlebihan untuk memperoleh

21
benda dan status social dan fakta di masyarakat adalah pentingnya status

social diukur dengan uang.

4) Teori Proses Sosial

Tidak semua sosiologisnpercaya teori struktur social sendirian

mengendalikan arah dari nilai (value) seseorang, sikap dan perilaku. Sebab

banyak orang yang tinggal bahkan didaerah yang paling kumuh tetap patuh.

Menurut teori social process, kriminalitas adalah fungsi sosialisasi individu

dan interasi social psikologikal seseorang denga berbagai organisasi,

lembaga dan masyarakat. Teori pembelajaran social (social learning)

menyatakan bahwa perilaku kriminal adalah fungsi dari orang yang

menyerap informasi., pandangan, dan motivasi dari orang lain. Terutama

dari orang dekatya seperti anggota kelompoknya. Menurut teori ini seluruh

orang memiliki potensi melakukan fraud bila merepa menghadapi kondisi

tertentu, orang yang tumbuh dan hidup dilingkungan dimana aktivitas

criminal adalah tidak pantas maka akan menghindari fraud, orang yang

memiliki sikap bahwa perbuatan criminal menguntungkan maka akan

melakukannya. Teori asosiasi differensial dari Edwin H. Sutherland menjadi

teori terbaik yang menjelaskan kriinalitas. Sutherland tertrik melihat fraud

yang dilakukan oleh eliter perusahan public dan pemegang saham. Asumsi

bahwa pelaku mungkin memiliki gagasan intelektual dan emosi yang

paologis nampaknya tidak masuk akal dan sama-sama tidak masuk akal

juga kriminalitas yang dilakukan pengusaha dan orang yang berpenghasilan

rendah.

22
Teori asosiasi differensial mulai dengan mengeaskan bahwa perilaku

kriminal dipelajari. Kedua perilaku criminal dipelajari saat berinteraksi

dengan orang lain atau proses komunikasi. Jika seseorang memperoleh

kebiasaan criminal atau kecendrungan untuk terbuka pada situasi, keadaan

dan interaksi yang bernilai criminal maka orang akan mudah memahami

(menerima) proses komunikasi criminal tersebut terjalin. Ketiga, perilaku

criminal didapat melaui partisipasi didalam kelompok personal yang intima

tau ada sosialisasi pengalaman individual didalam kelompok. Keempat

proses pembelajaran criminal tidak hanya teknik melakukan perbuatan

criminal tetapi juga pembentukan motif rasionalisasi dan sikap. Kelima,

Sutherland mempersempit fokusnya dengan mengindikasimacam-macam

tekananan yang menjalankan proses pembelajaran kea rah perbuatan tidak

legal. Keenam, ia membuat prinsip asosiasi differensial yaitu orang menjadi

criminal karena kelebihan defenisi yang menguntungkan apabila melanggar

hukum dari pada defenisi yang tidak menguntungkan. Ketujuh asosiasi

differensial akan berbeda-beda dalam frekeuensi, durasi, prioritas, dan

intensitas, namun Sutherland pada sifat pembelajaran yang utamanya adalah

pernyataan didaktik dari ilmu pengetahuan perilaku. Terakhir, Sutherland

menekankan bahwa pembelajaran berbeda dengan meniru, oleh karenanya

orang baik yang criminal atau tidak dimotivasi oleh banyak kesamaan

kebutuhan dan nilai. Mereka menjadi kriminal atau tidak dimotivasi oleh

banyak kesamaan kebutuhan dan nilai. Mereka menjadi kriminal ata tidak

karena masing-masing orang memiliki respon yang unik terhadap prestise

23
(gengsi), kebahagiaan, sukses, kekuasaan, kekayaan dan berbagai aspirasi

dan manusiawi

Teori lain adalah teori kontrol social. Teori ini memiliki sejumlah

proosisi yang dapat diuji. Ravis Hirschi (1969) dalam bukunya “Cause of

Delinqueny” menyebutkan proposisi tersebut berbentuk if-them: jika suatu

kondisi ada kemudian sesuatu mengikuti. Teori ini bersandar pada tesis

bahwa orang yang gagal menjadi bagian dari lembaga control di masyarakat

maka kesempatana untuk melanggar hukum akan meningkat. Jika ada suatu

kondisi dimana seseorang percaya bahwa orang lain yang memiliki opini

yang penting terhadap dirinya akan menjadi kesal atau malu terhadap

dirinya maka ia akan menaham diri dari perbuatan yang akan terkena sanksi.

Teori penguatan differensial (differential reinforcement) dari Ronald

Akers (1977) dalam bukunya Deviant Behavior : “a Social Learning

Approach” orag yang mempelajari perilaku social melaui operant

conditioning, yaitu perilaku yang dikendalikan oleh stimulus yang

mengikuti perilaku. Perilaku akan diperkuat bila pemghargan/imbalan

positif diterima atau pengenaan sanksi dihindari (penguatan negative).

Perilaku diperlemah bila imbalan atau penghargaan positif tidak diterima

(sanksi negative) atau stimulus negative (sanksi). Apakah perilaku

menyimpang atau criminal dmulai atau dirasakan ada tergantung pada

tingkatan perilaku tersebut dihargai atau dikenai sanksi dan seperti apa

penghargan atau sanksi yang menyertai pilihan alternative.

3.5 Mengapa orang baik melakukan perbuatan buruk

24
Kajian menarik lain tentang penyebab fraud dengan prespektif perbuatan

tidak etis dilakukan oleh Muel Kaptein dari ottedam Management School tentang

“Why Good People Sometimes Do Bad Things? 52 Reflection on Ethics at Work.

Bagian ini tidak menjelaskan semua aspek namun hanya 27 alasan psikologis

sebagai berikut :

1) Tunnel Vision

Membuat dan mencapai suatu sasaran dan target bisnis/kerja adalah

penting tetapi focus pda target tersebut secara gelap mata atau hanya

berorientasi pada target tersebut semata dapat menyebabkan orang

melakukan hal yang tidak etis. Ketika enron mnawarkan bonus ata

tanciem besar kepada pegawai atau manajemen untuk membawa

penjualan yang besar, mereka menjadi sangat focus pada sasaran

tersebut dan mereka lupa moral dan apakah Enron sebenarnya untung.

Akhirnya kita tahu akhir kesudahan Enron

2) The power of names (kekuatan nama)

Ketika suap diaggap sebagai hal yang lumrah untuk melancarkan

usaha “greasing he wheels) atau skandal (fraud) akuntansi dianggap

sebagai teknik keuangan “financial engineering”, maka perbuatan tidak

etis itu kurang nampakh sebagai keburukan. Penggunaan eufemisme

atau penguburan istilah untuk praktek bisnis yang mestinya tidak wajar

dapat membebaskan pelakunya dari ikatan moral sehingga perbuatan itu

dianggap menjadi lebih diterima atau hal lumrah.

3) Social bond Theory (teori ikatan sosial)

25
Diorganisasi besar, para pegawai dapat merasa seperti angka atau

roda penggerak mesin, bukan sebagai manusia, sehinga mereka merasa

lelah (fatigue) atau bosan Ketika orang merasa lepas dari sasaran utuh

dan kepemimpinan tempat kerjanya, mereka cenderung melakukan

fraud, emcuri atau merugikan perusahaan minimal melalui kecerobohan

dan kelalaian

4) The Galate effect

Citra diri seseorang menentuka perilakunya. Orang yang memiliki

sensiif yang kuat terhadap dirinya kurang cenderung melakukan hal

yang tidak etis. Pegawai yang melihat dirinya ditentukan oleh

lingkunga atau memiiki pilihan-pilihan lebih cenderung untuk

membengkokkan ketentuan

5) Time pressure (tekanan waku)

Pada suatu studi, sekelompok mahasiswa teologi bergegas bejalan

ke suatu gedung, sepanjang perjalanan, mereka bertemu seorang proa

yang menghadapi kesulitan yang nyata. Bila waktu mereka lapang,

semua mahasiswa akan menolong. Tetapi bila mereka merasa akan

menjadi terlambat jika menolong pria itu, maka hanya 63% yang

menolong. Jika mereka didorong untuk bekerja (maksudnya berjalan

sampai ke tujuan) secepat mungkin 90% mahasiswa mengabaikan pria

itu.

6) Acceptance of small theft (pencurian kecil yang diterima)

Ada banyak godaan kecil disetiap tempat kerja seperti alat tulis

kantor, gula pasir, atau tisu toilet yang dapat dibawa pulang kerumah

26
pegawia. Pencurian kecil-kecilan itu selalu diabaikan. Deikian pula

pencurian yang agak lebih besar seperti penggunaan biaya kantor yang

berlebih/dilebihkan atau menerima hadiah secara tidak sah (yang

dilarang oleh ketentuan)

7) Self-serving bias

Beberapa orang percaya mereka adalah rata-rata; kebanyakan

menganggap mereka alah cerdas (smart) dan lebih etis dari pada yang

lain sehingga membawa pada perasaan diperlukan tidak adil. Jika orang

lain mendapat promosi maka hal itu akan mebawa penurunan kinerja

dan kapasitasnya. Perasaan ini dan etimasi yang belebihan atau suatu

bias akan membawa ke perilaku tidak etis.

8) Conspicous consumption (konsumsi yang mencolok)

Harta kekayaan yang ekstrim dan lingkungan yang merefleksikan

harta kekayaan sebagai status akan membawa pada perbuatan tidak etis.

Kehadiran uang semata membuat orang menjadi egois dan hanya focus

pada keberhasilan dan kebutuhan dirinya saja diatas faktor atau orang

lain.

9) The Pygmalion effect

Cara orang dipandang (dinilai) diperlaukan berpengaruh pada cara

mereka bertindak. Bila pegawai dicurigai dan diperlakukan sebagai

pencuri secara terus menerus mereka cenderung akan melakukan

pencurian.

10) Environmental influence (pengaruh lingkungan)

27
Pegawai merupakan refleksi dari lingkungan kerjanya. Jika korupsi

besar atau kecil adalah melekat ditempat kerjanya maka mereka

menjadi buta keberadaan korupsi itu. Semakin tidak transparan dan

banyak korupsi maka semakin besar insentif untuk menerima atau

memberikan suap.

11) Reactance theory

Hukum didisain untuk mencegah perilaku tidak etis tetapi meereka

dilihat sebagai ketidakadilan atau berlebihan sehingga membangkitkan

reaksi kebalikan. Ini disebut sebagai teori reactance. Orang menilai

hokum sebagai ancaman kepada kebebasannya akan memanifestasikan

penolakannya dengan mencomoohkan hukum.

12) Obiedient to authority (kepatuhan pada kewenangan)

Kepatuhan pada pemilik kewenangan berurat akar budaya dan

ditempat kerja. Jika seseorang yang memiliki kewenangan meminta

pegawai melakukan perbuatan tidak etis (tidak legal)maka pegawai

merasa sulit untuk menolaknya. Oleh karena itu mudah membuat

pembenaran atas perilaku tidak etis karena orang melihat dirinya

sebagai instrument dari kemauan atau perintah orang lain sehingga ia

menjadi kurang bertanggung jawab atas perbuatannya

13) The blinding effect of power (dampak membutakan dari


kekuasaan)

Orang yang memiliki kekuasaaan Nampak lebih korup karena

mereka diliput oleh pemberitaan. Akan tetapi suatu studi terkini

menemukan bahwa ketika orang diberikan kekuasaan maka ia membuat

peraturan etika yang lebih tinggi/berat untuk orang lain dari pada untuk

28
dirinya. Ia memandang dirinya lebih bermoral dan menjadi subjek atas

peraturan yang sama.

14) Broken window theory (teori jendela yang dirusak)

Mantan Walikota New York mempopulerkan istilah “broken

window theory” ketika ia memimpin upaya pemberihan menuju tingkat

kriminalitas yang lebih rendah. Idenya adalah menguraikan kriminalitas

menjadi yang lebih kecil dan membersihkan kota untuk membentuk

beberapa pembatasan dan menghambat kriminalitas yang lebih besar.

Ketika orang melihat kekacauan atau ketidakteraturan mereka

mengasumsikan benar-benar tidak ada otoritas yang nyata. Dalam

lingkungan yang demikian, batasan mereka untuk melampaui batasan

legal dan moral menjadi lebih rendah atau mereka tidak takut untuk

melanggar aturan.

15) The free-rider problem (masalah penumpang gratis)

Jika tidak ada orang lain yang mencuri alat tulis, perusahan tidak

akan mengetahui jika saya mencurinya. Jika tidak ada orang lain di area

tercemar, mereka tidak tahu sejumlah limbah mengalir ke are iu.

Perilaku etis dan postif kadangkala melahirkan rekasi berlawanan. Jika

total kerusakan terbatas, maka orang merasa tidak bersalah atau

mengambil lebih banyak kebebasan (untuk melanggar)

16) The foot in the door (kaki dipintu)

Ketika seorang tokoh berwenang meminta seseorang menyerempet

aturan, orang itu ingin tapak seperti tim. Orang itu mulai berpikir bahwa

dirinya adalah loyalis yang taat, yaitu orang lain akan mendapatkan

29
segala sesuatu berjalan karenanya. Pada kerangka pikiran ini, mereka

mungkin bersedia melakukan lagi sesuatu yang tidak etis.

17) Winner take-all competition (pemenang mengamil semua


kompetisi)
Situasi dimana terdapat orang yang jelas menjadi pemenang dan

yang kalah maka orang akan cenderung untuk mengelabui. Mereka

secara sadar ingin mencegah kerugin karena kehilangan reputasi dan

finansial. Bahkan orang cenderung untuk mengelabui bukan

karenatertinggal jauh dan finansial. Bahkan orang cenderung untuk

mengelabui bukan karena tertinggal jauh melainkan karena selisih

sedikit dari sasarannya

18) Cognitive dissonance and rationalization (ketidaksesuaian kognitif


dan rasionalisasi)
Ketika perbuatan seseorang berbeda dari moralitasnya mereka

mulai membuat rasionalisasi (alasan) ntuk melindungi dirinya dari

akibat yang menyakitkan dan dari tuduhan. Makin besar

ketidaksesuaian, makin besar rasionalisasinya

19) Problematic punishment (problematika pengenaan hukuman)

Mengenakan denda atau hukuman ekonomis yang lain terhadap

perilaku yang tudak bermoral dapat berdampak yang tidak diinginkan

atau malah kontraproduktif. Ketika sesuatu perbuatan dimasukkan ke

dalam terminologi ini, maka akan kehilangan konotasi moral dan

perhitungan menjadi berbeda seluruhnya. Artinya, dari pada

memasalahkan apakah suatu perbuatan adalah benar atau salah, malah

orang akan menjadi menghitung ekonomis apabila tertangkap terhadap

denda yang harus dibayar

30
20) Lack of sleep and hypoglycaemia (kurang tidur dan hipoglisemia)

Imbalan atas perbuatan tidak etsi adalah sesuatu yang

diperjuangkan setiap hari. Sederhananya, orang yang lapar atau lelah

akan mudah hilang kendali. Ketika seseorang melakukan penggelapan

tetapi membuat tidak akan membuat seseorang melakukan penggelapan

tetapi membuat oran itu lebih banyak memperoleh momen-momen

yang lemah untuk berbuat tidak benar.

21) Escalating commitment (mengekalasikan komitmen)

Pencuri besar biasanya mulai dari yang kecil. Salah satu sebab

kegagalan aksi pencurian adalah jika merasa tidak ada jalan melarikan

diri. Ini dapat dilihat pada bajingan pedangang pasar uang, saham,

fuure, derivative dan komoditas seperti Jerome Kerviel dan Kweku

Adoboli. Mereka telah mendapat bonus karena mengambil resiko

perdagangan yang besar tetapi ketika risiko itu (risiko kehilangan

bonus) dianggap menjadi kerugian besar mereka bahkan mengambil

resiko lebih besar untuk mencoba dan berbuat menyimpang agar tidak

kehilangan bonus.

22) The induction mechanism (mekanisme induksi)

orang membandingkan perilakunya saat ini dengan perilaku yang

lalu. Cara lain orang terjatuh ke perilaku tidak etis adalah karena

berhenti melihat perilaku yang sudah dilakukannya adalah buruk.

Ketika perilaku tidak etis menjadi rutin, perilaku yang sangat tidak etis

yang tidak terpikir untuk masuk kedalam realitas bisa saja akan terjadi

31
23) Market and shareholder pressure (tekanan pemegang saham dan
pasar)
Mantan CEO dan Chairman Citigroup Charles Prince pernah

berkata sepanjang music sedang mengalun anda harus berdiri dan

berdansa, “As long as the music is playing, you’ve got to get up and

dance” Ia merujuk pada pasar di tahun 2007 yang banyak terdapat

skema leveraged buyout. Sebelum Amerika Serikat kolaps ada tekanan

yang disegaja kepada manajer untuk terus menghasilkan laba yang

besar dan beresiko terlepas dari buki adanya penggelembungan pasar

24) The compensation effect (dampak dari kompenasi)

Kadang kala orang yang memiliki moralitas dan keerusterangan

dalam segala urusan pada kurun waktu yang lama merasa telah

membangun citra berperilaku etis “ethical credit”, yang akan digunakan

untuk menjustifikasikan perbutan tidak etisnya dikemudian hari.

Eksperimen oleh Nina Mazar dan Chen-Bo Zhou menemuakan bahwa

orang yang hanya membeli produk yang berkelanjutan cenderung

setelah itu akan berbohoong dan mencuri dari pada yang membeli versi

standar

25) Negative consequence of transparency (konsekuensi negative dari


transparansi)
Transparansi biasanya untuk mengurangi perilaku tidak etis karena

meningkatkan peluang tertangkap atau ketahuan. Namun eksperimen

yang menguji publikasi benturan kepentingan (conflict of interest)

menunjukkan dampak berlawanan, yaitu dari sesuatu yang disebut

pelisiensi moral “moral licensing”. Jika conflict of interest

dipublikasikan maka perbuatan etis Nampak menjadi tidak masalah

32
karena sudah disetujui bahwa “semua sudah benar”. Hal itu akan

membawa oran untuk memperturutkan biasnya

26) Bad communication (komunikasi yang buruk)

Isu korupsi dan moralitas sering diperlakukan sebagai hitam dan

ptih. Pelaku diberi hukuman tetapi masalah yang belum jelas dan tegas

diatur (gray area) didiamkan dan tidak dibahas sehingga membawa

anggapan bahwa dari pada memberikan ide-ide batasan perbuatan tidak

etis, lebih baik mencoba mengujia batasan itu

27) The pressure to comform (tekanan untuk menurut/sesuai)

Tak ada orang suka menjadi pembuat susah. Agar cocok dalam

suatu kelompok, orang akan melakukan segala sesuatu yang disukai

kelompok bukan sebaliknya tidak patuh sehingga membawa mereka

untuk mengabaikan kedamaian atau persatuan tetapi berjalan bersama

keputusan-keputusan kontroversial.

Adalah hal yang menarik dan penting untuk diperhatikan oleh praktisi

proesional anti fraud untuk hasil kajian Muel Kaptein karena tersebut adalah

siatuasi terkini dan walaupun dalam perspektif etika., perbuatan tidak etis

dan dilemma etika namun hasil kajian itu daoa dipakai untuk menilai

stimulus pendorong dan motif melakukan fraud.

33
BAB. IV

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA FRAUD


PENDEKATAN FRAUD TRIANGLE
(A clasiccal Theory and devepoment Comparative Theory)

4.1 Faktor-Faktor Terjadinya Kecurangan (fraud)

4.1.1 Teori Segitiga Fraud/ Triangle fraud (Klasik)

Dari penelitian fraud klasik yang dilakukan oleh Donald Cressey di tahun

1953 memberikan informasi yang paling berharga pertanyaan mengapa

berkomitmen terhadap kecurangan. Hasil dari penelitian ini adalah paling sering

dan penting, disajikan dalam apa yang dikenal sebagai Segitiga Fraud. Cressey

memutuskan untuk mewawancarai fraudster yang didakwa melakukan fraud.

Cressey mewawancarai sekitar 200 pelaku fraud di penjara. Salah satu kesimpulan

utama dari usahanya adalah bahwa setiap penipuan memiliki tiga kesamaan: (1)

tekanan (kadang-kadang disebut sebagai motivasi, dan biasanya "unshareable

kebutuhan"); (2) rasionalisasi (etika pribadi); dan (3) pengetahuan dan

kesempatan untuk melakukan kejahatan. Ketiga poin sudut-sudut segitiga fraud

(lihat Exhibit 1.1).

Gambar. 3.1 Fraud Triangle

Pressure

34
Opportunities Rasionalization
Sumber : Singleton, Singleton, Bologna, Linquist. 2006. Fraud Auditing and
Forensic Accounting. John Wiley and Son

Priantara (2013:44) konsep fraud triangle saat ini digunakan secara luas

dalam praktik Akuntan Publik Standar SAS No. 99 Consideration of Fraud in a

Financil Statement Audit.

Tekanan adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan

kecurangan. Pada umumnya yang mendorong terjadinya kecurangan adalah

kebutuhan finansial tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

Tekanan situasional berpotensi muncul karena adanya kewajiban keuangan yang

melebihi batas kemampuan yang harus diselesaikan manajemen. Adapun tekanan

terdiri dari :

a. Tekanan Finansial (Financial Pressures)

Hampir 95% Fraud dilakukan karean adanya tekanan dari segi

finansial.Tekanan finansial yang sering diselesaikan dengan mencuri

(Fraud)dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Keserakahan (greedy)

b. Standar hidup yang terlalu tinggi (living beyond one’s means)

c. Banyaknya tagihan dan utang (high bills or personal debt)

d. Kredit yang hampir jatuh tempo (poor credit)

e. Kebutuhan hidup yang tidak terduga (unexpected financial needs.

b. Tekanan akan Kebiasaan Buruk (Vices Pressures)

35
Vices Pressures disebabkan oleh dorongan untuk memenuhi kebiasaan yang

buruk, misalnya berhubungan dengan: judi, obat-obat terlarang, alkohol, dan

barang-barang mahal yang sifatnya negatif. Sebagai contoh, seseorang yang suka

berjudi akan terdorong untuk melakukan apapun untuk memperoleh uang sebagai

taruhan (gambling).

c. Tekanan yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-Related Pressures)

Tidak adanya kepuasan kerja yang diperoleh karyawan, misalnya: kurangnya

perhatian dari manajemen, adanya ketidakadilan, dan sebagainya, dapat membuat

karyawan harus melakukan Fraud untuk memperoleh “imbalan” atas kerja

kerasnya.Kesempatan adalah peluang yang memungkinkan kecurangan terjadi.

Biasanya disebabkan karena pengendalian internal suatu organisasi yang

lemah, kurangnya pengawasan, atau penyalahgunaan wewenang (Gagola, 2011)

dalam Ratmono dkk (2014). Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam

terjadinya kecurangan karena pelaku mencari pembenaran atas tindakannya.

Pembenaran ini bisa terjadi saat pelaku ingin membahagiakan keluarga

dan orang-orang yang dicintainya, pelaku merasa berhak mendapatkan sesuatu

yang lebih (posisi, gaji, promosi) karena telah lama mengabdi pada perusahaan,

atau pelaku mengambil sebagian keuntungan karena perusahaan telah

menghasilkan keuntungan yang besar. Ratmono dkk (2014) mengemukakan

bahwa mereka yang terlibat dalam tindak kecurangan didorong oleh interaksi

antara kekuatan dalam kepribadian individu dengan lingkungan eksternal. Dalam

hal ini risiko terjadinya kecurangan cenderung akan semakin besar apabila

36
seseorang berada dalam tekanan situasional, ada kesempatan, dan yang

bersangkutan memiliki integritas yang rendah.

Gambar. 3.2 Interaksi Faktor Penyebab terjadinya kecurangan

Sumber : Hall (2001) dalam Ratmono dkk (2014).

Salah satu teori yang melandasi penelitian ini adalah teori agensi (agency

theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Ratmono (2014) menyatakan bahwa

teori agensi dapat menjelaskan hubungan yang terjadi antara pemilik dan

pemegang saham (principal) dengan manajemen (agent). Dalam sebuah

perusahaan, manajer berperan sebagai agent yang secara moral bertanggung

jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi

lain manajer juga memiliki kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka.

Perbedaan kepentingan yang terjadi pada diri manajer inilah yang memicu adanya

agency problem sehingga pelanggaran seperti memanipulasi laporan keuangan

dapat terjadi.

37
4.1.2 Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan penyajian secara salah
laporan keuangan dalam nilai material atau signifikan (fraudulent
financial reporting)

1.1. Insentif atau Tekanan (Pressures)

A. Stabilitaskeuangan atau keuntungan (profitinility) terancam oleh

situasi dan kondisi ekonomi, industri, politik dan lain-lain termasuk

terancam oleh situasi dan kondisi bisnis entitas yang bersangkutan

seperti atau yang diindikasikan.

 Tingkat kompetisi usaha yang sengit atau pasar berada pada titik
jenuh (market saturation) yang diikuti oleh penurunan marjin
keuntungan
 Kerawanan yang tinggi terhadap perubahan yang sangat cepat
misalnya perubahan teknologi, keusangan produk, suku bunga dan
kurs vaua asing
 Penurunan yang signifikan pada permintaan pasar (customer
demand) dan kenakan tingkat kegagalan bisnis di lingkup ndustri
atau perekonomian
 Kerugian operasi yang dapa mengancam kebangkrutan, penutupan
usaha, atau pengambialihan secara kasar (hostile takeover) dalam
waktu dekat.
 Arus kas negative yang berulang-ulang dari operasi dan
ketidakmampuan menghasilkan arus kas dari operasi sementara
entitas melaporkan keuntngan aau pertumbuhan laba
 Pertumbuhan usaha yang sangat cepat atau tingat keuntungan
(profitability) yang tidak biasa, khususnya dibandingkan denga
perusahaan lain dalam industri yang sama
 Persyaratan ekuntansi, peraturan, regulas, atau kewajiban baru.

B. Tekanan yang berlebihan terhadap manajemen untuk memenuhi

persyaratan dan harapan piha ketiga dalam rangka :

 Ekspektasi tingkat kecendrungan (trend level) atau keuntungan


(profitability) dan analis investasi, investor lembaga atau institusi,
kreditur besar, atau pihak luar lainnya (terutama ekpektiasi yang
tidak realistis atau terlalu agresif), ermasuk ekspektasi yang dibuat
oleh manajmeen didalam, misalnya siaran pers atau pesan-pesan
didalam laporan tahunan yang sangat optimistis
 Kebutuhan mendapatkan tambahan pembiayan dari utang atau
ekuitas (modal) untuk membiayai pengeluaran modal (capital
expenditures, riset dan pengembangan supaya entitas tetap apat
mempertahankan keunggulannya

38
 Kemampuan yang marjinal untuk memenuhi persyaratan supaya
etap tercatat dalam papan bursa saham (exchange listing
requirements) atau kemampuan membayar kembali utang atau
persyaratan perjanjian lainnya.
 Dampak buruk yang nyaa atau dirasakan akibat dari pelaporan hasil
keuangan yang jelek dari ranskasi yang signifikan yang belum
selesai (pending) seperti penggabungan usaha atau reaisasi kontrak.

C. Informasi yang tersedia menunjukkan bahwa situasi financial pribadi

Dewan Pengarah (Board of Director) atau manajemen terancam oleh

kinerja keuangan entitas yan dikelolanya yang berasal dari :

 Kepentingan yang signifikan atas keuangan entitas


 Porsi yang signifikan atas kompensiasi yang akan didapat
(misalnya, bonus, opsi saham atau stock option, dan perjanjian laba
atau earn-out arrangements) yang menjadi tergantung atau kontijen
terhadap pencapaian target yang agresi terhadap harga saham, hasil
operasi, posisi keuangan atau arus kas
 Jaminan pribadi (personal guarantee) atas utang-utang entitas

D. Ada tekanan ayng berlebihan kepada manajemen atau pegawai

operasional untuk memenuhi target keuangan yang ditentukan oleh

Dewan Pengarah (Board of Director) atau manajemen, termasuk

sasaran penjualan dan insentif keuntungan (profitability)

1.2. Peluang atau kesempatan (opportunities)

A. Sifat industri atau sifat operasional entitasnya memberikan peuang

untuk terlibatkan dalam fraudulent financial reporting yang dapat

muncul ata berkembang dari :

 Transaksi dengan pihak afiliasi yang signifikan diluar usaha yang


lazim atau biasanya atau transaksi dengan pihak terafiliasi yang
tidak diaudit atau diaudit oleh kantor akuntan lain
 Kehadiran keuangan yang kuat atau kemampuan mendominasi
sector industri tertentu yang memungkinkan entitas mengatur
persyaratan jual beli atau terms0r conditions kepada langganan atau

39
pembeli dan pemasok yang menghasilkan transaksi dengan harga
yang tidak wajar atau tidak tepat atau non-arm’s length transactions
 Nilai asset, kewajiban atau utang, penghasilan atau beban-beban
berdasarkan pada estimasi yang signifikan yang melibatkan
pertimbangan yang subjek atau ketidakpastian yang sulit untuk
dicari kebenarannya
 Transaksi yang sangat signifikan, tidak biasa atau kompleks,
khususnya yang mendekati ahir periode pembukuan yang
menghadapi pertanyan yang sulit mengai substansi mengalahkan
formalitas atau bentuk (substance over form)
 Operasi yang signifikan terletak atau dilaksanakan melintasi atau
melewati batas-batas jurisdiksi internasional dimana terdapat
lingkungan bisnsi dan budaya yang berbeda
 Rekening bank yang signifikan atau operasional anak perusahaan
aau cabang berada di jurisdiksi Negara atau wilayah yang
memberikan perpajakan (tax-heaven) dimana Nampak tidak adanya
justifikasi bisnis yang jelas.

B. Pemantauan manajemen yang tidak efektif sebagai hasil dari :

 Dominasi manajemen oleh satu orang atau sekelompok kecil


(didalam suatu bisnis yang dikelola oleh bukan pemilik) tanpa
control yang memadai dan mengimbanginya
 Dewan pengarah (Board of Direction) atau Komite Audit yang
tidak efektif memantau proses penyusunan, penyajian, dan
pelaporan laporan keuangan dan sistem pengendalian (control)
intern

C. Terdapat struktur organisasi yang tidak stabil atau kompleks,

dibuktikan oleh :

 Kesulitan dalam menentukan organisasi atau siapa individu yang


memiliki kekuasaan pengendalian dalam entitas
 Struktur organisasi yang terlalu kompleks yang melibatkan entitas
legal atau garis otorisasi manajerial yang tidak biasa
 Tingkat keluar atau berhenti dan masuk atau pergantian entitas
legal atau garis otoritas manajerial yang tidak biasa
 Tingkat keluar atau berhenti dan masuk atau pergantian yang tinggi
di manajemen senior. Anggota Dewan Pengarah (board of Dirctors)
atau penasehat (counsel)

D. Komponen pengendalian inern kurag memadai sebagai hasil dari :

 Ketidakmemadaian pemantauan (monitoring) termasuk


pengendalian yang terotomasi dan pengendalian terhadap laporan
keuangan

40
 Tingkat keluar atau berhenti dan masuk atau pergantian yang tinggi
atau penggunaan pegawai yang tidak efektif di bagian accounting,
audit internal, atau teknologi informasi
 Sistem informasi dan akuntansi yang tidak efektif, termasuk situasi
yang melibatkan suatu keadaan yang harus dilaporkan (reportable
conditions)

1.3. Sikap atau rasionalitas (Attitudes/Rationalization)

Faktor sikap atau rasionalitas manajemen senior, anggota Dewan

Pengarah (Board of Directors) atau pegawai yang menyebabkan mereka

terlibat atau menjustifikasi fraudulent financial reporting, mungkin

merupakan hal yang sulit atau yang tidak dapat dicurigai dengan mudah

atau tidak mudah diobservasi oleh auditor. Namun demikian, auditor

harus waspada jika ada informasi tentang factor sikap atau rasionalitas.

Misalnya :

 Komunikasi, implementasi, dukungan, atau pengeakan peraturan,


standard, etika, nilai yang tidak efektif oleh manajemen atau
komunikasi nilai, standard, etika yang salah atau tidak tepat
 Partisipasi yang berlebihan oleh manajemen yang bukan dari bagian
keuangan di dalam pemilihan prinsip akuntansi atau estimasi
akuntansi yang signifikan
 Reputasi atau sejarah yang telah diketahui atau dikenal atas
pelanggaran peraturan pasar modal atau peraturan lainnya dan klaim
atau tuntutan terhadap entias, manajemen senior, aau anggota Dewan
Pengarah (Board of Directors) berupa fraud atau pelanggaran
peraturan
 Kepentingan yang berlebihan dari manajemen dalam menjaga atau
memelihara dan meningkatkan harga saham enitas dan kecendrungan
laba (earnings trend)
 Praktek yang dilakukan manajemen untuk memberikan komitmen
kepada analis, kreditur, dan pihak ketiga lainnya untuk mencapai
peramalan atau proyeksi yang agresif aau tidak realistis
 Manajemen gagal memperbaiki suatu keadaan yang harus dilaporkan
(reportable conditions) yang diketahuinya dengan tepat waktu
 Adanya kepentingan manajemen dalam menggunakan cara yang tidak
tepat untuk meminimilkan laba yang dialporkan untuk tujuan dan
motivasi perpajakan

41
 Upaya yang berulang oleh manajemen untuk menjustifikasi atau
membenarkan akuntansi yang tepat secara material
o Hubungan yang tegang tau genting antara manajemen dan auditor
yang bertugas saat ini atau yang sebelumnya, seperti yang
ditunjukkan sebagai berikut : perselisihan yang sering antara
auditor yang bertugas saat ini atau sebelumnya dengan manajemen
mengenai akuntansi, auditing, atau masalah pelaporan
o Permintaan yang tidak beralasan kepada auditor, seperti kendala
waktu yang tidak beralasan mengenai penyelesaian audit atau
penerbitan laporan audit.
o Pembatasan formal atau tidak formal secara tidak tepat terhadap
auditor yang menyebabkan akses yang terbatas kepada orang atau
informasi atau kemampuan berkomunikasi secara efekif dengan
Dewan Pengarah (board of Directors)n atau komite audit
o Perilaku manajemen yang mendominasi dalam hubungan dengan
audit khususnya upaya untuk mempengaruhi ruang lingkup audit
atau dalam pemilihan atau melanjutkan personil yang ditugaskan
pada penugasan audit

4.1.3 Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah penyajian secara


material atau signifikan karena penyalahgunaan atau penggelapan
asset (asset misappropriation)

Segitiga fraud juga dapat dipakai untuk menjelaskan factor-aktor risiko

yang berkaitan dengan salah penyajian laporan keuangan karena penggelapan

atau penyalahgunaan asset. Beberapa factor risiko yang berkaitan dengan salah

penyajian yang timbul dari fraudulents financial reporting juga mungkin ada

ketika terjadi salah penyajian karena penggelapan asset. Misalnya, pemantauan

manajemen yang tidak efektif dan kelemahan pada sistem pengendalian intern

ada ketika salah saji terjadi baik pada fraudulent financial reporting maupun

penggelapan asset. Berikut ini adalah contoh factor risiko yang berkaitan

dengan salah penyajian karena penggelapan asset.

1. Insentif atau Tekanan (Pressures)

A. Kewajiban finansial atau utang pribadi dapat membuat tekanan atau


beban dan kepada manajemen atau pegawai yang memiliki akses ke
kas atau asset lainnya yang mudah dicuri atau digelapkan
B. Hubungan kerja yang tidak menyenangkan anatara entitas dan
pegawai yang memiliki akses ke kas atau asset lainnya yang mudah

42
dicuri atau digelapkan. Hubungan kerja yang tidak menyenangkan
bisa terjadi karena :
 Pemberhenyian hubungan kerja yang sudah, sedang dan akan
terjadi
 Perubahan kompensasi dan imbalan manfaat yang sedang dan akan
terjadi
 Promosi, kompensasi, atau penghargaan (reward) lainnya yang
tidak sesuai atau tidak konsisten dengan harapan atau ekspektasi

2. Peluang atau Kesempatan (Opportunities)

A. Karakteristik atau keadaan tertentu dapat meningkatkan kemungkinan


asset dicuri atau disalahgunakan. Misalnya, peluang untuk
penggelapan atau penyalahgunaan asset dapat meningkat karena :
 Saldo kas tunai atau kas yang dikelola jumlah besar
 Jenis persediaan banyak dalam ukuran kecil, nilainya mahal atau
laku dipasaran dan dicari banyak orang
 Asset mudah dikonversi atau dijual seperti obligasi atas unjuk
(bearer bonds), berlian atau chips computer
 Aktiva tetap banyak dalam ukuran kecil, dapat dijual atau tanpa
identifikasi kepemilikan yang jelas dan mudah dapat dilihat mata
B. Pengendalian intern atas asset yang tidak memadai. Misalnya
penggelapan atau penyalahgunaan asset dapat terjadi karena
 Pemisahan tugas atau pengecekan independen tidak memadai atau
tidak cukup dibentuk
 Pengawasan oleh manajemen atau supervise yang tidak memadai
terhadap pegawai yang bertanggung jawab atas asset termasuk
terhadap lokasi entitas yang jauh atau terpencil
 Penyaringan yang tidak memadai terhadap pelamar kerja dan
kandidat yang memiliki akses ke kas atau asset lainnya yang mudah
dicuri atau digelapkan
 Penatausahaan dan dokumentasiyang tidak memadai yang terkait
dengan asset
 Sistem otorisasi dan persetujuan yang tidak memadai atau transaksi
(misalnya, pada fungsi pembelian)
 Pengamanan fisik atas asset seperti kas, investasi, persediaan atau
aktiva tetap tidak memadai
 Tidak ada tekonsiliasi asset yang lengkap dan tepat waktu
 Tidak ada dokumentasi transaksi yang memadai dan tepat waktu,
misalnya nota kredit untuk retur penjualan
 Tidak ada cuti atau libur yang dipaksakan kepada pegawai-pegawai
yang menjalankan fungsi kunci
 Pemahaman manajemen yang tidak memadai atas teknologi
informasi yang memungkinkan pegawai yang memahami teknologi
informasi melakukan penggelapan asset

43
 Pengendalian akses yang tidak memadai terhadap dokumen,
catatan, dan laporan yang terotomas, termasuk control terhadap dan
penelaahan (review) atas daftar kejadian yang tercatat oleh sistem
computer (computer system event logs)

3. Sikap atau Rasionalitas

Faktor-faktor risiko yang mereflesikan sikap atau rasionalitas

pegawai yang memungkinkan seseorang untuk menjustifikasi

penggelapan atau penyalahgunaan asset, merupakan hal yang sulit untuk

diobservasi oleh auditor. Akan tetapi auditor harus menyadari dan

mempertimbangkan adanya informasi tentang risiko sikap dan

rasionalitas dalam mengidentifikasi risiko salah penyajian laporan

keuangan seara material karena penggelapan atau penyalahgunaan asset.

Misalnya, auditor harus menyadari sikap atau rasionalitas dibawah ini

yang terdapat pada diri beberapa pegawai yang memiliki akses ke kas

atau asset lainnya yang mudah dicuri atau digelapkan merupakan suatu

risiko fraud :

 Mengabaikan kebutuhan pengawasan dan pemantauan atau


mengurangi risiko yang berhubungan dengan penggelapan atau
penyalahgunaan asset
 Mengabaikan pengendalian intern terhadap penggelapan atau
penyalahgunaan asset dengan mengabaikan atau merusak
pengendalian yang sudah ada atau gagal memperbaiki kelemahan
pengendalian intern yang sudah diketahunya
 Perilaku yang mengindikaskan ketidaknyamanan dan ketidakpuasan
terhadap perusahan atau perlakuan yang tidak sehat terhadap pegawai
 Perubahan dalam gaya hidup yang mengindikasikan penggelapan atau
penyalahgunaan asset.

44
Menelaah SAS No.99 kita dapat melihat internalisasi salah suatu teori

penyebab fraud yaitu segitiga fraud sebagai factor risiko yang dapat menyebabkan

fraudulent financial reporting and asset misappropriation atau dengan kata lain

risiko apa-apa saja yang dapat mencetuskan atau menyebabkan terjadinya kedua

jenis fraud dalam perspektif segitiga fraud yang harus diperhatikan Akuntan

Publik dalam mengaudit laporan keuangan.

4.2 Fraud Diamond

Fraud Diamond menambah referensi mngenai perkembangan triangle

fraud kedalam elemen lain yang masih berhubungan. Model ini menunjukkan

hubungan antara empat elemen pengembangan dari triangle fraud. Meskipun

triangle fraud hadir dan masih relevan dipergunakan didalam penjabaran faktor –

faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud, fraud diamond diharapkan mampu

menambah referensi investigator, praktisi dan akademisi didalam pengembangan

kasus fraud. Adapun nilai – nilai yang dikembangkan didalam fraud Diamond

antara lain :

1. adanya posisi atau fungsi otoritas didalam organisasi

2. Kapasitas untuk memahami sistem akuntansi dan mengeksploitasi

kelemahan intern dan memungkinkan untuk meningkatkan tanggung

jawab dan wewenang penyalahgunaan.

3. Keyakinan mengenai pendeteksian kecurangan, serta kemampuan untuk

memecahkan permasalahan fraud serta tindak lanjutnya.

4. Kemampuan untuk menangani stress yang timbul didalam kasus fraud.

Didalam penelitian ini dikembangkan 4 elemen diamond fraud, yaitu:

45
Gambar.3.3 Diamond Fraud

Incentive Opportunities

Rationalization Capability

Sumber : Henderson (2014 : 57)

Didalam Gambar diatas, dapat menjabarkan bahwa fraud terjadi diindikasikan

oleh 4 elemen didalam fraud Diamond. Dimana fraut terjadi karena :

1. Incentive / Dorongan

Incentive adalah suatu dorongan yang timbul dikarenakan adanya tuntutan/

tekakan yang dihadapi. Didalam penelitian ini, faktor yang paling dominan adalah

incentive. Suatu imbal balas jasa yang ditrima tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Hal ini mampu menrong seorang fraudster untuk mrlakukan terjadinya fraud.

Incentive merupakan balas jasa yang diberikan sesuai dengan posisi yang

sitempati seseorang didalam organisasi. Model incentive yang tidak sesuai dengan

jabatan atau tidak terpenuhnya kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan

kecurangan / fraud. Hal inilah yang menimbulkan fraud dapat terjadi. Incentive

yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan berdampak kepada tindakan usaha

untuk memenuhinya dengan cara lain. Trkadang tekanan / pressure ini

mengakibatkan seseorang mengambil jalan pintas untuk memperolehnya. Di sisi

lain, sikap keserakahan juga mendorong terjadinya kecurangan. Keserakahan ini

mendorong seseorang menjadikan incentive untuk membuka peluang bagi

46
seseorang untuk memperoleh kekayaan dengan cara yang sesingkat mungkin. Jasi

indivisu tersebt dapat menghalalkan segala cara dalam pemenuhannya.

Jadi, incentive dapat memicu terjadinya kecurangan yang diakibatkan

keserakahan dan kebutuhan yang engakibatkan tekakan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut.

2. Opportunity / Kesempatan

Adalah suatu kesempatan yang timbul karena lemahnya pengemalian

internal untuk pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Kesempatan dapat

terjadi karena adanya kekuasaan terhadap organisasi serta seorang fraudster dapat

mengetahui kelemahan dari sistem yang ada, baik sistem pengendalian internal,

sistem legalitas hukum, serta sanksi yang akan sitanggung, mengakibatkan

kesempatan ini menjadi suatu peluang bagi fraudster untuk melakukan

kecurangan.

Menurut Albrecht, Albrech, Albrecht, Zimbelman (2012) faktor yang

dapat meningkatkan kesempatan melakukan fraud antara lain :

 Kegagalan didalam menertibkan kecurangan.

 Keterbatasan akses informasi untuk mendeteksi kecurangan.

 Ketidaktahuan, kemalasan, tiak sesuai dengan kemampuan pegawai,

 Ketidakjelasan jejak audit / disfungsional audit.

 Kurangnya pengawasan dari pihak yang bersangkutan

47
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesempatan timbul karena lemahnya pengendalian

internal mengakibatkan timbul suatu keleluasaan bagi pelaku kecurangan untuk

melakukan kecurangan. Kelemahan sistem ini dapat menjadi peluang bagi pelaku

kecurangan untuk melakukan kecurangan.

3. Rationalization / Pembenaran

Adalah suatu kondisi dimana pelaku kecurangan mencari suatu

pembenaran terhadap suatu tindakan. Rasinalisasi merupakan suatu pembenaran

yang timbul didalam pemikiran manusia yang dijadikan sebagai suatu tindakan.

Rasionalisasi atau pembenaran tergantung dari orientasi seseoang didalam

menyikapi suatu permasalahan. Jika diambil suatu kesimpulan, rasionalisasi dapat

berdampak baik atau buruk baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain.

Pembenaran yang dilakukan oleh pelaku dengan orientasi negatif akan berdamak

pada kerugian bagi orang lain. Pembnaran ini mampu menghalalkan segala cara

untuk mrncapai tujuan.

Adapun faktor yang mngakibatkan pembenaran terjadi antara lain :

 Pelaku menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan hal biasa /


wajar yang dilakukan oleh orang lainnya. Maksudnya, pelaku menganggap
perilaku tersebut mampu dilakukan oleh orang lain pada kondisi yang sama
dengan kondisi pelaku. Hal inilah yang mendorong pelaku dapat melakukan
fraud tersebut.
 Pelaku merasa berjasa terhadap organisasi, hal inilah yang menimbulkan
sikap ingin berkuasa, merasa paling dominan dibandingkan yang lain, serta

48
menganggap semua orang adalah sama. Sehingga pembenaran dapat
dilakukan.
 Kepercayaan diri yang trlalu berlebihan, dikarenakan tuntutan gaya hidup
mewah, serta suka berfoya – foya mengakibatkan timbul suatu sikap angkuh
dan ingin dominan. Hal ini juga berpengaruh terhadap kebenaran terhadap
kecurangan.
 Rasa iri dengki juga mempengaruhi terjadinya pembenaran terhadap segala
tindakan. Sifat buruk tersebut terkadang mampu menguasai diri dalam
melaksanakan tindakan fraud.
 Pelaku menganggap tujuannya itu berbuat baik guna mengatasi masalah
dengan asumsi akan dikembalikan dikemusian hari. Pelaku berpikiran mampu
untuk mengembalikan segala kekayaan yang diperoleh atau diambil dari
organisasi dikemuian hari.

Jadi, kebenaran / rationalization merupakan suatu pembenaran terhaap suatu

tindakan yang dilakukan guna memperoleh kekayaan dengan cara instant.

4. Capability / Kapabilitas tanggung jawab.

Wolfe dan Hermannson (2004) berpendapat bahwa ada pembaharuan

Fraud triangle untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi dan mencegah Fraud

yaitudengan cara menambahkan elemen keempat yakni Capability.

Kapabilitas dapat diartikan sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan.

Namun pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja

namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar

menguasai kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya.

Kapabilitas dapat diartikan sebagai suatu kemampuan serta keterampilan

mennai pemahaman mendetail sehingga seorang pelaku mampu mengetahui

kelemahan dan memanfaatkan kelemahan tersebut untuk melakukan kecurangan.

Pengetahuan mengenai sistem pengenalian internal yang andal dapat

memanfaatkan kelemahan sebagai suatu alat untuk memeras organisasi, baik

melakukan pencuarian yang dilegalkan didalam organisasi.

49
Kabalibitas dapat mengakibatkan ancaman sangat parah karena pelaku

didalam organisasi merupakan orang yang memiliki kekuasaan, serta memiliki

kecerasan serta memahami sistem didalam organisasi tersebut. Pelaku dapat

disebut sebagai suatu tindakan white collar crime / kejahatan kerah putih.

Kecurangan jenis ini memiliki ancaman sangat besar dan sangat signifikan terhaap

organisasi. Kecerdasan serta pengetahuan pelaku mengenai sistem dapat menjadi

titik kelemahan yang dapat dimanfaatkan bagi pelaku kecurangan.

Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa :

“Many Frauds, especially some of the multibillion-dollar ones, would not have

occurred without the right person with the right capabilities in place. Opportunity

opens the doorway to Fraud, and incentive and Rationalization can draw the

person toward it. But the person must have the Capability to recognize the open

doorway as an Opportunity and to take advantage of it by walking through, not

just once, but time and time again. Accordingly, the critical question is; Who

could turn an Opportunity for Fraud into reality?"

Artinya adalah banyak Fraud yang umumnya bernominal besar tidak

mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan kapabilitas khusus yang

ada dalam perusahaan. Opportunity membuka peluang atau pintu masuk bagi

Fraud dan Pressure dan Rationalization yang mendorong seseorang untuk

melakukan Fraud.

Namun menurut Wolfe dan Hermanson (2004), orang yang melakukan

Fraud tersebut harus memiliki kapabilitas untuk menyadari pintu yang terbuka

sebagai peluang emas dan untuk memanfaatkanya bukan hanya sekali namun

berkali-kali. Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa dalam mendesain

50
suatu sistem deteksi, sangat penting untuk mempertimbangkan personal yang ada

di perusahaan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan Fraud atau

menyebabkan penyelidikan oleh internal auditor seperti yang dikemukakan dalam

jurnal penelitiannya : “When designing detection systems, it is important to

consider who within the organization has the Capability to quash a red flag, or to

cause a potential inquiry by internal auditors to be redirected. A key to mitigating

Fraud is to focus particular attention on situations offering, in addition to

incentive and Rationalization the combination of Opportunity and Capability.”

Teori ini menjelaskan bahwa kunci dalam memitigasi Fraud adalah

dengan fokus pada situasi khusus yang terjadi selain Pressure dan Rationalization

serta kombinasi dari Opportunity dan Capability.

Wolfe dan Hermanson (2004) juga menjelaskan sifat-sifat terkait elemen

capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:

1. Positioning

Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan

untukmembuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan. Seseorang

dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu atau

lingkungan.

2. Intelligence and creativity

Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi

kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau

akses berwenang untuk keuntungan terbesar.

3. Convidence / Ego

51
4. Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak

akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong

untuk berhasil di semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri

sendiri (narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi

dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini

percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin memperlihatkan

prestasi dan kemampuan mereka.

5. Coercion

Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau

menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang

persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama

dengan penipuan atau melihat ke arah lain.

6. Deceit

Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten.

Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu berbohong meyakinkan,

dan harus melacak cerita secara keseluruhan.

7. Stress

Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan

kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan

stres.

Jadi, Faktor – faktor yang mempengaruhi pendorong terjadi kecurangan

menurut fraud diamond dipengaruhi oleh 4 elemen, yakni faktor incentive yang

52
tidak sesuai, adanya kesempatan untuk menjalankan tindakan, adanya pembenaran

yang disebabkan oleh keserakahan dan tuntutan kebutuhan serta adanya

kapabilitas atau suatu pengetahuan detail mengenai sistem organisasi sehingga

memudahkan pelaku kecurangan untuk melakukan kecurangan didalam organisasi

tersebut.

Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan

mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi,

fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.

4.3 Predator vs. Accidental Fraudster Diamond

Didalam pembahasan kali ini juga membahas menganai tindak lanjut

pengembangan fraud diamond. Didalam pembahasan Hendersen (2014) telah

menjelaskan mngenai fenomena seorang predator dibandingkan dengan pelaku

Fraud Diamond. Tindakan kecurangan yang disengaja sama hal nya sebagai suatu

predator yang siap untuk memangsa buruannya. Predator dapat didefinisikan

sebagai suatu komponen yang dapat memakan secara buas mangsa yang menjadi

buruannya. Didalam fraud, predatr dapat diartikan sbagai suatu pelaku

kecurangan / fraudster suatu tindakan ilegal yang cenerung diikuti oleh tindakan

ilegal lainnya untuk menghalalkan berbagai cara. Hal ini untuk memperkuat atau

menghapus kecurangan yang dilakukan sebelumnya. Jadi akan secara kontinyu

melakukan kecurangan. Predator diibaratkan sebagai binatang buas yang

seenaknya dapat memangsa buruannya dengan menghalalkan berbagai cara.

Adapun predator memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Mereka mencari organisasi di mana mereka dapat memulai skema yang


mereka lakukan (Kecurangan).

53
 Mereka dapat berpindah dari satu fraud apabila mulai terdeteksi dan
beralih kepada organisasi yang lain.
 Pelaku fraud dapat memanfaatkan kelemahan laporan keuangan dengan
memanipulasi atau melakukan modifikasi laba organisasi.
 Mereka lebih memiliki kemampuan untuk mlakukan kecurangan
tersebunyi yang sulit terungkap dengan skema yang rumit dalam
menghadapi pemeriksa.
 Tidak memerlukan Pressure / Tekanan dan Rasionalisasi, hanya
memerlukan peluang didalam menjalankan tindakannya.
Fraud diamond mampu mengembangkan triangle fraud didalam

menyikapi tindakan predator tersebut. Adapun triangle fraud untuk predator

dapat dikembangkan sebagai berikut :

Gambar. Predator vs. Accidental Fraudster Diamond

The Accidental
Preassure Rationalization Fraudster
“It Just Happened”

Opportunity
and
Opportunity

“Because They Can”


Criminal Mindset Arrogance
The Predator

Sumber : Henderson (2014 : 59)

Dari gambar diatas terlihat antara accidental fraudster (atau dapat

diasumsikan sebagai suatu tindakan yang disengaja tetapi tidak terlalu fokus atau

tidak terlalu dominan ). Dan tindakan predator adalah suatu tindakan yang

terencana dan terfokus dengan sangat baik. Predator lebih buas didalam

melakukan kecurangan. Yang mana antara fraudster yang pasif (the accidential

54
fradster) “it just happened” harus terjadi dikarenakan suatu tekanan dan

rasionalisasi dan adanya peluang mengakibatkan kecurangan dapat terjadi. Sesuai

dengan teori triangel fraud, kecurangan terjadi dikarenakan adanya tekanan

terhadap kebutuhan, dan karena adanya kesempatan sehingga menghasilkan

segala jenis pembenaran atau rasionasisasi untuk memperolehnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan Predator. Predator merupakan refleksi

dari triangle fraud. Tetapi berbanding terbalik dengan triangle fraud. Predator

“buas” memanfaatkan Opportunities (Kesempatan) dikarenakan adanya Criminal

Mindset (pemikiran kriminal). Criminal mindset merupakan suatu pmikiran yang

memahami kelemahan dari internal organisasi maupun dari puar organisasi

sehingga lebih leluasa mempermainkan organisasi sesuai dengan rencana yang

dikehendakinya. Criminal Mindset merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh

pelaku yang memiliki kecerdasan dan memiliki kemampuan tinggi, serta mampu

mengetahui kelemahan dari organisasi.

Selain Criminal Mindset, seorang predator juga memiliki perilaku yang

arrogance (arogansi). Sifat keegoisan dan arogansi dari seorang predator tidak

dapat dipisahkan. Sifat arogansi membentuk suatu perilaku tidak mau kompromi

dan selalu mencari solusi atas segala rancangan yang yang telah dilaksanakan.

Sehingga dapat membentuk suatu sikap “because they can” atau mereka dapat

melakukannya. Biasanya sikap arogansi, biasa dilakukan leh beberapa kalangan

yang memiliki kemampuan tinggi.

Jadi sikap predator merefleksikan dari triangle fraud, tetapi hanya

memiliki kesamaan pada element kesempatan (opportunities). Triangle fraud

terjadi karena adanya tekanan dan sikap kebenaran (rasionalisasi). Sikap predator

55
lebih berfokus kepada adanya criminal mindset dan adanya arogansi dari

pelakunya.

3.5 Komparatif Fraud Triangle : Studi Richard C Hollinger dan John P.


Clark

(2013:53) Pada tahun 1983 Hilliner Clark melakukan studi (survey)

terhaap 10.000 pekerja, hasil studinya dibukukan dalam theft by Employees

dengan hasil yang agak berbeda dengan Cressey (1953). Penyebab pencuri utama

adalah kondisi tempat kerja dan biaya fraud yang sebenarnya tidak apa adanya

terlalu rendah dari yang dilaporkan. Adapun pengembangannya tertuang dalam

hipotesis :

Tekanan ekonomi dari eksternal pelaku seperti halnya non-shareable


H1 :
financial problem menurut Cressey
Pegawai khususnya pegawai yang masih muda bukanlah pekerja
H2 :
keras dan jujur seperti pegawai masa lalu
Setiap pegawai akan berupaya mencuri dari pemberi kerja dengan
H3 :
asumsi pegawai memiliki mentalitas serakah dan tidak jujur
H4 : Pencurian utamanya disebabkan oleh ketidakpuasan kerja
Pencurian terjadi karena struktur organisasi formal dan informal yang
menyebar (broadly shared formal and informal organizational
H5 :
structure) yaitu sepanjang waktu norma yang baik atau yang buruk
dalam kelompok menjadi standar perilaku

Hal ini menjelaskan ternyata mengenai penyebab fraud terdiri dari tekanan

ekonomi dari eksternal. Hal ini menjelaskan bahwa tekanan ekonomi mendorong

suatu pola pikir yang mendorong kebiasaan untuk melakukan fraud. Selain itu,

melakukan rekruitment pegawai baru belum bisa mencerminkan tingkat lyalitas

dan kepercayaan yang sama dibandingkan dengan pegawai yang sudah mengabdi

lama. Asumsi yang ketiga, menjelaskan setiap pegawai itu dapat melakukan

pencurian karena penilaian pertama pemberi kerja merupakan skeptisisme.

56
Asumsi keempat, pencurian itu dilakukan karena ada rasa tidak dihargai sehingga

timbul ketidakpuasan kerja. Serta asumsi terakhir merupakan kondisi lingkungan

mempengaruhi terjadinya pencurian.

BAB. V

FINANCIAL CRIME

5.1 Pengantar Financial Crime

Tidak terdapat definisi hukum yang tepat terkait kejahatan keuangan atau kerah

putih. Istilah fraud tidak menjadi patokan definisi tetap. Di Indonesia fraud lebih

banyak dikenal dengan istilah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Namun

jika melihat dari sudut pandang kriminologi, jika terjadi suatu kerugian

Tidak ada definisi hukum yang tepat dari kejahatan keuangan atau kerah

putih dimana kita tujukan dan memulai buku ini. Istilah jauh seperti konsep terkait

penipuan, yang lagi-lagi tidak memiliki definisi hukum tetap. Namun demikian,

berbagai definisi umum kejahatan kerah putih yang telah berevolusi selama

bertahun-tahun.

Black’s Law Dictionary mendefinisikan fraud adalah:

57
An intentional perversion of truth for the purpose of inducing another in

reliance upon it to part with some valuable thing belonging to him or to surrender

a legal right. Bad faith—the conscious doing of wrong.

Yang dapat diterjemahkan bebas adalah “Berbagai sarana yang dapat

direncanakan oleh manusia yang menggunakan kecerdasannya untuk mendapat

keuntungan dari orang lain dengan memberi saran yang menyesatkan atau

menutupi kebenaran. Fraud mencakup semua cara tak terduga, penuh siasat, licik,

tersembunyi, serta setiap cara yang tidak jujur di mana ada pihak lainnya yang

tertipu (menjadi korban)”

the Federal Bureau of Justice Statistics (Dictionary of Criminal Justice Data

Terminology)mendefinisikan kejahatan kerah putih seperti:

Nonviolent crime for financial gain committed by means of deception by


persons whose occupational status is entrepreneurial, professional or
semiprofessional and utilizing their special occupational skills and opportunities;
also nonviolent crime for financial gain utilizing deception and committed by
anyone having special technical and professional knowledge of business and
government, irrespective of the person’s occupation.

Yang dapat diterjemahkan bebas sebagai : “Kejahatan tanpa kekerasan

untuk keuntungan finansial yang dilakukan dengan cara penipuan oleh orang-

orang yang status pekerjaan adalah kewirausahaan, profesional atau

semiprofessional dan memanfaatkan keterampilan kerja khusus mereka dan

kesempatan; juga kejahatan tanpa kekerasan untuk keuntungan finansial

memanfaatkan fraud dan dilakukan oleh siapa pun yang memiliki pengetahuan

teknis dan profesional khusus bisnis dan pemerintah, terlepas dari pendudukan

seseorang.”

58
Pickett (2002 : 01) Dalam praktiknya, ada banyak definisi kejahatan

keuangan yang dapat digunakan sebagai titik awal. Mereka cenderung sama dan

mencakup sejumlah aspek kunci dari perilaku manusia. Hal ini sangat kontras

antara kejahatan kerah putih dan jenis-jenis kejahatan menarik lainnya.

Menabrak dan perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, dan

kejahatan lain seperti lebih mudah untuk menggambarkan dan mengkategorikan.

Kejahatan diakibatkan kekerasan memberikan respon yang jelas dari warga dan

lembaga penegak hukum dalam hal berbagai penanggulangan yang cepat dan

efektif.

Sebaliknya, kejahatan kerah putih dalam jangka waktu pendek, dianggap

sebagai nontraumatic karena umumnya tanpa kekerasan. Hal ini juga dalam

jangka panjang bahwa perilaku fraud memiliki dampak traumatis pada bisnis dan

masyarakat.

Pickett (2002:02) Orang yang terlibat dalam kejahatan kerah putih

cenderung menipu, berbohong, menyembunyikan, dan memanipulasi kebenaran,

seperti yang dijelaskan dalam fraud triangle. Yang mana mencakup aspek :

 Hal ini disengaja. Fraud bukan hasil dari kesalahan sederhana atau kelalaian

tetapi melibatkan upaya yang bertujuan untuk secara ilegal mendapatkan

keuntungan. Dengan demikian , itu menginduksi suatu tindakan yang telah

ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku.

 Hal ini melanggar kepercayaan. Bisnis didasarkan terutama pada sebuah

kepercayaan. Hubungan individu dan komitmen diarahkan tanggung jawab

masing-masing semua pihak yang terlibat. Saling percaya adalah perekat yang

59
mengikat hubungan ini bersama-sama dan itu adalah kepercayaan ini yang

dilanggar ketika seseorang mencoba untuk menipu orang atau bisnis lain

 Hal ini menyebabkan kerugian. Kejahatan keuangan didasarkan pada

mencoba untuk mengamankan keuntungan ilegal atau keuntungan dan untuk

ini terjadi harus ada korban . Ada juga harus menjadi tingkat kehilangan atau

kerugian . Kerugian ini dapat dihapuskan atau diasuransikan terhadap atau

hanya diterima. Kejahatan kerah putih tetap merupakan menguras sumber daya

nasional.

 Hal ini mungkin tersembunyi. Salah satu fitur kejahatan keuangan adalah

bahwa hal itu mungkin tetap tersembunyi tanpa batas. Realitas dan penampilan

mungkin tidak selalu bertepatan. Oleh karena itu, setiap transaksi bisnis,

kontrak, melakukan pembayaran pemerintah, atau perjanjian yang dapat diubah

atau ditekan untuk memberikan penampilan keteraturan . Spreadsheet (Suatu

sistem aplikasi akuntansi yang sederhana), laporan, dan seluruh perangkat

rekening yang tidak selalu dapat diterima pada nilai nominal, ini adalah

bagaimana beberapa penipuan terus terdeteksi selama bertahun-tahun

 Mungkin memiliki penampilan yang sangat bertanggung jawab. Fraud

dapat saja dilakuan oleh orang-orang yang memiliki penampilan yang

terhormat yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dan bisa saja

karyawan yang menjadi korbannya.

Pickett (2002:4) Banyak kegiatan illegal yang dapat terjadi baik disektor

komersial dan publik. Di satu sisi, selama ada beberapa kelemahan yang dapat

dieksploitasikan untuk keuntungan, perusahaan, dan individuswasta akan selalu

mengambil keuntungan dari hal tersebut. beberapa kegiatan yang termasuk illegal

60
 fraud terhadap pelanggan - upaya untuk memaksa konsumen untuk membayar
barang yang tidak diterima atau barang-barang yang kurang lancar, tidak
seperti yang ditentukan , atau pada harga meningkat atau biaya . Meningkatnya
penggunaan situs Internet Web yang menarik , sebagai alternatif untuk
panggilan telepon yang tidak diminta atau kunjungan ke pelanggan potensial ,
senyawa masalah ini .
 Penipuan pada Kartu kredit – pencurian terhadap penggunaan rincian kartu
kredit untuk mengamankan barang atau jasa atas nama pemegang kartu .
Kadang-kadang kartu kredit baru merek ditempa menggunakan rincian yang
diketahui . Kartu dapat dicuri atau rincian yang diperoleh dari file yang tidak
benar dijamin ; rincian kartu kredit juga dapat dibeli dari orang-orang yang
dapat mengakses informasi ini . Ini adalah wilayah pertumbuhan kecurangan
(fraud) lain .
 Suap - umumnya melibatkan seorang karyawan dengan pengaruh atas yang
mendapat kontrak tertentu, yang dapat memperoleh sesuatu untuk membantu
kontraktor calon. Demikian juga, suap dapat dibayarkan kepada inspektur
untuk menutup mata untuk barang kurang lancar masuk ke dermaga pemuatan.
Jika suap tidak bekerja, penipu berdedikasi mungkin beralih ke pemerasan dan
ancaman.
 Bid rigging - Ketika vendor diberikan keuntungan yang tidak adil untuk
mengalahkan kompetisi terbuka untuk kontrak yang diberikan. Vendor A dapat
diberikan informasi tambahan untuk menawar rendah tapi kemudian
meningkatkan pendapatan lebih melalui banyak variasi untuk kontrak set. Ini
mungkin berhubungan dengan penerimaan suap. Rigging pemilu adalah jenis
yang sama tetapi lebih jahat dari penipuan.
 Inflated invoice - saat perusahaan mengembang tagihan tanpa persetujuan dari
pembayar tagihan, yang mungkin menjadi pelanggan. Sebaliknya, seorang
karyawan dapat mengatur untuk membayar vendor lebih dari ini disebabkan
dengan imbalan pembayaran yang tidak sah atau beberapa keuntungan lainnya.
Seorang karyawan juga bisa membayar jumlah yang pemasok sepenuhnya
fiktif, dan mengalihkan cek ke rekening bank pribadi.
 External fraud – suatu skema oleh orang yang tidak bekerja untuk sebuah
organisasi tetapi berusaha untuk menipu itu. Penipuan terhadap biaya mencoba
untuk mengamankan komisi prabayar untuk pengaturan yang pernah benar-
benar terpenuhi atau pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Banyak penipuan
internasional berkomitmen melalui internet membutuhkan uang muka untuk
barang atau jasa fiktif atau di bawah standar. Miliaran dolar penipuan
kesehatan telah dihasilkan dari beberapa pihak dalam industri kesehatan
bersekongkol dengan individu untuk mengirimkan tagihan medis penipuan
untuk layanan tidak diberikan. Perusahaan asuransi menderita banyak sekali
klaim penipuan, sering dari pihak canggih yang berkonspirasi untuk melakukan
serangkaian penipuan terencana. Singkatnya, organisasi atau badan publik yang
memberikan sesuatu yang bernilai (misalnya, kupon makanan, bantuan uang,
pembayaran kompensasi, klaim, pengembalian uang, pinjaman, dan peralatan)
dapat dikenakan upaya oleh pihak eksternal untuk menipu itu. Di Eropa,
Komisi Eropa telah menemukan bahwa penipu dapat memperoleh jutaan dolar
dari klaim yang tidak teratur jika tidak ada kontrol yang memadai atas proses,
termasuk verifikasi fisik.

61
 Pencurian persediaan (inventory) – Pencurian dilakukan langsung oleh
karyawan. Hal ini juga dapat melibatkan mencuri memo dan barang yang
dikembalikan oleh pelanggan, karena mungkin ada sedikit kontrol atas barang-
barang tersebut. Sebuah masalah yang lebih besar adalah mengutil: pelanggan
daripada staf mencuri miliaran dolar barang dari outlet ritel setiap tahun.
 Pencurian uang tunai - penyelewengan muncul ketika kas masuk ke perusahaan
dan dialihkan. Skimming terjadi ketika uang tunai diambil sebelum memasuki
buku; misalnya, dengan kasir. Penggelapan melibatkan pelanggaran langsung
kepercayaan, ketika seseorang dipercayakan dengan uang tunai mengalihkan
untuk penggunaan pribadi. Lapping adalah teknik di mana pencurian uang
tunai atau cek ditutupi dengan menggunakan tanda terima kemudian sehingga
kesenjangan dana tidak diperhatikan, kadang-kadang selama bertahun-tahun.
Beberapa berpendapat bahwa angka yang dilaporkan untuk jenis penipuan
hanya sekitar 10 persen dari kerugian yang sebenarnya.
 Penipuan yang basic dilakukan pada sebuah perusahaan - seorang karyawan
memalsukan bahwa ia sakit untuk memperoleh cuti sakit, menetapkan
meningkat klaim lembur, atau menggunakan peralatan perusahaan untuk tujuan
yang tidak sah yang mungkin untuk mengoperasikan bisnis swasta. Ketika
bisnis swasta ini bersaing dengan bisnis majikan, penipuan yang mungkin juga
melibatkan pencurian ide dan informasi perusahaan seperti database klien.
Perkembangan yang lebih berbahaya adalah penjualan informasi dan ide-ide
yang karyawan memiliki akses ke. Pencurian berkaitan dengan barang-barang
kecil dibawa pulang oleh staf. Lembar waktu dibuat dapat merupakan
pencurian waktu (dan karena itu membayar) dari bisnis. Apa yang digunakan
untuk menjadi dasar penipuan, tetapi sekarang menjadi masalah besar,
dipalsukan informasi tentang riwayat hidup dari orang mencari pekerjaan.
Dalam beberapa kasus, orang yang dipekerjakan sangat berbeda dari orang di
atas kertas, yang tampaknya memiliki keterampilan, kompetensi, dan
kepercayaan yang dibutuhkan. Beberapa berpendapat bahwa lebih dari
setengah dari materi yang muncul dalam resume khas adalah menyesatkan.
Seseorang karyawan pada suatu hari mungkin tipe orang yang akan terlibat
dalam penipuan karena ia merebahkan diri dengan perusahaan. Banyak
organisasi memiliki beberapa staf yang terlibat dalam penipuan perusahaan
dasar.
 Perjalanan dan hiburan (subsisten) mengklaim - klaim ketika peningkatan
pemalsuan, atau ada penyalahgunaan dasar skema. Melanggar skala kecil
terjadi ketika orang hanya melebih-lebihkan klaim mereka. Ia mendapat lebih
serius ketika penuntut dimasukkan ke dalam jumlah fabrikasi dan bahkan
membentuk tanda tangan manajer lini ini. Penipuan oleh petugas account yang
beroperasi skema pembayaran sangat besar, sebagai jumlah keseluruhan
tumbuh dari waktu ke waktu.
 Pemeriksaan fraud - saat cek perusahaan dicuri, diubah, atau ditempa,
mungkin dialihkan ke orang yang tidak berhak yang mengakses dana dan
kemudian menutup account atau hanya menghilang. Sekretaris perusahaan dan
rekening personil juga mungkin tergelincir pemeriksaan tambahan ke dalam
rutinitas penandatanganan untuk mempengaruhi tingkat signifikan penipuan
terhadap perusahaan. Perpanjangan penipuan cek adalah penipuan bank,

62
dimana individu (dan bisnis) berusaha untuk menipu bank dana, biasanya
dalam bentuk pinjaman tanpa jaminan.
 Identiy fraud – Identity farud ini sekarang menjadi masalah besar di
masyarakat. Ada banyak kasus yang dilaporkan di mana orang harus
mempertahankan diri terhadap klaim, karena orang lain telah mencuri identitas
mereka, menggunakan data pribadi seperti nomor jaminan sosial, alamat,
tanggal lahir, dan sebagainya. Biaya membangun kembali reputasi yang telah
dirugikan melalui penipuan kartu kredit dan utang yang dikeluarkan curang
lainnya dapat menjadi luar biasa baik dari segi uang dan waktu.
 Karyawan fiktif -mendapatkan nama tambahan ke sebuah penggajian
perusahaan dan mengalihkan dana ke rekening bank yang khusus didirikan
untuk penipuan ini. Jika seorang karyawan dapat tetap di gaji setelah
meninggalkan perusahaan, lagi dana tambahan dapat diperoleh untuk
sementara waktu. Perubahan tidak sah terhadap kali gaji, tarif, dan klaim juga
dapat mengakibatkan uang yang dialihkan untuk keuntungan ilegal.
 Penyalahgunaan rancangan - Deteksi dibuat lebih sulit dengan upaya untuk
menyembunyikan sifat dana yang hilang kepada perusahaan. Menulis dari
pendapatan yang sebenarnya diterima adalah salah satu teknik penyembunyian.
Mengubah angka penjualan, mendapatkan pesanan pembelian kosong,
mengubah dokumentasi, mengalihkan diskon penjual, dan menulis dari saldo
yang dibuang dari rekonsiliasi akun adalah cara-cara yang seorang karyawan
dapat menyalahgunakan dana dan menyeimbangkan buku pada waktu yang
sama.
 Hacker Komputer - Komputer yang terkait bisa menjadi batu loncatan untuk
mengamankan data, mengakses hak, dan menyediakan sarana untuk melakukan
penipuan. Oleh karena itu, penipu mungkin terlibat dalam sabotase,
pembajakan perangkat lunak, mencuri data pribadi, dan mengubah atau catatan
merusak diselenggarakan pada sistem komputer. Orang muda dibesarkan
dalam lingkungan komputerisasi dapat berjalan cincin di sekitar manajer senior
mereka, yang mungkin tidak menghargai kesempatan untuk transaksi yang
tidak sah yang melekat dalam sistem informasi otomatis. Dalam beberapa staf
organisasi memiliki hak akses lebih dari mereka harus memiliki untuk
melakukan pekerjaan mereka. Komputer memiliki fasilitas yang besar untuk
menyembunyikan transaksi yang tidak teratur, tapi pada saat yang sama dapat
menangkap banyak informasi tentang jejak setiap transaksi.
 penipuan laporan keuangan - bisa sangat serius dan dapat digunakan untuk
mendorong investasi dan pinjaman melalui fabrikasi atau dipalsukan angka-
angka keuangan. Angka pendapatan akurat juga dapat digunakan sebagai dasar
untuk bonus kinerja. Penipuan populer melibatkan orang membeli saham dan
kemudian "berbicara up" harga dan penjualan sebelum pasar spot distorsi dan
jatuh kembali line. Beberapa penipuan kartu kredit link ke saham penipuan, di
bahwa kartu dicuri digunakan untuk membeli saham di nama pemilik kartu
yang sah untuk membantu meningkatkan harga saham. Atau, suatu perusahaan
dapat sepenuhnya dibuat untuk menarik dana; setelah uang diperoleh, dan
perusahaan palsu menghilang dari muka bumi.
 Sundry frauds - ada banyak jenis penipuan yang belum disebutkan, seperti
kartel penetapan harga ilegal; skema investasi piramida; penyalahgunaan
lingkungan, seperti pencemaran limbah; pencucian uang, di mana uang haram

63
berubah menjadi dana yang dapat digunakan sah; penipuan mail; pemalsuan;
dan pemerasan, di mana seseorang beroperasi bisnis ilegal untuk keuntungan
pribadi.

5.2 Model Kejahatan Keuangan

Hterdapat banyak fraud yang dibahasas sebelumnya, Dalam prakteknya,

ada ratusan metode yang seorang karyawan mungkin menipu majikan. Demikian

juga, ada banyak cara yang luar bisa menipu sebuah organisasi menjadi berpisah

dengan sesuatu yang bernilai. Individu swasta, khususnya anggota lansia dan lebih

rentan masyarakat, dapat menjadi mangsa fraudster dalam berbagai cara. Untuk

membantu meletakkan masalah ini ke dalam fokus, kita perlu mengembangkan

beberapa model dasar kejahatan keuangan. Yang pertama membedakan antara

fraud oleh anggota organisasi dan fraud oleh pihak ketiga eksternal.

Sebuah organisasi dapat menyerang dari semua sisi. Karyawan dapat terlibat

dalam penipuan baik ringan dan lebih serius, orang luar juga dapat mencari untuk

mendapatkan sesuatu untuk apa-apa, jika diberi kesempatan. Sisi lain dari

keberadaan tujuan fraud dapat menyesatkan publik melalui informasi terdistorsi

pada bisnis (yaitu, salah pelaporan keuangan ).

64
5.2 Bagaimana Permainan Angka Laporan Keuangan (financial Number
Game) dimainkan.

Dari tulisan yang diadaptasi dari Mulford dan Comiskey (2002) tentang

The Financial Number Game detecting creative accounting Practice menjelaskan

terkait permaianan angka didalam laporan keuangan. Tujuan utama didirikan

suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan baik. Hal

ini tidak terlepas dari peran manajemen dalam mengelola perusahaan tersebut.

Tetapi faktanya, tidak semua tujuan perusahaan dapat berjalan dengan lancar.

Kondisi perusahaan yang terkadang tidak sehat mengakibatkan

manajemen berusaha meningkatkan kinerjanya agar terlihat baik. Kondisi yang

tidak baik ini terkadang ditutupi oleh pihak manajemen dengan menampilkan

kinerjanya keuangan dengan baik. Akibatnya tidak jarang manajemen melakukan

kolusi dengan akuntan agar kinerjanya dapat dinilai baik oleh penggunanya.

Akuntan diminta oleh manajemen melakukan permainan angka yang akan

membawa pembaca kaporan keuangan menilai laporan keuangannya baik.

65
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan permainan angka - angka

keuangan adalah pemilihan kebijakan – kebijakan akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan dengan mengunakan fleksibilas kebijakan akuntansi terkait.

Konsep principle based memudahkan akuntan didalam melakukan kombinasi

kebijakan metode yang sama karena standar akuntansi hanya mengatuhr mengenai

hal hal dasar.

Dalam praktiknya, pemanfaatan kebiakan akuntansi belum dapat dikatakan

fraud sebab perlu pengujian atas niat dan motif yang mendasari.

5.3 Jenis – Jenis Financial Number Game dan Definisinya

Diadaptasi dari Priantara (2013:90)

1. Aggressive Accounting : adalah pemilihan dan penerapan prinsip akuntansi

yang bertujuan agar laba tahun berjalan lebih tinggi (higher current

earnings), terlepas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

apa tidak.

2. Earning Management : manipulasi laba secara aktif untuk suatu target

yang telah ditentukan sebelumnya untuk suatu proyeksi keuangan yang

sudah dibuat, atau mendapatkan suatu angka yang konsisten dengn arus

dan tren arus laba yang tidak fluktuatif dan lebih berkelanjutan.

3. Income Smooting : suatu bentuk earning management yang didesain untuk

menghasilkan laba yang fluktuatif, termasuk cara – cara mereduksi dan

menyimpan saat kinerja keuangan sedang membaik agar laba tersebut

dimanfaatkan pada saat kinerja keuangan sedang menurun.

66
4. Fraudulent Financial Reporting : Penajian keliru (misstatement) yang

disengaja untuk disembunyikan atas suatu angka atau pengungkapan

didalam laporan keuangan yang bertujuan untuk memperdayai pengguna

laporan keuangan.

5. Creative Accounting : setiap langkah yang digunakan untuk dimainkan

angka – angka dalam laporan keuangan, yang mencakup Aggressive

Accounting, Fraudulent Financial Reporting, Income Smooting dan

Earning Management.

Yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Fraudulent financial reporting

Fraud pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena tekanan berupa

ekspektasiterhadap prestasi kerja manajemen. Pelaporan keuangan yang secara

sengaja dibuat salah dan mengelabui (menyesatkan) para pengguna dikenal

dengan istilah irregularities (ketidakberesan karena fraud seperti ini sering kali

dicetus oleh dan untuk kepentingan manajemen yang dinamakan fraud

manajemen yang berupa :

 Manipulasi pemalsuan, atau perubahan terhadap catatan akuntansi atau

dokumen pendukung yang merupakansumber penyajian laporan

keuangan.

 Kesengajaan dalam penyajian atau senaja menghilangkan suatu

transaksi, kejasian, atau informasi penting dari laporan keuangan.

67
 Salah penerapan secara sengaja mengenai prinsip akuntansi (jumlah,

klasifikasi, penyajaian dan pengungkapan).

2. Earning Management

Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau

kinerja suatu organisasi karena tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sering

dikaitkan dengan prestasi manajemen. Schipper (1989) dalam Priantara (2013:93)

earning management adalah “Purposeful intervension in the external financial

reporting process, with the intent of obtaining some private gain”. Yang artinya

intervensi yang disengaja oleh manajemen dalam proses pelaporan keuangan,

yang bertujuan untuk kepentingan pribadi manajemen.

5.4 Financial Shenanigans

Menurut Howard Schilit dalam bukunya Financial Shenanigans : How To

Detect Accounting Gimmicks And Fraud In Financial Reports (2010), Financial

Shenanigans mendefinisikan sebuah tindakan yang mendistorsi kinerja dan

kondisi keuangan perusahaan. Ada tujuh financial shenanigans yang populer :

1. Mencatat penghasilan terlalu segera (recording revenue too soon)

2. Mencatat penghasilan fiktif (recording bogus or fictious revenue)

3. Memperbesar pendapatan dengan laba sesaat ( Boosting incme with one

time gains)

4. Menggeser beban tahun periode berjalan ke periode sebelum atau sesudah

(shifting current expenses to a later or earlier period).

5. Tidak mengungkapkan liabilitas secara cukup (failing to disclose

liabilities)

68
6. Menggeser pendapatan tahun periode berjalan ke periode sebelum atau

sesudah (shifting current income to a later period)

7. Menggeser beban yang akan datang (beban tangguhan) ke periode tahun

berjalan (shifting future expenses into th current period).

5.5 Window Dressing

Secara sederhana, window dressing dapat diartikan sebagai usaha dari

beberapa pihak untuk mempercantik nilai portofolio mereka pada akhir tahun agar

laporan tahunan tersebut tidak terlalu mengecewakan.

Pada umumnya, para manajer investasi (fund manager) yang memiliki produk

reksadana secara rutin akan menyampaikan laporan hasil pengelolaan

reksadananya kepada para investor. Dalam laporan yang dirilis tiap akhir triwulan

atau akhir tahun ini, manajer investasi akan merinci surat-surat berharga yang ada

di dalam portofolio investasi reksadana tersebut.

Saat pelaporan ini, sebagian manajer investasi tak jarang melakukan

praktik window dressing. para manajer investasi berusaha "mendandani"

laporannya agar terlihat memikat. Caranya, mereka akan menjual surat-surat

berharga yang harganya hancur dan kemudian membeli surat berharga yang

harganya sedang melejit dan menjadi pembicaraan di pasar.

Dengan strategi seperti ini, manajer investasi bisa menyembunyikan

kegagalan-kegagalan investasinya. Maklum, di dalam laporan kepada investor,

yang tampil adalah portofolio yang berisi surat-surat berharga top list. Sehingga

laporan manajer investasi kepada para investor akan terlihat cantik. Hal ini akan

69
berakhir, selain memuaskan investor lama, laporan seperti itu juga bisa memikat

investor baru.

BAB. VI

DIMENSSION OF HONESTY

6.1 Kenapa harus bertindak ?

Begitu banyak risiko disebuah organisasi, hal ini dapat diberi tanda dengan

warna merah, kuning atau hijau. Tanda dengan berwarna meah artinya memiliki

daerah yang memiliki resiko tinggi yang sangat urgent (mendesak) untuk segera

ditangani, hijau menandakan bahwa area organsisasi dapat diterima atau dapat

dieksploitasi untuk keuntungan yang besar sedangkan warna kuning memiliki arti

bahwa organisasi perlu mendapatkan perhatian karena ada sebuah tindak

kecurangan (fraud) di organisasi tersebut.

Gambar. 6.1 Stop Light

70
Sumber : www.google.com

Merah : Ada beberapa bagian disebuah organisasi yang harus dihadapi dalam

membrantas fraud. Orang-orang yang dapat memahami warna merah ini ialah para

ahli dalam menyelidiki fraud, para auditor, para tim yang bertugas untuk

mendeteksinya, bagian pengendalian keuangan, dan bagi mereka yang telah

diberikan amanah dalam mengatasi resiko fraud yang telah terjadi sebagaimana

tugas yang diemban oleh mereka.

Hijau : ada beberapa orang yang ingin melanggar sistem di organisasi untuk

mendapatkan keuntunga. Pekerjaan mereka ialah para criminal yang mampu

mengakses perusahaan dan mengambil sumberdaya perusahaan (contohnya para

hacker : mencuri ditoko, penipuan atas kartu kredit) dan juga orang-orang yang

bekerja di organisasional yang mendapatkan kesempatan melakukan fraud

didalamnya. Orang-orang tersebut mampu melihat “lampu hijau” makanya

mereka memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan fraud.

71
kuning : Setiap orang yang bekerja disebuah perusahaan akan diberikan tanda

kuning bagi mereka. Hal itu disebabkan ialah hampir seluruh pekerja tidak

memperhatikan resiko dari fraud. Mereka tidak terlibat langsung dalam

memikirkan bahwa potensi terjadinya fraud dan mereka harus menilai dengan

yakin bahwa kesempatan bagi para kriminal dapat diminimalisir.

6.2 Who’s At The Stop Light

Green / Hijau
Orang-orang yang terlibat dalam fraud ialah mereka yang berprilaku

sebabagi penipu. Tidak akan terjadi fraud apabila tidak ada penipuan. Jika para

direktur tidak memberikan mereka pekerjaan bagi mereka dengan memberikan

keadaan yang baik maka bisa saja para “kriminal” akan datang lalu tidak ada

insentif untuk menyewa para penjaga keamanan. Ada banya pelaku fraud dan

pelaku fraud yang sangat potensial yang bekerja di organisasi tersebut atau

mereka memilki akses untuk mengamil sumberdaya yang ada diperusahaan.

Pekerjaan “para kriminal” ialah membuat tindak kejahatan. Pekerja yang

bertindak sebagai fraud, mereka akan menghasilkan uang dengan ekstra yang

banyak dengan cara melakukan penipuan. Mereka mendapatkan ekstra gaji dan

tidak sebanding dengan gaji pokok yang mereka miliki mereka lebih tertarik

untuk melakukan tindakan illegal dibandingkan yang legal.

Yellow / Kuning
Direktur, manajer, para asosiasi dan karyawan berada pada kawasan

berwarna kuning. Mereka telah merancang target dan beban kerja dari aktivitas

mereka setiap hari. Manager memiliki peranan yang sangat penting di organisasi,

dan mereka harus bertanggung jawab atas perencanaa, organisasi, alokasi

72
sumberdaya, mengarahkan setiap aktivitas dan memantau kinerja para karyawan.

Sebagian besar bependapat bahwa manajer akan bertanggung jawab untuk

memastikan bahwa pengendalian di organisasi dan akan dibandingkan antara

kinerja dengan target yang telah dicapai dan hal-hal apa saja yang telah dicapai

dan telah tereksplor diperusahaan. Ditambah pula untuk mengetahui risiko ialah

dengan cara menilai apakah telah tepat dengan adanya pengendalian maka resiko

dapat diminimalisir. Di kawasan kuning, anggota tim tidak focus dengan resiko

frad yang tengah terjadi dan hal ini diluar dari skop tanggung jawab. Setelah

merujuk pada program pengembangan manajemen, bahwa content mereka

mengungkapkan bahwa tidak ada rujukan untuk pencegahan fraud, mendeteksi

dan menginvestigasi. Kompetensi dari manajeme, sekali lagi, mereka tidak hanya

berkaitan erat dengan topic-topik fraud. Sebagai pengecualian ialah front line

staff, seperti kasir dan bagian pengiriman yang mana akan memperhatikan dan

bertanya mengenai dokumen yang salah

Red / Merah
Pada level ini, mewaspadai fraud ialah hal yang sangat bagus. Para tim

spesialis akan menangani para pekerja yang melakukan fraud dan ketidakteraturan

dalam bekerja. Staff keamanan (security) dan orang-orang yang memilki peranan

penting ialah bagian yang mendaparkan jumlah kas yang banyak. Ada beberapa

area yang terlibat dan memiliki resiko yang tinggi yani kartu kredit, pinjaman

tanpa jaminan, dimana ada kesempatan yang jelas untuk melakukan hal yang

salah. Auditor, ataupun pihak eksternal dan internal memiliki tingkat indicator

atas fraud dan telah terlatih dan tanggap, tepat saat mereka mengetahui ada

transaksi tidak normal. Orang-orang yang ada dikawasan merah ini telah terlatih.

Tergantng dengan tipe pekerjaan mereka, meskipun dalam menangani validitas

73
(keabsahan) sebuah cek dengan pena ultraviolet. Hal yang lebih ekstrim lagi ialah

pada sector public, para staff akan mendapatkan pelatihan forensik dalam

mengisolasi dokumentasi yang ditiru yakni seperti “pengemudi” yang akan

mendapatkan lisensinya atau paspornya. Pelatihan ini ditujukan lebih spesifik

pada pekerjaan yang memiliki tingkat kedalaman kasus yakni sebagai investigasi

fraud. Namun hanya segelintir orang-orang yang ada dikawasan merah ini.

sayangnya, meskipun karyawan diorganisasi bertugas sebagai investigasi fraud

namun para tim investigasi tersebut tidak memiliki tingkat pendidikan yang sesuai

dalam menyebarkan (ilmu) dan menjalankan pekerjaan mereka di organisasi

tersebut. Mereka cenderung membawa detektif pada saat mereka mengetahui

bahwa fraud telah tampak tanda-tandanya.

6.3 Perpindahan dari Hijau ke Kuning

Kita telah memberikan saran bahwa jika setiap orang berada dikawasan

merah dan harus melawan fraud, sehingga tidak akan terjadi fraud. Idealnya

didunia ini, setiap orang akan bersikap jujur dan tentu tidak perlu pertimbangan

bahwa akan terjadinya fraud. Pada dunia nyata pasti ada orang-orang yang

bersikap tidak jujur. Beberapa orang berpendapat bahwa meraih sebuah

pengahrgaan dan keuntungan dengan berprilaku curang yang dapat mereka

lakukan pada kehidupan mereka dan sikap pola mereka yang bertindak seperti ini

tidak mudah diubah. Ini ialah pandangan yang sinis dalam memahami kegagalan

dari kaburnya menggaris antara yang benar dan yang salah bahwwa individu-

individu ialah berwajah dengan keadaan seharian mereka. Orang-orang yang

bekerja ditempat mereka berprilaku menaati hokum yang ada karena :

74
 Mereka percaya bahwa ini adalah benar dan wajar untuk bekerja

 Harus ada kepercayaan antara atasan dan karyawan


 Ini sebagai cerminan atas perilaku dan menghormati orang-orang yang
ada diorganisasi
 Resiko tertangkapnya lebih penting dari pada keuntungan yang diperoleh
dari tindakan fraud
 Tidak ada pilihan

Perpindahan dari Kuning ke Merah

Hal yang paling penting adalah aspek dari model stop light yang mendukung

ialah proses perpindahan karyawan dari kawasan kuning ke merah. Hal ini sangat

menantang. Jika sebuah organisasi mendapatkan karyawan dimana dapat melihat

penipu perusahaan sebagai “Musuh yang tak terlihat” mereka akan mendapatkan

posisi yang baik. Jika tim mereka bergabung untuk memulai isu fraud ini dengan

pelatihan penilaian resiko dan workshops, maka fraud dapat dideteksi bisa saja

dengan pengendalian yang telah diterapkan. Strategi untuk meningkatkan

kewaspadaan karyawan dan memahami arus organisasi bahwa penilaian resiko

yang tepat secara alami akan mengikuti. Cara yang terbaik ialah bersama-sama

dengan para staff untuk mendapatkan kunci utama dalam pemahaman dari

kejadian fraud yang terjadi. Ada tiga pendekatan utama untuk kewaspadaan fraud:

1. Berfokus pada nilai etika

Pendekatan pertama ini telah sesuai dan orang-orang telah memahami

konsep dari beretika dan mengetahuinya dan bagaimana mereka bersikap.

Salah sau cara untuk meyakinkan orang-orang bahwa fraud dapat terjadi hanya

jika diizinkan. Menggunakan model khusus dari fraud ialah model yang dapat

menunjukka orang-orang yang ada diorganisasi dapat dimasukkan kedalam

kategori yang akan ditunjukkan pada figure dibawah ini

Completely Depends
Honest on the 75
25% circumstances

Completely 50%
Dishonest
Sumber : Picket (2002)

Kita harus mengikuti proses dibawah ini :

a. Melakukan seluruh persiapan untuk merancang kewaspadaan terhadap


fraud, melakukan workshop dan memberikan dukungan untk pada direksi
dan top manajemen
b. Mendapatkan tim operasional yang bersama-sama dan memperkenalkan
topic dan tujuan dari workshop tersebut.
c. Memperhatikan latar belakang terjadinya fraud dan memperhatikan
kebijakan antifraud
d. Mempersiapkan daftar kategori dari staf karyawan tetapi tidak termasuk 25,
25, 50 persentase. Menanyakan setiap anggota kelompok untuk berdiskusi
kepada setiap partner dalam kelompoknya lalu mereka tidak meletakkan apa
yang mereka rasakan dari persentase setiap orang yang bekerja dalam
sebuah organisasi. Setiap orang akan tampil kedepan dan memberikan
persentase dari tiga kategori tersebut.
e. Mencari dampak dan menanyakan kepada kelompok untuk mengungkapkan
persentase dari personal mereka, pemimpin workshop akan menuliskan dan
menggambarkan grafik di papan
f. Merangsang sebuah diskusi yang bervariatif dan memberikan penilaian atas
diskusi tersebut
g. Bekerja dengan ide-ide yang dikeluarkan oleh orang-orang yang jujur,
organisasi tidak dirancang dengan sumber daya yang dapat dikendalikan
(control) dan kepentingan yang disekelilingnya yang berasumsi dengan
kejujurannya
h. Memberikan anggota tim waktu untuk terlibat dari workshop tersebut dan
seberapa besar perlawanan mereka untuk melongsorkan etika yang ada dari
fraud yang terjad.
i. Bekerja sesuai dengan rencana dalam mendeteksi potensial terjadinya fraud
dan hal ini adalah cara untuk penilaian resiko yang dapat diwaspadai tetapi
sudut fraud harus menjadi poin-poin yang sangat penting
j. Mengadakan wawancara dengan seseorang yang kembali dari tugas dan
berkeyakinan dari partisipasi tidak merasakan bahwa mereka seolah-olah
membuang waktu mereka akan tetapi mereka memperoleh hasil dari kerja
mereka atas workshop yang diadakan

76
2. Berfokus pada kebijakan yang telah dirancang

Pendekatan ini sangatalah berbeda. Pendeketan kedua ini menyajikan

kebijakan antifraud kepada para tim. Hal-hal yang harus dilakukan adalah :

a. Melakukan seluruh persiapan untuk merancang kewaspadaan terhadap


fraud, melakukan workshop dan memberikan dukungan untk pada
direksi dan top manajemen
b. Mendapatkan tim operasional yang bersama-sama dan memperkenalkan
topic dan tujuan dari workshop tersebut
c. Secara singkat berdiskusi pentingnya kebjakan antifraud
d. Bekerja dengan tindakan sesuai perencanaan dan menghubungkan
dengan kebijakan antifraud tersebut
e. Mengadakan wawancara dengan seseorang yang pernah melakukan
tugasnya dan meyakinkan kepada setiap orang atas pemahaman
kebijakan antifraud dan bagaimana dampaknya bagi mereka dalam
bekerja sehari-hari.

3. Berfokus pada praktek pelaksanaan

Pendekatan terakhir ialah melakukan mode pragmatic. Disinilah orang-orang

yang dilatih akan mempraktikan kegiatannya dan belajar atas kejadian jika

telah selesai maka lakukanlah tahap-tahap berikut :

a. Melakukan seluruh persiapan untuk merancang kewaspadaan terhadap


fraud, melakukan workshop dan memberikan dukungan untk pada
direksi dan top manajemen
b. Mendapatkan tim operasional yang bersama-sama dan memperkenalkan
topic dan tujuan dari workshop tersebut
c. Secara singkat berdiskusi pentingnya kebjakan antifraud
d. Membangun setiap kegiatan yang akan dilakukan dan memperhatikan
aspek-aspek kunci dari fraud seperti integrasi dan kebijakan hingga ke
praktek operasional, mendeteksi fraud, menanggapi dari kejadian yang
terjadi karena fraud, melakukan pencegahan
e. Melakukan pemantauan dan mempersiapkan persentasi mereka dari
setiap fraud yang terjadi yang telah mereka tetapkan
f. Memastikan bahwa setiap kelompok mendengar dan bertanya mengenai
aspek aspke fraud sebagai bahan mereka

77
g. Memberikan setiap tim waktu untuk terlibat dalam workshop dan
mengetahui kebutuhan akan pengetahuan mereka tentang pencegahan
fraud
h. Bekerja sesuai rancangan dan aksi mereka mengenai hal-hal potensial
yang terjadi dengan adanya fraud
i. Mengadakan wawancara dengan seseorang yang pernah melakukan
tugasnya dan meyakinkan bahwa mereka telah lengkap dan sepakat atas
aspek-aspek yang terjadi pada fraud
j. Berkeyakinan bahwa orang akan mengetahui pada saat mereka
menelpon para ahli fraud.

BAB. VII

AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA

Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa

tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia

telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank

untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat

pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed

Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu

beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari

sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan

78
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-

33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung

pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi

langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana

(Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan

publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan

akuntansi forensik atau audit investigatif.

Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilan

Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big

Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan

software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi

diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC

meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.

5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money

atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang

kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam

kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan

dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan

tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic?

Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic

Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah

akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat

79
bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses

peninjauan judicial atau administratif”.

Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat

diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan

pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik

dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang

audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk

memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada

akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara

lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan

antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk

mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh

Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan.

Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan

instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas

akuntan forensik.

7.1 Tugas Akuntansi Forensik

Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan

(litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum

diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan

alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi

dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

80
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan

(investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan

mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka

menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan

mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan

kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang

ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus

perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang

pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan

akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.

7.2 Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis

keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak

digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi,

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika

dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang

tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik,

sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku,

81
sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh

ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan

forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu

akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus

dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang

akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor

akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi

akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia

belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus.

Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya,

apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya

kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari

bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari

buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.

Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu

sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik

oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15

akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai

keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati.

Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik

ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru,

masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.

82
7.3 Keahlian Akuntansi Forensik

James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian

akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak

Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik

yaitu:

1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan

yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai

dengan kondisi yang wajar.

2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan

fakta

3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan

pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak

wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.

4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar

ketentuan/prosedur yang berlaku.

5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada

(yang seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).

6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara

lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar

opini.

7. Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif

dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-

dasar opini.

83
8. Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses

hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of

evidence).

9. Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang

meskipun dalam situasi tertekan.

Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus

memiliki multitalenta.Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan

sebagai gabungan antara pengacara,akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya.

Selain itu, seorang akuntan forensik harus memilikisejumlah sifat dasar. Antara

lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantangmenyerah,

punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah

jujur.

Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang

paling berat. Kalau akuntaninternal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli,

dan akuntan forensik adalah seorang detektif.Tugas utama dari akuntan di

perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus

keuanganperusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang

melakukan inspeksi dan pengecekanrutin atas area berdasarkan pengalaman

mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi danpengecekan yang

lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

7.5 Masa Depan Akuntansi Forensik

Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan

penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat

84
integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah

mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika

Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi

sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.

Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan

semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga

pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan

keahlian di bidang akuntansi forensik.

Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik

berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News &

World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek

pekerjaan panas di masa depan.”

BAB. VIII

KOMPETENSI AKUNTAN FORENSIK

8.1 Model Akuntansi Forensik

Merujuk pada perkembangan Model Akuntansi Forensik dalam

Tuanokotta (2010:18) menjelaskan perpaduan sederhana antara akuntansi dan

hukum, dalam hal ini penggunaan jasa akuntan dalam pembagian harta pasca

perceraian.

bagan. 8.1

AKUNTANSI

85
HUKUM
Diadaptasi dari : Tuanokotta, 2010:18

Dalam hal ini terlihat kompetensi seorang auditor forensik tidak terlepas

dari pemahaman konsep akuntansi serta pemahaman hukum. Kompetensi ini

memudahkan auditor dalam pengadilan.

Akan tetapi dengan adanya perkembangan akuntansi, mendorong

pengetahuan kompetensi terhadap disiplin ilmu lainnya yang dibutuhkan oleh

seorang auditor forensik.

bagan. 8.2

AUDITING AKUNTANSI

HUKUM
Dalam perkembangannya, pemahaman kompetensi akuntansi forensik

dimana kompetensi seorang auditor forensik memerlukan disiplin ilmu dimana

kompetensi itu didukung oleh Ilmu Akuntansi, Pengetahuan teknik auditing untuk

memecahkan kasus, serta pemahaman hukum dalam hal ini dipergunakan dalam

pembuktian di pengadilan.

Tetapi akuntansi forensik tidak statis, melainkan selalu melakukan

pembaharuan kearah dan teknik yang lebih baik. Dalam hal ini diadaptasi dari

George A Manning dalam Financial Forensic and Forensic Accounting

(2005:461) menjelaskan terkait ilmu kriminologi terkait faktor – faktor terkait

pendeteksian fraud. Dalam hal ini, akuntan forensik dituntut mampu memahami

86
ilmu kriminologi modern didalam pendeteksi kecurangan laporan keuangan.yang

didukung dalam Tuanokotta, (2010:893) dan Priantara (2013:54) menjelaskan

bahwa kriminologi mampu menguraikan sebab terjadinya fraud.

BAB. IX

LAMPIRAN

9.1 Teknik Mendeteksi Kecurangan

Teknik mendeteksi kecurangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Critical Point Auditing (CPA)

Setiap perusahaan pasti memiliki titik rawan yang sering digunakan

sebagai tempat terjadinya kecurangan. Apabila kecurangan terjadi pada titik

tersebut, akan dengan mudah diketahui. Namun, dalam banyak hal keberhasilan

suatau kecurangan lebih banyak disebabkan kepandaian pelaku dalam

menyembunyikan kegiatannya diantara transaksi-transaksi yang ada.

87
CPA merupakan suatu teknik dimana melalui pemeriksaan atas catatan

pembukuan, gejala suatu manipulasi dapat diidentifikasi. Hasilnya berupa gejala

atau kemungkinan terjadinya kecurangan yang pada gilirannya mengarah kepada

penyelidikan yang lebih rinci. Metode ini dapat digunakan pada setiap

perusahaan. Semakin akurat dan komprehensif suatu catatan, maka semakin

efektif teknik ini dalam mengetahui gejala kecurangan.

Critical Point Auditing ini adalah :

1. Analisis Tren

Pengujian ini terutama dilakukan atas kewajaran pembukuan pada

rekening buku besar dan menyangkut pula pembandingannya dengan

data sejenis untuk periode sebelumnya maupun dengan sejenis dari

cabang-cabang perusahaan. Data-data yang digunakan biasanya berupa :

Rekening Buku Besar, Neraca, dan Anggaran.

Pembandingan dengan periode sebelumnya dapat diarahkan untuk :

a. mendapatkan gejala manipulasi yang dilakukan oleh pihak internal

perusahaan yang melakukan kecurangan.

b. mendeteksi kemungkinan adanya kerugian kecurangan.

Dampak atas kecurangan yang didasarkan atas analisis rasio dan kinerja

adalah hal yang penting untuk diamati lebih lanjut. Seorang pelaku kecurangan

tidak dapat menjamin bahwa tindakannya dapat dilakukan erus menerus secara

teratur. Pelaku tersebut mungkin cukup agresif, namun jika pengawasan

ditingkatkan atau jika prosedur ataupun pengendalian yang efektif diterapkan,

kecurangan akan dapat dideteksi. Para pelaku kecurangan tersebut membutuhkan

waktu dan usaha untuk menciptakan kesempatan yang baru. Dengan adanya

88
ketidakteraturan dalam kesempatan untuk melakukan kecurangan, maka memberi

dampak tehadap ketidakkonsistenan pelaku kecurangan dalam melakukan

kecurangan tersebut akan nampak dalam pembukuan perusahaan.

2. Pengujian Khusus

Pengujian khusus dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang memiliki

risiko tinggi untuk terjadinya kecurangan. Kegiatan-kegiatan tersebut

seperti:

 Pembelian

Kecurangan pembelian umumnya dilakukan dengan cara meninggikan

nilai yang terdapat dalam faktur. Dalam setiap kecurangan pembelian,

hamper selalu terdapat pengkreditan yang salah pada rekening

kreditur. Cara lain yang dilakukan adalah dengan melakukan

pembelian fiktif. Hutang yang timbul kemudian dilunasi oleh

perusahaan, bukan kepada pemasok, namun kepada pelaku

kecurangan. Walaupun rekening dapat dibukukan, namun pelaku

kecurangan tidak mampu menyiapkan bukti pendukung yang lengkap.

Oleh karena itu, pengujian pertama yang sangat penting adalah untuk

meyakinkan keabsahan pemasok.

Langkah_langkah yang dapat digunakan untuk meykinkan keabsahan

tersebut adalah :

o Membandingkan data pemasok dengan data karyawan perusahaan,


tentang alamat dan nomor teleponnya. Pengujian ini berguna untuk
mengetahui apabila karyawan menciptakan pemasok fiktif dengan
menggunakan alamat karyawan tersebut atau alamat kerabatnya
untuk menerima pengiriman uang dari perusahaan.

89
o Teliti nama perusahaan tempat karyawan bekerja sebelumnya.
Bandingkan data perusahaan tersebut denagan data rekanan
perusahaan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
kemungkinana karyawan melakukan kolusi dengan karyawan
tempat dia bekerja sebelumnya.
o Periksa beberapa rekanan yang mengajukan penawaran kepada
perusahaan, dan teiti hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Pngujian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya tender yang
hanya diikuti rekanan yang mempunyai keterkaitan satu sama lain.
o Teliti faktur pembelian, apabila memenuhi unsur berikut, perlu
diteliti lebih lanjut :
Tidak terdapat nomor telepon
Faktur pembeliannya bukan faktur asli
Faktur tidak dikirim melalui pos
Tidak terdapat rincian barang-barang yang dibeli
(selain kode barang)

 Verifikasi buku besar

 Perhatikan rekening hutang yang muncul setelah penunjukan


pejabat perusahaan yang baru, khususnya yang menangani
pembelian. Tidak jarang, pejabat memilih pemasok yang telah
dikenalnya (kemungkinan karena ada hubungan istimewa)
Bandingkan buku pembelian tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya, perhatikan hal-hal berikut ini :
o Rekening-rekening yang dihapuskan
o Rekening yang baru
o Kecenderungan (trend) yang tidak wajar atas suatu rekening
o Pengkreditan atas suatu rekening selain dari barang yang
diterima dan pendebetan selain kas
 Periksa tingkat kewenangan pejabat dalam melakukan
pambelian dan menyetjui faktur. Perhatian harus diarahkan
pada kemungkinan memecah pembelian menjadi beberapa
pesanan.
 Lakukan uji-petik terhadap beberapa kontrak, terutama dari
pemasok yang barang-barangnya dibeli tanpa ada harga
resminya. Perhatikan hal-hal berikut ini :
Barang dibeli dari pemasok yang bukan merupakan
kegiatan bisnisnya
Pembelian tanpa melalui penawaran yang kompetitif
Mutu barang dibawah standar
Adanya perubahan harga dan/atau perpanjangan waktu
Harga kontrak sedikit dibatas ataas (plafon anggaran).
Apabila dari hasil pengujian terdapat indikasi adanya
kecurangan, langkah berikut harus dilakukan :
 Teliti kepemilikan perusahaan yang memenagkan tender
 Teliti kepemilikan perusahaan yang kalah dalam tender

90
 Penjualan dan Pemasaran

Kecurangan dalam aktivitas ini biasanya dilakukan dengan seolah-olah

terjadi penjualan yang diikuti dengan pengiriman barang namun tanpa

pendebetan pada rekening debitur. Kebalikan dengan pembelian,

verifikasi atas penjualan dilakukan melalui penelitian atas sumber

dokumen. Selanjutnya yakinkan bahwa transaksi tersebut dibukukan

dalam rekening yang tepat.

Uraian lengkap pengujian yang harus dilakukan adalah sebagai

berikut:

o Lakukan pengujian terhadap pembeli yang memperoleh harga


terendah/memperoleh potongan harga (discount) paling besar
o Teliti saldo piutang yang melampaui plafon kredit
o Teliti pembayaran/pelunasan piutang yang melampaui batas waktu
tertentu
o Lakukan analisis atas pesanan penjualan, catatan gudang dan
faktur, selanjutnya bandingkan antara ketiganya
o Teliti pngiriman barang contoh ke gudang/cabang atau pengiriman
barang kepada pihak ketiga tersebut. Prosedur ini dimaksudkan
untuk mendeteksi kemungkinan penyalahgunaan pengiriman
barang sampel
o Teliti nota kredit untuk barang-barang yang dikembalikan (diretur)
dan bandingkan dengan penerimaan barangnya (di gudang)
o Teliti surat menyurat berkaitan dengan transaksi pembelian.
Perhatikan keluhan konsumen, seperti kesalahan dalam faktur dan
sebagainya. Trasir keluhan-keluhan tersebut kepada barang yang
dipesan, pengiriman barang, dan faktur penjualan
o Teliti catatan pelunasan piutang ke rekening yang bersangkutan.
Trasir ke buku kasnya dan slip pembayaran. Perhatikan perbedaan
tanggal, nama pembayar. Prosedur ini dilakukan dalam rangka
mendeteksi kemungkinan terjadinya lapping.
Dalam lappin, pembayaran dari debitur tertentu dibukukan dalam
rekening debitur lainnya seolah-olah salah pembukuan untuk
menutupi kecurangan yang telah dilakukan.

 Persediaan

91
Teliti secara detail catatan-catatan persediaan berkaitan dengan hal-hal

berikut ini :

 Produk yang mempunyai perputaran (turnover) paling tinggi


 Produk yang ada dalam persediaan, padahal tidak terdapat dalam
persediaan tahun sebelumnya
 Produk yang ada dalam persediaan tahun-tahun lalu, namun tidak
tersedia tahun ini
 Semua koreksi atas catatan persediaan yang disebsbkanadanya
perbedaan pada saat dilakukan stock opname

Periksa jadual pelaksanaan stock opname tahun lalu dengan cara :

 Meneliti setiap jenis barang dan kaitkan dengan kewajaran


persediaan, perputaran dan ruang penyimpanan yang tersedia
 Meneliti catatan kerja pengemudi perusahaan pada saat dilakukan
inventarisasi
 Meneliti apakah terdapat pembayaran biaya pengangkutan untuk
pihak ketiga pda saat inventarisasi
 Verifikasi kebenaran barang dalam perjalanan
Analisis Hubungan

- Teliti debitur yang volume pembeliannya menurun dibandingkan


dengan tren normal, terutama yang disebabkan oleh pembatalan
pesanan maupun retur penjualan
- Teliti jumlah pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar dan
dibandingkan dengan jumlah kartu garansi yang dikembalikan
oleh konsumen akhir
- Teliti rasio penerimaan terhadap penjualan kredit, piutang ragu-
ragu terhadap penjualan
- Dapatkan anggaran biaya untuk setiap pusat biaya, dan lakukan
penelitian atas biaya-biaya yang realisasinya masih dibawah 50%
pada awal triwulan III namun mencapai lebih dari 90% mendekati
akhir tahun.

2. Job Sensitivity Analysis (JSA)

Setiap pekerjaan dalam suatu perusahaan memiliki berbagai

peluang/kesempatan untuk terjadinya kecurangan. Hal ini tergantung dari

beberapa factor seperti : akses, kemampuan, dan waktu yang tersedia untuk

merencanakan dan melaksanakannya.

92
Teknik analisis kepekaan pekerjaan (job sensitivity analysis) ini

didasarkan pada suatu asumsi, yakni bila seseorang/sekelompok karyawan bekerja

pada posisi tertentu, peluang/tindakan negative (kecurangan) apa saja yang dapat

dilakukan. Dengan kata lain, teknik ini merupakan analisis dengan risiko

kecurangan dari sudut “pelaku potensial”, sehingga penegahan terhadap

kemungkinan terjadinya kecurangan dapat dilakukan mesalnya dengan

memperketat pengendalian intern pada posisi-posisi yang rawan kecurangan.

1. Metode Pendekatan

Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan semua

posisi pekerjaan di dalam perusahaan yang menjadi obyek pemeriksaan.

Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diamati dan dipelajari adalah ;

 Struktur organisasi
 Uraian tugas masing-masing pejabat yang ada dalam perusahaan
 Manual akuntansi dan formulir-formulir yang digunakan
 Pendelegasian wewenang
Langkah berikutnya adalah menyiapkan analisis setiap pejabat. Simpulan

yang diperoleh dari langkah ini harus dapat menunjukkan spesifikasi setiap

pekerjaan dan mencatat perbedaan antara akses yang diperbolehkan dengan akses

yang direncanakan. Sebagai contoh, petugas bagian pesanan penjualan tidak tidak

diperkenankan memiliki akses terhadap catatan pembelian. Namun kita juga harus

mempertimbangkan kondisi nyata dari ruangan yang tersedia dalam paerusahaan

yang bersangkutan, artinya apabila ruangan petugas bagian penjualan bersama-

sama dengan karyawan bagian pembelian, adalah suatu hal yang tidak realistis

menganggap petugas penjualan tersebut tidak mungkin membaca, merubah, atau

menyembunyikan catatan.

2. Pengawasan Rutin

93
Suatu hal yang mudah bagi pelaku kejahatan dalm suatu perusahaan untuk

beroperasi, bila mana manajer sibuk dengan tanggung jawab lain. Dalam

melakukan pengendalian juga harus diperhatikan hal-hal seperti bawahan lebih

pandai dari atasannya, atau bila atasan memiliki bawahan yang mempunyai latar

belakang pendidikan yang berbeda.

3. Karakter Pribadi

 Karakter pribadi karyawan harus dipertimbangkan. Hal-hal yang harus


diperhatikan seperti :
· Kekayaan yang tidak bisa dijelaskan
· Pola hidup mewah
· Pegawai yang sering merasa kecewa/tidak puas atas keputusan
manajemen/tidak naik-naik pangkat
· Sifat egois dari karyawan (mementingkan diri sendiri)
· Karyawan yang sering mengabaikan instruksi/prosedur
· Karyawan yang merasa dianggap paling penting
4. Tindak Lanjut

Hasil analisis akan memberikan gambaran tentang jenis pekerjaan mana

yang mengandung risiko tinggi dan metode fraud yang bagaimana yang sebaiknya

diterapkan. Pengujian secara detail harus dilakukan guna menentukan apakah

kesempatan yang ada telah digunakan.

9.2 Kegagalan Auditor dalam mendeteksi fraud

Robert R Moeller, pengarang buku SOX & The New Internal Auditing

Roles(2004) kegagalan auditor mendeteksi terjadi fraud disebabkan beberapa

alasan :

1. Fraud Concern Receive Inadequate Support From

Management.

Keengganan top management untuk membantu auditor

kemungkinan karena mereka sendiri adalah pelaku fraud. Dalam

94
Global Economic Crime Survey 2005 pelaku fraud 51% adalah

middle management ke atas.

2. Auditor Have an unwillingness to look for Fraud

Kemungkinan besar auditor tidak memiliki kemampuan sebagai

forensic auditor. Global Economic Crime Survey 2005 pun

menunjukan bahwa sepertiga kasus fraud ditemukan secara

tidak sengaja (purely by accident). Salah satu sebab mengapa

fraud lebih sulit ditemukan karena fraud melibatkan keahlian

pelakunya dalam mengeksplotasi sistem dan pengendalian

akuntansi

3. Too Much Trust is placed on Auditeess

Kendala ini dialami khususnya bagi para auditor internal.

Karena sehari-hari sering bertemu dan untuk menjaga hubungan

baik maka sering para auditor internal menjadi terlalu percaya

kepada para auditeenya.

4. Not Enough Emphasis is placed on Audit Quality

Kurangnya perencanaan audit yang matang, tidak adanya

diskusi mendalam antar anggota tim audit dengan komite audit

menjadikan kualitas audit tidak bagus.

5. Auditor Sometime fail to Focus on high risk fraud area.

Secara garis besar terdapat tiga faktor resiko fraud yang

berkaitan dengan fraud dalam pelaporan keuangan. Pertama,

karekteristik manajemen yang berkaitan dengan manajemen,

95
tekanan, sikap dan perilaku terhadap pengendalian intern.

Kedua, karekteristik industri yang berkaitan dengan kondisi

ekonomi dan peraturan yang berlaku. Ketiga, karekteristik

operasional yang meliputi sifat dan kerumitan dari transaksi

perusahaan.

Sebagai penutup, sekilas dalam kasus PT. Adam Air, Direktur Keuangan

PT. Adam Air Gustiono Kustianto pun mengakui dia sering dilangkahi dalam

beberapa transaksi penting.(lihat red flag terhadap manajemen : pengendalian

internal kurang memadai). Apakah red flags ini tercium oleh para auditor PT.

Adam Air, baik internal atau ekternal auditor?

Sumber : http://signnet.blogspot.co.id/2008/03/pentingnya-mengenali-fraud-red-

flags.html

BAB. X

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan dari tulisan ini, merujuk pada nenerapa literatur dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Fraud merupakan suatu kejahatan yang memiliki karakteristik khusus

berbeda dengan kejahatan jenis lainnya. Farud membawa kerugian yang

disadari atau bahkan tanta disadari dapat merugikan korbannya. Yang dalam

96
perkembangannya tidak tidak berdampak secara emosional terhadap

korbannya.

2. Dilihat dari pendekatan Kriminologi dan Viktimologi, fraud merupakan

suatu tindakan yang secara langsung dan tidak langsung merupakan

kejahatan yang memiliki karakteristik khusus tetapi didalam penanganannya

tidak berbeda dengan kejahatan lainnya. Akan tetapi, didalam penemuan

fraud ini sangat sulit dan dapat dikatakan sangat kecil dikarenakan elaku

dalam kejahatan ini merupakan orang – orang yang memiliki kecerdasan

sehingga sering diasumsikan white collar crime berbeda dengan kejahatan

yang lain yang dapat menimbulkan bukti fisik.

3. Adapun teknik penemuan fraud tidak terlepas dari teori Kriminologi yakni

menelusuri kehajatan dari sisi pelaku, hal ini menimbulkan banyak teori

yang mendorong kenapa melakukan kejahatan fraud. Salah satu nya adalah

fraud triangle. Jika menelisik dari Viktimologi, kebalikan dari kriminologi,

viktimologi lebih menekankan pada penelusuran kejahatan dilihat dari sisi

korban, kenapa menjadi korban.

Saran

Dalam tulisan ini lebih menitik beratkan teknik penemuan fraud dengan

menggunakan berbagai pendekatan yang diharapkan mampu membuka mata

pembaca mengenai fraud itu sendiri, tetapi didalam tulisan ini, masih banyak

terdapat kekurangan. Bagi peneliti diharapkan mampu menguji secara empiris

berbagai pendekatan yang terdapat dari beberapa literatur ini.

97
DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, Albrech, Albrech, Zimbelman. 2012. Fraud Examination. South-


Western

Henderson (2014). Top Auditing Issues for 2014 CPA Courses. Wolter Kluwer

Howard Schilit (2010)Financial Shenanigans : How To Detect Accounting


Gimmicks And Fraud In Financial Reports

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2012. Standar Perikatan Audit 240. Tanggung
Jawab Auditor terkait Dengan Kecurangan Dalam Suatu Audit Atas
Laporan Keuangan. Jakarta. http://www.iapi.or.id

98
Mulford dan Comiskey (2002) tentang The Financial Number Game detecting
creative accounting Practice.

Pickett, Pickett. 2002. Financial Crime Investigation and control

Prasetyo, et al. 2003. Peak Indonesia Fraud Prevention and investigation, Jakarta

Priantara, Diaz (2013). Fraud auditing and Investigation. Mitra Wacana Media

Silverstone, Sheetz. 2007. Forensic Accounting and Fraud Investigation for Non-
Experts. John Wiley & Sons. New Jersey

Singleton, Singleton, Bologna, Linquist. 2006. Fraud Auditing and Forensic


Accounting. John Wiley and Son

Sukamto Eman,2007. Perbandingan Persepsi Antara Kelompok Auditor Internal,


Akuntan Publik, Dan Auditor Pemerintah Terhadap Penugasan Audit
Kecurangan (Fraud Audit) Dan Profil Auditor Kecurangan (Fraud
Auditor). Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro

Tuankotta. 2010. Akuntansi Forensik dan audit investigatif. Salemba Empat :


Jakarta

Widigjaya, Dhiyas (2010) Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi


Pertimbangan Akuntan Publik Dalam Mendeteksi Kecurangan
Manajemen. Skripsi Undip : Semarang

http://signnet.blogspot.co.id/2008/03/pentingnya-mengenali-fraud-red-flags.html

99

You might also like