You are on page 1of 11

MINI C-EX

KAPSULITIS ADESIVA BAHU (FROZEN SHOULDER)

Diajukan kepada:

dr. M. Ardiansyah Adi Nugraha, M.Kes., Sp.S.

Oleh:

Zakiyah Arrohmah

20174012018

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. IDENTITAS
Nama : Tn N
Usia : 68 th
Status : Menikah
Alamat : Gondomanan
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Periksa : 8 Mei 2018

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri bahu kanan
b. RPS
Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan nyeri bahu kanan. Nyeri sudah
berlangsung sekitar 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
kemeng. Nyeri hanya dirasakan di bahu kanan tidak menjalar hingga bahu kiri.
Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu seperti menggendong cucu, memakai baju
maupun menyisir rambut. Nyeri bertambah bila bahu digerakkan dan membaik jika
diistirahatkan. Rasa baal, kesemutan maupun bengkak disangkal.
c. RPD
Pernah mengalami keluhan serupa namun tidak selama sekarang
Riwayat trauma pada bahu, operasi disangkal
Riwayat HT (-) DM (-) Stroke (-)
d. RPK
Tidak pernah mengalami keluhan serupa
e. Riwayat Pribadi
Pasien merupakan penjual kelontong di rumah dan mengurus 2 cucu
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
TD = 130/70 mmHg
T = 36 ◦C
HR = 77 kpm
RR = 22 kpm
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Kurang
VAS :2
b. Status Psikiatri
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kuantitatif : GCS (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
 Kualitatif :Tingkah laku tenang, perasaan hati euthym
 Orientasi :(tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
 Jalan Pikiran : Koheren
 Kemampuan Bicara : lancar (+)
 Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-), flaccid (-), bradikinesia (-)
c. Status Neurologis
1) Kepala : normocephal, simetris (+)
Px nervi cranialis
a) N. I (Olfactorius) : daya pembau kanan = kiri dalam batas normal
b) N. II (Opticus)
 Visus : tidak dilakukan
 Pengenalan warna : tidak dilakukan
 Medan penglihatan : normal +/+, hemianopsia -/-
 Px fundus okuli : tidak dilakukan
c) N. III (Occulomotorius), N. IV (Trochlearis), & N. VI (Abducen)
 Ptosis (-/-), nistagmus (-/-), exoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-)
 Gerak bola mata ke atas : normal/normal
 Gerak bola mata ke bawah : normal/normal
 Gerak bola mata ke medial : normal/normal
 Pupil : isokor
 Strabismus : (-/-)
 Diplopia : (+/+)
 Reflek cahaya langsung : (+/+)
 Reflek cahaya konsensuil : (+/+)
 Reflek akomodatif : (+/+)

d) N. V (Trigeminus)

 Motorik : menggigit (+), membuka mulut (+)


 Sensorik : sensibilitas atas (+/+), tengah (+/+), bawah (+/+)
 Reflek : masseter (-), zygomaticus (-/-)

e) N. VII (Facialis)

 Mengerutkan dahi : simetris


 Kedipan mata : kanan = kiri
 Sudut mulut : simetris
 Mengerutkan alis : simetris
 Menutup mata : +/+
 Lakrimasi : tidak dilakukan
 Daya kecap lidah 2/3 depan : normal
Refleks dan Tanda
 Visuo-palpebral : (+/+)
 Glabella : (-)
 Aurikulo-palpebral : (+/+)
 Tanda Myerson : (-)
 Tanda Chovstek : (-)

f) N. VIII (Vestibulocochlearis)

 Mendengar suara gesekan tangan : (+/+)


 Tes Rinne : tidak dilakukan
 Tes Weber : tidak dilakukan
 Tes Schwabach : tidak dilakukan

g) N. IX (Glossopharyngeus)

 Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan


 Reflek muntah : tidak dilakukan
 Sengau : (-)

h) N. X (Vagus)

 Nadi : teraba/teraba
 Bersuara : bisa dipahami
 Menelan : normal
i) N. XI (Accessorius)
 Memalingkan kepala : (+/+)
 Mengangkat bahu : simetris
 Atrofi otot bahu : (-/-)
j) N. XII (Hipoglossus)
 Sikap lidah : normal
 Artikulasi : jelas
 Tremor lidah : (-)
 Atrofi otot lidah : (-)
 Fasikulasi lidah : (-)
2) Badan
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (+/+)
 Cor : S1 S2 reguler
 Abdomen : BU (+), NT (-), timpani (+)
3) Ekstremitas

Kekuatan :
Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Sensibilitas : normal

Refleks Fisiologis :

Refleks Patologis :

Klonus :
d. Tes Fungsi Koordinasi
Tidak dilakukan
e. Fungsi Vegetatif
Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-)
Defekasi : inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)
Regio bahu kanan :
Inspeksi: edema (-) eritema (-) deformitas (-)
Palpasi: nyeri tekan pada muskulus deltoideus dan muskulus supraspinatus kanan
ROM : fleksi atau elevasi <90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, rotasi
internal dan eksterna < 20 derajat
4. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : nyeri bahu kanan (gerakan aktif dan pasif) lingkup gerak
sendi bahu kanan terbatas
Diagnosis Topis : articulatio glenohumeral dextra
Diagnosis Etiologi : kapsulitis adhesiva bahu
Diagnosis Banding : Tendinitis supraspinatus, Tendinitis kalsifikan, Tendinitis
Bisipitalis, Bursitis subakromialis. Ruptur Rotator Cuff, Subluksasi sendi
glenohumoral, Dislokasi acromioclavicula dan sternoclaicular
5. PLANNING
- Foto sendi bahu kanan: tidak tampak fraktur maupun kelainan
- Farmakoterapi:
Meloxicam 7.5 mg
Paracetamol 1/2 tablet
Diazepam 1 mg
M. f.pulv dtd no XX da in caps
S prn 1 caps
6. PROGNOSIS

Ad vitam : ad Bonam

Ad sanationam : ad Bonam

Ad Fungsionam : ad Bonam
BAB II
DASAR TEORI

1. Definisi
Kapsulitis adesiva atau frozen shoulder didefinisikan sebagai suatu
kondisi dimana terjadi nyeri bahu sampai lengan serta penyempitan luas gerak
sendi baik secara aktif maupun pasif.
2. Anatomi dan Fisiologi
Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula, dan
humerus. Terdapar dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu yaitu
sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang berbentuk
“ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas. Struktur-
struktur yang membentuk bahu disebut juga sebagai rotator cuff. Tulang-tulang
pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon dan ligament
membantu memberi kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian
dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.
subscapularis.
Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan menjaga
stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan menyambung ke
humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu. Manset ini menjaga
caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal.
Otot-otot pada rotator cuff menjadi “ball” dalam “socket” pada sendi
glenohumeral dan memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder.
Terdapat dua bursa untuk memberi bantalan dan melindungi dari akromion dan
memungkinkan gerakan sendi yang lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,
sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),
untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.
Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar
dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.
3. Epidemiologi
Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan muskuloskletal tersering
ketiga setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari frozen shoulder
pada populasi umum dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11% pada penderita
diabetes.
Frozen shoulder dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih sering
pada pasien dengan diabetes dari pada yang tidak. Pada 14% pasien, saat frozen
shoulder masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga terpengaruh. Frozen
shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit. Suatu
relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang terjadi.
4. Etiologi
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi
mendara yang menyebabkan sendi tidak digunakan. Idiopatic frozen shoulder sering
terjadi pada dekade ke empat atau ke enam.
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar collum
dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering menyebabkan
terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff tendinopati dengan
sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai frozen shoulder. Pasien
dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjadalani fisioterapi juga memiliki
resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga dapat menyebabkan frozen shoulder.
Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma atau
operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi pada
sepertiga kasus pergerakan yang terbatas dapat terjadi pada kedua lengan.
5. Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri yang
ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang imobil akan
menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema, eksudasi,
dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa
subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis
dan bisep, perlekatan kapsul sendi.
Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul yang
berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat ruangan
untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah fibrosis
yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik ditemukan
prolifrasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi miofibroblas
sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang berantakan yang
menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan synovial pada sendi bahu
juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan
penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi.
Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain
sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang disebut
frozen shoulder.
Terdapat pula pendapat yang menyatakan adanya proses perrubahan vakuler
pada frozen shoulder.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi dalam
tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini biasanya
berjalan selama 1 hingga 3 tahun.
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase ini
diawalin dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur
dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien
akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan
meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan
sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dewngan analgesic. Tidak ada
trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa
melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini dapat
berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna
dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil
sesuatu yang tinggi. Saat in pasien biasanya mempunyai keluahans spesifik seperti
tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau mengambil sesuatu dari
rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1 tahun.
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien mulai
bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik
secara gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin
kurang dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal dan
eksternal dapat berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada
rotasi eksternal.
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup gerak
sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan
tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder pasien tidak
dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang
membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat
bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
7. Kriteria Diagnosis

• Gerakan aktif maupun pasif menjadi terbatas pada semua gerakan baik elevasi
maupun rotasi.

• Lingkup Gerak sendi : Penderita tak dapat menyisir rambut karena nyeri di bagian
depan samping bahu. Nyeri di daerah tersebut terasa juga kalau lengan diangkat untuk
mengambil sesuatu dari saku kemeja.

• Pada palpasi dirasakan nyeri (tenderness).

Anamnesis pasien kapsulitis adesiva umumnya datang dengan keluhan:

a. Nyeri saat tidur

b. Nyeri di bagian depan dan samping bahu

c. Keterbatasan lingkup gerak sendi

d. Nyeri biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas.

e. Kadang mereka datang dengan keluhan “tidak bisa menyisir rambut”, “tidak bisa
mengonde rambut”, “tidak bisa mengambil dompet di saku belakang”, termasuk “tidak bisa
sempurna gerakan sholat” bahkan kadang-kadang mengeluh tidak bisa melaksanakan
aktivitas sehari-hari sebagaimana mestinya. Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk
memeriksa hal-hal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan
problematik,tujuan dan tindakan fisioterapi,antara lain sebagai berikut :

a. Pemeriksaan derajat nyeri


Penilaian intensitas nyeri dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS)yaitu cara
pengukuran derajat nyeri dengan skala nilai 0-10 yaitu: nilai 0 tidak nyeri, nilai 1-3 nyeri
ringan, nilai 4-6 nyeri sedang, nilai 7-10 nyeri berat sampai sangat berat.

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)

Pada pemeriksaan ROM (Range of Motion) yang menurun baik itu gerakan aktif maupun
pasif .

8. Faktor Resiko

Pasien dengan Diabetes mellitus dan Thiroid disease memiliki risiko


untuk terjadinya Frozen shoulder. Frozen shoulder lebih banyak ditemukan pada laki
laki dari pada wanita dengan usia 40-60 tahun, riwayat trauma, dan memiliki riwayat
frozen shoulder pada bahu kontralateral sebelumnya.(rekomendasi moderat)

9. Pemeriksaan Penunjang
Pada prinsipnya diagnosa frozen shoulder ditegakan berdasarkan manifestasi
klinis. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis (rontgen articulatio
glenohumeral, akromioklavikular, coracoakromial) hanya dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan lab (Darah rutin, GDS,
GDP) kadang dilakukan karena sering pada penderita fronzen shoulder merupakan
penderita diabetes yang tidak diketahui.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan dengan
latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan
untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan
pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga
dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul
untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut
hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan
terapi tersebut.
Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan
perlengketan. Opersai dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi.
Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.
Mungkin diperlukan juga fisioterapi dan latihan gerak. Fisioterapi dapat
berupa pijatan atau pemberian panas.
11. Prognosis

Pasien dengan frozen shoulder bisa sembuh, namun sebagian besar penderita
frozen shoulder kehilangan sebagian fungsi gerak dari sendi bahu.

You might also like