You are on page 1of 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakanng


Abortus atau pengguguran kandungan selalu menjadi permasalahan dari masa ke masa.
Dari segi kesehatan secara alami terjadi keguguran pada 10-15% kehamilan. Di lain pihak ada
keadaan yang memaksa pengguguran kandungan yang harus ditempuh (provokasi) untuk
menyelamatkan ibu hamil, tetapi banyak pula pengguguran dilakukan bukan untuk tujuan ini.1
Permasalahn abortus tidak hanya berkaitan dengan bidang forensic saja, tetapi juga
berkaitan dengan hukum kesehatan. Perbedaan intinya adalah hukum kesehatan lebih tertuju
pada ketentuan hukum yang mengatur dalam keadaan apa, oleh siapa pengguguran dapat
dilakukan, sementara dalam bidang kedokteran forensic tertuju pada pemeriksaan dan
pembuktian bagaimana pengguguran kandungan dilakukan, kapan, berapa umur bayi dan lain-
lain.1
Abortus provokatus kriminalis merupakan abortus yang dilakukan secara ilegal.
Pengguguran yang dilakukan biasanya dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu,"1
Abortus provokatus kriminalis yang dilakukan secara illegal akan mengakibatkan tiga
hal besar. Pertama bisa menimbulkan perlukaan jalan lahir dari luka kecil sampai luka tembus
ke dalam perut. Pernah ada dukun yang memasukkan ruji sepeda ke dalam vagina sampai
menembus rahim. Ada yang memasukkan potongan kayu secara "buta" karena tak mengenal
anatomi alat kelamin dalam dengan baik. Akibat kedua, bisa terjadi perdarahan -- jika tak
tertolong bisa mati di tempat. Ketiga, karena pengerjaannya tak memperhatikan sterilitas, maka
pasti mengundang infeksi dari ringan sampai mengenai seluruh organ perut yang menyebabkan
perut kembung, usus busuk, dan bila sudah ada pernanahan terjadilah opersi pengangkatan
rahim, memotong sebagian usus yang sudah busuk. Kalaupun masih selamat hidup pasti akan
meninggalkan penyesalan karena cacat, tak bisa hamil, dan menderita kesakitan kronis
sepanjang hidup.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran kandungan yang sengaja
dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu. Secara hukum
tindakan ini melenggar ketentuan yang berlaku.2
Abortus provokatus kriminalis dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan
bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-lain). Tindakan ini biasanya
dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan curiga akibat hamil.3

2.2 Epidemiologi
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si ibu
merupakan korban juga sebagai pelaku, sehingga sukar diharapkan adanya laporan kasus.
Umunya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi ( si ibu sakit berat
atau meninggal) atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya.4
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak abortus terhadap kesehatan ibu,
WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus tergantung kondisi
masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi
tidak aman, 70.000 wanita mening-gal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu
disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta
aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia.
Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,
negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi
di Indonesia masih cukup besar.5

Laporan Sadik (UNFPA 1997 dan WHO 1998) menyebutkan dari 180 - 200 juta
kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan dan
50 juta di antaranya dilakukan aborsi yang disengaja dan 20 juta mendapat perlakuan aborsi
yang tidak aman (unsafe abortion).6
Hasil penelitian Ali Rustaman dan Firman Fuad tahun di RSHS 1987 - 1988
memperlihatkan, abortus kriminalis banyak terjadi pada wanita berusia antara 20-34 tahun
(79,7%), yang mempunyai anak (30,3%) dan yang mempunyai empat anak atau lebih (32,1%).
Wanita dengan pendidikan sekolah menengah ternyata menempati jumlah terbanyak (57,1%)
dan kebanyakan tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga non medis.7

2.3 Peraturan Perundang - undangan


2.3.1 Prosedur Medikolegal
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik
Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran
kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas
Deklarasi Geneva yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan
menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari aspek etika profesi, profesi dokter didasarkan atas Kode Etik Kedokteran Indonesia
(Kodeki) yang terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,
kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri. Ikatan Dokter
Indonesia telah merumuskannya dalam KODEKI mengenai kewajiban umum yaitu Pasal 7d :
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka
penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di
masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi
dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya.
Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
 Pasal 53 UU Kesehatan
a. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam
melaksanakan tugas sesuai profesinya.
b. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati pasien.
c. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan
medic terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan.
d. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

 Pasal 54 UU Kesehatan
a. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan displin.
b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh
Majlis Displin Tenaga Kesehatan.
c. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja
MDTK ditetapkan dengan Keppres.
 Pasal 55 UU Kesehatan

Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.8
2.3.2 Aspek Hukum
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus adalah tidak bersifat mutlak. Abortus
provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :

1. Abortus Provokatus Medisinalis (Abortus Provocatus Therapeutica)


Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
 Pasal 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
 Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil
tindakan medis tertentu
 Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar
mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu
itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
 Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang
dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
 Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang
bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya.
 Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga
dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
 Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian danwewenang bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis)
Disebut abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur kriminal
atau kejahatan.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) :
 PASAL 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
empat pulu ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau
juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
 PASAL 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
 PASAL 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
 PASAL 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
 PASAL 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan
dilakukan.
 PASAL 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara
terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
 UU Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan PASAL 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).9
2.4 Metode Abortus Buatan
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus provokatus
kriminalis yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan
bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan
adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada si-ibu.
Berdasarkan survey cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah
berturut-turut:

Gambar 2.1 Kuret Isap (91%)


Gambar 2.2 Pemijatan (79%)

Gambar 2.3 Dilatasi dan kuretase (30%)

 Jamu/obat tradisional (33%)


 Alat lain (17%)

Gambar 2.4 Alat – alat yang digunakan untuk Aborsi


 Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%)
Gambar 2.5 Obat yang digunakan untuk Aborsi
 Serta prostaglandin / suntikan (4%).

Gambar 2.6 Obat yang digunakan untuk Aborsi

a. Kekerasan mekanik
(1) Umum: Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau tidak langsung dengan
menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis dan menyebabkan perdarahan diantara
uterus dan membrane pelvis. Metode ini misalnya:
(i) Penekanan berat pada abdomen seperti pemukulan, penendangan, pengurutan dan
melompat-lompat
(ii) Aktifitas berlebihan seperti mengenderai sepeda, berkendara pada jalanan yang rusak
berat, meloncat dari ketinggian, mengangkat benda berat
(iii) Cupping: meletakkan sebuah sumbu api pada area hipogastrium dan menutupnya
dengan sebuah mangkuk yang kemudian menyebabkan penarikan oleh mangkuk tersebut
yang menyebabkan separasi dari plasenta dibawahnya. Metode ini digunakan pada
kehamilan lanjut, (iv) mandi dengan air hangat dan dingin bergantian,
(vi) Mengurut uterus pada dinding abdomen
(2) Lokal: yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan manipulasi vagina dan uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air
panas pada porsio, pemasangan laminaria stif atau kateter kedalam serviks, manipulasi
serviks dengan jari tangan, manipulasi uterus dengan melakukan pemecahan selaput
amnion atau penyuntukan ke dalam uterus.
b. Obat-obatan Abortifasien
Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas muda, jamu peluntur dan
lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan promosi obat di media elektronik beberapa obat
peluntur ditawarkan secara terselubung, misalnya obat terlambat datang bulan; dilarang untuk
wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat yang sering dipakai di masyarakat awam untuk
pengguguran dapat dibagi dalam beberapa golongan:
1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah menstruasi
(obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.

Gambar 2.7 Obat yang merangsang aliran darah menstruasi


2. Ecbolics: obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot, kinina, ekstrak
pituitari, estrogen sintetik dan strychnine. Obat-obatan ini, untuk tujuan abortivum
harus dipergunakan dalam dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.
Gambar 2.8 Obat yang berfungsi membuat kontraksi uterus
3. Obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang menyebabkan muntah (emetikum)
seperti asam tartar, obat ini menyebabkan eksitasi uterus untuk berkontraksi dengan
adanya kontraksi paksa dari lambung dan kolon serta juga dapat menyebabkan
hyperemia.
4. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus bekerja sebagai pencahar (purgative)
seperti, castor oil, croton oil dan magnesium sulphate dan lain-lain, menyebabkan
peredaran darah di daerah pelvik meningkat, sehingga mempengaruhi hasil konsepsi.
5. Obat-obat bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang mempengaruhi refleks
kontraksi uterus seperti Tansy oil, turpentine oil, ekstrak cantharidium (dalam dosis
besar menyebabkan inflamasi pada ginjal dan albuminuria), kalium permanganas (120-
300 ml per vaginam) menyebabkan inflamasi dan perdarahan oleh karena erosi
pembuluh darah.
6. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti (i) iritan inorganic metalik seperti timah,
antimony, arsenik, fosforus, mercuri, (ii) iritan organic seperti ppepaya, nenas muda,
bubuk beras dicampur lada hitam, akar Plumago rosea dan jus calotropis, (iii) Abortion
pill F-6103 yang dikembangkan di Swedia yang mengandung diphenyl-ephylene dan
juga pil berbahaya lainnya.
Obat atau jamu yang mujarab untuk pengguguran tidak ada, kebanyakan obat malah
menyebabkan si ibu mengalami intoksikasi.
c. Instrumen
Instrumen-instrumen yang digunakan untuk aborsi dilakukan dengan berbagai mekanisme: 4,5
(1) Menyebabkan rupturnya membran: hal ini dapat terjadi dengan memasukkan alat-alat
seperti sonde uterus, kateter, penjepit rambut, tongkat, jarum merajut, dan bahkan jari
tangan. Pasien bisa datang ke dokter dengan alasan bahwa uterusnya mengalami
displacement, oleh karena itu dokter yang tidak hati-hati dapat menyebabkan aborsi dengan
memasukkan sonde uterus. Pada kasus ini, dokter diharapkan harus yakin dahulu bahwa
pasien tidak hamil.
(2) Abortion stick: tongkat aborsi adalah kayu atau bambu kecil dengan panjang 12 sampai 18
cm dimana salah satu ujungnya dibungkus dengan kapas atau rombengan yang dibalut
dengan campuran zat-zat seperti calotropis, arsen, sulfat, timah, dan lain-lain.
(3) Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan menggunakan
Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air biasa/
air panas. Campuran air dan udara ini dimasukkan secara paksa ke dalam kavum uteri
dengan tekanan tinggi dibandingkan dengan vena uterus. Cairan ini menyebabkan lepasnya
kantung amnion dan plasenta dari dinding uterus. Uterus kemudian akan berkontraksi
menyebabkan perdarahan dan aborsi. Penyemprotan ini berbahaya dapat menyebabkan
inhibisi vagal akibat air dingin dan juga emboli udara.
(4) Listrik: Pengaliran listrik dimana kutub negatif pada serviks dan kutub positif pada daerah
pembuluh darah sakrum ataupun lumbal yang menyebabkan kontraksi uterus.10

2.5 Pemeriksaan Korban Abortus Provokatus Kriminalis


2.5.1. Pemeriksaan pada Korban Hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut
bagian bawah.
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas
dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit
yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal. Lagipula selalu terdapat
kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang bersangkutan. Pada
perempuan yang disangka sebagai pelaku dan juga ibu pada mayat bayi tersebut boleh
dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda telah melahirkan. Antara
tanda-tanda yang boleh dilihat adalah adakah: 1,6,7
 Terdapat tanda involusi uterus iaitu setelah placenta lahir uterus adalah merupakan
organ yang keras karena kontraksi dan retraksi otot-otot uterus.
 Perubahan pada cervix dan vagina iaitu lebih longgar di mana canalis cervicalis
masih dapat dilalui oleh dua jari, dimana pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak
karena terjadi robekan selama partus.
 Dinding perut dan peritoneum menjadi longgar karena diregang begitu lama.
 Dinding kandung kencing mengalami oedema dan hyperemia dan terjadinya
obstruksi dari urethra dan terjadinya retention urin.
 Apakah terdapat lochia iaitu cairan yang keluar dari vagina yang merupakan sekret
dari luka akibat partus.
 Apakah terjadi robekan pada perineum.
Perlu juga untuk mengetahui berapa lamanya waktu si ibu tersebut sudah melahirkan
bayi tersebut. Antara yang pemeriksaan yang boleh digunakan adalah
 Pemeriksaan lochia :
Lochia adalah sekret dari luka akibat partus, terutama luka pada bekas
perlekatan placenta dan sifat lochia ini berubah sesuai dengan tingkat
penyembuhan luka.
o Pada dua hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia rubra.
o Setelah hari ke-3 dan 4, berupa darah encer iaitu disebut lochia serosa.
o Pada hari ke-10 menjadi cairan putih disebut lochia alba.
 Pemeriksaan darah atau lekosit.
o Lekosit pada hari pertama nifas bias sampai 30,000/mm3
o Normal leukosit adalah 4000-10000/mm3
Selain itu dilakukan juga pemeriksaan golongan darah pada ibu untuk memastikan
apakah terdapat kecocokan DNA dari perempuan tadi dan bayi tersebut. Antara
pemeriksaan darah yang boleh dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan golongan darah.

a. Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh :


 Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada
penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes
antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi.
 Aglutinasi yang terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan darah bercak
yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan
darah bercak darah tersebut adalah A.
b.Bila sel darah merah sudah rusak :
 Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis
aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil
dibandingkan dengan aglutinin.
 Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi
elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi
elusi.10
2.5.2 Pemeriksaan pada Korban Mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus
serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Pada korban yang melakukan abortus dengan obat-obatan dilakukan pemeriksaan
toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan. Obat yang biasa ditemukan umumnya
obat yang bersifat mengiritasi saluran pencernaan. 11
Abortus yang dilakukan dengan instrumen dapat diketahui bila terjadi robekan atau
perforasi dari rahim atau jalan lahir. Robekan umumnya terjadi pada dinding lateral uterus
sedangkan perforasi biasanya terdapat padaa bagian posterior forniks vagina.
Abortus dengan penyemprotan diketahui dengan tampaknya cairan yang berbusa
diantara dinding uterus dengan fetal membran separasi sebagian plasenta dapat dijumpai.
Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada pembuluh vena mulai dari rahim
sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna
untuk mengetahui korban mati secara mendadak.12
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai
langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab
kematian korban.
Pemeriksaan korban :12
 Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
 Identifikasi umum
1. Tinggi badan, berat badan, umur
2. Pakaian, cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan, terutama pada pakaian
dalam.
 Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenazah.
 Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
 Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada arteri coronaria,
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, arteri dan vena dipermukaan otak dan vena-vena
pelvis.
 Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Vagina dan
uterus diinsisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas kekerasan yang biasanya
terjadi pada dinding posterior misalnya pada perforasi uterus. Cara pemeriksaannya
yaitu uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian direndam
dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi.
 Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada serviks (abrasi, laserasi).
 Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami kongeti atau adanya
memar.
 Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda
kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian
kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intavitalitas.
 Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
 Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
o isi vagina
o isi uterus
o darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
o urine
o isi lambung
o rambut pubis

Gambar 2.9 Sampel pemeriksaan toksikologis


2.6 Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-
tanda sisa kehamilan dan usaha penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati serta menentukan cara
pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan.
2.6.1 Gambaran Klinis Akibat Aborsi
 terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu ( untuk memperkirakan usia
kandungan saat di aborsi)
 pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat
 perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
 rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat
kontraksi uterus 13

2.6.2 Pemeriksaan ginekologi


 Pemeriksaan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi,
hormonal
 Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia eksternal dan vagina harus diteliti dengan
baik untuk melihat adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar dan lain-
lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati, dimana masih dalam keadaan dilatasi
dalam beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada ukuran fetus yang dikeluarkan.
Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun instrumen yang lainnya di sekitar
genitalia harus diamati juga.
 Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
bau busuk dari vulva
 Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
 Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.14

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


 Pada USG :14
o Endometrium nampak saling mendekat tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
 Darah lengkap14
o Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
 Pemeriksaan test kehamilan14
o Masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan,
dimana serum dan urin wanita memberikan hasil positif untuk hCG sampai
sekitar 7-10 hari.
o Sekiranya wanita tersebut pernah hamil, maka kadar hormon ini akan
meningkat dan hasilnya akan positif.
 Pemeriksaan DNA 14
o Untuk pemastian hubungan ibu dan janin.
o Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk sampel tes DNA,
tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi
bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sperma,
daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis apa saja yang ditemukan di
tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes DNA.
 Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang
pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka,
peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama.
 Pemeriksaan toksikologik 14
o Untuk menilai apakah ada obat atau zat yang diminum untuk menginduksi
aborsi.
 Pemeriksaan mikroskopik 14
o Meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan
jaringan yang merupakan jejas dan tanda usaha penghentian kehamilan.
o Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.
o Darah yang masih basah atau baru mengering diletakkan pada kaca obyek dan
ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah
merah.
o Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti,
sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti.
o Bila terlihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapatlah dipastikan
bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
 Pemeriksaan kimiawi. 14
o Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan rusak
sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi.
o Pemeriksaan kimiawi terdiri dari pemeriksaan penyaring darah dan
pemeriksaan penentuan darah
o Pemeriksaan penyaring yang biasa dilakukan adalah reaksi benzidin dan reaksi
fenoftalin.
o Reaksi benzidin(Test Adler) :
 Reagen yang digunakan adalah larutan jenuh kristal benzidin dalam
asam asetat glasial
 Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidin.
 Hasil positif bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.
o Reaksi fenoftalin (Kastle – Meyer Test):
 Digunakan reagens yang dibuat dari fenolftalein 2 g + 100 ml. NaOH
20% dan dipanaskan dengan biji-biji Zinc sehingga terbentuk fenoftalin
yang tidak berwarna.
 Kertas saring yang telah digosokkan pada bercak yang dicurigai
langsung diteteskan dengan reagen fenoftalin yang akan memberikan
warna merah muda bila positif
o Hasil negatif pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut
bukan darah, sedangkan hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut
mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
 Pemeriksaan penentuan darah 14
o Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi
Teichman dan reaksi Wagenaar.
o Reaksi Teichman
 Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, tambahkan 1
butir kristal NaCl dan 1 tetes asam aseta glasial, tutup dengan kaca
penutup dan dipanaskan.
 Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin-HCl yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskop.
o Reaksi Wagenaar
 Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga
sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek
dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu sisi
diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCl encer,
kemudian dipanaskan.
 Hasil positif bila terlihat kristal aceton-hemin berbentuk batang
berwarna coklat.
o Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa bercak
adalah darah.
o Hasil yang negatif selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak
darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang
struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali,
terbakar dan sebagainya.
 Penentuan spesies
o Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan gram faal.
Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 g darah kering, tetapi tidak
melebihi separuh bahan yang tersedia.
o Reaksi cincin (reaksi presipitin dalam tabung).
 Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum anti globulin manusia,
dan ke atasnya dituangkan ekstrak darah perlahan-lahan melalui tepi
tabung. Biarakan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
 Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada
perbatasan kedua cairan.
o Reaksi presipitat dalam agar.
 Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi
dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti globulin manusia ke
lubang di tengaj dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran
di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang
lembab (moist chamber) pada temperatur ruang selama satu malam.
 Hasil positif memberikan presipitium jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.

Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih,
maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-
tanda abortus kriminal.
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam (autopsi).
Pemeriksaan ditujukan pada :3\
1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk itu diperiksa :
a. Payudara secara makros maupun mikroskopik
b. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik
adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan.
a. Mencari tanda-tanda kekerasan local seperti memar, luka, perdarahan pada jalan
lahir.
b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril.
c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.
3. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli udara,
emboli cairan atau emboli lemak.
4. Pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila terdapat cairan dalam rongga
perut atau kecurigaan lain.
5. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya sel trofoblast, kerusakan jaringan, dan
sel radang.
6. Pada autopsi dilihat adakah pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus.
Periksa genitalia eksterna apakah pucat, kongesti atau memar.
7. Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Ambil darah dari jantung (segera
setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris mendatar dengan jarak
antar irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari bawah.
8. Sampel urin diambil untuk tes kehamilan dan toksikologik. Pemeriksaan organ lain
seperti biasa.

2.6.4 Pemeriksaan Pada Janin


Tentukan usia bayi (janin).Usia bayi dapat ditentukan dari :
a. Panjang bayi
Dari rumus empiris de Haas umur bayi dapat ditaksir dari panjang badan (PB) bayi,
ukuran dari puncak kepala sampai ke kaki. Untuk bayi dibawah 25 minggu : Umur
(minggu) = akar kuadrat dari PB. Untuk bayi diatas 25 minggu: Umur (minggu) = PB/5.
Oleh karena batas umur antara korban abortus dan pembunuhan anak adalah 28 minggu
(7 bulan), maka perbedaan tersebut adalah pada panjang bayi 35 cm (7x5) cm.
b. Lingkaran kepala
 Bayi 5 bulan : 38,5 – 41cm
 Bayi 6 bulan : 39 – 42cm
 Bayi 7 bulan : 40 – 42cm
 Bayi 8 bulan : 40 – 43cm
 Bayi 9 bulan : 41 – 44cm

c. Pusat penulangan
Ada 2 tempat yang lazim diperiksa yaitu pada telapak kakidan lutut. Pada telapak kaki
pemeriksaan ditujukan kepada tulang halus, calcaneus dan cuboid. Ketiga tulang ini
dapat diperiksa melalui sayatan (pemotongan) dari sela jari ke 3-4 ke arah tumit.
Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah berumur 7 bulan,
tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan. Di lutut ditujukan untuk memeriksa
pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal femur. Untuk mencapai kedua
tulang, tulang patella harus disingkirkan. Setelah tampak tulang femur, maka tulang
dipotong melintang selapis demi selapis seperti pengiris bawang. Demikian juga pada
tulang tibia. Adanya pusat penulangan pada kedua tulang menunjukkan bayi telah
berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup umur).15

2.6.5 Interpretasi Hasil Temuan


Berdasarkan kasus, terdapat 3 orang wanita yang saat tersebut sedang dirawat di bagian
kebidanan karena diduga melakukan aborsi. Ternyata hasil laboratorium yang dilakukan pada
campuran darah dan jaringan hasil suction yang dibawa oleh penyidik menunjukkan salah
seorang wanita itu baru sahaja melakukan aborsi. Hasil pemeriksaan dokter dari bagian
kebidanan juga menunjukkan wanita tersebut baru saja melakukan aborsi berdasarkan hasil
temuan berikut :
1. Adanya tanda kehamilan yaitu perubahan pada payudara dan striae.
2. Keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah menurun, denyut
nadi n cepat dan kecil, suhu badan normal.
3. Ada perdarahan pervaginam, tercium bau busuk dari vulva.
4. Adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar sesuai penggunaan instrumen
pada bagian perinium dan bagian genitalia interna.
5. Kondisi ostium serviks masih dalam keadaan dilatasi Besarnya dilatasi tidak terlalu
luas.
6. Terdapat tanda involusi uterus. Cervix dan vagina iaitu lebih longgar.
7. Dinding perut dan peritoneum menjadi longgar karena diregang begitu lama
8. Pemeriksaan lochia berupa darah.
9. Kadar leukosit meningkat 27.000/mm3 dan kadar Hb yang rendah yaitu 7.0g/dL akibat
perdarahan pervaginam.
10. DNA wanita tersebut cocok dengan campuran darah hasil suction.
11. Kadar hCG darah dan urin masih tinggi,yaitu wanita tersebut pernah hamil.
12. Pemeriksaan toksikologik negative.
13. Pemeriksaan mikroskopik
 Hasil
 Adanya sel trofoblas dan sel radang PMN.
 Sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti
o Sel darah merah merupakan sel mamalia
 Pada sediaan hapus dengan pewarnaan , terlihat sel leukosit berinti
banyak, telihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0.05% .
o Darah berasal dari seorang wanita

14. Pemeriksaan penentuan darah


i. Reaksi Teichman
 Hasil
 Tampak batang berwarna coklat
o Bercak adalah darah
ii. Reaksi Wagenaar
 Hasil
 Tampak batang berwarna coklat
o Bercak adalah darah

15. Penentuan spesies


i. Reaksi cincin
 Hasil
 Tampak cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan
 Hasil positif
ii. Reaksi presipitat dalam agar
 Hasil
 Tampak presipitium jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang
tepi.
 Hasil positif

Daripada ketiga-tiga jenis darah dari ketiga-tiga jaringan didapati kesemua bercak adalah darah
manusia dan kesemuanya berasal dari wanita.
16. Penentuan golongan darah
o terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah
tersebut adalah A.
o dari ketiga wanita tersebut,hanya seorang yang mempunyai golongan
darah A. 15

2.7 Komplikasi

Abortus provokatus kriminalis cenderung menyebabkan penyulit ketimbang abortus


spontan. Penyulit-penyulit itu antara lain:

A. Perdarahan hebat. Akibat luka jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal.
B. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi dapat
menyebabkan kematian yang mendadak.
C. Emboli udara. Dapat terjadi akibat penyemprotan cairan ke dalam uterus.
D. Infeksi kadang-kadang sampai menyebabkan sepsis yang dapat mengakibatkan
kematian atau timbul kemandulan karena infeksi tuba falopii. Organisma yang terlibat
dalam sepsis bervariasi, yang paling berbahaya adalah streptococcus non-hemolituk
dan Clostridium perfringens, walaupun coliform dan staphylococcus juga bisa
bertanggungjawab. Rahim menjadi bengkak, bersifat sepon dan berubah warna.
Permukaan serosal yang ditemukan pada saat otopsi bisa berwarna kecoklat-coklatan –
terutama pada infeksi clostridium – dan endometrium bisa tampak buruk, berbau busuk
bahkan bernanah. Tanda-tanda septisemia bisa berkembang dengan limpa lunak
membesar, node getah bening menonjol dan gagal hepatorenal.
E. Fungsi ginjal rusak (renal failure). Ginjal bisa menunjukkan necrosis cortical bilateral
pada kasus yang ekstrim. Pada septisemia clostridium bisa timbul warna coklat khas
pada kulit. Tampilannya bisa berlurik-lurik mirip tetes air hujan
F. Perforasi (terjadi robekan pada rahim, misalnya karena abortus provokatus kriminalis
atau tindakan pertolongan kuretase). 16
BAB III
KESIMPULAN

Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran kandungan yang


sengaja dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu.
Secara hukum tindakan ini melenggar ketentuan yang berlaku.
Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan
setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko
kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,
negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah
aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) yaitu pasal 299,346, 347, 348, 349, dan 535.
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus provokatus
kriminalis yang perlu diketahui, yaitu : kuret isap, pemijatan, dilatasi, kuretase, jamu
obat tradisional, abortus yang dilakukan sendiri, dan prostaglandin atau suntikan.
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan
pada payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti
adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia
interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang
dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha
penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin di dalam rahim
dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Pada korban yang melakukan abortus dengan obat-obatan dilakukan
pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan. Obat yang biasa
ditemukan umumnya obat yang bersifat mengiritasi saluran pencernaan.
Abortus yang dilakukan dengan instrumen dapat diketahui bila terjadi robekan
atau perforasi dari rahim atau jalan lahir. Robekan umumnya terjadi pada dinding lateral
uterus sedangkan perforasi biasanya terdapat padaa bagian posterior forniks vagina.
Abortus dengan penyemprotan diketahui dengan tampaknya cairan yang
berbusa diantara dinding uterus dengan fetal membran separasi sebagian plasenta dapat
dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada pembuluh
vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran kandungan
fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk mengetahui korban mati secara
mendadak.
Untuk pemeriksaan forensik, Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan
aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha
penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati serta menentukan cara
pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan.
Gambaran klinis akibat aborsi yaitu : terlambat haid atau amenorhe kurang dari
20 minggu, pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan hasil konsepsi, rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis,
sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus .
Untuk pemeriksaan ginekologi, Pemeriksaan tanda kehamilan misalnya
perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal. Pemeriksaan luar pada perineum,
genitalia eksternal dan vagina harus diteliti dengan baik untuk melihat adanya tanda-
tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga
harus diamati, dimana masih dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari. Besarnya
dilatasi bergantung pada ukuran fetus yang dikeluarkan. Adanya perlukaan, tanda bekas
forsep ataupun instrumen yang lainnya di sekitar genitalia harus diamati juga.
Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
bau busuk dari vulva
Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.
Untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik bisa dilakukan tes USG, darah
lengkap, DNA, kehamilan, penentuan darah, kimiawi, dan mikroskopis.
Komplikasi dari abortus provokatus kriminalis adalah perdarahan hebat, syok,
emboli udara, infeksi yang terkadang menyebabkan sepsis, fungsi ginjal rusak, dan
terjadi robekan pada rahim.
Daftar Pustaka

1. M. Husni Ghani : Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.


2002; 106-110
2. Prof. dr. Amri Amir : Ilmu Kekteran Forensik. Fakultas Kedokteran USU Medan. 205;
159-168
3. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik FK UI, 1997. 159-164.
4. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran, Bagian Kedokteran Forensik FKUI
;1994; hal. 1-25.
5. Amir, Amri. Abortus. Dalam : Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi II. Medan
: Ramadhan, 2005. 159-168.
6. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang: Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI. 1-19.
7. Mansjoer, Arief. Pengguguran Kandungan dan Pembunuhan Anak Sendiri. Dalam :
Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Badan
Penerbit FK UI, 2007. 225-226.
8. Amir, Amri. Autopsi Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Amir, Amri. Autopsi Medikolegal
Edisi II. Medan : USU Press, 2001. 40-44.
9. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Cetakan II. Jakarta:FKUI,2001.h.11-25;41-
2.

10. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses


penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
11. Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

12. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara. Jakarta: 1997

13. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jilid 1.
Jakarta : EGC. 1998. p 209
14. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran USU. Medan: 2005

15. Arif Budianto, Wibisana Widiatmaka, Siswandi Sudiono, Winardi, AbdulMun’im,


Sidhi, et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: FKUI, 1997.h.159-64;177-82;207-13.

16. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.Obstentri
Williams volume 1.Edisi 23.Jakarta:EGC,2012.h.226-46.

You might also like