Professional Documents
Culture Documents
Referat Abortus
Referat Abortus
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran kandungan yang sengaja
dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu. Secara hukum
tindakan ini melenggar ketentuan yang berlaku.2
Abortus provokatus kriminalis dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan
bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-lain). Tindakan ini biasanya
dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan curiga akibat hamil.3
2.2 Epidemiologi
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si ibu
merupakan korban juga sebagai pelaku, sehingga sukar diharapkan adanya laporan kasus.
Umunya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi ( si ibu sakit berat
atau meninggal) atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya.4
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak abortus terhadap kesehatan ibu,
WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh abortus tergantung kondisi
masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi
tidak aman, 70.000 wanita mening-gal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu
disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta
aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia.
Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,
negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi
di Indonesia masih cukup besar.5
Laporan Sadik (UNFPA 1997 dan WHO 1998) menyebutkan dari 180 - 200 juta
kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan dan
50 juta di antaranya dilakukan aborsi yang disengaja dan 20 juta mendapat perlakuan aborsi
yang tidak aman (unsafe abortion).6
Hasil penelitian Ali Rustaman dan Firman Fuad tahun di RSHS 1987 - 1988
memperlihatkan, abortus kriminalis banyak terjadi pada wanita berusia antara 20-34 tahun
(79,7%), yang mempunyai anak (30,3%) dan yang mempunyai empat anak atau lebih (32,1%).
Wanita dengan pendidikan sekolah menengah ternyata menempati jumlah terbanyak (57,1%)
dan kebanyakan tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga non medis.7
Pasal 54 UU Kesehatan
a. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian
dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan displin.
b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh
Majlis Displin Tenaga Kesehatan.
c. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja
MDTK ditetapkan dengan Keppres.
Pasal 55 UU Kesehatan
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.8
2.3.2 Aspek Hukum
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus adalah tidak bersifat mutlak. Abortus
provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :
a. Kekerasan mekanik
(1) Umum: Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau tidak langsung dengan
menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis dan menyebabkan perdarahan diantara
uterus dan membrane pelvis. Metode ini misalnya:
(i) Penekanan berat pada abdomen seperti pemukulan, penendangan, pengurutan dan
melompat-lompat
(ii) Aktifitas berlebihan seperti mengenderai sepeda, berkendara pada jalanan yang rusak
berat, meloncat dari ketinggian, mengangkat benda berat
(iii) Cupping: meletakkan sebuah sumbu api pada area hipogastrium dan menutupnya
dengan sebuah mangkuk yang kemudian menyebabkan penarikan oleh mangkuk tersebut
yang menyebabkan separasi dari plasenta dibawahnya. Metode ini digunakan pada
kehamilan lanjut, (iv) mandi dengan air hangat dan dingin bergantian,
(vi) Mengurut uterus pada dinding abdomen
(2) Lokal: yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan manipulasi vagina dan uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air
panas pada porsio, pemasangan laminaria stif atau kateter kedalam serviks, manipulasi
serviks dengan jari tangan, manipulasi uterus dengan melakukan pemecahan selaput
amnion atau penyuntukan ke dalam uterus.
b. Obat-obatan Abortifasien
Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas muda, jamu peluntur dan
lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan promosi obat di media elektronik beberapa obat
peluntur ditawarkan secara terselubung, misalnya obat terlambat datang bulan; dilarang untuk
wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat yang sering dipakai di masyarakat awam untuk
pengguguran dapat dibagi dalam beberapa golongan:
1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah menstruasi
(obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih,
maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-
tanda abortus kriminal.
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam (autopsi).
Pemeriksaan ditujukan pada :3\
1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk itu diperiksa :
a. Payudara secara makros maupun mikroskopik
b. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik
adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan.
a. Mencari tanda-tanda kekerasan local seperti memar, luka, perdarahan pada jalan
lahir.
b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril.
c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.
3. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli udara,
emboli cairan atau emboli lemak.
4. Pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila terdapat cairan dalam rongga
perut atau kecurigaan lain.
5. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya sel trofoblast, kerusakan jaringan, dan
sel radang.
6. Pada autopsi dilihat adakah pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus.
Periksa genitalia eksterna apakah pucat, kongesti atau memar.
7. Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung. Ambil darah dari jantung (segera
setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris mendatar dengan jarak
antar irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari bawah.
8. Sampel urin diambil untuk tes kehamilan dan toksikologik. Pemeriksaan organ lain
seperti biasa.
c. Pusat penulangan
Ada 2 tempat yang lazim diperiksa yaitu pada telapak kakidan lutut. Pada telapak kaki
pemeriksaan ditujukan kepada tulang halus, calcaneus dan cuboid. Ketiga tulang ini
dapat diperiksa melalui sayatan (pemotongan) dari sela jari ke 3-4 ke arah tumit.
Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah berumur 7 bulan,
tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan. Di lutut ditujukan untuk memeriksa
pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal femur. Untuk mencapai kedua
tulang, tulang patella harus disingkirkan. Setelah tampak tulang femur, maka tulang
dipotong melintang selapis demi selapis seperti pengiris bawang. Demikian juga pada
tulang tibia. Adanya pusat penulangan pada kedua tulang menunjukkan bayi telah
berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup umur).15
Daripada ketiga-tiga jenis darah dari ketiga-tiga jaringan didapati kesemua bercak adalah darah
manusia dan kesemuanya berasal dari wanita.
16. Penentuan golongan darah
o terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah
tersebut adalah A.
o dari ketiga wanita tersebut,hanya seorang yang mempunyai golongan
darah A. 15
2.7 Komplikasi
A. Perdarahan hebat. Akibat luka jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal.
B. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi dapat
menyebabkan kematian yang mendadak.
C. Emboli udara. Dapat terjadi akibat penyemprotan cairan ke dalam uterus.
D. Infeksi kadang-kadang sampai menyebabkan sepsis yang dapat mengakibatkan
kematian atau timbul kemandulan karena infeksi tuba falopii. Organisma yang terlibat
dalam sepsis bervariasi, yang paling berbahaya adalah streptococcus non-hemolituk
dan Clostridium perfringens, walaupun coliform dan staphylococcus juga bisa
bertanggungjawab. Rahim menjadi bengkak, bersifat sepon dan berubah warna.
Permukaan serosal yang ditemukan pada saat otopsi bisa berwarna kecoklat-coklatan –
terutama pada infeksi clostridium – dan endometrium bisa tampak buruk, berbau busuk
bahkan bernanah. Tanda-tanda septisemia bisa berkembang dengan limpa lunak
membesar, node getah bening menonjol dan gagal hepatorenal.
E. Fungsi ginjal rusak (renal failure). Ginjal bisa menunjukkan necrosis cortical bilateral
pada kasus yang ekstrim. Pada septisemia clostridium bisa timbul warna coklat khas
pada kulit. Tampilannya bisa berlurik-lurik mirip tetes air hujan
F. Perforasi (terjadi robekan pada rahim, misalnya karena abortus provokatus kriminalis
atau tindakan pertolongan kuretase). 16
BAB III
KESIMPULAN
12. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara. Jakarta: 1997
13. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jilid 1.
Jakarta : EGC. 1998. p 209
14. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran USU. Medan: 2005
16. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.Obstentri
Williams volume 1.Edisi 23.Jakarta:EGC,2012.h.226-46.