You are on page 1of 15

BAB I

KONSEP DASAR

A. Definisi
Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Hadijono,2008
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah
persalinan. (Saifuddin, 2006)
Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2004)
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.

B. Etiologi
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan maupun
kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam
organ kandungan terbagi menjadi : (Lusa, 2011)
1. Eksogen (kuman datang dari luar)
2. Autogen (kuman datang dari tempat lain)
3. Endogen (kuman datang dari jalan lahir sendiri)

Bakteri yang menyebabkan infeksi nifas antara lain :


1. Streptococcus haemolyticus aerobicus. Streptokokkus ini merupakan infeksi yang berat,
khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain
yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Stapilococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang
– kadang menjadi sebab infeksi umum. Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan
dalam tenggorokan orang – orang yang nampaknya sehat.
3. Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasal dari kandung kemih atau rectum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini
merupakan sebab penting infeksi traktus urinarius.

1
4. Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anerobik jarang ditemukan,
akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong oleh dukun. (Wiknjosastro, 2006)

Faktor predisposisi infeksi postpartum yaitu:


 Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan kurang
gizi atau malnutrisi
 Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
 Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
 Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
 Anmia, higiene, kelelahan
 Proses persalinan bermasalah :

Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan


infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.

Cara terjadinya infeksi


1. Tangan penderita atau penolong yang tetutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan
lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infeksion. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas harus ditutup dengan masker.
3. Infeksi rumah sakit (hospital infection)
4. Dalam rumah sakit banyak sekali kuman-kuman patogen berasal dari penderita-penderita
di seluruh rumah sakit. Kuman-kuman ini terbawa oleh air, udara, alat-alat dan benda-
benda rumah sakit yang sering dipakai para penderita (handuk, kain-kain lainnya).
5. Koitus pada akhir kehamilan sebenarnya tidak begitu berbahaya, kecuali bila ketuban
sudah pecah.
6. Infeksi intrapartum, sering dijumpai pada kasus lama, partus terlantar, ketuban pecah
lama, terlalu sering periksa dalam. Gejalanya adalah demam, dehidrasi, lekositosis,
takikardi, denyut jantung janin naik, dan air ketuban berbau serta berwarna keruh
kehijauan.

2
C. Patofisiologi

3
D. Tanda dan Gejala
Menurut ( Bobak, 2004) Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam,
sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis
infeksi nifas dapat berbentuk :
a. Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran
lochea bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat
meningkat.
b. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, tekanan darah menurun dan nadi dan suhu meningkat, kesadaran
gelisah sampai menurun, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah
serta kotor.
Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi
biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera
akan menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada
payudara bisa ditemukan.
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri
berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam
biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda
adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta
perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria. ( Sitti
Saleha, 2009 )

E. Pengobatan/Penanganan
1. Pencegahan infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan tua
sebaiknya dilarang
b. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan
c. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit
mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar
bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan
atas indikasi yang tepat.

4
Penanganan infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari
b. Berikan terapi antibiotik
c. Perhatikan diet
d. Lakukan transfusi darah bila perlu
e. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium
(Wiknjosastro, 2006)

2. Jika ibu menyusui:


a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-
lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan
payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh
semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang
sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan
pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan
secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

Jika ibu tidak menyusui :


a. Gunakan bra yang menopang
b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

3. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan
vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika

5
konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat
diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke
bawah setelah buang air kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk membersihkan
bagian organ saluran kemih.
( Sitti Saleha, 2009 )

6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
2) Sirkulasi
Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi
3) Eliminasi
Biasanya BAB klien diare / konstipasi
4) Makanan / Cairan
Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen,
kekakuan, nyeri lepas
5) Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepal
6) Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat / dangkal
7) Nyeri / Ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria,
ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
8) Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah

7
9) Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat pula
terjadi menggigil berat atau berulang
10) Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada,
lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri
tekan / memisah dengan drainase purulen.
d. Kebiasaan Sehari – hari
1) Kebiasaan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman – kuman mudah masuk /
pathogen ada dalam tubuh.
2) Makan / Minum
Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasahaus.
3) Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan
menggigil
e. Data Sosial Ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor bersamaan
f. Data Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh dan
nyeri tekan pada abdomen

Head to Toe
a. Payudara dan putting susu
1) Simetris/tidak
2) Konsistensi ada pembengkakan/tidak
3) Puting menonjol/tidak, lecet/tidak
b. Abdomen
1) Uterus
Normal :
a) kokoh, berkontraksi baik
b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.

8
Abnormal :
a) lembek
b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air

c. Keadaan genitalia
1) Lochea
Normal :
a) Merah hitam (lochea rubra)
b) Bau biasa
c) Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku
d) Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5
jam)
Abnormal :
a) Merah terang
b) Bau busuk
c) Mengeluarkan darah beku
d) Perdarahan hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)

2) Perinium
Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan,
memar,hemorrhoid (wasir/ambeien).
3) Keadaan anus : haemoroid

d. Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek


e. Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak

B. Diagonsa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
3. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap patogen
4. Ansietas berhubungan dengan infeksi
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria

9
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera

C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
Tujuan : Rasa nyaman nyeri dapat teratasi
Kriteria :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :
a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri
b. Berikan instruksi mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
c. Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi, memberikan aktivitas pengalihan
seperti : radio, televisi, membaca
d. Kurangi faktor presipitasi nyeri
e. Kolaborasi :
1) Berikan analgetik / antipiretik
2) Berikan kompres panas local
3) Jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
f. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
g. Tingkatkan istirahat
h. Monitor penerimaan pasien tetang manjemen nyeri

2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit


Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan suhu tubuh
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor TTV
d. Monitor penurunan tingkat kesadaran

10
e. Monitor intake dan output
f. Kompres hangat
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotic
h. Tingkatkan sirkulasi udara
i. Anjurkan untuk banyak minum air putih

3. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajaman terhadap


patogen
Tujuan : Klien akan mengambil tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko
penyebaran infeksi
Kriteria :
a. Suhu tubuh dalam batas normal
b. Lekosit dalam batas normal
c. pengetahuan meningkat mengenai resiko infeksi dan pencegahannya

Intervensi :
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
b. Awasi suhu sesuai indikasi
c. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung
d. Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi
dan sering ganti balutan
e. Demonstrasikan masase fundus yang tepat
f. Monitor TTV
g. Observasi tanda infeksi lain
h. Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboraturium

4. Ansietas berhubungan dengan infeksi


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang
Kriteria :
a. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
b. Vital sign normal
c. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan

11
Intervensi :
a. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
c. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
d. Perlakukan pasien secara lembut, empati, serta sikap mendukung
e. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
f. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
g. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
h. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
i. Dorong keluarga untuk menemani anak
j. Dengarkan dengan penuh perhatian
k. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
l. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
m. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
n. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk mengurangi kecemasan

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi


Tujuan : Pasien dan keluarga paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
Kriteria :
a. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
b. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya

Intervensi :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
e. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
f. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

12
h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria


Tujuan : Klien mampu mempertahankan urine output
Kriteria :
a. TTV normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab

Intervensi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status dehidrasi
c. Monitor vital sign
d. Monitor status nutrisi
e. Dorong masukan oral
f. Atur kemungkinan transfusi
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV

7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi


Tujuan : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Kriteria :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada daerah yang lesi
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Monitor status nutrisi pasien
f. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan

13
g. Monitor proses kesembuhan area insisi
h. Gunakan preparat antiseptic sesuai program

8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera


Tujuan : Klien memiliki body image positif
Kriteria :
a. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
b. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh

Intervensi :
a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e. Berikan lingkungan yang tenang untuk pasien
f. Berikan motivasi untuk pasien
g. Berikan ketenangan untuk pasien tentang penyakitnya
h. Dorong keluarga untuk menerima kondisi pasien

( NANDA, NICNOC 2013)

9. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku
dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi

14
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Bari. (2006). “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sitti Saleha. (2009). “Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas”. Jakarta: Salemba Medika

Krisnadi, Sofie R. (2005). “Patologi Nifas”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. (2006). “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Eny, Retna. (2008). “Asuhan Kebidanan Nifas”. Jogjakarta: Mitra Cendekia Offset

Jones, L. Derek. (2002). “Setiap Wanita”. Jakarta: Dela Pratasa

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). “Buku Ajar Keperawatan Maternitas”. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Doengoes, E. Marilyn. 2003. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia

15

You might also like