You are on page 1of 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya sebagai media refraksi menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi
dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang
akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. (1)
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada kornea oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam
kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka
terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan
(2)
dan kemungkinan erosi kornea. Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang
ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi
berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh
akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia. (2)

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab


kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea
ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan
bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. (2) Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah

2
5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
diketahui penyebabnya. (3) Penelitian yang dilakukan di RSCM Terdapat 216 pasien (220
mata) yang terdaftar selama periode November 2012 sampai Januari 2013 di RSCM yang
dianalisis. Faktor risiko ulkus yang paling sering ditemukan adalah trauma okuler (45,8%).
Kokus gram-positive ditemukan pada 65,7% kasus. Pseudomonas sp. (25,0%) dan
Staphylococcus epidermidis (18,4%) merupakan spesies yang paling banyak ditemukan, dan
sensitif terhadap hampir semua jenis antibiotik. Sekitar 83,0% (106 kasus) membaik dengan
pemberian antibiotik saja, sisanya tidak membaik dan memburuk. Rerata masa penyembuhan
ulkus yang sempurna adalah 17,5 ± 8,9 hari dan ulkus ringan mengalami masa penyembuhan
tercepat. Ulkus yang diterapi dengan tetes mata fluorokuinolon menyembuh lebih cepat
dari regimen lain yaitu dalam waktu 14 hari.

3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Tn.H
Umur : 37 tahun
Alamat : Kualatungkal
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh bangunan
Status : Menikah
ANAMNESA (Autoanamnesa)

Keluhan Utama : Pasien mengeluh mata kanan nyeri ± 7 hari


SMRS.

Anamnesa Khusus ± 8 hari yang lalu pasien mengatakan kemasukan


debu pinang ke matanya. Setelah itu pasien
mengatakan matanya terasa ada yang mengganjal.
Pasien berusaha mengeluarkan benda yang
mengganjal tersebut dengan membilasnya dengan
air ledeng dan mengkucek-kucek matanya namun
benda tersebut tak kunjung keluar. ± 7 hari SMRS
pasien mengeluhkan mata merah dan nyeri. Nyeri
dirasakan di sekeliling mata seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri dirasakan terus –menerus dan semakin lama
semakin memberat. Nyeri tidak menjalar. Nyeri
memberat ketika membuka matanya sehingga
pasien mengeluhkan sulit untuk membuka
matanya, menggerakan matanya, dan terkena
cahaya. Pasien juga mengeluhkan mata jadi lebih
sering berair. Kotoran mata berlebihan. Pasien

4
juga mengeluhkan penglihatan mata sebelah
kanannya semakin kabur. Pasien sudah
memberikan obat tetes mata yang dibelinya di
warung namun keluhan tak kunjung berkurang.
Riwayat Penyakit Yang Lalu :  Riwayat mengalami keluhan serupa atau
menderita penyakit mata sebelumnya
disangkal.
 Riwayat menggunakan lensa kontak di
sangkal
 Riwayat alergi, trauma, menderita diabetes
melitus, asma, sakit sendi, disangkal

Anamnesa Keluarga : Keluarga os tidak ada yang mengalami keluhan


yang sama dg os.

Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan

 THT Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain
Keadaan Sosial Ekonomi : Os menggunakan fasilitas layanan kesehatan BPJS
Kelas III. Os ekerja sebagai buruh bangunan.
Merokok (+), minum alkohol (-).

5
Riwayat Gizi : Baik

I. Pemeriksaan Visus dan


Refraksi
OD OS
Visus : Visus : 6/6
1/~
Os hanya bisa melihat cahaya

II. Muscle Balance


- Pergerakan Bola Mata Baik
Baik

III. Pemeriksaan Eksternal


a: ulkus
b: Injeksi Konjungtiva
c : Injeksi siliar

c
a mata tampak normal

6
- Palpebra Superior : Hiperemis Hiperemis (-), edema (-)
(+),sekret Mukopurulen, edem
(+)
- Palpebra Inferior : Hiperemis Hiperemis (-), edema (-)
(+),sekret Mukopurulen,
wdwm (+)
- Cilia : Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Ap. Lacrimalis : Sumbatan (-) Sumbatan (-)
- Conj. Tars Sup : papil (-), Papil (-), folikel (-)
folikel (-),hiperemis (+).
- Conj. Tars Inf : papil (-), folikel Papil (-), folikel (-)
(-), hiperemis (+).
- Conj. Bulbi : Injeksi injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-)
konjungtiva (+), injeksi siliar
(+), hiperemis (+), edem (+),
sekret (+).

7
- Kornea : Jernih, ulkus (-), infiltrat (-)
Keruh, ulkus (+) diameter 8 mm,
bentuk tidak beraturan, infiltrat
warna abu (+), lesi satelit (-)
- Coa : Kedalaman sulit dinilai, Kedalaman sulit dinilai, hipopion (-), hifema (-)
hipopion (-) , hifema (-)
- Pupil : sulit dinilai Refleks pupil direct dan indirect (+), isokor, diameter 3
mm

- Refleks cahaya (+)


Sulit dinilai
- Iris : Tidak dapat dinilai Kripta iris jelas, warna coklat
- Lensa : tidak dapat dinilai Jernih
IV. Pemeriksaan Slit Lamp
dan Biomicroscopy
- Cilia : Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Conjungtiva : Hiperemis (+), hiperemis (-), injeksi siliar (-), injeksi palpebra (-)
injeksi siliar (+), injeksi
palpebra (+).
- Cornea : Keruh, ulkus (+) Jernih
diameter 8 mm, bentuk tidak
beraturan, infiltrat warna abu (+),
lesi satelit (-)
- COA : Hipopion (-) Sedang
- Iris : Sulit dinilai Kripta iris jelas dan berwarna coklat
- Lensa : Sulit dinilai Jernih

Pemeriksaan TIO Manual


-fluktuasi (+), teraba keras - Fluktiasi (+), teraba luna
V. Pemeriksaan Umum

8
- Berat badan 65 Kg
- Tekanan darah 130/90 mmHg
- Nadi 90x/menit
- Suhu Afebris
- Pernapasan 22x/menit
VI. Diagnosa Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Bakteri

VII. Diagnosa Banding  Ulkus kornea sentral OD ec Susp. Jamur


 Endophtalmitis

VIII. Anjuran pemeriksaan - Tonometri


- Tes Fluoresen
- Pewarnaan giemsa dan KOH
- Kultur sekret
IX. Pengobatan  Vigamox (Moxifloxacin HCL) 4x1 tts OD
 Gentamisin 0,3% 3x1tts OD
 Natamicyn 5% 4x1tts OD
 Cendo Tropin (Atropin Sulfat) 3x1 tts OD
 Betametason 1mg/ml 3x1 tts OD
 Ceftriaxone tab 1x1 gram PO
 Asam mefenamat 500 mg 3x1 PO
X. Prognosa OD
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Malam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54
mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo. (1)

Gambar 1. Anatomi Kornea

10
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 µm.

11
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden. (4)

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. (4)
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. (1)

12
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. (2), (4)

2.3 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea,
kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki
lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea. (3)
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu : (2)
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenik trauma
ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.

13
b. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye. Dacryocystitis.
c. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
d. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
e. Compromised cornea
Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome, Neurotrophic
keratitis.
2. Faktor Sistemik
Diabetes mellitus, Stevens Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis, Infeksi
Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.

2.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. (5)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea. (6) Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea

14
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea
dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
(1)
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit
dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar
dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh
dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman
dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik. (5)

2.6 Etiologi (1), (4), (5), (6)


a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak

15
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia asam
adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak
dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel
bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus
permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan
mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih
dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering
dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang melapisi
kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel
kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein.
Sel-sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada
asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.1,2

Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik
mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan
koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar

16
asam tidak penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara
cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea
karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel,
sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain
itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan
tidak terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea. 3,4

 Radiasi atau suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.

 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.

 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.

 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

17
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
 Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada keadaan
ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing
pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat
berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


 SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular di segmen
anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis, ulkus kornea, uveitis,
dan vasculitis retina.
 Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan permukaan
okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi progresif indolen dari
kornea perifer atau pericentral dengan peradangan minimal yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan perforasi kornea.

2.7 Klasifikasi Ulkus Kornea1,2,3,4


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer

18
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
2.7.1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Streptococcus Beta-Hemolyticus tidak
memiliki ciri khas.Stroma kornea di sekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab ,
dan biasanya terdapat hipopion berukuran sedang.Kerokan menampakkan kokus gram-
positif dalam bentuk rantai.Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan
tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi
kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.1,2
Ulkus Stafilokokus :
Banyak di antaranya pada kornea yang telah biasa terkena kortikosteroid
topikal.Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar.Ulkus ini sering superficial , dan dasar ulkus teraba pada saat dilakukan
kerokan.Kerokan mengandung kokus gram positif satu-satu , berpasangan atau dalam bentuk
rantai. Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses
kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.1

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Pseudomonas :

Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat
epitel kornea yang retak.Nyeri yang sangat biasanya menyertainya.Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organism ini.

19
Meskipun pada awalnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya
terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat
dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organism
dan patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.Dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau
penggunaan lensa kontak lunak terutama yang dipakai agak lama.Kerokan dari ulkus
mengandung batang gram negative halus panjang yang sering tidak banyak.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :
S pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia.Ulkus
ini sering terdapat pada pasien dengan sumbatan duktus nasolakrimalis. Biasanya muncul 24-
48 jam setelah inokulasi pada kornea yang lecet.Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah
ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat
infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi
sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh.( Efek merambat ini menimbulkan istilah
“ulkus serpiginosa akut”).Lapis superficial kornea adalah yang pertama terlibat , kemudian
parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus biasanya ada hipopion.Kerokan dari tepian
depan ulkus kornea pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk lancet gram
positif.Dakriosistitis yang timbul bersamaan harus diobati pula.1

20
Gambar 2.6 Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

b.. Ulkus Kornea Fungi


Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superficial , dan lesi-lesi satelit umumnya infiltrat di tempat-
tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi ). Lesi utama dan lesi satelit merupakan plak
endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera
anterior yang hebat dan abses kornea.Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organism
oportunis seperti Candida, Aspergillus, dan lain-lain.Kerokan dari ulkus kornea fungi
kecuali yang disebabkan Candida mengandung unsur-unsur hypha. Kerokan dari ulkus
Candida umumnya mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi yang menampakkan
kuncup-kuncup khas.1

Gambar 2.7 Ulkus Kornea Fungi

21
c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster :


Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu
1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan
stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
disertai dengan infeksi sekunder.1

Ulkus Kornea Herpes simplex :


Ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens.Perjalanan klinik dapat berlangsung lama
karena stroma kornea kurang vaskuler , sehingga menghambat migrasi limfosit dan
makrofag ke tempat lesi.Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya
sembuh sendiri namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten , termasuk
pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal , perjalanan penyakitnya mungkin
menahun dan dapat merusak.Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah
respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus namun
sekarang bukti menunjukkan infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan juga
sel-sel endotel , selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel
trabekel.Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak
namun memberi peluang terjadinya replikasi virus.Jadi setiap kali menggunakan
kortikosteroid topikal , harus ditambahkan obat anti-viral.Kebanyakan infeksi HSV pada
kornea disebabkan HSV tipe 1 ( penyebab herpes labialis ) namun beberapa kasus pada
bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 ( penyebab herpes genitalis ).Lesi
kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.1
Ulkus dendritik terjadi pada epitel kornea memiliki percabangan linear khas dengan
tepian kabur , memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.Pemulasan floresein

22
memudahkan melihat dendrit.Ulserasi geografik sebentuk penyakit menahun yang lesi
dendritiknya berbentuk lebih lebar.Tepian ulkus tidak kabur.Sensasi kornea menurun.1

Gambar 2.8 Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 2.9 Ulkus Kornea Herpetik

d.Ulkus Kornea Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang
mengandung bakteri.Komplikasi pada pengguna lensa kontak lunak khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri.Infeksi ini juga pada yang terpapar pada air yang
tercemar.Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kilniknya yaitu
kemerahan dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen , cincin stroma dan
infiltrate perineural.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan.Biopsi
kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik menampakkan adanya kista atau
trofozoit.1,2

23
Gambar 2.10 Ulkus Kornea Acanthamoeba

2.5.2. Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit.Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokok.Namun ulkus ini bukan proses infeksi dan kerokan tidak mengandung bakteri
penyebab.Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri di mana antibody dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.Infiltrat
mulai berupa infiltrat linear atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya
pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.Proses ini sembuh sendiri
umumnya setelah 7 sampai 10 hari namun yang menyertai blefarokonjungtivitis stafilokok
umumnya kambuh.1,2

Gambar 2.11 Ulkus Marginal

24
b. Ulkus Mooren

Penyebab ulkus Mooren belum diketahui namun diduga autoimun.Paling sering


terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering
diderita orang tua.Ulkus ini tidak responsive terhadap antibiotic atau kortikosteroid.1,2

Gambar 2.12 Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran


lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.1,3

25
Gambar 2.13 Ulcer Ring

2.8 Manifestasi Klinis


Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah penurunan
ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada mata, rasa sakit, mata
(7)
merah, mata bengkak, dan discharge. Penurunan tajam penglihatan disebabkan
terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea terutama jika lesi terletak ditengah.
Fotofobia terjadi akibat kontraksi iris yang meradang. Pada sebagian besar penyakit kornea
terdapat fotofobia yang berat, fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena
hipestesi yang terjadi. Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostic penyakit kornea.
Rasa sakit dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Rasa sakit ini diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada ulkus bakteri purulen. (5) Perlu
juga ditanyakan adanya riwayat penggunaan lensa kontak, trauma, operasi atau luka pada
mata dan adanya penyakit sistemik atau penyakit mata serta penggunaan obat-obat topikal
pada mata seperti kortikosteroid. Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organism
penyebab, kondisi pasien, dan durasi gejala. (7)
Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada lokasi ulkus
kornea. Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva. Reaksi konjungtiva biasanya
tidak spesifik. Discharge purulen tampak pada sakus konjungtiva dan diatas permukaan
ulkus. Secara khas terdapat pericorneal vascular injection. Infiltrasi stroma menghasilkan
kekeruhan berwarna putih pada kornea. Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris
menyebabkan miosis pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang
jelas, dasar ulkus kasar, dan berwarna kelabu. (8), (7)

26
Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan Slitlamp akan tampak sejumlah sel atau flare
dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di daerah ulkus, edema
stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga ditemukan dilatasi pembuluh iris
yang merupakan fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Gangguan
vaskularisasi iris menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema, dan sinekia
(3), (4)
posterior. Dengan pemeriksaan Slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan ulkus
kornea seperti tampak pada table. Pembagian derajat ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan terapi. (7)

Tabel 2.1 Derajat Ulkus Kornea (7)


Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran Ulkus (mm) <2 2-5 >5
Kedalaman Ulkus (%) < 20 20-50 > 50
Infiltrat Dense, superfisial, Dense, meluas ke Dense, meluas lebih
terbatas pada mid stroma dalam dari mid
dasar ulkus stroma hingga
Tidak terlibat mencapai sclera
Sklera Tidak terlibat Mungkin terlibat

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :


Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri

27
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

2.9 Diagnosis (1), (3), (5)


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat
trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi
iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

28
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.

Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


herpes simplex herpes zoster

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


bakteri akantamoeba

29
2.10 Diagnosis Banding (9)
Konjungtivitis Keratitis/Ulkus Iritis Akut Glaukoma
Kornea Akut
Sakit Kesat Sedang Sedang sampai Hebat dan
hebat menyebar
Kotoran Sering Purulen Hanya reflek Ringan -
epiforia
Fotofobia Ringan - Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresein Presipitat Edema
(+++)
Iris Normal “Muddy” Abu-abu
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N < N +++
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri

2.11 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur
serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. (3)
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi,
endoftalmitis bahkan kebutaan. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi
mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan
parut dan mengganggu fungsi penglihatan. Komplikasi lainnya adalah infeksi dibagian

30
kornea yang lebih dalam, perforasi kornea (pembentukan lubang), kelainan letak iris dan
kerusakan mata. (2), (3)
Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotic, anti-virus, atau anti-jamur. Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes
mata kortikosteroid. Ulkus yang berat mungkin perlu diatasi dengan pembedahan
(pencangkokan kornea). (2), (3)
Pemberian antibiotic seawal mungkin sangat membantu, karena bakteri merupakan
penyebab yang paling sering. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, pengobatan
dilanjutkan dengan obat yang sesuai. Mengetahui faktor predisposisi, etiologi, dan terapi
yang tepat akan membantu dalam diagnosis serta penatalaksanaan ulkus kornea. (3)
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat
dan perlunya obat sistemik.
Penatalaksanaan Ulkus Kornea yang dianjurkan : (10)
Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan
< 3 mm Tidak Pada Sumbu Mata - Rawat Jalan
- Antibiotika topical tiap jam
> 3 mm ataupun ≤ 3 mm Pada Sumbu Mata - Rawat Inap
(Berapapun ukurannya) - Antibiotika topical tiap ¼ jam
- Antibiotika subkonjungtiva
> 3 mm + hipopion Di segala Tempat - Rawat Inap
- Antibiotika topical tiap ¼ jam
- Antibiotika subkonjungtiva
- Antibiotika parenteral

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

31
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang
bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang
disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat
diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan
hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya
antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtivitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor

32
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B
1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik

33
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada
pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan
:
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atropin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

34
Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi
perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea
yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Keratoplasti

2.12 Pencegahan (8)


Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

35
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
2.13 Komplikasi (8)
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

2.14 Prognosis (3), (8)


Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal
ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah
dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode
yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

36
BAB IV
PEMBAHASAN

± 8 hari yang lalu pasien mengatakan kemasukan debu pinang ke matanya. Setelah
itu pasien mengatakan matanya terasa ada yang mengganjal. Pasien berusaha mengeluarkan
benda yang mengganjal tersebut dengan membilasnya dengan air ledeng dan mengkucek-
kucek matanya namun benda tersebut tak kunjung keluar. ± 7 hari SMRS pasien
mengeluhkan mata merah dan nyeri. Nyeri dirasakan di sekeliling mata seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri dirasakan terus –menerus dan semakin lama semakin memberat. Nyeri tidak menjalar.
Nyeri memberat ketika membuka matanya, menggerakan matanya, dan terkena cahaya.
Pasien juga mengeluhkan mata jadi lebih sering berair. Kotoran mata berlebihan. Pasien juga
mengeluhkan penglihatan mata sebelah kanannya semakin kabur. Pasien sudah memberikan
obat tetes mata yang dibelinya di warung namun keluhan tak kunjung berkurang.
Data riwayat penyakit sekarang tersebut menggambarkan perjalanan penyakit yang
saat ini dialami oleh pasien. Gejala yang dialami dapat mengarahkan kita pada diagnosis
ulkus kornea karena adanya trias ulkus kornea yaitu air mata berlebihan (epifora), kelopak
mata atas yang tidak bisa terbuka (blefarospasme), dan nyeri bertambah jika melihat cahaya
(fotofobia).

Keluhan utama penderita yaitu mata kanan nyeri sehingga pasien kesulitan membuka
matanya, dimana rasa nyeri akan bertambah saat pasien berusaha membuka mata dan
berkedip. Selain itu mata kanan juga dikeluhkan berair, silau, merah, penglihatan kabur, dan
kadang terdapat kotoran mata berwarna kekuningan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa ulkus kornea menyebabkan nyeri karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri dimana kebanyakan lesi kornea akibat benda asing kornea, keratitis serta ulkus kornea
akan menimbulkan rasa sakit, rasa sakit ini diperhebat dengan adanya gesekan palpebfa
terutama palpebra superior pada kornea dan menetap sampai sembuh. Peka terhadap cahaya
(fotofobia) dikarenakan kontraksi iris karena peradangan dimana terjadi dilatasi pembuluh
iris yang merupakan refleks akibat dari iritasi ujung saraf kornea. Dan peningkatan
pembentukan air mata. Gejala lainnya adalah gangguan penglihatan, pada pasien ini

37
gangguan penglihatan dikarenakan letak dari ulkus itu sendiri yaitu di sentral yang mana
mengganggu pembiasan sinar yang masuk ke mata sehingga sinar tidak dapat difokuskan
tepat pada makula lutea. Selain itu adanya mata merah dan berair dikarenakan proses
inflamasi yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah.

Pada pemeriksaan lokalis mata kanan didapatkan blepharospasme karena pasien


merasa silau. Edema pada kelopak disebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Pelebaran pembuluh darah berupa PCVI dan CVI dikarenakan adanya reaksi
peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior.
Kekeruhan kornea diakibatkan oleh adanya edema pada kornea. Kekeruhan tersebut
berbentuk bulat berbatas tegas terletak di sentral. Edema ini disebabkan adanya peradangan
kornea yang menyebabkan gangguan pompa Na-K sehingga terjadi retensi air yang dapat
menyebabkan edema. Selain itu juga disebabkan oleh adanya infiltrasi sel-sel radang pada
kornea.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria diagnosis
ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada penderita ini dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik perlu dibedakan dengan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dan
virus. Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dan virus keluhan yang didapatkan oleh
pasien hampir sama dengan ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri. Pada ulkus kornea
yang disebabkan oleh jamur, edema pada kelopak mata dan kemerahannya lebih minimal dan
juga sering dijumpai pada pemakai kortikosteroid jangka panjang. Pada ulkus kornea yang
disebabkan oleh virus nyeri yang ditimbulkan minimal karena terjadi anestesi pada kornea
Ulkus kornea juga sering berulang terutama yang diakibatkan oleh virus herpes simplek. Pada
pemeriksaan fisik penderita ini juga mengarah ke ulkus kornea susp bakterial. Pada ulkus
kornea yang disebabkan oleh jamur bentuk ulkus mirip dengan ulkus dendritik pada herpes
simplek, adanya lesi satelit (umumnya infiltrat) di tempat-tempat yang jauh dari ulserasi.
Pada ulkus kornea yang disebabkan virus lesi biasanya berbentuk ulkus dendritik yang
memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur memiliki bulbus bulbus
terminalis pada ujungnya. Dapat juga berupa ulkus geografik dimana biasanya lesi dendritik

38
berbentuk lebih lebar dan tepian ulkus tidak kabur dan terjadi penurunan sensibilitas dari
kornea.

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang merusak epitel
kornea. Pada kasus ini, riwayat kemasukan debu pinang merupakan faktor resiko menjadi
trauma. Epitel kornea merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke
dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskuler dan membran bowman
mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme seperti bakteri, amoeba, jamur dan
virus.

Riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan anggota keluarga yang menggunakan


kacamata, menderita diabetes melitus, penyakit mata dan alergi. Ini berarti kita dapat
menyingkirkan kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien adalah diturunkan oleh
keluarganya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Pemeriksaan


visus mata kanan 1/~, artinya pasien hanya dapat melihat cahaya. Selain itu ditemukan,
palpebra edema, konjungtiva tarsalis hiperemis. Konjungtiva bulbi tampak sekret, injeksi
konjungtiva, injeksi siliar. Pada kornea tampak keruh dibagian tengah, permukaan tidak licin,
infiltrat, edema, terdapat ulkus berbentuk bulat, letak di tengah, tepi berbatas tegas, berwarna
putih, diameter ± 8 mm.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Pada pemeriksaan fisik ulkus kornea, penurunan tajam penglihatan bergantung pada
lokasi ulkus kornea yaitu disentral atau di daerah pupil.Terdapat inflamasi pada palpebra dan

39
konjungtiva. Discharge purulen tampak pada sakus konjungtiva dan diatas permukaan ulkus.
Secara khas terdapat injeksi perikornea. Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan berwarna
putih pada kornea.Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan miosis
pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar ulkus kasar,
dan berwarna kelabu.

Usulan pemeriksaan yang dilakukan adalah Tonometri, Fluoresen, pewarnaan giemsa


dan KOH, dan kultur Hal ini dilakukan untuk membedakan penyebab dari ulkus kornea
tersebut sehingga dapat membantu pemilihan terapi yang adekuat.

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur
serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Prinsip penatalaksanaan ulkus
berdasarkan luasnya ukuran ulkus.

Pada penatalaksanaan selanjutnya untuk ulkus kornea yaitu : Pengobatan konstitusi,


pengobatan lokal sesuai dengan penyebab ulkus dan pengobatan konstitusi.

Edukasi yang diberikan pada pasien adalah menjaga higiene dan menghindari
tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan karena dapat memperberat
lesi. Diberitahukan kepada pasien tentang cara pemberian terapi, tujuan terapi dan efek
samping terapi. Pada pasien penting dilakukan monitoring visus untuk mengetahui apakah
ada perbaikan tajam penglihatan atau tidak.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Pada pasien ini kemungkinan prognosisnya buruk karena didapatkan defek kornea 8 mm dan
pada pemeriksaan visus mata kanan didapatkan 1/~.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D. Opthalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika, 2010.


2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012, Jakarta. Diunduh dari web site:
http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan-penglihatan-masih-
menjadi-masalah-kesehatan.html. pada tanggal 14 September 2016
3. Nana, W. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke Enam. Jakarta : 1993.
4. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat
Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta : FKUI, 2009.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata, Indonesia. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata
untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta : Sagung Seto, 2010.
7. Wijaya, N. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-4. 1989.
8. Smolin, Gilbert and Richard. The cornea: Scientific Foundation and Clinical Practice
Secon Edition. United States : Little,Brown and Company Boston, 1987.
9. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available
from: www.emedicine.com
10. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam : Riordan-Eva P, whitcher JP, editors. Vaughan &
Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta : ECG, 2007 ; 126-138.
11. Mansjoer, Arif,dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.
Jakarta : FKUI, 2000. Hal 56-57.
12. Dahl, Andrew A. 2007. Corneal Ulcer. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/corneal_ulcer/article_em.htm
13. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17th ed.
USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49

41

You might also like