You are on page 1of 56

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. S DENGAN ISOLASI


SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG SRIKANDI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

IKA MURNI WIDYASTUTI


NIM. P.10028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. S DENGAN ISOLASI
SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG SRIKANDI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

IKA MURNI WIDYASTUTI


NIM. P.10028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN. S

DENGAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG SRIKANDI

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Setiyawan, S.Kep, Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menmba ilmu di STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

2. Erlina Windyastuti, S.Kep, Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII

Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu

di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Amalia Agustin, S.Kep, Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

v
4. Noor Fitriyani, S. Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan

nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi

kasus ini.

5. Tyas Ardi Suminarsis, S. Kep., Ns, selaku dosen penguji yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya

serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi, do’a, dan memberikan

semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes

Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Juni 2013

Ika Murni Widyastuti

NIM: P. 10028

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME.............................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................................. 5

C. Manfaat Penulisan ............................................................................... 6

BAB II LAPORAN KASUS

A. Pengkajian ........................................................................................... 8

B. Perumusan Masalah Keperawatan.............................................. 15

C. Intervensi Keperawatan ....................................................................... 17

D. Implementasi Keperawatan ................................................................. 19

E. Evaluasi Keperawatan ......................................................................... 21

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan ......................................................................................... 24

B. Simpulan.............................................................................................. 41

C. Saran .................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


vii
Halaman
1. Gambar 2.1 Genogram ...................................................................... 10

2. Gambar 2.2 Pohon Masalah .............................................................. 16

viii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Look Book

3. Lembar Pendelegasian

4. Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

5. Lembar Konsultasi

6. Asuhan Keperawatan

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa menurut undang undang nomor 3 tahun 1966

merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,

intelektual, emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu

selaras dengan perkembangan orang lain (Suliswati et al, 2005 : 3). Definisi

kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial

yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan

koping yang efektif, kondisi diri yang positif, serta kestabilan emosional

(Johson dalam Direja, 2011 : 1). Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat

yang bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima

tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta

memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Widyawati, 2012).

Komponen yang mempengaruhi kesehatan jiwa antara lain otonomi

dan kemandirian, memaksimalkan potensi individu, menoleransi kepastian

hidup, harga diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas, dan manajemen

stres (Johson dalam Videbeck, 2008 : 4). Apabila seseorang tidak memenuhi

kriteria ciri-ciri kesehatan jiwa meliputi ketidakpuasan dengan karakteristik,

kemampuan dan prestasi diri, hubungan yang tidak efektif atau tidak

memuaskan misalnya tidak puas hidup di Dunia, atau koping yang tidak

1
2

efektif terhadap peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal,

dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa.

Menurut Amerikan Psikiatric Association (1994, dalam Videbeck,

2008 : 4) gangguan jiwa merupakan suatu sindrom pola psikologis atau

perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan

dengan adanya distres seperti gejala nyeri, disabilitas atau kerusakan satu atau

lebih area fungsi yang penting dimana hal ini disertai resiko kematian yang

menyakitkan. Gangguan mental adalah bentuk gangguan dan kekacauan

fungsi mental atau kesehatan mental, dimana hal ini disebabkan oleh

kegagalan reaksi mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan atau mental

terhadap stimulisasi eksternal dan ketegangan ketegangan sehingga muncul

gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu bagian, satu organ atau

sistem kejiwaan (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2006).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) 450 juta

orang di dunia mengalami gangguan mental, dan 33% orang hidup dengan

gangguan cacat neuropsikiatri setiap tahun. Gangguan depresi menyebabkan

12,15% setiap tahun hidup dengan cacat mental, penyebab utama gangguan

neuropsikiatri adalah depresi, penggunaan alkohol gangguan, dan skizofrenia.

Sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%

penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu

selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-

21 tahun (WHO, 2003).


3

Prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah

penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang

penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa.

Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang

mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Hidayati, 2011).

Berdasarkan laporan program yang berasal dari rumah sakit dan

puskesmas Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, jumlah kasus gangguan

mental yang ada sebanyak 38.209 kasus (11,91% per 1.000 penduduk),

mengalami peningkatan di banding tahun 2005 dimana jumlah kasus per 1000

penduduk saat itu sebesar 5,44 (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2006 : 41).

Salah satu masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan

gangguan jiwa diantaranya adalah isolasi sosial atau menarik diri. Isolasi

sosial menarik diri merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

penurunan atau bahkan tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan

sekitarnya (Keliat et al, 2009). Menurut NANDA (2005) isolasi sosial

merupakan pengalaman kesendirian secara individu yang dirasakan segan

terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam.

Perilaku isolasi sosial menarik diri dapat disebabkan karena seseorang

menilai dirinya rendah sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi

dengan orang lain (Fitria, 2009 : 31). Faktor yang berhubungan dengan isolasi

sosial menarik diri antara lain ketidakpercayaan dari lingkungan klien,

kehilangan komunikasi verbal atau kurang berbicara, sakit yang sangat lama,
4

perpindahan lingkungan, kurangnya dukungan keluarga, dan tidak diterima

di lingkungan sosial (Fortinash dan Worret, 2003 : 127).

Terapi dalam gangguan jiwa meliputi pengobatan dengan

farmakoterapi, serta pemberian psikoterapi sesuai gejala dan penyakit yang

akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Farmakoterapi merupakan

pemberian terapi menggunakan obat. Terapi obat yang digunakan pada pasien

gangguan jiwa yang disebut dengan psikofarmakoterapi memiliki efek

langsung pada proses mental penderita karena kerjanya berpengaruh pada

sistem saraf pusat, misalnya antipsikotik yang digunakan untuk mengatasi

pikiran kacau, meredakan halusinasi (Kusumawati, 2010 : 128). Tindakan

keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial yaitu

mengidentifikasi penyebab pasien menarik diri, mendiskusikan bersama

pasien keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian menarik diri,

membantu pasien berhubungan dengan orang lain secara bertahap, dan

membantu mengungkapkan perasaan pasien setelah berkenalan dengan orang

lain (Damaiyanti, 2010 : 98).

Masalah keperawatan isolasi sosial menarik diri jika tidak dilakukan

intervensi lebih lanjut maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori

halusinasi dan resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain, bahkan

lingkungan, selain itu perilaku tertutup dengan orang lain juga bisa

menyebabkan intoleransi aktivitas yang akan berpengaruh terhadap

menurunya kemampuan perawatan diri (Fitria, 2009 : 31).


5

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tahun

2012 terdapat pasien rawat inap sejumlah 2.906 dan pasien rawat jalan 26.449

jumlah pasien skizofrenia 2.233 pasien, pasien laki laki sebanyak 1.495 (66,9

%) dan perempuan sebanyak 738 (33,1%). Data dari ruang Srikandi Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tahun 2012 jumlah pasien rawat inap di

ruangan tersebut sebanyak 315 orang dengan berbagai diagnosa. Jumlah pada

bulan maret 2013 tercatat jumlah pasien halusinasi sebanyak 26 orang,

perilaku kekerasan sebanyak 9 orang, defisit perawatan diri sebanyak 10

orang, isolasi sosial sebanyak 8 orang dan harga diri rendah sebanyak 8

orang.

Berhubungan dengan keterangan di atas, penulis tertarik untuk

membahas masalah isolasi sosial menarik diri dan akan membahas secara

mendetail pada bab selanjutnya dengan mengangkat judul Asuhan

Keperawatan Jiwa pada Nn. S dengan Isolasi Sosial Menarik Diri di Ruang

Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

B. Tujuan Karya Tulis Ilmiah

1. Tujuan Umum

Penulis dapat melaporkan asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi

sosial : menarik diri di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta.
6

2. Tuhuan Khusus

a. Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai

berikut : Penulis mampu melakukan pengkajian pada Nn. S dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Nn. S dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri.

c. Penulis mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Nn. S dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri.

d. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan pada Nn. S dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Nn. S dengan

gangguan isolasi sosial : menarik diri.

f. Penulis mampu menganalisa kondisi Nn. S dengan gangguan isolasi

sosial : menarik diri.

C. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1. Manfaat bagi Institusi

a. Rumah Sakit

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, khususnya dalam

pemberian pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

isolasi sosial : menarik diri.


7

b. Pendidikan

Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan khususnya pada mata

ajar keperawatan jiwa di masa yang akan datang.

2. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan.

Menjadi saran untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan jiwa

secara optimal.

3. Manfaat bagi penulis

Penulis mendapatkan pengetahuan, pengalaman, wawasan dan

mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi

sosial menarik diri.

4. Bagi Pembaca.

Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang gangguan jiwa isolasi

sosial : menarik diri.


BAB II

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada

Nn. S dengan gangguan isolasi sosial menarik diri yang dilakukan pada

tanggal 22 April 2012 sampai 24 April 2013. Asuhan keperawatan dimulai

dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

Pasien masuk kerumah sakit pada tanggal 13 April 2013 pengkajian

dilakukan pada tanggal 22 April 2013 pada jam 10.30 WIB di ruang Srikandi

RSJD Surakarta, kasus ini diperoleh dengan metode auto anamnese dan allo

anamnese. Data - data tertentu seperti genogram dan riwayat penyakit dahulu

diperoleh dari buku status pasien, sedangkan pengkajian dan pemeriksaan

fisik dilakukan perawat secara langsung. Dari data pengkajian tersebut

didapat hasil identitas klien ialah seorang perempuan berumur 27 tahun

dengan inisial Nn. S yang bertempat tinggal di daerah Gantungan RT 04 RW

02 Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo. Pasien memiliki tingkat pendidikan

setara Sekolah Menengah Atas (SMA) dan beragama islam.

Selama di rumah sakit, yang bertanggungjawab atas Nn. S adalah

ibunya, yang bernama Ny. S dengan usia 56 tahun, bekerja sebagai pembantu

rumah tangga yang berasal dari Gantungan RT 04 RW 02 Makam Haji,

Kartasura, Sukoharjo.

8
9

Alasan pasien masuk kerumah sakit yaitu selama 30 hari sebelum

masuk rumah sakit jiwa daerah Surakarta pasien sering berbicara sendiri,

bingung, tidak mau makan, kadang marah marah dan berteriak teriak, karena

kondisi tersebut, ibu pasien membawa pasien ke RSJD Surakarta. Pasien di

IGD rumah sakit banyak diam dan bicara seperlunya dengan tangan dan kaki

di ikat pada tempat tidur, kemudian di pindah keruang Sembodro selama 6

hari dan dipindah keruang Srikandi.

Hasil pengkajian faktor predisposisi didapatkan data, Nn. S pernah

mengalami gangguan jiwa dimasa lalu dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta sebanyak 4 kali sejak tahun 2011, pengobatan sebelumnya

kurang berhasil karena Nn. S tidak minum obat secara teratur karena jarang

kontrol kerumah sakit untuk mendapatkan obat, hal ini disebabkan keluarga

tidak mampu membayar obat semenjak 3 bulan yang lalu. Pasien juga pernah

mengalami kegagalan, yaitu pasien pernah diberhentikan bekerja oleh

majikanya di Jakarta tanpa mengetahui penyebabnya. Nn. S mengatakan

belum pernah mengalami penganiayaan fisik sebelumnya, baik oleh keluarga,

majikannya dahulu maupun orang lain dirumah sakit jiwa, dalam keluarga

besar Nn. S tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.

Pengkajian faktor presipitasi, didapatkan data Nn. S mengatakan

ibunya mengalami kecelakaan setelah berbelanja dari pasar, sehingga Nn.S

menjadi semakin bingung dan sering menyendiri, merasa bersalah dengan

kejadian tersebut, dan tidak mau makan.


10

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data tanda - tanda vital dengan

tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 19 kali per

menit, suhu 36ºC, untuk pengukuran didapatkan data tinggi badan pasien

157 cm, berat badan 51,3 kg, tinggi badan pasien dan berat badan pasien

sebelum dan selama sakit tidak ada perubahan. Dari pemeriksaan fisik mata

simetris kanan dan kiri, tidak ada gangguan penglihatan, hidung simetris dan

bersih, mulut simetris, tidak ada sariawan. Rambut pendek, hitam kotor dan

berbau apek, telinga simetris kanan dan kiri serta bersih tidak ada serumen.

Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik.

Hasil pengkajian psikososial genogram didapatkan gambaran

27

Nn. S 27 tahun dengan isolasi sosial menarikdiri

Gambar 2.1.Genogram Nn. S

Keterangan:

: perempuan : garis keturunan

: laki laki : tinggal serumah

: meninggal

:pasien
27
11

Data dari genogram dapat diketahui bahwa Nn. S berusia 27 tahun,

merupakan anak pertama dan memiliki adik perempuan yang sudah bekerja,

tinggal serumah dengan ibu, nenek, dan adiknya, ayah Nn. S merupakan anak

pertama dari dua bersaudara yang sudah meninggal sejak pasien masih SD,

sedangkan ibu pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tidak

ada faktor keturunan gangguan jiwa dari silsilah keluarga Nn. S.

Pengkajian konsep diri didapatkan data, pada gambaran diri, Nn. S

mengatakan dirinya menyukai seluruh bagian tubuhnya. Pengkajian ideal diri,

pasien mengatakan ingin segera pulang supaya dapat bekerja. Pengkajian

identitas diri, Nn. S mengatakan sebagai perempuan yang memiliki adik

perempuan dan tidak memiliki ayah. Pasien mengatakan berperan membantu

ibunya dirumah karena dirinya tidak bekerja. Pengkajian harga diri, Nn. S

mengatakan merasa tidak berguna karena tidak memiliki penghasilan sendiri,

dan merasa malu pada tetangga karena tidak memiliki penghasilan sendiri.

Pengkajian hubungan sosial, didapatkan data orang yang berarti

didalam hidup Nn. S adalah ibunya. Nn. S mengatakan dalam kegiatan

masyarakat Nn. S mengatakan jarang mengikuti kegiatan karang taruna,

karena malas untuk bertemu dengan orang lain. Hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain Nn. S tampak seorang yang pendiam dan

suka menyendiri, di rumah sakit jiwa pasien tidak memiliki teman dekat,

lebih sering tiduran di tempat tidur dan jarang mengobrol dengan orang lain.

Pengkajian spiritual nilai dan keyakinan di dapatkan data, Nn. S mengatakan


12

beragama islam, meskipun islam Nn. S jarang menjalankan ibadah shalat dan

berdoa tetapi Nn. S mengatakan akan berusaha beribadah dengan teratur.

Pengkajian status mental didapatkan data, penampilan Nn. S kurang

rapi, hal ini dilihat dari cara berpakaian Nn. S memakai baju terlalu longgar.

Hasil observasi pembicaraan Nn. S apatis, hal ini dibuktikan saat Nn. S diajak

mengobrol dengan perawat sering menghindar, menjawab singkat pertanyaan

yang diberikan perawat, dan tidak mau memulai pembicaraan. Pengkajian

aktivitas motorik didapatkan data pasien tampak lesu, sering berdiam diri dan

jarang mengobrol dengan orang lain, pasien tampak sering tidur dengan

posisi seperti fetus. Pengkajian alam perasaan di dapatkan, Nn. S mengatakan

sangat sedih karena berada dirumah sakit dan berpisah dengan ibu, nenek, dan

adiknya, pasien tampak sering menangis. Afek Nn. S datar yaitu tidak ada

perubahan roman muka saat di beri stimulasi menyenangkan atau

menyedihkan. Selama interaksi wawancara Nn. S tidak kooperatif, yang

dibuktikan dengan Nn. S selalu menunduk ketika diajak berbicara tidak mau

menatap mata perawat yang sedang mengajaknya berbicara.

Pengkajian status mental selanjutnya yaitu pengkajian persepsi

sensori, didapatkan data Nn. S mengatakan tidak mengalami gangguan

persepsi sensori halusinasi penglihatan, pendengaran, perabaan, dan perasaan.

Proses pikir Nn.S flight of idea yaitu pembicaraan yang meloncat loncat dari

satu topik ke topik lainya hal ini dibuktikan saat Nn. S diajak mengobrol

tentang alasan ia masuk rumah sakit RSJD Surakarta pasien membahas kapan

ia pulang kerumah. Pengkajian isi pikir di dapatkan data Nn. S mengatakan


13

ingin segera bekerja setelah pulang dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

ingin segera mendapat pekerjaan, Nn. S tidak mengalami waham dan tidak

ada masalah dengan isi pikirnya. Pengkajian tingkat kesadaran Nn. S sadar

penuh tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, tanggal, jam, bulan, dan

tahun. Hal ini dibuktikan dengan pasien mampu menyebutkan hari ini hari

selasa, jam 01.00 siang, tanggal 23 April 2013.

Pengkajian status mental selanjutnya yaitu pengkajian memori jangka

panjang, didapatkan data Nn. S mampu mengingat tempat kerjanya dahulu,

memori jangka pendek Nn. S mampu menyebutkan kegiatan yang dilakukan

dari bangun tidur di pagi hari. Pengkajian tingkat konsetrasi dan berhitung

didapatkan data Nn. S mampu menghitung tempat tidur yang berada

diruangan secara urut, pembicaraan Nn. S tidak mudah beralih. Kemampuan

penilaian Nn. S, pasien mampu memilih kegiatan yang ditawarkan perawat

makan siang terlebih dahulu atau mengobrol ngobrol dengan perawat.

Pengkajian daya tilik diri di dapatkan data Nn. S mengatakan dahulu bekerja

sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta, namun sekarang sudah tidak

bekerja lagi karena di rawat di rumah sakit.

Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang didapatkan data Nn.S

mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang diberikan dari rumah

sakit, Nn. S terlihat hanya makan sedikit, tidak menghabiskan seluruh

makannya dan membuang sisa makannya minum habis 3 sampai 4 gelas kecil

dalam sehari sekitar 1000 cc. Pengkajian defekasi di dapatkan data Nn. S

mengatakan buang air kecil atau buang air besar lancar tidak ada gangguan,
14

buang air besar 1 kali sehari dan buang air kecil 2 kali sehari, mampu

melakukan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri serta

membersihkan dirinya. Nn. S mengatakan mandi 2 kali sehari, mengosok

gigi, dan keramas seminggu sekali, rambut berbau apek, tanpak kotor, terlihat

kutu rambut, kuku hitam dan panjang, kulit berbintik bintik, Nn. S tampak

sering menggaruk kulitnya karena merasa gatal. Cara berpakaian Nn. S

sesuai, dimana Nn. S mampu memakai pakaianya sendiri sesuai dengan

pasangan bajunya tanpa bantuan dari orang lain. Pengkajian istirahat tidur

didapatkan data, Nn. S mengatakan bisa tidur dari jam 8 malam sampai jam 4

pagi dan biasanya terbangun dimalam hari untuk buang air kecil dan pada

waktu siang hari Nn.S mengatakan jarang tidur siang.

Hasil wawancara tentang penggunaan obat di dapatkan data Nn. S

mengatakan minum obat dari rumah sakit 2 kali sehari pagi dan sore, dan

obat selalu diminum. Pengkajian pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan

apabila sudah sembuh akan kontrol dengan rutin dan minum obat secara

teratur, selama di rumah sakit Nn. S mengatakan jarang di kunjungi

keluarganya. Nn. S mengatakan kegiatannya selama dirumah membantu

neneknya memasak dan berbelanja di pasar. Kegiatan di luar rumah, Nn. S

mengatakan jarang keluar rumah, apabila Nn. S sudah keluar dari rumah sakit

akan mencari pekerjaan dan mengikuti kegiatan dilinggkungan rumah.

Pengkajian mekanisme koping, didapatkan data Nn. S mempunyai

koping maladaptif hal ini dibuktikan dengan Nn. S memiliki hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain, karena Nn. S seorang yang pendiam dan
15

suka menyendiri. Apabila memiliki masalah Nn. S jarang menceritakan

kepada orang lain termasuk kepada orang tuanya, dan lebih menyukai untuk

tiduran di kamar dan tidak keluar rumah.

Hasil pengkajian psikososial, Nn. S mengatakan jarang mengikuti

kegiatan yang berada di lingkungan rumahnya seperti karang taruna dan tidak

memiliki teman dekat, karena merasa malu tidak memiliki pekerjaan dan

pernah dirawat di rumah sakit jiwa, selain itu Nn. S merasa tidak ada manfaat

berhubungan dengan orang lain. Nn. S mengatakan tidak ada masalah dengan

ibu, nenek dan adiknya yang tinggal satu rumah, Nn. S mempunyai masalah

dengan ekonominya yang kurang, tidak ada masalah dengan pelayanan

kesehatan. Pengkajian pengetahuan, Nn. S mengatakan kurang mengetahui

tentang faktor – faktor presipitasi tentang penyakit yang dideritanya dan

tentang manfaat bersosialisasi. Nn. S menyadari bahwa dirinya sekarang

berada di rumah sakit jiwa, dan ingin segera pulang kerumah.

Pengkajian aspek medis, didapatkan data diagnosa medis Nn. S yaitu

isolasi sosial menarik diri. Nn. S mendapatkan terapi medis trihexyphenidil

2x2 mg, chlorpromazine 1x100 gr, dan risperidone 2 x 2 mg.

B. Daftar Perumusan Masalah

Berdasarkan data – data yang diperoleh dari hasil pengkajian diatas

penulis melakukan analisa data, kemudian merumuskan diagnosa

keperawatan yaitu isolasi sosial menarik diri dari data subyektif yang di

peroleh Nn. S mengatakan malas berhubungan dengan orang lain dan tidak
16

aktif dalam kegiatan karang taruna, Nn. S mengatakan tidak memiliki teman

dekat, pasien mengatakan tidak ada keuntungan berhubungan dengan orang

lain, Nn. S mengatakan merasa malu dengan tetangganya karena tidak bekerja

dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa, dan merasa sedih. Data objektif yang

di peroleh dari pengamatan perawat selama berinteraksi dengan pasien di

dapatkan pasien terlihat sering menyendiri, pendiam, tampak sering tiduran

denganosisi fetus, tidak kooperatif ketika diajak berkomunikasi dengan

perawat, kontak mata selama interaksi kurang, sering menunduk, tidak mau

menatap perawat saat berkomunikasi dengan perawat, tampak lesu dan jarang

mengobrol dengan orang lain, bila diajak bicara kadang meninggalkan

perawat, menjawab singkat pertanyaan perawat, dan pasien sering menangis.

Dari masalah yang didapat prioritas utama yaitu isolasi sosial menarik

diri perumusan masalah diatas didapatkan pohon masalah sebagai berikut:

Defisit Perawatan Diri akibat

core problem
Isolasi sosial menarik diri

Harga Diri Rendah penyebab

Gambar 2.2

Pohon Masalah
17

C. Rencana Keperawatan

Berdasarkan dari hasil pengkajian rencana keperawatan isolasi sosial

menarik diri. Tujuan umum dari tindakan keperawatan pada pasien isolasi

sosial menarik diri yaitu pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan khusus pertama diharapkan pasien dapat membina hubungan

saling percaya dengan kriteria evaluasi setelah dua kali membina hubungan

saling percaya selama 15 menit pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran

perawat, mau menjawab salam perawat, dapat menyebutkan nama pasien,

mau menguraikan masalah yang di hadapi. Tindakan keperawatan yang

dilakukan bina hubungan saling percaya dengan menggunakan sikap terbuka

dan empati, terima pasien apa adanya, sapa pasien dengan ramah, tepati janji,

jelaskan tujuan pertemuan, pertahankan kontak mata selama interaksi, penuhi

kebutuhan dasar saat itu yang bertujuan untuk kesediaan penerimaan,

meningkatkan kepercayaan hubungan antara pasien dan perawat.

Tujuan khusus kedua diharapkan pasien dapat mengenal perasaan

yang menyebabkan perilaku menarik diri. Kriteria evaluasi setelah 2 kali 10

menit pertemuan, pasien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik

diri pada dirinya. Tindakan keperawatan pertama yaitu kaji pengetahuan

pasien tentang perilaku menarik diri. Tindakan keperawatan kedua yaitu beri

kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik

diri. Tindakan keperawatan ketiga diskusikan bersama pasien tentang perilaku

menarik dirinya. Tindakan keperawatan keempat yaitu beri pujian terhadap

kemampuan pasien mengungkapkan perasaanya.


18

Tujuan khusus ketiga diharapkan pasien dapat mengetahui keuntungan

berhubungan dengan orang lain. Kriteria evaluasi setelah 1 kali 10 menit

pertemuan, pasien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan

orang lain, mendapatkan teman, mengungkapkan perasaan, membantu

pemecahan masalah. Tindakan keperawatan pertama yang dapat dilakukan

yaitu diskusikan manfaat berhubungan dengan orang lain. Tindakan

keperawatan yang kedua yaitu anjurkan pasien untuk menyebutkan kembali

manfaat berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan yang ketiga

berikan pujian terhadap kemampuan pasien dalam menyebutkan mamfaat

berhubungan dengan orang lain.

Tujuan khusus keempat diharapkan pasien dapat berhubungan dengan

orang lain secara bertahap. Kriteria evaluasi setelah 1 kali 10 menit

pertemuan pasien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain

misalnya, membalas sapaan, menatap lawan bicara, mau berinteraksi dengan

orang lain. Tindakan keperawatan yang pertama anjurkan pasien untuk

menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan

yang kedua dorong dan bantu pasien berhubungan dengan orang lain secara

bertahap, pasien dengan perawat, pasien dengan dan perawat lainnya, pasien

dengan perawat perawat lain dan pasien lainnya. Tindakan keperawatan

keempat yang dapat dilakukan libatkan pasien dalam terapi aktivitas

kelompok.

Tujuan khusus kelima diharapkan pasien mendapat dukungan

keluarga dalam berhubungan dengan orang lain. Tindakan keperawatan yang


19

pertama diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan keluarga. Tindakan

keperawatan yang kedua dorong pasien mengikuti kegiatan bersama keluarga.

D. Implementasi

Strategi pelaksanaan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial

menarik diri yang pertama untuk pasien isolasi sosial menarik diri antara lain

mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien, mendiskusikan dengan

pasien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain, mendiskusikan

kerugian perilaku menarik diri dan tidak berinteraksi dengan orang lain,

mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain, menganjurkan

memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Strategi pelaksanaan kedua

pasien meliputi mengevaluasi jadwal kegiatan harian, memberi kesempatan

pada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang, membantu

pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Strategi pelaksanaan

ketiga mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberikan kesempatan

kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih, menganjurkan

memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian pasien (Keliat, 2009).

Strategi pelaksanaan pertama pada keluarga mendiskusikan masalah

yang dialami keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial menarik diri,

menjelaskan pengertian tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien,

menjelaskan cara merawat pasien isolasi sosial menarik diri. Strategi

pelaksanaan kedua keuarga, melatih keluarga mempraktekkan cara merawat


20

pasien dengan isolasi sosial menarik diri, melatih keluarga secara langsung

cara merawat pasien dengan isolasi sosial menarik diri (Keliat, 2009: 111).

Tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan isolasi sosial

menarik diri yang dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013, yaitu strategi

pelaksanaan pertama pada tujuan khusus pertama, membina bina hubungan

saling percaya dengan mengucapkan salam terapeutik, menyampaikan

kontrak topik, waktu, dan tempat, menjelaskan tujuan interaksi,

memperkenalkan diri kepada pasien, berjabat tangan dan bersikap empati,

mengidentifikasi penyebab pasien menarik diri, dan memberi kesempatan

pada pasien untuk mengungkapkan penyebab perilaku menyendiri.

Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat pada hari pertama

yang dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013, yaitu strategi pelaksanaan

pertama pada tujuan khusus pertama, membina bina hubungan saling percaya,

tujuan khusus kedua mengidentifikasi peyebab pasien menarik diri.

Sedangkan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan isolasi sosial

menarik diri dilaksanakan pada tanggal 23 April 2013 adalah tujuan khusus

pertama melanjutkan bina hubungan saling percaya, tujuan khusus kedua

mengevaluasi kemampuan pasien pada tujuan khusus sebelumnya

mengidentifikasi penyebab perilaku menarik diri, tujuan khusus ketiga

mengidentifikasi keuntungan dan kerugian menarik diri, mengevaluasi

kembali kemampuan pasien mengungkapkan keuntungan dan kerugian

menarik diri.
21

Tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan isolasi sosial

menarik diri yang dilaksanakan pada tanggal 24 April 2013, yaitu strategi

pelaksanaan pertama pada tujuan khusus keempat, mengajarkan pasien cara

berkenalan dengan orang lain, dan tujuan khusus kelima menganjurkan

pasien memasukkan kegiatan latihan berkenalan dengan orang lain kedalam

jadwal kegiatan harian.

E. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan strategi pelaksanaan

pertama, yaitu membina hubungan saling percaya selama 2 kali 15 menit

pada tanggal 22 April 2013 didapatkan evaluasi pada jam 10.30 sampai

10.45, data subyektif yang diperoleh pasien mengatakan namanya S biasanya

dipanggil T. Data obyektif yang diperoleh, pasien tampak sering menyendiri,

tampak sedih, sering menunduk saat diajak berbicara, dan menghindari

perawat saat diajak berkomunikasi. Analisa hasil pertemuan yang pertama

pasien belum bisa membina hubungan saling percaya dengan perawat dan

belum dapat mengungkapkan penyebab perilaku menyendiri. Rencana

keperawatan selanjutnya evaluasi, strategi pelaksanaan pertama membina

hubungan saling percaya dan mengidentifikasi penyebab perilaku menarik

diri. Pertahankan strategi pelaksanaan pertama membina hubungan saling

percaya.

Pertemuan kedua tanggal 22 April 2013 pada pukul 13. 45 sampai

14.00 di dapatkan data subyektif pasien mengatakan selamat siang nama saya
22

Nn. S dan biasanya di panggil T, rumah saya di daerah Gantungan RT 04

RW 02 Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo, pasien mengatakan ingin pulang

kerumah ingin bertemu dengan ibu, adik, dan neneknya, pasien mengatakan

kangen dengan keluarganya dirumah, kalau dirumah merasa malu dengan

tetangga karena tidak bekerja. Data objektif yang didapat pasien berbicara

lancar, banyak menunduk, tidak menatap perawat saat diajak berbicara,

pasien terkesan pendiam. Analisa hasil pertemuan bina hubungan saling

percaya dengan pasien tercapai, dan identifikasi penyebab pasien menarik diri

tercapai sebagian. Rencana keperawatan selanjutnya, evaluasi strategi

pelaksanaan pertama membina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi

penyebab perilaku menarik diri. Pertahankan membina hubungan saling

percaya dan mengidentifikasi penyebab perilaku menarik diri yang dilakukan

pasien. Lanjutkan strategi pelaksanaan yang pertama pada tujuan khusus

kedua, mendiskusikan dengan pasien tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.

Setelah dilakukan pertemuan strategi pelaksanaan pertama, tujuan

khusus ketiga pada tanggal 23 April 2013, yaitu pasien dapat mengetahui

keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian menarik diri selama

1 kali 15 menit pertemuan didapatkan evaluasi, data subyektif yang

diperoleh, pasien mengatakan hari ini lupa akan membicarakan tentang apa,

pasien mengatakan saya lupa dengan pembicaraan kemarin, pasien

mengatakan manfaat berhubungan dengan orang lain dengan orang lain

mendapatkan teman, mengungkapkan perasaan, kerugian menarik diri tidak


23

dapat menyelesaikan permasalahan. Respon obyektif yang diperoleh pasien

mampu mengungkapkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain,

bicara pelan dan lancar kontak mata sebentar. Analisa hasil pertemuan

pasien mampu menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain

dan menyebutkan kerugian menarik diri tercapai. Rencana keperawatan

selanjutnya, evaluasi strategi pelaksanaan pertama, tujuan khusus ketiga

mendiskusikan dengan pasien tentang manfaat berhubungan dengan orang

lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain. Pertahankan strategi

tujuan khusus ketiga, lanjutkan tindakan mengajarkan cara berkenalan dengan

orang lain.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan strategi pelaksanaan pertama,

tujuan khusus keempat mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain

selama 1 kali 15 menit pertemuan pada tanggal 24 April 2013, pasien dapat

mengetahui cara berkenalan dengan orang lain, di dapatkan data evaluasi,

yaitu data subyektif pasien mengatakan apabila ingin berkenalan dengan

seseorang harus menyebutkan nama dan alamat rumah. Data objektif yang

diperoleh bicara lancar, pelan, kontak mata kurang, dibuktikan dengan pasien

meninggalkan perawat saat pertemuan belum selesai. Analisa pertemuan

mengajarkan cara berkenalan dengan orang belum tercapai. Rencana

keperawatan selanjutnya, evaluasi strategi pelaksanaan pertama, tujuan

khusus keempat mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain, lanjutkan

mengajarkan pasien berkenalan dengan orang lain secara bertahap.


BAB III

PEMBAHASAN DAN SARAN

A. Pembahasan

Bab III ini akan membahas kesenjangan antara teori dengan kondisi

kasus nyata proses keperawatan pada asuhan keperawatan pada Nn.S dengan

isolasi sosial menarik diri di ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta pada tanggal 22 April 2013 sampai 24 April 2013 dari tahap

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan

keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Isolasi sosial merupakan karakter dasar dari perilaku menghindari

hubungan sosial dan menarik diri dari seluruh situasi yang membutuhkan

kontak interpersonal dan menarik diri dari seluruh kegiatan sosial yang

membutuhkan kontak interaksi interaksi interpersonal (Varcarolis, et al 2006

: 284). Merurut Cantor dan Sanderson (1999, dalam Hawthorne, 2006) isolasi

sosial mengacu kehidupan tanpa pertemanan, dukungan sosial, atau hubungan

sosial. Hal ini berhubungan dengan kehilangan kehilangan seseorang yang

berarti dan kepercayaan.

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Direja, 2011 : 36)

pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan

24
25

meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian

kesehatan jiwa antara lain identitas pasien, alasan masuk faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping,

dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2006). Data yang

dikumpulkan dari Nn. S sesuai dengan teori diatas, meliputi tentang

identitas klien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi,

faktor presipitasi, aspek fisik atau biologis, aspek psikososial, status

mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah

psikososial dan lingkungan, pengetahuan, serta aspek medik. Pengkajian

pada Nn. S penulis menggunakan metode auto anamnese atau pengkajian

langsung pada pasien dan allo anamnese atau pengkajian pada orang lain

serta buku status klien. Data yang diperoleh dikelompokkan kemudian

dirumuskan masalah keperawatan.

Stuart (2007) dan Townsend (2009) (dalam Surtiningrum, 2012)

menjelaskan faktor predisposisi dari sosial budaya dikaitkan dengan

terjadinya isolasi sosial menarik diri meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan dan keyakinan. Kondisi sosial ekonomi yang

rendah berpengaruh terhadap kondisi kehidupan yang dijalani meliputi

rendahnya pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, nutrisi yang tidak

adekuat, perasaan ditolak oleh orang lain dan lingkungan sehingga

berusaha menarik diri. Sedangkan pada pengkajian faktor predisposisi

telah dijelaskan bahwa pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa

lalu dan dirawat di rumah sakit jiwa daerah surakarta selama 4 kali sejak
26

tahun 2011, pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena Nn. S tidak

minum obat secara teratur karena jarang kontrol kerumah sakit untuk

mendapatkan obat, hal ini disebabkan keluarga tidak mampu membayar

obat semenjak 3 bulan yang lalu. Pasien juga pernah mengalami

kegagalan, yaitu pasien pernah diberhentikan bekerja oleh majikanya di

Jakarta tanpa mengetahui penyebabnya.

Menurut Erlinafsiah (2010 : 102), faktor presipitasi pada klien

dengan isolasi sosial menarik diri yang dapat menyebabkan gangguan

alam perasaan, salah satunya peristiwa besar dalam kehidupan dalam

kehidupan, sering dilaporkan sebagai episode pendahulu depresi dan

mempunyai dampak terhadap masalah yang dihadapi sekarang dan

kemampuanya menyelesaikan masalah. Sedangkan untuk faktor

presipitasi pada klien itu sendiri yaitu Nn. S mengatakan ibunya

mengalami kecelakaan setelah berbelanja dari pasar, sehingga Nn. S

menjadi semakin bingung dan sering menyendiri, merasa bersalah

dengan kejadian tersebut, dan tidak mau makan.

Selanjutnya penulis membahas pengkajian psikososial, menurut

Erlinafsiah (2010 : 101), faktor yang menyebabkan perilaku isolasi sosial

menarik diri salah satunya faktor organisasi kepribadian. Teori ini

menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah

mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang. Teori tersebut

sesuai dengan laporan kasus di pengkajian konsep diri didapatkan data

pengkajian harga diri, Nn. S mengatakan merasa tidak berguna karena


27

tidak memiliki penghasilan sendiri, dan merasa malu pada tetangga

karena tidak memiliki penghasilan sendiri. Sehingga dapat di ketahui

bahwa pasien memiliki gangguan konsep diri harga diri rendah.

Batasan karekteristik pasien dengan isolasi sosial menarik diri,

yaitu menarik diri dari lingkungan sosial dan sulit mendirikan hubungan

baik dengan orang lain dilingkungannya (Fortinash dan Worret, 2003).

Teori diatas sesuai dengan data yang diperoleh dari pengkajian hubungan

sosial di dapatkan data pasien mengatakan dalam kegiatan masyarakat

mengatakan jarang mengikuti kegiatan karang taruna, karena malas untuk

bertemu dengan orang lain. Hambatan dalam berhubungan dengan orang

lain Nn. S adalah seorang yang pendiam dan suka menyendiri, di rumah

sakit jiwa pasien tidak memiliki teman dekat, lebih sering tiduran di

tempat tidur dan jarang mengobrol dengan orang lain. Data hasil

pengkajian tersebut juga didukung oleh, Yossep (2009) mengemukakan

data subjektif pada pasien dengan isolasi sosial menarik diri

menceritakan perasaan kesepian, merasa tidak aman dengan orang lain,

banyak berdiam di kamar, menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan

orang lain.

Pengkajian status mental selanjutnya adalah penampilan meliputi

kerapian, penggunaan pakaian yang sesuai, dan cara berpakaian (Keliat,

2006). Menurut Yossep (2009) gejala objektif pada pasien dengan isolasi

sosial menarik diri antara lain tidak merawat diri dan tidak

memperhatikan kebersihan diri. Hal ini sesuai dengan laporan kasus yang
28

penulis dapatkan yaitu didapatkan data, penampilan Nn. S kurang rapi,

dilihat dari cara berpakaian Nn. S memakai baju terlalu longgar.

Pasien dengan isolasi sosial menarik diri memiliki batasan

karakteristik tidak komunikatif, hubungan sosial yang tidak memuaskan,

sulit melakukan komunikasi pembicaraan verbal (Fortinash dan Worret,

2003). Teori tersebut sesuai dengan data hasil observasi pembicaraan

Nn.S apatis dan kurang kooperatif, hal ini dibuktikan saat Nn. S diajak

mengobrol dengan perawat sering menghindar, menjawab singkat

pertanyaan yang diberikan perawat, dan tidak mau memulai

pembicaraan.

Pasien dengan isolasi sosial menarik diri memiliki ciri-ciri kurang

energi, rendah diri, postur tubuh berubah, misalnya posisi fetus saat tidur,

dan menyendiri di ruangan atau tempat tidur setiap hari (Yossep, 2009).

Teori tersebut sesuai dengan laporan kasus dimana didapatkan data

pengkajian aktivitas motorik pasien tampak lesu, sering berdiam diri dan

jarang mengobrol dengan orang lain, pasien tampak sering tidur dengan

posisi seperti fetus. Damaiyanti (2010) mengungkapkan tanda dan gejala

pasien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri diantaranya pasien

menceritakan kesedihan dan kesepian. Teori tersebut sesuai dengan kasus

yang didapatkan penulis di lahan pasien menyatakan sangat sedih karena

berada dirumah sakit dan berpisah dengan ibu, nenek, dan adiknya.

Pasien dengan isolasi sosial menarik diri memiliki afek datar

(Kusumawati, 2010). Teori ini sesuai dengan laporan kasus pada


29

pengkajian afek, di dapatkan data afek Nn. S datar yaitu tidak ada

perubahan roman muka saat diberi stimulasi menyenangkan atau

menyedihkan. Maramis (2004) mengungkapkan gejala utama pasien

dengan menarik diri menjauhi orang lain dan tidak mampu mengadakan

kegiatan emosional yang dekat, tidak kooperatif, kontak mata kurang dan

tidak mau menatap lawan bicara. Teori tersebut sesuai dengan laporan

kasus, dimana pasien selama interaksi wawancara tidak kooperatif, yang

dibuktikan dengan Nn. S selalu menunduk ketika diajak berbicara tidak

mau menatap mata perawat yang sedang mengajaknya berbicara.

Pengkajian proses pikir meliputi observasi pembicaraan selama

wawancara sirkumtansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of idea,

bloking, (Keliat, 2006). Kusumawati (2010) mengungkapkan pada pasien

isolasi sosial menarik diri tidak mengalami gangguan proses pikir. Hal ini

tidak sesuai dengan laporan kasus yang di dapatkan penulis, proses pikir

Nn.S flight of idea yaitu pembicaraan yang meloncat loncat dari satu

topik ke topik lainya. Dibuktikan saat Nn. S diajak mengobrol tentang

alasan ia masuk rumah sakit RSJD Surakarta pasien membahas kapan ia

pulang kerumah.

Fortinash dan Worret (2003) mengungkapkan pasien dengan

isolasi sosial menarik diri mendemonstrasikan perubahan pola makan,

kebiasaan makan menurun atau meningkat. Teori tersebut sesuai dengan

laporan kasus yang di dapatkan penulis, dimana pasien mengatakan

makan 3 kali sehari dengan menu yang diberikan dari rumah sakit, Nn. S
30

terlihat hanya makan sedikit, tidak menghabiskan seluruh makannya dan

membuang sisa makannya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

mengungkapkan bahwa seseorang yang mengalami perilaku isolasi sosial

menarik diri dari kelompok dan lingkungannya akan mengekspresikan

perubahan pola makan dan minum (Emilly et al, 2013).

Menurut Erlinafsiah (2010) adapun tingkah laku pasien dengan

isolasi sosial menarik diri mengalami retensi urin dan feses. Teori

tersebut tidak sesuai dengan laporan kasus, karena pasien mampu

melakukan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri serta

membersihkan dirinya. Direja (2011) mengungkapkan pada pengkajian

mandi pasien isolasi sosial menarik diri disebutkan tidak merawat dan

memperhatikan kebersihan diri, pada permulaan penderita kurang

memperhatikan kebersihan diri dan minat untuk memenuhi kebutuhannya

sendiri sangat menurun dalam hal mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.

Teori tersebut sesuai dengan laporan kasus yang didapatkan penulis,

dimana pasien mengatakan mandi 2 kali sehari, mengosok gigi, dan

keramas seminggu sekali, rambut berbau apek, tanpak kotor, terlihat kutu

rambut, kuku hitam dan panjang, kulit berbintik bintik, Nn. S tampak

sering menggaruk kulitnya karena merasa gatal.

Pembahasan selanjutnya mengenai mekanisme koping, Stuart dan

Sudeen (2007, dalam Yossep, 2009) menyatakan rentang respon pasien

ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu

kontinum yang terbentang antara respon adaptif dan maladaptif. Respon


31

maladaptif merupakan respon individu yang menyimpang dari norma

sosial, yang termasuk dalam respon maladaptif adalah menarik diri

merupakan suatu keadaan dimana mengalami kesulitan dalam membina

hubungan saling terbuka dengan orang lain, seseorang yang mengalami

kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung

dengan orang lain. Sesuai dengan teori di atas pada laporan kasus pasien

memiliki mekanisme koping maladaptif, ini dibuktikan dengan Nn. S

memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, karena Nn. S

seorang yang pendiam dan suka menyendiri. Apabila memiliki masalah

Nn. S jarang menceritakan kepada orang lain termasuk kepada orang

tuanya, dan lebih menyukai untuk tiduran di kamar dan tidak keluar

rumah.

Pengkajian aspek medis, didapatkan data pasien mendapatkan

terapi medis trihexyphenidil 2x2 mg, yang berpengaruh pada sistem saraf

pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan sementara gejala

insomnia dan ansietas. Chlorpromazine 1x100 gr digunakan untuk

gangguan sistem syaraf pusat yang membutuhkan penenang, psikosis

berat dan keadaan maniak. Risperidone 2x2 mg digunakan untuk

mengatasi gejala-gejala psikotik dengan gejala seperti halusinasi, curiga,

dan gangguan emosional (ISO, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Carpenito (1996 dalam Keliat, 2005) diagnosa

keperawatan merupakan suatu penilaian klinis tentang respon aktual atau


32

potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah

kesehatan atau proses kehidupan. NANDA (2007, dalam Ontong, 2008)

mengungkapkan kriteria diagnosa keperawatan mengenal pengertian

karakteristik dan pola identifikasi yang berbeda atau faktor yang

berhubungan dengan respon aktual atau potensial kesehatan jiwa dalam

bidang proses keperawatan kesehatan jiwa.

Menurut Schult dan Videbeck (1998, dalam Nurjanah, 2005)

pernyataan diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu atau

lebih faktor berhubungan yang mempengaruhi atau berkontribusi pada

masalah atau reson pasien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik

adalah pengkajian subjektif dan objektif yang mendukung diagnosa

keperawatan ini biasanya ditulis sebagai bagian pernyataan diagnosis,

bagian kedua dari pernyataan diagnosa keperawatan ditulis untuk

mengkomunkasikan persepsi perawat mengenai faktor yang berhubungan

atau berkontribusi untuk etiologinya. Tetapi pada kasus penulis sudah

menggunakan diagnosa tunggal yang telah disepakati sejak konas III

disemarang menyatakan rumusan diagnosa keperawatan jiwa hanya

menyebutkan problem tanpa perlu menyebutkan etiologi atau dikenal

sebagai diagnosa tunggal keerawatan jiwa ini mengacu pada North

American Diagnosis Association (NANDA).

Menurut Keliat (2006 : 21), masalah keperawatan pada gangguan

isolasi sosial menarik diri diantaranya, gangguan konsep diri harga diri

rendah, defisit perawatan diri, gangguan persepsi sensori halusinasi, dan


33

isolasi sosial menarik diri. Sementara itu, pada kasus kelolaan penulis

menemukan diagnosa keperawatan pada Nn. S defisit perawatan diri,

harga diri rendah dan isolasi sosial menarik diri, tetapi penulis hanya

mengambil satu prioritas diagnosa masalah yaitu gangguan isolasi sosial

menarik diri, karena adanya perilaku pasien subyektif dan obyektif

menunjukan bahwa masalah keperawatan pada Nn.S adalah isolasi sosial

menarik diri.

Diagnosa keperawatan isolasi sosial menarik diri pada Nn. S

didukung dengan data subjektif Nn. S merupakan seorang yang pendiam

dan suka menyendiri malas berhubungan dengan orang lain dan tidak

aktif dalam kegiatan karang taruna, Nn. S mengatakan tidak memiliki

teman dekat, pasien mengatakan tidak ada keuntungan berhubungan

dengan orang lain, Nn. S mengatakan merasa malu dengan tetangganya

karena tidak bekerja dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa, dan merasa

sedih.

Data objektif yang di peroleh dari pengamatan perawat selama

berinteraksi dengan pasien didapatkan pasien terlihat sering menyendiri

tampak sering tiduran, tidak kooperatif ketika diajak berkomunikasi

dengan perawat, kontak mata selama interaksi kurang, sering menunduk,

tidak mau menatap perawat saat berkomunikasi dengan perawat, tampak

lesu dan jarang mengobrol dengan orang lain, bila diajak bicara kadang

meninggalkan perawat, dan pasien sering menangis.


34

Perumusan pohon masalah terjadi kesamaan antara teori dengan

kondisi riil dilapangan. Menurut Fitria (2009), pada pohon masalah

dijelaskan bahwa gangguan gangguan konsep diri harga diri rendah

merupakan penyebab sedangkan yang menjadi core problem yaitu

gangguan isolasi sosial menarik diri dengan alasan menurut Videbeck

(2008) klien yang menilai dirinya rendah akan mengalami gangguan

isolasi sosial menarik diri sehingga sulit untuk berhubungan dengan

orang lain ketika konsep diri tidak jelas. Akibatnya apabila isolasi sosial

menarik diri tidak teratasi dapat muncul halusinasi atau defisit perawatan

diri. Perilaku yang tertutup dengan orang lain dapat menyebabkan

intoleransi aktivitas akhirnya bisa berpengaruh terhadap

ketidakmampuan melakukan perawatan diri.

Data yang diperoleh pada Nn. S, penulis lebih memprioritaskan

diagnosa keperawatan gangguan konsep diri harga diri rendah sebagai

etiologi terjadinya masalah gangguan isolasi sosial menarik diri, dengan

data subyektif klien mengatakan merasa tidak berguna karena tidak

memiliki penghasilan sendiri, dan merasa malu pada tetangga karena

tidak memiliki penghasilan sendiri. Data obyektif, kontak mata klien

kurang. Sesuai dengan data tersebut penulis lebih mengutamakan

gangguan konsep diri harga diri rendah sebagai penyebab dari munculnya

isolasi sosial. Sedangkan yang menjadi core problem atau masalah

utamanya adalah isolasi sosial menarik diri. Masalah yang diakibat

isolasi sosial menarik diri bisa halusinasi tetapi pada kasus Nn. S lebih
35

mengarah pada masalah keperawatan defisit perawatan diri, dikarenakan

pasien tidak mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi dapat

dilihat data pengkajian persepsi sensori, Nn. S mengatakan tidak

mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan,

pendengaran, perabaan, dan perasaan.

3. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan

yang dapat mencapai setiap tujuan khusus perencanaan keperawatan

meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian tindakan asuhan

keperawatan pada pasien dengan berdasarkan analisis agar masalah

kesehatan dapat teratasi (Nurjanah, 2005 : 11). Menurut Rasmun (2009)

tujuan umum dari rencana keperawatan kesehatan jiwa untuk pasien

dengan gangguan isolasi sosial menarik diri yaitu pasien dapat

berinteraksi dengan orang lain. Tujuan khusus rencana keperawatan jiwa

pada isolasi sosial menarik diri adalah sebagai berikut. Tujuan khusus

pertama pasien dapat membina hubungan saling percaya, yang bertujuan

untuk meningkatkan kepercayaan hubungan antara pasien dan perawat.

Tujuan khusus kedua pasien dapat mengenal perasaan yang

menyebabkan perilaku menarik diri, untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan pasien tentang perilaku menarik diri sehingga perawat dapat

merumuskan rencana tindakan selanjutnya, selain itu untuk mengetahui

alasan pasien menarik diri dan mencari pemecahan bersama tentang

masalah pasien.
36

Tujuan khusus ketiga diharapkan pasien dapat mengetahui

keuntungan berhubungan dengan orang lain, yang bertujuan

meningkatkan pengetahuan pasien tentang perlunya berhubungan dengan

orang lain. Tujuan khusus keempat diharapkan pasien dapat berhubungan

dengan orang lain secara bertahap, bertujuan untuk melatih secara

bertahap dalam berhubungan dengan orang lain dan membantu pasien

memertahankan hubungan interpersonal. Tujuan khusus kelima

diharapkan pasien mendapat dukungan keluarga dalam berhubungan

dengan orang lain. membantu pasien memertahankan hubungan

interpersonal, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan

interpersonal pasien dengan keluarga (Rasmun, 2009). Penulis

menggunakan rencana keperawatan pada pasien isolasi sosial menarik

diri yang sama dengan teori diatas.

4. Implementasi

Menurut Efendy (1995, dalam Nurjanah, 2005) implementasi

adalah pengelolaan dan perwujutan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan. Sebelum melakukan tindakan

keerawatan yang telah di rencanakan perawat perlu memvalidasi dengan

singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien

sesuai kondisinya saat ini atau here and now.

Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan

dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya

perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan strategi


37

komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien kearah

pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah

direncanakan sebelumnya (Nurjanah, 2005).

Strategi pelaksanaan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial

menarik diri yang pertama untuk pasien antara lain mengidentifikasi

penyebab isolasi sosial pasien, mendiskusikan dengan pasien tentang

manfaat berhubungan dengan orang lain, mendiskusikan kerugian

perilaku menarik diri dan tidak berinteraksi dengan orang lain,

mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain, menganjurkan

memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian (Keliat, 2009).

Strategi pelaksanaan kedua pasien meliputi mengevaluasi jadwal

kegiatan harian, memberi kesempatan pada pasien mempraktekan cara

berkenalan dengan satu orang, membantu pasien memasukkan kedalam

jadwal kegiatan harian. Strategi pelaksanaan ketiga mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien, memberikan kesempatan kepada pasien

berkenalan dengan dua orang atau lebih, menganjurkan memasukkan

kedalam jadwal kegiatan harian pasien (Keliat, 2009).

Strategi pelaksanaan pertama pada keluarga mendiskusikan

masalah yang dialami keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial

menarik diri, menjelaskan pengertian tanda dan gejala isolasi sosial yang

dialami pasien, menjelaskan cara merawat pasien isolasi sosial menarik

diri. Strategi pelaksanaan kedua keuarga, melatih keluarga

mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial menarik diri,


38

melatih keluarga secara langsung cara merawat pasien dengan isolasi

sosial menarik diri (Keliat 2009 : 111)

Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat pada hari pertama

yang dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013, yaitu strategi pelaksanaan

pertama pada tujuan khusus pertama yaitu membina bina hubungan

saling percaya, tujuan khusus kedua mengidentifikasi peyebab pasien

menarik diri. Sedangkan implentasi keperawatan yang dilakukan pada

tangal 23 April 2013 adalah tujuan khusus pertama melanjutkan bina

hubungan saling percaya, tujuan khusus kedua mengevaluasi kemampuan

pasien pada tujuan khusus sebelumnya mengidentifikasi penyebab

perilaku menarik diri, tujuan khusus ketiga mengidentifikasi keuntungan

berhubungan dengan orang lain dan keruagian menarik diri,

mengevaluasi kembali kemampuan pasien mengungkapkan keuntungan

dan kerugian menarik diri. Selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2013

implementasi yang dilakukan perawat adalah tujuan khusus pertama

membina hubungan saling percaya, mengevaluasi kembali kemampuan

pasien pada tujuan khusus sebelumnya, tujuan khusus keempat

mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain, mengevaluasi

kemampuan pasien dalam berkomunikasi dengan orang lain,

mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain.

Penulis hanya melakukan strategi pelaksanaan pertama yang

dibagi kedalam 3 hari, hal ini disebabkan karena pasien tidak kooperatif

saat diajak berkomunikasi dengan perawat, pasien selalu menghindari


39

dan memutus pembicaraan. Interaksi keperawatan yang tidak dapat

penulis lakukan adalah tujuan khusus kelima tidak dilakukan perawat,

karena selama tiga hari sejak tanggal pengkajian tidak ada keluarga

pasien yang datang mengunjungi, selain itu karena keterbatasan waktu

penulis sehingga pelaksanaan tujuan khusus kelima penulis

mendelegasikan pada perawat ruangan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien. Evaluasi dilakukan

terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilakukan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif

yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan,

evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan

antara respon pasian dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan

(Keliat, 2006: 17).

Dalam kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil sumatif serta

menggunakan sistem penulisan SOAP karena evaluasi hasil sumatif

dilakukan pada akhir tindakan perawatan pasien dan SOAP terdiri dari

subyek data, obyektif data, analisis, dan perencanaan. Evaluasi dilakukan

setiap hari sesudah dilakukan interaksi terhadap pasien. Evaluasi ini

dilakukan pada gangguan isolasi sosial menarik diri. Hasil evaluasi yang

penulis dapat sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis jabarkan pada

BAB II, namun ada beberapa yang kurang sesuai yaitu pada tujuan
40

khusus ke empat pasien tidak dapat melakukannya karena pasien tidak

mau untuk berkenalan dengan perawat lain.

Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya strategi

pelaksanan pertama, pada tujuan khusus pertama yaitu klien dapat

membina hubungan saling percaya dengan perawat tercapai. Evaluasi

yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus kedua yaitu

pasien mampu mengungkapkan penyebab perilakunya menarik diri. Hasil

evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus kedua sesuai dengan

kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat, yaitu pasien

mampu mengidentifikasi penyebab perilaku isolasi sosial menarik diri

tercapai.

Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus ketiga yaitu

pasien mampu menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.

Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya tujuan khusus

ketiga sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis

buat pasien mampu menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan

orang lain dan menyebutkan kerugian menarik diri tercapai dalam 1 kali

10 menit pertemuan. Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan

khusus keempat yaitu pasien mampu mengetahui cara berkenalan dengan

orang lain. Hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya

tujuan khusus keempat sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan

yang penulis buat, pasien tidak dapat mengulangi kembali bagaimana

cara berkenalan dengan orang lain.


41

Beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses

keperawatan dilakukan yaitu tujuan khusus dalam diagnosa keperawatan

tidak dapat tercapai semua dikarenakan pasien kurang kooperatif bila

diajak berkomunikasi dengan perawat. Selain itu, selama proses

keperawatan keluarga tidak ada yang datang menjenguk klien, serta

kurangnya penulis dalam pemanfaatan waktu yang sangat terbatas dan

kurang telitinya penulis dalam proses pendelegasian juga menjadi

hambatan selama proses keperawatan. Solusi untuk menyikapi hambatan

tersebut yaitu dapat dilakukan dengan kerjasama tim antar perawat

ruangan.

B. Simpulan

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan, sedangkan dalam pengkajian diperoleh data bahwa klien

mengatakan merasa tidak berguna karena tidak memiliki penghasilan

sendiri. Nn. S mengatakan jarang mengikuti kegiatan karang taruna,

karena malas untuk bertemu dengan orang lain, Nn. S adalah seorang

yang tampak pendiam dan suka menyendiri, di rumah sakit jiwa

pasien tidak memiliki teman dekat, lebih sering tiduran di tempat tidur

dan jarang mengobrol dengan orang lain. Penampilan Nn. S kurang

rapi, pembicaraan Nn. S apatis dan tidak kooperatif, ketika Nn. S


42

diajak mengobrol dengan perawat sering menghindar, menjawab

singkat pertanyaan, tidak mau memulai pembicaraan, pasien tampak

lesu, sering berdiam diri dan jarang mengobrol dengan orang lain,

pasien tampak sering tidur dengan posisi seperti fetus, pasien

mengatakan sangat sedih karena berada dirumah sakit dan berpisah

dengan ibu, nenek, dan adiknya, afek datar, kontak mata selama

interaksi kurang, sering menunduk, tidak menghabiskan seluruh

makannya dan membuang sisa makannya, rambut berbau apek, tanpak

kotor, terlihat kutu rambut, kuku hitam dan panjang, kulit berbintik

bintik, Nn. S tampak sering menggaruk kulitnya karena merasa gatal.

2. Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian isolasi sosial

menarik diri.

3. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum

pasien dapat berinteraksi dengan orang lain. Serta untuk tujuan khusus

pertama, pasien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan

khusus kedua diharapkan pasien dapat mengenal perasaan yang

menyebabkan perilaku menarik diri, tujuan khusus ketiga diharapkan

pasien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain,

tujuan khusus keempat diharapkan pasien dapat berhubungan dengan

orang lain secara bertahap, Tujuan khusus kelima diharapkan pasien

mendapat dukungan keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.

4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun. Strategi pelaksanaan pertama terdiri


43

dari tujuan khusus pertama yaitu membina hubungan saling percaya,

tujuan khusus kedua mengidentifikasi penyebab menarik diri, tujuan

khusus ketiga mengidentifikasi keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian menarik diri, tujuan khusus keempat

mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain secara bertahap,

tujuan khusus kelima klien mendapatkan dukungan keluarga dalam

berhubungan dengan orang lain.

5. Evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan, tujuan khusus pertama

membina hubungan saling percaya tercapai, tujuan khusus kedua

mengidentifikasi pasien penyebab menarik diri tercapai tetapi, tujuan

khusus ketiga mengidentifikasi keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian menarik diri tercapai, tujuan khusus keempat

mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain belum tercapai.

Secara bertahap ditemukan beberapa kesulitan yang dialami penulis

selama proses keperawatan dilakukan yaitu tujuan khusus dalam

diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua dikarenakan pasien

tidak kooperatif dalam berkomunikasi dengan perawat, selain itu

selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang menjenguk

pasien.

6. Analisa kondisi pasien, yaitu masalah keperawatan jiwa pada Nn. S

adalah isolasi menarik diri yang terjadi akibat pasien merasa tidak

berguna karena tidak memiliki penghasilan sendiri, dan merasa malu

pada tetangga karena tidak memiliki penghasilan sendiri, yang


44

mengakibatkan jarang mengikuti kegiatan karang taruna, karena malas

untuk bertemu dengan orang lain, apatis dan tidak kooperatif diajak

berbicara, pasien tampak lesu, sering berdiam diri dan jarang

mengobrol dengan orang lain, pasien tampak sering tidur dengan

posisi seperti fetus. Nn. S mendapatkan terapi medis trihexyphenidil

2x2 mg, chlorpromazine 1x100 gr, dan risperidone 2 x 2 mg.

C. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran

sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa dengan

seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang

merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan

pembuatan laporan.

3. Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu

seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan gangguan jiwa secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan, Edisi. Aditama: Bandung.

Dinkes. (2006). Profil Kesehatan Jawa Tengah. http://www.depkes.go.id. Diakses


tanggal 10 April 2013.

Direja, Ade Herman Surya. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Emily R, Hawken. Delva Nicholas. Beninger Richard. (2013). Increased Drinking
following Social Isolation Rearing Implications for Polydipsia Associated
with Schizophrenia. http://search.proquest.com/docview/195 diakses tanggal
2 Mei 2013.
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Trans
Info Media: Jakarta.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba Medika:
Jakarta.
Fortinash, Khaterine dan Patricia Holoday Worret. (2003). Psychiatric Nursing
Care Plans. Fourth edition, Mosby: Philadelphia.
Hawthorne, Graeme. (2006). Measuring Social Isolation in Older Adults
Development and Initial Validation of the Friendship Scale.
http://search.proquest.com. Diakses tanggal 27 April 2013.
Hidayati, Eni. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemampuan
Mengatasi Perilaku Kekerasan pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang. http://repository.unri.ac.id.pdf.
Diakses tanggal 18 April 2013.

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). (2010). Informasi Spesialite Obat (ISO)


Indonesia. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.

Keliat, Budi Ana. Akemat. (2009). Model Praktis Keperawatan Profesional Jiwa.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Keliat, B.A. Ria,U.P & Novi, E. (2005). Proses keperawatan kesehatan Jiwa.
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida. Yudi Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Salemba Medika: Jakarta.
Maramis,F.W. (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ketujuh, Airlangga University
Press: Surabaya.
NANDA. 2005. Definisi Dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta.

Nurjanah, Intansari. (2005). Aplikasi proses keperawatan Jiwa. Mocomedia.


Yogyakarta.
Otong, Deborah Antai. (2008). Psychiatric Nursing Biological & Behavioral
Concept. secon edition. Delmar Cengage. Australia.
Rasmun, (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Teritegrasi dengan Keluarga.
Sagung Seto: Jakarta.
Suliswati, et al. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit
buku kedokteran EGC: Jakarta.
Surtiningrum, Anjas. (2010). Pengaruh Terapi Suportif terhadap Kemamuan
Bersosialisasi pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino
Gondohutomo Semarang, http://eprint.unri.ac.id/ PDF%20JURNAL.pdf,
diakses tanggal 18 April 2013.
Varcarolis, Elizabeth M. Venna Benner Carson, Nancy Cristine Shoemaker.
(2006). Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing. 5nd Ed, Evolve:
China.
Videbeck Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa: Psychiatric Mental
Health Nursing. Penerjemah Renata Komalasari, Afriana Hany. Penerbit
Buku Ilmu Kedokteran EGC: Jakarta.
Widyawati, Sukma Nolo. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Prestasi Pustaka:
Jakarta.
World Health organization. (2003). Investing Mental Health. Ganeva
http://www.who.int di akses tanggal 10 April 2013.
World Health organization. (2011). Mental Health Atlas 2011. Ganeva
http://www.who.int diakses tanggal 10 April 2013
Yossep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Aditama: Bandung.

You might also like