You are on page 1of 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terbesar memiliki


keanekaragaman hayati laut mangrove. tertinggi di dunia, dimana salah satu
sumberdaya hayati yang potensial adalah hutan Dari 15,9 juta ha luas hutan
mangrove dunia, sekitar 3,7 juta ha atau 24%-nya berada di Indonesia sehingga
Indonesia memiliki kekayaan mangrove yang termasuk salah satu tertinggi di
dunia (Bengen, 2003).
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan beragam fungsi,
baik ekologi maupun ekonomi, karena ekosistem ini berada antara daratan dan
lautan.Sebagai ekosistem produktif di pesisir, mangrove menghasilkan serasah
yang tinggi sebagai potensi hara yang mendukung produktivitas primer tinggi di
ekosistem ini.Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi serasah dan laju
dekomposisi serasah adalah jenis tumbuhan, umur tumbuhan, iklim dan
karakteristik lingkungan. Banyaknya jenis mangrove dalam komunitas, akan
menghasilkan serasah dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan komunitas
yang mempunyai jenis mangrove sedikit. Demikian pula laju dekomposisi serasah
sebagai bahan organik tergantung pada jumlah dan jenis serasah, serta kondisi
lingkungan.
Mangrove yang berada di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak,
Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat keadaannya sudah
rusak, karena daerah-daerah yang ditumbuhi pohon mangrove banyak digunakan
untuk tambak oleh masyarakat setempat. Kondisi ini di khawatirkan akan
menurunkan fungsi dan peranan mangrove terhadap produktivitas ekosistem
pesisir atau estuari, dalam mendukung ketersediaan sumberdaya ikan di perairan
pesisir.
Penelitian mengenai produksi dan laju dekomposisi serasah daun
mangrove api-api (Avicennia marina Forssk.Vierh) di Desa Tanjung Luar,
Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat
belum pernah dilakukan.Untuk itu, penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai kondisi mangrove di daerah tersebut.Penelitian tentang dinamika

1
serasah mangrove berupa produksi dan laju dekomposisi mempunyai arti penting,
karena serasah merupakan penyumbang terbesar pada kesuburan estuari dan
perairan pantai sebagai penyedia hara bagi biota yang hidup di pesisir pantai.

1.2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji produksi dan laju dekomposisi


serasah daun mangrove api-api (Avicennia marina Forssk.Vierh) di Desa Tanjung
Luar, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara
Barat.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latara belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api – api
( avicenia sp) di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok
Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Bagaman pengaruh produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove
api – api ( avicenia sp ) di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak,
Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

1.4. Batasan Masah

Guna mendapatkan gambaran yang jelas, penulis membatasi jangkauan


pembahasan dan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang dibahas
tidak menyimpang dari pembahasan, dengan demikian diperlukan batasan yang
mengarah pada pembahasan yang semula, yaitu:
1. Sejauh mana produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove api – api
( avicenia sp) di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok
Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Bagaman pengaruh produksi dan laju dekomposisi serasah daun mangrove
api – api ( avicenia sp ) di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak,
Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

2
1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai sarana untuk dapat memberikan informasi mengenai kondisi


mangrove di daerah tersebut.Penelitian tentang dinamika serasah mangrove
berupa produksi dan laju dekomposisi mempunyai arti penting, karena serasah
merupakan penyumbang terbesar pada kesuburan estuari dan perairan pantai
sebagai penyedia hara bagi biota yang hidup di pesisir pantai.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Avicennia officinalis tersebar di Bangladesh, India, Indonesia,


Malaysia, Brunei, Myanmar, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Vietnam,
dan Papua Nugini (Plantamor, 2012). Klasifikasi Avicennia officinalis adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia officinalis L.

Avicennia marina adalah salah satu jenis mangrove yang masuk ke dalam
kategori mangrove mayor. Status tersebut menyebabkan A. marina hampir selalu
ditemukan pada setiap ekosistem mangrove. Masyarakat mengenal A. marina
sebagai api-api putih. Kerabat lain A. marina yang biasa dijumpai hidup bersama
adalah Avicennia alba atau api-api hitam, Avicennia officinalis atau api-api daun
lebar serta Avicennia rumhiana yang mulai jarang ditemukan. Sejauh ini diketahui
sekitar delapan spesies yang menyebar di dua kawasan perairan utama di wilayah
tropis, yakni di Dunia Lama (Afro-Asia dan Australasia) dan Dunia Baru (Pasifik
Timur dan Karibia). Akan tetapi khusus di Indonesia hanya umum dijumpai empat
jenis. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah
tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera
tumbuh kembali, sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak. Akar
napas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan
menahan lumpur serta berbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan
perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting
bakau, siput dan teritip (Halidah, 2014).

4
Hutan mangrove yang sering kali disebut hutan bakau atau mangal adalah
komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa
jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut pantai berlumpur (Bengen, 2003).Komunitas ini umumnya tumbuh dan
berkembang pada daerah intertidal dan subratidal yang cukup mendapat air, dan
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.Menurut
Nybakken (1986), komunitas hutan mangrove tersebar di seluruh hutan tropis dan
subtropis, mulai dari 25 °LU sampai 25 °LS.
Mangrove mampu tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan
gelombang.Bila pantai dalam keadaan sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh
dengan sempurna dan mengeluarkan akarnya.Tumbuhan ini dapat tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan lingkungan yang
anaerob.Mangrove juga dapat tumbuh pada substrat pasir, batu atau karang yang
terlindung dari gelombang, karena itu mangrove banyak ditemukan di pantai-
pantai teluk, estuari, laguna, dan pantai terbuka yang berhadapan dengan terumbu
karang.
Keberadaan ekosistem mangrove memberikan fungsi dan manfaat penting
bagi kehidupan masyarakat di Desa Tawiri. Fungsi dan manfaat tersebut adalah
tidak terlepas dari ancaman kerusakan oleh masyarakat. Secara tidak sengaja
hutan mangrove di Desa Tawiri seringkali disalahgunakan oleh masyarakat lokal
melalui berbagai macam bentuk pemanfaatan yang cenderung berlebihan sehingga
dapat merusak ekosistemnya. Bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh
masyarakat lokal di dalam maupun di sekitar hutan mangrove berupa penebangan
hutan untuk perluasan areal pemukiman dan produksi kayu bakar, aktivitas
penangkapan ikan, bameti, rekreasi, pembuangan sampah dan pembuangan hajat
(Hiariey, 2009).

5
Komponen-komponen hayati dan non-hayati yang turut mendukung
keberadaan suatu ekosistem mangrove yaitu:
• Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove.
• Proses (abrasi dan sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting
dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.
• Keanekaragaman jenis mangrove di Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan
dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89
yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29
jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 2005). Dari 35 jenis pohon tersebut,
yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp,
Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excoecaria sp.
Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan
lingkungan di sekitarnya (Bengen, 2003), yaitu:
• Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan
lumpur, dan perangkap sedimen.
• Daun dan dahan pohon mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus.
• Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds),
dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan
biota laut lainnya.
• Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan
bahan baku kertas (pulp).
• Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya.
• Sebagai daerah pariwisata.

6
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2018 dan
stasiun penelitian berada pada ekosistem mangrove di Desa Tanjung Luar,
Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombo Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Analisis data produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dilaksanakan di
Laboratorium Budidaya Perairan Universitas Mataram, Mataram.

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat melakukan penelitian
adalah sebagai berikut :
No Alat dan bahan Fungsi
Neraca digital Chyo JL-200
1 Alat untuk menghitung berat sampel..
(Ketelitian (0,001g))
2 Jaring penampung Sebagai tempat jatuhnya seresah mangrove.
3 kantong plastik Tempat menaruh seresah mangrove.
4 Kantong sampel Tempat menaruh sampel.
5 Koran Alat untuk herbarium sampel.
6 triplek Alat untuk herbarium sampel.
7 Kertas manila Alat untuk herbarium sampel.
8 Tali rapia Alat untuk mengikat.
Untuk menyimpan tanaman mangrove
9 Herbarium
yang akan dijadikan sampel pengamatan.
10 Seresah mangrove Sebagai sampel yang diamati.
Untuk mengukur skala pada biota yang
11 Penggaris
terdapat pada suatu tanaman mangrove.

3.3. Metode kerja

3.3.1. Prosedur pengukuran produksi serasah

Metode yang umum digunakan untuk pengambilan produksi serasah


adalah metode litter-trap (Jaring penampung serasah) (Brown, 1984).
Pengambilan contoh serasah mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga)
menggunakan jarring yang berukuran 1 X 1 m2, jaring dibentangkan di bawah

7
pohon mangrove. Pengambilan contoh serasah selama 1,5 bulan dengan rentang
waktu satu minggu sekali sebanyak 6 kali. Mangrove yang tertampung jaring
dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu diberi label, setelah itu dibawa ke
Serasah Mangrove (daun, ranting, dan buah/bunga) Pengambilan satu minggu 1x
Selama 1,5 bulan Dimasukkan ke kantong plastik beri label untuk setiap kerapatan
kemudian timbang Jaring penampung ukuran 1 x1 m2diletakkan pada tiap
kerapatan pohon mangrove Produksi serasah (gram/m2/minggu) laboratorium
untuk ditimbang (ketelitian 0,001gram) produksi serasah dengan satuan
gram/m2/minggu.

3.3.2. Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah

Prosedur pengukuran laju dekomposisi serasah disajikan pada Prosedur


pengukuran laju dekomposisi serasah Pengukuran contoh laju dekomposisi
diawali dengan pengeringan daun mangrove pada temperatur 60 °C sampai
beratnya konstan, sebanyak 10 gram daun kering mangrove dimasukkan kedalam
kantong serasah dan diletakan di bawah pohon mangrove. Rentang waktu
pengambilan 15 hari sekali sebanyak 3 kali dalam waktu 1,5 bulan. Daun
mangrove yang di dalam kantong serasah Serasah daun Berat kering akhir Berat
kering awal (10 gram) Masukkan ke kantong serasah Di ikat pada akar pohon
mangrove Diambil per 15 hari selama 1,5 bulan Bersihkan dari lumpur,
dikeringkan pada temperatur 105 °C selama 2 hari dan timbang (ketelitian 0,001
gram) Di keringkan pada temperatur 60 °C selama 2 hari dan timbang (ketelitian
0,001 gram) Laju dekomposisi serasah = Berat kering awal – Berat kering akhir
dibawa ke laboratorium, daun tersebut dibersihkan dari lumpur maupun kotoran,
setelah itu dikeringkan pada temperatur 105 °C sampai beratnya konstan dan
ditimbang. Hasil untuk mengetahui penguraian yaitu berat kering awal dikurangi
berat kering akhir.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D. G. 2003. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove. PKSPL. IPB. Bogor.

Brown, SM. 1984. Mangrove Litter Production and Dynamics in Snedaker, C. S


and Snedaker, G. J. 1984. The Mangrove Ecosystem: Research Metods.
On behalf of The Unesco/SCOR, Working Group 60 0n Mangrove
Ecology. Page 231-238.

Halidah. 2014. Avicennia marina (Forssk.) Vierh JENIS MANGROVE YANG


KAYA MANFAAT. Info Teknis EBONI. Vol, 11. No, 1. Hal, 37-44.

Hiariey, L, S. 2009. Identifikasi Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove Di


Desa Tawiri, Ambon. Jurnal Organisasi dan Managemen. Vol, 5. No, 1.
Hal, 23-34.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Nybakken, J. W. 1986. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan


oleh: M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, Malikusworo, dan
Sukristrijono. Cetakan Pertama. PT. Jakarta: Gramedia.

You might also like