You are on page 1of 4

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 322

Tinjauan Pustaka

Infeksi Cacing dan Alergi

Selfi Renita Rusjdi

Abstrak
Infeksi cacing masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Penyakit
ini sering terjadi di daerah dengan higienisitas dan sanitasi yang masih kurang. Respon imun tubuh host terhadap
cacing ini mirip dengan respon tubuh terhadap penyakit alergi. Respon pada penyakit kecacingan dan alergi ini
merupakan respon Thelper2 yaitu diferensiasi dan polariasasi sel limfosit T lebih dominan pada Th2. Pada
kenyataannya, ditinjau dari segi epidemiologi, penyakit kecacingan dan penyakit alergi terdapat pada daerah yang
sangat berbeda. Prevalensi penyakit alergi cenderung lebih banyak terjadi di daerah maju dengan higiene dan sanitasi
yang baik. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan apakah kecacingan mempunyai efek proteksi terhadap manifestasi
klinis berbagai macam penyakit alergi. Hygiene hypothesis merupakan teori yang relevan dalam menjawab pertanyaan
ini. Mekanisme yang dapat menerangkan fenomena ada adalah saturasi sel mast, penghambatan oleh IgG4 dan
modified Th2 response.
Kata kunci: infeksi cacing, alergi, respon Th2

Abstract
Helminthiasis is still unsolved problem in Indonesia and other developing countries. This disease is frequently
occurred in poor personal hygiene and environmental sanitation. The human immune response to helminth infections
is similar with response to allergic disease. These disease present T helper2 (Th2) response which characterized
dominant differentiation and proliferation of Th2. In fact, epidemiology study shows that they are occurred in different
type of region. High prevalence of allergic disease is found in modern country which is well established sanitation and
good personal hygiene. This condition raises fundamental question whether helminthiasis is associated with protection
against allergic disease. Hygiene hypothesis is a theory that can explain this phenomen. The mechanisms are mast
cell saturation, IgG4 blocking and modified Th2.
Keywords: helminthiasis, allergy, Th2 response

Affiliasi penulis : Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran (IgE) dan eosinofilia. Walaupun kedua penyakit
Universitas Andalas
tersebut mempunyai fenomena imunologi yang sama,
Korespondensi :Selfi Renita Rusdji, E-mail:
selfirenitarusjdi@fk.unand.ac.id, Telp: 0751-7979195 ternyata kedua penyakit ini terjadi pada daerah
dengan yang sang at berbeda. Penyakit alergi lebih

PENDAHULUAN sering terjadi di negara maju dengan higienisitas dan

Kecacingan masih merupakan masalah sanitasi yang baik. Keadaan ini menimbulkan dugaan

kesehatan di Indonesia dan negara berkembang. bahwa infeksi cacing dapat melindungi individu
1,2
Penyakit ini sering terjadi di daerah dengan terhadap munculnya alergi.

ketersediaan air bersih dan sanitasi yang tidak


memadai. Sistem imun tubuh host dalam merespon Hygiene Hypothesis

infeksi cacing ini sama dengan respon imun terhadap Hygiene hypothesis merupakan suatu hipotesis yang

penyakit alergi yaitu respon Th2 yang ditandai dengan menyatakan bahwa kurangnya paparan tubuh

peningkatan kadar interleukin-4 (IL-4), IL-5, IL-13 dan terhadap agen infeksius di masa kanak – kanak akan

disertai dengan peningkatan kadar imunoglobulin E menyebabkan sistem imun tidak mampu untuk

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 323

berkembang secara sempurna sehingga akan sama dengan respon imun terhadap alergen, infeksi
menimbulkan reaksi yang tidak sesuai denga yang cacing ternyata dapat memproteksi individu dari
seharusnya. Paparan terhadap agen infeksi ini sangat penyakit alergi. Ternyata fenomena ini terjadi karena
mempengaruhi keseimbangan Th1 dan Th2 pada adanya aktifitas regulatory network yang dapat
3,4
respon imun tubuh. menekan reaksi alergi. Aktifitas regulatory network ini
3
akan terjadi pada infeksi cacing kronik.

Infeksi cacing
Penyakit kecacingan yang terjadi di Indonesia
sering disebabkan oleh cacing yang tergolong ke
dalam soil transmitted helminth. Yang termasuk ke
dalam soil transmitted helminth adalah Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus (cacing tambang), Trichuris
trichiura (cacing cambuk). Spesies cacing yang juga
sering menginfeksi populasi Indonesia adalah Oxyuris
vermicularis. Cacing ini tidak tergolong soil transmitted
helminth karena tidak memerlukan tanah untuk
tumbuh menjadi stadium yang dapat menginfeksi
manusia. Cacing jaringan yang sering menjadi
penyebab infeksi di Indonesia adalah Wuchereria
1,5
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Terdapat beberapa keadaan yang dapat

3
mempengaruhi munculan penyakit alergi pada
Gambar 1. Hygiene hypothsesis – helminth
penderita kecacingan antara lain waktu dan lamanya
terjadi infeksi cacing, intensitas infeksi, genetik dan
Hygiene hypothsesis – helminth 1
jenis cacing.
Higienisitas yang bagus, penggunaan vaksin dan
1. Waktu dan lamanya terjadi infeksi cacing.
antibiotik yang sering akan mengakibatkan tubuh
Individu yang terpapar oleh cacing dapat
kurang paparan terhadap agen penyebab infeksi
mengalami reaksi alergi terhadap antigen somaik
seperti bakteri dan virus. Keadaan ini mengakibatkan
ataupun produk yang dihasilkan oleh cacing tersebut.
respon imun tubuh oleh sel Th1 kurang teraktivasi dan
Keadaan ini biasanya terjadi para orang yang kurang
mengarah ke Th2 yang ditandai dengan peningkatan
terpapar oleh antigen cacing pada masa lalunya
imunoglobulin E (IgE) terhadap alergen, mastositosis
seperti imigran, turis atau pendatang dari daerah
dan eosinofilia. Proses ini akan mengakibatkan reaksi 6,7
dengan karakteristik yang berbeda. Salah satu
inflamasi yang muncul berupa peningkatan produksi
contoh yang menggambarkan keadaan ini adalah
mukus, peningkatan kontraksi otot polos memicu
3,4
Sindroma Loeffler yang diakibatkan oleh larva Ascaris
reaksi alergi pada saliran pernapasan.
lumbricoides yang bermigrasi ke paru. Pada kelompok
Pada negara berkembang, paparan terhadap
yang jarang terpapar ini juga menunjukkan gejala
agen infeksi sering terjadi dan berlangsung
reaksi alergi yang lebih kuat terhadap alergen lain.
kronik.Keadaan ini mengakibatkan sel Th1 sering
Penekanan atau proteksi terhadap penyakit alergi
teraktivasi dan respon imun tubuh tidak mengarah ke
terjadi pada kelompok populasi di daerah endemis di
Th2 yang merupakan dasar terjadinya penyakit
mana infeksi cacing cenderung berlangsung kronis
alergi.Khusus pada infeksi cacing, terjadi
sesuai dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh
pengecualian. Sama halnya dengan penyakit alergi,
cacing untuk mencapai organ target, tumbuh dewasa
penyakit kecacingan menimbulkan respon yang 1,8
dan berkembang biak. Beberapa penelitian terakhir,
mengarah ke Th2. Walaupun respon yang timbul

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 324

diketahui bahwa ibu hamil yang terinfeksi cacing akan Hubungan kecacingan dengan alergi
9,10
mempengaruhi imunitas bayi yang dilahirkannya. Antigen cacing dapat merangsang respon
2. Intensitas infeksi inflamasi alergi terhadap antigen cacing itu sendiri.
Infeksi cacing dengan intensitas yang berat Respon inflamasi ini akan tertekan jika infeksi cacing
lebih bersifat proteksi dalam menekan reaksi alergi berlangsung kronis. Beberapa penelitian epidemiologi
dibandingkan dengan infeksi intensitas menunjukkan bahwa pada penderita infeksi Soil
ringan.Keadaan ini lebih jelas terlihat efeknya pada Transmitted Helminth yang kronik mengalami
cacing yang hidup di jaringan dibandingkan dengan pengurangan reaksi tes kulit terhadap alergen,
cacing usus.Infeksi cacing dengan intensitas ringan mengurangi resiko terkena penyakit alergi berupa
1
bahkan dapat meningkatkan reaksi penyakit alergi. asma, rhinitis dan dermatitis atopik.
Penelitian yang dilakukan di Venezuela, Gambia, Telah diketahui dari penelitian para ahli
Ethiopia, Taiwan dan Ecuador memperlihatkan bahwa bahwa infeksi cacing usus menimbulkan perubahan
populasi yang terinfeksi cacing usus Ascaris keseimbangan Th1/Th2 ke arah sel Th2 (Th2
14,15
lumbricoides, cacing tambang dan Trichuris trichiura polarized). Polarisasi Th2 yang terjadi pada infeksi
terlindungi dari reaksi alergi. Hasil yang sama juga cacing usus ini sama dengan polarisasi Th2 pada
terlihat pada populasi yang menderita infeksi cacing penyakit alergi. Kesamaan respon imun ini
schistosoma dan filaria yang berada di Gabon, Brazil mempunyai klinis yang sangat berbeda. Beberapa
dan Indonesia. Pada populasi yang menderita infeksi penelitian (seperti di Kenya, Ethiopia, Ekuador dan
dengan intensitas ringan menunjukkan potensi untuk Venezuela) telah dilakukan untuk mengetahui
mengalami penyakit alergi. Pendatang yang berasal hubungan respon imun infeksi cacing terhadap alergi.
dari daerah non endemis ke daerah endemis penyakit Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya
schistosmiasis cenderung mengalami gejala akut prevalensi alergi pada masyarakat di negara
berupa demam, eosinofilia dan gejala gangguan paru berkembang disebabkan efek proteksi dari infeksi
1,11 16
berupa batuk dan kesulitan bernafas. cacing.
3. Genetik individu yang terinfeksi Terdapat beberapa mekanisme yang dapat
Individu dengan genetik tertentu mempunyai menerangkan efek proteksi infeksi cacing terhadap
kerentanan lebih tinggi untuk mengalami alergi baik alergi:
terhadap cacing maupun alergen lain. Sebagai contoh, I. Saturasi sel mast
penduduk Afrika yang berada di daerah pedalaman Imunoglobulin E berperan pada manifestasi reaksi
lebih sedikit mengalami alergi. Kejadian sebaliknya alergi dan infeksi cacing. Pada infeksi cacing terjadi
terjadi pada populasi keturunan asli Afrika yang tinggal pembentukan IgE poliklonal. IgE poliklonal ini bersifat
di negara maju cenderung memperlihatkan prevalensi tidak spesifik akan menempel pada reseptor Fcε sel
dan gejala alergi yang lebih berat dibandingkan mast sehingga penempelan IgE spesifik alergen pada
12
dengan penduduk pribumi negara maju tersebut. sel mast terhambat dan tidak terjadi degranulasi
4. Jenis cacing histamin. Induksi IgE poliklonal ini juga dapat
Cacing yang berbeda akan memberikan efek melindungi cacing dari serangan imunitas host
dan resiko yang berbeda pula terhadap munculan sehingga memungkinkan cacing dapat hidup lama dan
penyakit alergi. Beberapa penelitian menunjukkan berkembang biak dengan aman dalam tubuh host
bahwa pada penderita infeksi Ascaris lumbricoides tanpa menimbulkan gejala dan tanpa membahayakan
3,17
memperlihatkan peningkatan kejadian asma.Hasil ini cacing itu sendiri.
berbeda dengan penelitian terhadap infeksi akut II. Penghambatan oleh IgG4 (blocking IgG4)
cacing Toxocara spp pada manusia. Infeksi Toxocara Infeksi cacing akan memodulasi produksi IgG4.
pada hospes selain hospes definitifnya cenderung Antibodi IgG4 ini akan menghambat degranulasi sel
menimbulkan gangguan atopi atau alergi yang efektor sehingga menekan reaksi alergi. Antibodi ini
berperan dalam proses perlawanan dan eliminasi mampu menghambat IgE untuk berikatan dengan
13
cacing dari dalam tubuh. alergen dengan cara menetralkan molekul alergen

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 325

sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE Trends in Immunology 2001; 22: 372-7.
3,18
yang terikat pada reseptor sel mast danm basofil. 9. Guadalupe I, Mitre E, Benitez S, et al.
III. Modified Th2 Evidence for in utero sensitization to Ascaris
Pada infeksi cacing kronis cacing usus, lumbricoides in newborns of mothers with
terjadi respon ”modified Th2” yang melibatkan peranan ascariasis. J Infect Dis. 2009;199:1846–50.
Treg (Tregulator). Sel Treg ini akan mengekspresikan 10. Djuardi Y, Wibowo H, Supali T, et al.
interleukin 10 (IL-10) dan transforming growth factor β Determinants of the relationship between
(TGF-β). Kedua sitokin ini dapat menghambat imunitas cytokine production in pregnant women and
18
seluler dan inflamasi alergi. their infants. PLoS One. 2009;4:e7711.
11. Smits HH, Yazdanbakhsh M. Chronic
DAFTAR PUSTAKA helminth infections modulate allergen-specific
1. Cooper PJ. Interactions between helminth immune responses: protection against
parasites and allergy. Curr Opin Allergy Clin development of allergic disorders? Ann Med.
Immunol. 2009 February; 9(1): 29–37. 2007;39:428–39.
2. Girgis MN, Gundra MU, Loke P. Immune 12. Obeng BB, Hartgers F, Boakye D,
regulation during helminth infection. PLOS Yazdanbakhsh M. Out of Africa: what can be
Pathogen. 2013; 9(4):1-3. learned from the studies of allergic disorders
3. Yazdanbakhsh M, Kremsner GP, Ree VR in Africa and Africans? Curr Opin Allergy Clin
Allergy, Parasites and the Hygiene Immunol. 2008;8:391–7.
Hypothesis. Science Compass. 2002; 296: 13. Smits HH, Everts B, Hartgers CF,
490-4. Yazdanbakhsh M. Chronic Helminth
4. Sitcharungsi, Raweerat; Sirivichayakul, Infections Protect Against Allergic Diseases
Chukiat. Allergic diseases and helminth by Active Regulatory Processes. Current
infections. Pathogens and Global Health. Allergy and Asthma Reports. 6 January 2010.
2013;107(3):110-5. 14. Fallon PG, Mangan NE. Suppression of the
5. Gandahusada S., Ilahude D. H., Pribadi W. Th2-type allergic reaction by helminth
Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. Fakultas infection. Nature Review Immunology March
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004 2007; 7: 220-30.
6. Cooper PJ, Barreto ML, Rodrigues LC. 15. Hartgers FC, Obeng BB, Boakye D,
Human allergy and geohelminth infections: a Yazdanbakhsh M. Immune Response during
review of the literature and a proposed Helminth – Malaria Co-Infection: A Pilot Study
conceptual model to guide the investigation of in Ghanian School Children. Journal of
possible causal associations. Br Med Bull. Parasitology 2008; 135: 855-90.
2006;79–80:203–18. 16. Cooper PJ. Intestinal Worm and Human
7. Rodrigues LC, Newcombe PJ, Cunha SS, et Allergy. Parasite Immunology. 2004; 16: 1-2
al. Early infection with Trichuris trichiura and 17. Zang P, Mutapi F, 2006. IgE: a Key Antibody
allergen skin test reactivity in later childhood. in Schistosoa Infection. Electronic Journal of
Clin Exp Allergy. 2008;38:1769–77. Biology, Vol. 2(1): 11-4.
8. Yazdanbakhsh M, Biggelaar A, Maizels RM. 18. Maizels RM, Yazdanbakhsh. Immune
Th2 Responses without Atopy: Regulation by Helminth Parasites. Cellular
Immunoregulation in Chronic Helminth and Molecular Mechanism. Nature Review
Infection and Reduced Allergic Disease. 2003;3:733-44.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)

You might also like