You are on page 1of 10

JPPM Vol. 10 No.

2 (2017)

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMP


DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

Kus Andini Purbaningrum


Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang

kusandini27@gmail.com

ABSTRACT
Mathematical problem solving is strongly influenced by the level of thinking ability possessed by each
student. The ability to think is the ability to process information mentally or cognitively from low to high
levels. Both levels of thinking are referred to the bloom taxonomy which consists of 6 aspects of cognitive.
Each student is directed to have the ability to think up to the highest level so that higher order thinking
(higher order thinking) is the ultimate goal in improving thinking ability. This study aims to determine the
ability to think high-level junior high school students in terms of visual, auditory and kinesthetic learning
styles. Subjects in this study were students of class IX SMP. The results showed that students' high thinking
ability in terms of visual, auditory and kinesthetic learning styles fall into the less / low category.

Keywords: High Order Thinking, Problem Solving, Learning Styles.

ABSTRAK
Pemecahan masalah matematika sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh
masing siswa. Kemampuan berpikir merupakan kemampuan memproses informasi secara mental atau
kognitif yang dimulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Kedua tingkatan berpikir tersebut mengacu
pada taksonomi bloom yang terdiri dari 6 aspek kognitif. Setiap siswa diarahkan untuk memiliki
kemampuan berpikir hingga tingkat tertinggi sehingga berpikir tingkat tinggi (higher order thinking)
merupakan tujuan akhir dalam meningkatkan kemampuan berpikir. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMP ditinjau dari gaya belajar visual, auditori dan
kinestetik. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa ditinjau dari gaya belajar visual, auditori dan kinestetik tergolong
dalam kategori kurang/rendah.

Kata kunci: Berpikir Tingkat Tinggi, Gaya Belajar, Masalah Matematika.

A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu untuk dapat bertahan hidup pada keadaan
universal yang mendasari perkembangan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
teknologi modern, mempunyai peran kompetitif (Depdiknas, 2006).
penting dalam berbagai disiplin ilmu dan Masalah matematika diberikan
memajukan daya pikir manusia. Mata kepada siswa untuk melatih diri dalam
pelajaran matematika diberikan kepada menggunakan kemampuan berpikir, serta
semua peserta didik mulai dari tingkat untuk mengetahui posisi tingkat berpikir
sekolah dasar hingga pendidikan tinggi yang dimiliki masing – masing siswa.
untuk membekali mereka dalam memiliki Pemecahan masalah matematika sangat
kemampuan berpikir logis, analitis, dipengaruhi oleh tingkat kemampuan
sistematis, kritis, dan kreatif, serta berpikir yang dimiliki oleh siswa.
kemampuan bekerjasama. Kompetensi Kemampuan berpikir merupakan
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat kemampuan memproses informasi secara
memiliki kemampuan memperoleh, mental atau kognitif yang dimulai dari
mengelola, dan memanfaatkan informasi tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Setiap

40
Kus Andini Purbaningrum

siswa diarahkan untuk memiliki kemampuan Taksonomi Bloom menjelaskan bahwa


berpikir hingga tingkat tertinggi sehingga kemampuan melibatkan analisis, evaluasi
berpikir tingkat tinggi (higher order dan mengkreasi dianggap berpikir tingkat
thinking) merupakan tujuan akhir dalam tinggi (Pohl, 2000).
meningkatkan kemampuan berpikir. Untuk Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir
itu, diperlukan informasi tingkat pada tingkat lebih tinggi dari pada sekedar
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang menghafal fakta atau mengatakan suatu
dimiliki oleh masing – masing siswa sebagai informasi kepada seseorang (Heong, dkk
langkah awal dalam upaya meningkatkan 2011). Menurut Dewanto dalam Amalia
kemampuan berpikir. (2013) menyatakan bahwa kemampuan
Kemampuan berpikir tingkat tinggi berpikir tingkat tinggi adalah suatu kapasitas
siswa memiliki hubungan dengan pola diatas informasi yang diberikan, dengan
berpikir dari masing – masing siswa dalam sikap yang kritis untuk mengevaluasi,
proses penerimaan dan pengolahan mempunyai kesadaran (awareness)
informasi dari suatu masalah. Pola berpikir metakognitif dan memiliki kemampuan
tersebut dipengaruhi oleh gaya belajar pemecahan masalah.
masing – masing siswa. Oleh sebab itu, Menurut Stein berpikir tingkat tinggi
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa menggunakan pemikiran yang kompleks,
memiliki hubungan erat dengan gaya belajar non algorithmic untuk menyelesaikan suatu
dari masing – masing siswa tersebut. tugas, ada yang tidak dapat diprediksi,
Berdasarkan uraian tersebut, maka menggunakan pendekatan yang berbeda
dilakukan penelitian dengan judul dengan tugas yang telah ada dan berbeda
“Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dengan contoh (Lewy, 2009). Jadi berpikir
SMP dalam Pemecahan Masalah tingkat tinggi merupakan kemampuan
Matematika ditinjau dari Gaya Belajar”. memanipulasi informasi dan gagasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk dengan cara yang mengubah makna dan
mengetahui kemampuan berpikir tingkat implikasi, menggabungkan fakta dan ide –
tinggi siswa dalam memecahkan masalah ide dalam rangka untuk mensintesis, meng–
matematika yang ditinjau dari gaya belajar generalisasi, menjelaskan, menafsirkan dan
masing – masing siswa. menarik beberapa kesimpulan.
Secara sederhana, kemampuan Pada dasarnya kedua tingkatan
berpikir adalah kemampuan memproses berpikir tersebut mengacu pada taksonomi
informasi secara mental atau secara kognitif. bloom yang terdiri dari 6 aspek (gambar 1).
Secara lebih formal, berpikir adalah Berpikir tingkat rendah merupakan
penyusunan ulang atau manipulasi kognitif kemampuan berpikir dalam mengingat
baik informasi dari lingkungan maupun (remembering), mengerti (understanding),
simbol – simbol yang disimpan dalam long dan menerapkan (applying). Sedangkan
term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah berpikir tingkat tinggi merupakan
representasi simbol dari beberapa peristiwa kemampuan berpikir dalam menganalisis
atau item. (Ismienar, dkk, 2009). (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan
Berdasarkan tingkatan proses, mengkreasi (creating).
berpikir dibagi menjadi dua tingkat yaitu Menurut Krathwohl (2002), indikator
berpikir tingkat rendah (lower order untuk mengukur kemampuan berpikir
thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher tingkat tinggi meliputi:
order hinking). Kemampuan berpikir tingkat 1. Menganalisis (analyzing)
tinggi ini menghendaki seseorang untuk a. Menganalisis informasi yang
menerapkan informasi baru atau masuk dan membagi – bagi
pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi atau menstrukturkan informasi
informasi untuk menjangkau kemungkinan ke dalam bagian yang lebih
jawaban dalam situasi yang baru.

41
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

sederhana untuk mengenali mengatur serta mengolah suatu informasi


pola atau hubungan yang ada. (DePorter & Hernacki, 2002). Dunn & Dunn
b. Mampu mengenali dan menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan
membedakan faktor penyebab kumpulan karakteristik pribadi yang
dan akibat dari sebuah skenario membuat suatu pembelajaran efektif untuk
yang rumit. beberapa orang dan tidak efektif untuk orang
c. Mengidentifikasi / merumuskan lain (Sugihartono, 2007). Gaya belajar
pertanyaan adalah cara yang konsisten yang dilakukan
2. Mengevaluasi (evaluating) oleh seorang siswa dalam menangkap
a. Memberikan penilaian stimulus atau informasi, cara mengingat,
terhadap solusi, gagasan, dan berpikir, dan memecahkan soal (S. Nasution,
metodologi dengan 2003). Jadi gaya belajar adalah suatu cara
menggunakan kriteria yang konsisten yang digunakan seseorang dalam
cocok atau standar yang ada proses berpikir untuk menangkap, mengatur,
untuk memastikan nilai serta mengolah suatu informasi yang
efektivitas atau manfaatnya. diterima.
b. Membuat hipotesis, mengkritik Menurut DePorter & Hernacki (2002)
dan melakukan pengujian terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu
c. Menerima atau menolak gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.
sesuatu pernyataan berdasarkan Pada dasarnya masing – masing siswa
kriteria yang telah ditetapkan menggunakan ketiga gaya belajar ini, namun
3. Mengkreasi (creating) kebanyakan siswa lebih cenderung pada
a. Membuat generalisasi suatu ide salah satu diantara gaya belajar tersebut.
atau cara pandang terhadap 1. Gaya Belajar Visual
sesuatu. Mata/alat penglihatan memegang
b. Merancang suatu cara untuk peranan penting dalam proses berpikir siswa
menyelesaikan masalah. bergaya belajar visual ini, mereka belajar
c. Mengorganisasikan unsur – melalui segala sesuatu yang dapat dilihat.
unsur atau bagian – bagian Mereka berpikir menggunakan gambar –
menjadi struktur baru yang gambar di otak mereka dan belajar lebih
belum pernah ada. cepat dengan menggunakan tampilan –
Penguasaan ketiga indikator diatas tampilan visual, seperti diagram, buku
berhubungan dengan gaya belajar yang pelajaran bergambar, dan video. Mereka
dimiliki oleh masing – masing siswa. Setiap mencatat sangat rinci untuk mendapatkan
siswa memiliki cara tersendiri dalam semua informasi, membutuhkan pandangan
menganalisi, mengevalusi dan mengkreasi dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap
dari suatu informasi. Cara tersebut waspada sebelum secara mental merasa
mempengarui siswa dalam memahami suatu yakin tentang suatu masalah atau proyek.
informasi dalam memecahkan masalah. Adapun indikator gaya belajar visual adalah
Menurut Hamzah (2008) kemampuan siswa (a) belajar dengan cara visual, (b) mengerti
dalam memahami dan menyerap informasi baik mengenai posisi, bentuk, angka, dan
memiliki tingkat yang berbeda yaitu cepat, warna, (c) rapi dan teratur, (d) tidak
sedang, dan lambat. Siswa menggunakan terganggu dengan keributan, dan (e) sulit
cara yang berbeda untuk mema–hami suatu menerima intruksi verbal.
informasi dalam memecahkan masalah. 2. Gaya Belajar Auditori
Segala proses yang dilakukan oleh siswa Telinga/alat pendengaran memegang
menciptakan suatu kebiasaan siswa dalam peranan penting dalam proses berpikir siswa
belajar atau biasa disebut gaya belajar. bergaya belajar auditorial ini, mereka belajar
Gaya belajar merupakan suatu melalui segala sesuatu yang dapat didengar.
kombinasi bagaimana seseorang menyerap, Siswa dapat belajar dengan cepat melalui

42
Kus Andini Purbaningrum

diskusi verbal dan mendengarkan segala untuk duduk berlama – lama mendengarkan
sesuatu yang diucapkan. Mereka dapat pelajaran melainkan lebih baik jika proses
mencerna dengan baik informasi yang belajar disertai kegiatan fisik. Siswa gaya
disampaikan melalui tone suara, pitch belajar kinestetik berbicara dengan perlahan,
(tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan menanggapi perhatian fisik, menyentuh
hal – hal auditori lainnya. Informasi tertulis orang untuk mendapatkan perhatian mereka,
terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
belajar auditori ini. Siswa seperti ini Mereka belajar melalui memanipulasi dan
biasanya dapat menghafal lebih cepat praktik, menghafal dengan cara berjalan dan
dengan membaca teks atau mendengarkan melihat, menggunakan jari sebagai penunjuk
suara. Adapun indikator gaya belajar ketika membaca, banyak menggunakan
auditorial adalah (a) belajar dengan cara isyarat tubuh, menggunakan kata – kata
mendengar, (b) baik dalam aktivitas lisan, yang mengandung aksi, menyukai buku –
(c) memiliki kepekaan terhadap music, (d) buku yang berorientasi pada plot. Adapun
mudah terganggu dengan keributan, dan (e) indikator gaya belajar kinestetik adalah (a)
lemah dalam aktivitas visual. belajar dengan aktivitas fisik, (b) peka
3. Gaya Belajar Kinestetik terhadap ekspresi dan bahasa tubuh, (c)
Siswa dengan gaya belajar kinestetik berorientasi pada fisik dan banyak bergerak,
belajar melalui bergerak, menyentuh, dan (d) suka coba – coba dan kurang rapi, (e)
melakukan. Siswa kinestetik tidak tahan Lemah dalam aktivitas verbal.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis sehingga siswa memilih salah satu jawaban
penelitian kualitatif yang menggunakan yang telah disediakan. Penskoran instrumen
metodologi penelitian deskriptif. Topik dibuat dengan menggunakan skala Likert
bahasan yang dideskripsikan dalam dengan empat alternatif jawaban. Jawaban
penelitian ini adalah kemampuan berpikir setiap pertanyaan dengan gradasi nilai mulai
tingkat tinggi siswa dalam memecahkan dari sangat positif sampai sangat negatif
masalah matematika ditinnjau dari gaya berupa kata – kata. Metode tes digunakan
belajar siswa. Metode pengumpulan data untuk mengetahui kemampuan berpikir
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat tinggi masing – masing siswa.
metode kuesioner (angket), metode tes (soal) Penskoran instrumen paket soal yang dibuat
dan wawancara. Metode kuesioner dikonversi dengan:
digunakan untuk mengumpulkan data gaya
belajar setiap siswa. Metode kuesioner
dilengkapi dengan alternatif jawaban Nilai siswa = skor siswa
skor maksimum × 100
Tabel 1. Gradasi Nilai Angket
Pertanyaan Positif Skor Pertanyaan Negatif Skor
Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 3 Setuju (S) 2
Tidak Setuju (TS) 2 Tidak Setuju (TS) 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Tidak Setuju (STS) 4

Tabel 2. Kategori Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Nilai Siswa Tingkat Kemampuan
81 – 100 Sangat Baik
61 – 80 Baik
41 – 60 Cukup
21 – 40 Kurang
< 20 Sangat Kurang

43
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

Data dalam penelitian ini berupa hasil untuk mengkonfirmasikan hal – hal yang
kuesioner (angket) gaya belajar dan tes terjadi atau dirasakan selama proses
(paket soal) kemampuan berpikir tingkat penyelesaian permasalahan matematika,
tinggi dalam memecahkan masalah sehingga dapat disesuaikan dengan hasil
matematika. Pengujian kevalidan dan angket. Analisis data dilakukan dengan
kereliabititas angket dan paket soal tersebut langkah – langkah berikut:
telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. 1. memilah data berdasarkan skor atau
Wawancara yang dilakukan pada penelitian nilai pada setiap indikator sesuai tabel
ini merupakan wawancara tidak terstruktur, 1 dan 2,
yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti 2. menganalisis data pada setiap
tidak menggunakan pedoman wawancara indikator,
yang telah tersusun secara sistematis dan 3. menyimpulkan tingkatan kemampuan
lengkap. Wawancara ini berfungsi sebagai berpikir tingkat tinggi yang dimiliki
tindak lanjut dari pemberikan paket soal siswa ditinjau dari gaya belajar.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilaksanakan pada satu belajar siswa diawali dengan memberikan
kelas IX.7 SMP Negeri 18 Palembang angket gaya belajar dengan masing – masing
dengan jumlah siswa sebanyak 39 siswa gaya belajar terdiri dari 12 pernyataan. Hasil
yang terdiri dari 18 siswa laki – laki dan 21 angket tersebut menghasilkan sebaran skor
siswa perempuan. Siswa diberikan angket siswa pada setiap gaya belajar dari setiap
gaya belajar dan paket soal tes kemampuan siswa. Sebaran jumlah siswa pada setiap
berpikir tingkat tinggi. Proses analisis gaya gaya belajar adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Deskripsi Hasil Angket Gaya Belajar
Tipe Gaya Belajar Jumlah Siswa
Visual 12
Auditori 11
Kinestetik 16

Proses analisis kemampuan berpikir berpikir tingkat tinggi. Hasil tes tersebut
tingkat tinggi siswa kelas IX SMP Negeri 18 menghasilkan sebaran nilai pada setiap
Palembang dalam memecahkan masalah indikator berpikir tingkat tinggi pada masing
matematika diawali dengan memberikan tes – masing siswa. Sebaran jumlah siswa pada
dengan 4 tema masalah yang terdiri dari 12 setiap tingkat kemampuan berpikir tingkat
soal dan dapat mengukur kemampuan tinggi adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Tingkat Jumlah Siswa Bergaya Belajar
Kemampuan Visual Auditori Kinestetik
Sangat Baik 1 1 0
Baik 1 0 1
Cukup 2 1 5
Kurang 5 6 7
Sangat Kurang 3 3 3
Total 12 11 16

Berdasarkan tabel di atas, diketahui ada 8 siswa (20,51%), tingkat kemampuan


bahwa jumlah siswa dengan tingkat kurang ada 18 siswa (46,15 %) dan tingkat
kemampuan sangat baik ada 2 siswa kemampuan sangat kurang ada 9 siswa
(5,13%), tingkat kemampuan baik ada 2 (23,07%). Persentase tertinggi ada pada
siswa (5,13%), tingkat kemampuan cukup kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi

44
Kus Andini Purbaningrum

yang kurang. Demikian pula rerata setiap indikator kemampuan berpikir tingkat
kemampuan berpikir tingkat tinggi secara tinggi ditinjau dari gaya belajar tertuang
keseluruhan adalah 33,55 yang tergolong dalam tabel berikut ini:
dalam kategori kurang. Sedangkan rerata
Tabel 5. Deskripsi Rerata Tiap Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Gaya Belajar
Indikator Visual Auditori Kinestetik
Menganalisis 47,92 43,64 48,75
Mengevalusi 40 36,36 35,94
Mengkreasi 13,88 0,06 2,08
Total 36,11 31,82 32,8

Berikut penjabaran dari masing – memiliki tingkat kemampuan mengevaluasi


masing indikator kemampuan berpikir yang kurang. Siswa kurang mampu menilai,
tingkat tinggi ditinjau dari gaya belajar: menyangkal, ataupun mendukung suatu
1. Kemampuan berpikir tingkat tinggi gagasan dan memberikan alasan yang
ditinjau dari gaya belajar visual mampu memperkuat jawaban yang
Total nilai kemampuan berpikir diperoleh, merumuskan hipotesis,
tingkat tinggi pada siswa bergaya belajar mengkritik dan melakukan pengujian serta
visual adalah 36,11. Nilai tersebut masuk menerima atau menolak sesuatu pernyataan
dalam kategori kurang (tabel 2). Rerata berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
kemampuan siswa pada indikator Kemampuan mengevaluasi dapat
menganalisis adalah 47,92 tergolong dilakukan apabila siswa mampu
kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa menganalisis infomasi dengan tepat,
siswa dengan gaya belajar visual memiliki memahami maksud pertanyaan dengan
tingkat kemampuan menganalisis yang benar, serta memberikan alasan/bukti yang
cukup baik. Siswa cukup mampu memeriksa akurat. Namun tidak semua siswa dapat
dan mengurai informasi yang masuk dan menganalisis informasi dengan baik,
membagi – bagi atau menstrukturkan sehingga mempengaruhi kemampuan siswa
informasi ke dalam bagian yang lebih dalam mengevaluasi informasi.
sederhana untuk mengenali pola atau Indikator kemampuan mengkreasi
hubungan yang ada, memformulasikan memiliki nilai terendah yaitu sebesar 13,88.
masalah, serta mengidentifikasi / Nilai ini dalam kategori sangat kurang. Hal
merumuskan pertanyaan. ini disebabkan karena mengkreasi level
Hal ini dilandasi oleh kemampuan tertinggi dalam kemampuan berpikir tingkat
siswa dalam berpikir menggunakan gambar tinggi. Kemampuan mengkreasi dilandasi
– gambar di otak mereka dan belajar lebih oleh kemampuan mengevaluasi yang baik,
cepat dengan menggunakan tampilan – sehingga siswa kurang mampu
tampilan visual, seperti gambar, diagram, menggeneralisasi suatu ide atau cara
tabel dan lainnya. Mereka mencatat sangat pandang terhadap sesuatu dan
rinci untuk mendapatkan semua informasi, mengorganisasikan unsur – unsur atau
membutuhkan pandangan dan tujuan yang bagian– bagian menjadi struktur baru yang
menyeluruh dan bersikap waspada sebelum belum pernah ada.
secara mental merasa yakin tentang suatu 2. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
masalah. ditinjau dari gaya belajar auditori
Rerata kemampuan siswa bergaya Total nilai kemampuan berpikir
belajar visual pada indikator mengevaluasi tingkat tinggi pada siswa bergaya belajar
adalah 40. Nilai tersebut tergolong dalam auditori adalah 31,82. Nilai tersebut masuk
kategori kurang. Hal ini menunjukkan dalam kategori kurang (tabel 2). Rerata
bahwa siswa dengan gaya belajar visual kemampuan siswa pada indikator

45
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

menganalisis adalah 43,64 tergolong dipastikan bahwa siswa akan kurang mampu
kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengevaluasi.
siswa dengan gaya belajar auditori miliki Indikator kemampuan mengkreasi
tingkat kemampuan menganalisis yang memiliki nilai terendah yaitu sebesar 0,06.
cukup baik. Siswa cukup mampu memeriksa Nilai ini dalam kategori sangat kurang. Nilai
dan mengurai informasi yang masuk dan ini juga nilai paling rendah jika
membagi – bagi atau menstrukturkan dibandingkan dengan nilai kemampuan
informasi ke dalam bagian yang lebih mengkreasi pada siswa visual dan kinestetik.
sederhana untuk mengenali pola atau Hal ini tentu disebabkan oleh kemampuan
hubungan yang ada, memformulasikan mengevaluasi yang kurang, sehingga siswa
masalah, serta mengidentifikasi / sangat kurang mampu menggeneralisasi
merumuskan pertanyaan. suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu
Hal ini dilandasi oleh kemampuan dan mengorganisasikan unsur – unsur atau
siswa dalam menghafal lebih cepat dengan bagian – bagian menjadi struktur baru yang
membaca teks atau mendengarkan suara. belum pernah ada.
Siswa dapat menggali informasi dengan cara 3. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
mengucapkannya berulang kali sehingga ditinjau dari gaya belajar kinestetik
siswa merasa lebih cepat memahami Total nilai kemampuan berpikir
informasi yang dibacanya. Namun nilai tingkat tinggi pada siswa bergaya belajar
kemampuan meng–analisis ini masih lebih kinestetik adalah 32,8. Nilai tersebut masuk
rendah jika dibanding–kan dengan nilai pada dalam kategori kurang (tabel 2). Rerata
siswa memiliki gaya belajar visual dan kemampuan siswa pada indikator
kinestetik. Hal ini dipengaruhi oleh menganalisis adalah 48,75 tergolong
kelemahan siswa bergaya belajar auditori, kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa
yaitu lemah dalam aktivitas visual. Artinya siswa dengan gaya belajar kinestetik miliki
informasi tertulis terkadang sulit diterima tingkat kemampuan menganalisis yang
oleh siswa bergaya belajar auditori. cukup baik. Siswa cukup mampu memeriksa
Rerata kemampuan siswa pada dan mengurai informasi yang masuk dan
indikator mengevaluasi adalah 36,36. Nilai membagi – bagi atau menstrukturkan
tersebut tergolong dalam kategori kurang. informasi ke dalam bagian yang lebih
Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan sederhana untuk mengenali pola atau
gaya belajar auditori memiliki tingkat hubungan yang ada, memformulasikan
kemampuan mengevaluasi yang kurang. masalah, serta mengidentifikasi /
Siswa kurang mampu menilai, menyangkal, merumuskan pertanyaan.
ataupun mendukung suatu gagasan dan Hal ini dilandasi oleh kemampuan
memberikan alasan yang mampu siswa dalam belajar melalui memanipulasi
memperkuat jawaban yang diperoleh, dan praktik, menggunakan jari atau
merumuskan hipotesis, mengkritik dan menggaris–bawahi sebagai penunjuk ketika
melakukan pengujian serta menerima atau membaca. Siswa menggali informasi dengan
menolak sesuatu pernyataan berdasarkan cara menggaris–bawahi point – point yang
kriteria yang telah ditetapkan. dibacanya, sehingga siswa merasa lebih
Kemampuan mengevaluasi dapat cepat menganalisis informasi yang
dilakukan apabila siswa mampu dibacanya.
menganalisis infomasi dengan tepat, Rerata kemampuan siswa pada
memahami maksud pertanyaan dengan indikator mengevaluasi adalah 35,94. Nilai
benar, serta memberikan alasan/bukti yang tersebut tergolong dalam kategori kurang.
akurat. Namun karena adanya kelemahan Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan
siswa bergaya belajar auditori yaitu lemah gaya belajar kinestetik memiliki tingkat
dalam aktivitas visual, maka dapat kemampuan mengevaluasi yang kurang.
Siswa kurang mampu menilai, menyangkal,

46
Kus Andini Purbaningrum

ataupun mendukung suatu gagasan dan kurang mampu menilai, menyangkal,


memberikan alasan yang mampu ataupun mendukung suatu gagasan dan
memperkuat jawaban yang diperoleh, memberikan alasan yang mampu
merumuskan hipotesis, mengkritik dan memperkuat jawaban yang diperoleh,
melakukan pengujian serta menerima atau merumuskan hipotesis, mengkritik dan
menolak sesuatu pernyataan berdasarkan melakukan pengujian serta menerima atau
kriteria yang telah ditetapkan. menolak sesuatu pernyataan berdasarkan
Kemampuan mengevaluasi dapat kriteria yang telah ditetapkan. Siswa juga
dilakukan apabila siswa mampu kurang mampu merancang suatu cara untuk
menganalisis infomasi dengan tepat, menyelesaikan masalah atau memadukan
memahami maksud pertanyaan dengan informasi menjadi strategi yang tepat
benar, serta memberikan alasan/bukti yang sehingga kurang mampu menggeneralisasi
akurat. Namun karena adanya kelemahan suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu
siswa bergaya belajar kinestetik yaitu belajar dan mengorganisasikan unsur – unsur atau
dengan aktivitas fisik, maka dapat dipastikan bagian – bagian menjadi struktur baru yang
bahwa siswa bergaya belajar kinestetik akan belum pernah ada.
kurang mampu dalam mengevaluasi Wawancara yang dilakukan kepada 6
informasi tanpa aktifitas fisik yang berarti. siswa yang memiliki gaya belajar dan
Indikator kemampuan mengkreasi kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi
memiliki nilai terendah yaitu sebesar 2,08. yang berbeda, diperoleh informasi yang
Nilai ini dalam kategori sangat kurang. Hal lebih rinci mengenai permasalahan yang
ini tentu disebabkan oleh kemampuan dihadapi siswa ketika mengerjakan soal tes.
mengevaluasi yang kurang, sehingga siswa Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
sangat kurang mampu menggeneralisasi wawancara adalah:
suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu 1. Sebagian besar siswa merasa tidak
dan mengorganisasikan unsur – unsur atau terbiasa dengan permasalahan
bagian – bagian menjadi struktur baru yang matematika yang menuntun untuk
belum pernah ada. berpikir tingkat tinggi,
Penjelasan rinci yang telah 2. Siswa merasa sulit membuat model
dipaparkan terlihat bahwa secara matematika berdasarkan masalah
keseluruhan kemampuan berpikir tingkat yang dipaparkan pada setiap paket
tinggi siswa kelas IX.7 SMP Negeri 18 soal,
Palembang cenderung berada pada kategori 3. Siswa lebih suka jika membuat model
kurang/rendah. Pengusasan siswa terhadap matematika dari soal dengan
kemampuan menganalisis tergolong permasalahan yang jelas sehingga
kategori cukup, untuk setiap jenis gaya langsung pada penggunaan rumus
belajar. Hal ini menunjukkan siswa telah matematika yang baku,
cukup mampu menganalisis informasi 4. Sebagian besar siswa tidak
walaupun nilai tersebut bukan dalam menyelesaikan permasalahan
kategori baik. Siswa cukup mampu matematika disebabkan tidak mampu
memeriksa dan menguraikan informasi, membuat model matematika.
merumuskan masalah dan memberikan 5. Pemecahan permasalahan matematika
langkah penyelesaian yang tepat. yang diberikan, siswa terbiasa dengan
Penguasaan siswa terhadap soal rutin yang ada di buku teks, siswa
kemampuan mengevaluasi dan mengkreasi tidak terbiasa mengerjakan
tergolong kategori kurang, untuk setiap jenis permasalahan sehari – hari dengan
gaya belajar. Hal ini menunjukkan siswa tema tertentu.

47
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa

D. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian, hasil Beberapa saran yang dapat peneliti
analisis data dan wawancara serta sampaikan adalah sebagai berikut:
pembahasannya maka kesimpulan yang 1. bagi guru matematika, diharapkan
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai mengembangkan pembelajaran yang
berikut disesuaikan dengan gaya belajar
1. kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa untuk dapat menumbuhkan
siswa yang memiliki gaya belajar kemampuan berpikir tingkat tinggi
visual tergolong pada kategori siswa terutama pada kemampuan
kurang/rendah (36,11), untuk mengevaluasi dan mengkreasi.
2. kemampuan berpikir tingkat tinggi 2. bagi peneliti lainnya, diharapkan
siswa yang memiliki gaya belajar dapat melaksanakan penelitian
auditori tergolong pada kategori lanjutan baik berupa penelitian
kurang/rendah (31,82), eksperimental dengan memberikan
3. kemampuan berpikir tingkat tinggi perlakuan untuk meningkatkan
siswa yang memiliki gaya belajar kemampuan berpikir tingkat tinggi
kinestetik tergolong pada kategori siswa yang masih tergolong kurang/
kurang/rendah (32,8). rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., 2013. Penerapan Model Education Students. International


Pembelajaran Pembuktian Untuk Journal of Social and humanity,
Meningkatkan Kemampuan Vol. 1, No. 2, July 2011. 121-125.
Berpikir Matematis Tingkat Tinggi
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Ismienar, dkk. 2009. Thinking. Malang.
Matematika Universitas Universitas Negeri Malang.
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Krathwohl, 2002. A revision of Bloom’s
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Taxonomy: an overview. Theory
Pendidikan Nasional Nomor 22 into Practice, 41 (4): 1-8.
Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Jakarta: Depdiknas. Lewy., Zulkardi., dan Aisyah N., 2009.
Pengembangan Soal Untuk
--------------. 2006. Peraturan Menteri Mengukur Kemampuan Berpikir
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tingkat Tinggi Pokok Bahasan
Tahun 2009 tentang Standar Barisan dan Deret Bilangan di
Kelulusan. Jakarta: Depdiknas. Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius
DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike. 2002. Maria Palembang. Jurnal
Quantum Teaching. Penerjemah: Pendidikan Matematika, Volume 3
Ary Nilandari. Bandung: Kaifa. No.2 Desember 2009. Universitas
Sriwijaya. Palembang.
Hamzah B. Uno. 2008. Orientasi Baru
Dalam Psikologi Pembelajaran. Pohl. 2000. Learning to Think, Thinking to
Jakarta: Bumi Aksara Learn: tersedia di
www.purdue.edu/geri.
Heong, Y. M., Othman, dkk. 2011. The
Level of Marzano Higher Order
Thinking Skills among Technical

48
Kus Andini Purbaningrum

S. Nasution. (2003). Berbagai Pendekatan Sugihartono. (2007). Psikologi Pendidikan.


Dalam Proses Belajar dan Yogyakarta: UNY Press.
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

49

You might also like