Professional Documents
Culture Documents
Teknologi Dan Formulasi Sediaan Semi Solid Pasta Paracetamol
Teknologi Dan Formulasi Sediaan Semi Solid Pasta Paracetamol
Pasta Paracetamol
I. Dasar teori
1.1 Pengertian Pasta
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 pasta adalah sediaan berupa
masa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan
mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan
vaselin atau paravin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat
dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik, atau
pelindung (FI III, )
1.2 Komponen Penyusun Sediaan Pasta
Komponen-komponen penyusun sediaan pasta adalah sebagai berikut (winarti,
2013):
1. Zat Aktif
Zat aktif yang sering digunakan misalnya zinc oksid, sulfur, dan zat aktif
lainnya yang dapat dibuat sediaan semisolid. Penggunaan untuk antiseptik,
perlindungan, penyejuk kulit, dan absorben, sehingga zat aktif yang sering
digunakan adalah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti tsb. Sifat
zat aktif yang perlu diperhatikan yaitu zat aktif harus mampu didispersikan secara
homogen pada basis namun dapat lepas dari basis dan dapat menembus kulit untuk
mencapai tujuan farmakologisnya.
2. Basis
Basis yang digunakan untuk pasta adalah basis berlemak atau basis air.
Macam basis yang dapat digunakan (lachman , 1994):
a. Basis hidrokarbon : Ciri-cirinya Tidak diabsorbsi oleh kulit, Tertinggal diatas
kulit berupa lapisan dan bersifat oklusif, Tdk campur air, Sukar dibersihkan,
Lengket, Waktu kontak kulit lama, Inert, Daya absorbsi rendah.
b. Basis absorbsi : Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air.
Terbagi 2 kelas:
1
– Basis non emulsi: Dapat menyerap air membentuk emulsi A/M. Kelebihan
dibanding hidrokarbon: Kurang oklusif namun emolien bagus, Membantu
obat larut minyak untuk penetrasi kulit, Lebih mudah menyebar/mudah dioles
– Basis emulsi A/M, Menyerap air lebih banyak dari basis non emulsi.,
Terdiri dari:lanolin, oily cream BP
c. Basis air-miscible : Keuntungan. Bercampur dengan eksudat luka, Mengurangi
gangguan fungsi kulit, Kontak baik dengan kulit karena surfaktannya,
Penerimaan secara kosmetik yang baik, Mudah dibersihkan untuk area
berambu
d. Basis larut air : Keuntungan, Larut air, Absorbsi baik oleh kulit, Mudah
melarutkan bahan lain, Bebas dari rasa lengket, Nyaman dig,
unakanKompatibel dengan berbagai obat dermatologi. Kerugian : Uptake air
terbatas, Kurang lunak dibanding paraffin, Mengurangi aktivitas beberapa
antimikroba.
3. Bahan Tambahan
Dapat berupa pengawet, antioksidan, elsifier, zat penstabil, atau zat zat lain
yang dibutuhkan.
1.3 Kelebihan Sediaan Pasta
Kelebihan dari sediaan pasta adalah sebagai berikut (Winarti, 2013) :
1. Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut
dengan tendensi mengeluarkan cairan.
2. Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya
kerja local.
3. Konsentrasi lebih kental dari salep.
4. Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan
dengan sediaan salep.
1.4 Kekurangan Pasta
Kekurangan dari sediaan pasta adalah sebagai berikut (Winarti, 2013)
1. Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya
tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
1. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis. Dapat
menyebabkan iritasi kulit
2
2. Tinjauan bahan aktif (Paracetamol)
Asetaminofen adalah salah satu obat yang terpenting dalam terapi nyeri
ringan sampai sedang.Asetaminofen merupakan metabolit aktif fenestetin dan
bertanggung jawab atas efek analgesiknya.Obat ini penghambat COX-1 dan
COX-2 yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek
antiinflamasi.(Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608)
a. Karakteristik fisika kimia
➢ Nama Bahan Obat : Paracetamol ( FI III ,hal 37 )
➢ Sinonim : N-Acetil-P-Aminofenol, Acetaminofen
➢ Rumus molekul : C8H9NO2
➢ Berat molekul : 151,16 g/mol;
➢ Bentuk : Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
➢ Kestabilan pada pH : Stabil pada pH antara 4 dan 7 pada 250C.(FI III, hal
37)
➢ Kelarutan : larut dalam 70 bagian air,dalam 7 bagian
etanol (95%), dalam 13 bagiaan aseton P, dalam 40 bagiaan gliserol P dan
dalam larutan-larutan alkali(FI 3, Hal 37). Larut dalam air mendidih dan
dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol (FI 4, Hal 649)
➢ Organoleptis : Serbuk Putih, berasa pahit, tak berbau.
➢ Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
(FI III p. 37)
b. Bentuk Kimia
3
prostaglandin tapi lemah. Efek terapeutik, menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga merupakan efek sentral seperti salisilat tidak
digunakan sebagai antiinflamsi karena efek inflamasinya yang lemah atau tidak
ada. (ISO Farmakoterapi)
2) Farmakokinetik
Acetaminophen diberikan peroral. Absorbsorbsinya bergantung pada
kecepatan pengosongan lambung dan kadar puncaknya dalam darah biasanya
tercapai dalam waktu 30-60 menit. Acetaminophen sedikit terikat pada protein
plasma dan sebagiaan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah
menjadi acetaminofen sulfa dan glukoronida yang tidak aktif secara
farmakologis. Kurang dari 5% acetaminofen diekskresi tanpa mengalami
perubahan. Suatu metabolit minor tetapi sangat aktif (N-asetel-p-benzokuinon)
penting pada dosis besar karena bersifat toksik atau penyakit hati, waktu-
paruhnya bisa meningkat hingga dua kali lipat atau lebih. (Farmakologi Dasar
& Klinik, Katzung Bertram G hal.608)
3) Indikasi
Asetaminofen berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri
kepala,myalgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain ketika aspirin efektif
sebagai analgesic dapat digunakan sebagai analgetik tambahan pada terapi
antiinflamsai.(Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608).
4) Efek Samping
Pada dosis terapi kadang terjadi peningkatan ringan enzim hati tanpa
disertai ikterus. Keadaan ini reversible jika obat dihentikan. Pada dosis yang
lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terasang dan disorientasi. Penelanan
15 g asetaminofen dapat berakibat fatal, dimana dapat menyebabkan
hepatotoksik. (Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608).
d. Data Klinis
4
e. Toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat
hepatotoksik, didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang
bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih
produksi metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation
untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel
hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler.
f. Kadar dalam Darah
Paracetamol yang diberikan oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum
puncak dalam waktu 30-120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan
sedikit memperlambat penyerapan sediaan paracetamol. + 25% paracetamol
dalam darah terikat pada protein plasma. Waktu paruh paracetamol adalah 1-3
jam.
3. Bentuk sediaan terpilih
Pasta : karena tujuan terapinya adalah analgesik topikal. Sehingga salah satu
bentuk sediaan yang paling cocok dalah sediaan pasta.
4. Perhitungan dan perencanaan dosis
a. Per takaran terkecil :
➢ Dosis paracetamol menurut FI edisi III (p. 920, 959)
Usia Dosis lazim 1 x Sehari pakai
pakai
6-12 bulan 50 mg 200 mg
1-5 tahun 50 - 100 mg 200-400 mg
5-10 tahun 100 – 200 mg 400 – 800 mg
10 th ke atas 250 mg 1 gram
Dewasa 500 mg 500mg – 2 gram
5
- 28-32 minggu setelah lahir: 20 mg/kgBB tiap 12 jam
- >32 minggu setelah lahir: 30 mg/kgBB tiap 8 jam
Karena ini merupakan sediaan semi solid, maka tidak ada perhitungan dosis
pemakaiannya : Parasetamol topikal diberikan secukupnya pada bagian yang
sakit, 3-4 kali sehari.
5. Spesifikasi produk
a. Persyaratan umum sedian
Menurut Formularium Nasional, persyaratan umum sediaan Pasta yaitu sebagai
berikut :
- Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada
prmukaan kulit.
- Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan..
- Mudah tercucikan dengan air.
- Daya lubrikasi tinggi.
- Memberikan rasa lembut saat digunakan
- Harus sesuai dengan pH kulit
b. Rencana spesifikasi sediaan
Bentuk sediaan Pasta
Kadar bahan aktif 5%
pH sediaan 4-6
Warna Putih
Bau Tak Berbau
Rasa atau sensasi Dingin pada kulit
6
6. Rancangan formula
a. Skema/ bagan alur fikir
7
10. Aquades Pelarut 5%
8
No. Nama Bahan Alasan
(kadar)
1. PCT (5 %) Mengacu pada dosis obat lain yang memiliki
fungsi sama. (Diklofenak 1 % dosis pemakaian
oral 100
2. Asam Stearat (5 Pemilihan Kadar dari basis ini didasarkan pada
%) hasil percobaan Wadher et al (2009) , dalam
3. Setil Alkohol penelitian ini , dia membandingkan perbedaan
(16,23 %) konsentrasi dari setiap bahan yang digunakan
4. Propilen Glikol sebagai basis FAPG, hasil yang paling baik
(25 %) ternyata diperoleh dengan konsentrasi basis
5. Gliserin (13,75 disamping .
%)
6. PEG (25 %)
7. Asam Oleat (5 Mengacu pada penelitian Rahayu dan Soraya
%) (2016), konsenyrasi asam oleat 5% menghasilkan
efek enhancer yang baik
8. Nipagin 0,02 % Mengacu pada HOPE, Kadar dalam sediaan
topikal : 0,02-0,3 %
9. Nipasol 0,01 % Mengacu pada HOPE, Kadar dalam sediaan
topikal : 0,01-0,6 %
10. Aquades 5 % Merupakan pelarut universal yang inert dan
sangat aman.
9
Setil akohol 16,23 % 16,23 % x 20 gr = 3,246 gr + (10 3,57
% x 3,246) gram
Propilen Glikol 25 % 25 % x 20 gr = 5 gr + (10% x 5 gr) 5,5
gram
b. Skala Besar
Untuk skala bear, dibuat tiga tube , maka Perhitungannya
Bahan Perhitungan Hasil Akhir
Paracetamol 1,1 gram x 3 3.3 gram
Asam Stearat 1,1 gram x 3 3.3 gram
Setil Alkohol 3,57 gram x 3 10,71 gram
Propilen Glikol 5,5 gram x 3 16,5 gram
Gliserin 3 gram x 3 9 gram
PEG 5,5 gram x 3 16,5 gram
Asam Oleat 1,1 gram x 3 3,3 gram
Nipagin 0,0044 gram x 3 0,0132 gram
Nipasol 0,0022 gram x 3 0,0066 gram
Aquades 1,1 gram x 3 3,3 gram
c. Cara pembuatan
1. ditimbang semua bahan yang dibutuhkan
2. ditempatkan dalam wadah yang sudah disiapkan
10
3. dipanaskan asam stearat, setil alkohol, dan peg satu persatu sampai lebur
dengan suhu 60-70 oC
4. dilarutkan pacaracetamol, nipasol dan nipagin dengan propilen glikol
5. dicampurkan bahan yang sudah dilebur dengan paracetamol yang sudah
dilarutkan
6. diaduk hingga merata
7. ditambahkan gliserin
8. Ditambahkan aquades dan diaduk hingga merata
1. Uji Organoleptis
11
Dilakukan pengamatan warna, bentuk, bau, tekstur dan sensasi pada sediaan
emulgel metil salisilat.
2. Uji Homogenitas
a. Diambil sedikit sediaan.
b. Ditempatkan pada kaca preparat.
c. Diamati pada mikroskop.
d. Diulangi langkah diatas dengan replikasi sebanyak 3 kali.
3. Uji Ph
a. Ditimbang sediaan sebanyak 1 gram.
b. Dilarutkan dengan aquades.
c. Diujikan dengan pH meter
4. Uji Daya Sebar
a. Diambil 0,5 gram sediaan.
b. Ditempatkan pada cawan petri.
c. Ditambahkan beban 50 gram, 100 gram, dan 150 gram.
d. Dihitung daya sebarnya.
5. Uji Viskositas
a. Dimasukkan sampel pada wadah alat rheometer ± 2 gram.
b. Di-run kan alat rheometer dan dibaca hasil yang muncul.
d. Cara Pengolahan Data Hasil Evaluasi
Data hasil pada masing-masing evaluasi yang telah dilakukan yaitu sebagai
berikut :
1. Uji Organoleptis
Warna : Putih
Bentuk : Gel
Bau : Khas metil salisilat
Tekstur : Lembut
Sensasi : Dingin di kulit
2. Uji Homogenitas
Pada uji homogwnitas diperoleh data hasil bahwa sediaan emulgel yang telah
dibuat homogen.
3. Uji pH
12
pH sediaan emulgel yang telah dibuat yaitu dengan pH sebesar 7,2
4. Uji Daya Sebar
50 gram : 2 cm
100 gram : 2,3 cm
150 gram : 2,6 cm
5. Uji Viskositas
9. Hasil Praktikum
a. Proses Pembuatan
No Perlakuan Hasil Gambar
1. Ditimbang Msing- Bahan-
masing bahan yang bahan telah
digunakan : ditimbang
Paracetamol : 1.1 gr
Asam Stearat : 1,1,
gr
Setil Alkohol : 3,57
gr
Propilen glikol : 5,5
gr
Gliserin : 3 gr
PEG : 5,5 gr
Asam Oleat : 1,1 gr
Metil Paraben :
0,0044 gr
Propil Paraben :
0,0022 gr
Aquades : 1,1 gr
2. Ditempatkan di Bahan
wadah yang telah bahan dalam
disiapakan wadah
3. Dipanaskan Asam Campuran 1
stearat, setil alkohol, (asam
13
dan PEG satu stearat +
persatu sampai lebur setil alkohol
dan dicampurkan (C + PEG)
1)
4. Dilarutkan Campuran 2
paracetamol, nipagin (PCT +
dan nipasol dengan nipagin +
propilen glikol (C 2) PG)
5. Dicampurkan C1 Campuran 3
dan C 2 dan diaduk (C 1 + C 2)
hingga merata (C3)
6. Ditambahkan Campuran 3
gliserin kedalam + gliserin
campuran ini
7. Ditambahkan Pasta telah
aquades dan diaduk jadi
hingga merata
8. Ditunggu dingin dan Pasta Siap
dimasukkan ke dikemas
dalam tube.
b. Proses Evaluasi
No Perlakuan Hasil Gambar
1 Evaluasi Bentuk :
Organoleptis : Setengah padat
Diambl sedikit ; waran putih ;
sediaan pasta dan tak berbau dan
diamati bentuk meningbulkan
14
warna, bau dan sensasi dingin
sensasi yang pada kulit
ditimbulkan pada
kulit
2 Uji Homogenitas : Homogen
Dimabil sampel
dan dioleskan pada
kaca objek ,
diratajan dengan
kaca objek lain
sehingga terbentuk
lapisan tipis,
diamati secara
visual dan
mikroskopis
susunan partikel
yang terbentuk
3. Uji pH :Ditimabng pH 6,8
1 gr sediaan ,
dilarutkan dengan
5 ml aquadest,
diaduk, diukur pH
meter
4 Uji daya sebar: 50 gr : 2 cm
Dibuat kertas skala 100 gr : 2,3 cm
pada cawan petri, 150 gr : 2,6 cm
diletakkan 0,5 gr Diameter rata
sediaan pada rata : 1,1 cm /
cawan, dan diberi menit
beban 50 gr, 100
gr, dan 150 gr
15
5. Uji viskositas : Viskositas tidak
Dibuka tempat terdeteksi
sampel, dimasukan
sedian sejumlah 2
gr, ditutup, ditekan
“RUN” dan
diamati
viskositasnya
10. Pembahasan
Telah dilakukukan praktikum semisolid yaitu formulasi, pembuatan,
serta evaluasi sediaan pasta. Bahan aktif yang digunakan adalah parasetamol.
Parasetamol dipilih karena indikasi sediaan yang diinginkan adalah analgesik
topikal. Parasetamol merupakan salah satu obat yang memiliki aktifitas
analgesik. Parasetamol dalam sediaan topikal diketahui tidak menyebabkan
iritasi kulit sehngga aman digunakan.
Konsentrasi bahan aktif parasetamol yang digunakan sebesar 5% .
Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada dosis pemakaian topikal obat lain
yang memiliki indikasi yang sama yaitu Na diclofenak yang dalam
penggunaanya sebagai analgesik topikal konsentrasinya 1 % . Dosis lazim
pemakaian oral Na diklofenak adalah 50-100 mg sedangkan parasetamol 500
mg, sehingga dapat diketahui untuk pemakaian lokal dosis parasetamol yang
dapat dipakai adalah 5 %. Belum ada bukti ilmiah tentang pemakaian dosis 5 %
parasetamol sebagai analgesk topikal, hal ini memang karena belum ada
penelitian yang memformulasikan parasetamol dalam bentuk sediaan topikal
untuk analgesik.
Basis yang digunakan pada pasta yang kami buat adalah basis FAPG,
yang terdiri dari kombinasi asam stearat 5 %, Setil alkohol 16,23 %), propilen
glikol 25 %, Gliserin 13,75 % dan PEG 25 %. Alasan pemilihan basis ini adalah
karena menurut Wadher et al., (2009) basis ini memberikan hasil akhir sediaan
dengan konsistensi, daya sebar dan kemampuan tercucikan yang lebih bagus
serta tekstur yang lebih halus serta pasta yang dihasilkan memiliki warna yang
16
putih. Pemilihan kadar dalam basis ini juga didasarkan dari penelitian Wadher
et al., (2009), dimana dalam penelitiannya ia membandingkan beberapa
konsentrasi basis, dan konsentrasi yang kami gunakan ini merupakan
konsentrasi yang paling optimum dan memberikan hasil yang paling baik.
Indikasi dari pasta parasetamol yang kami buat adalah analgesik lokal,
sehingga sediaan ini harus bisa menembus hingga ke lapisan dermis tempat
reseptor nyeri. Oleh karena itu diperlukan enhancer atau penentrator. Enhancer
yang kami pilih adalah asam oleat dengan konsentrasi 5 %. Menurut Rahayu dan
Soraya (2016) pemakaian asam oleat sebagai enhancer dapat meningkatkan
penetrasi obat ke dalam kulit secara Signifikan. Alasan mengapa dipilih
konsentrasi 5 % adalah karena Pada konsentrasi asam oleat 5% memberikan
hasil signifikan dibandingkan konsentrasi dubawah atau diatasnya. Setelah
konsentrasi enhancer 5 % kemungkinan terjadi kejenuhan sehingga penetrasi
dan penyebaran tidak meningkat. mekanisme kerja utama asam oleat adalah
dengan meningkatkan permeabilitas melalui rute non polar dengan
meningkatkan difusivitas serta partisi pada permukaan kulit, sedangkan pada
mekanisme melalui rute polar adalah dengan meningkatkan hidrasi stratum
korneum (Rahayu dan Soraya, 2016).
Sediaan semisolid merupakan sediaan yang tidak dapat bertahan lama,
oleh karena itu diperlukan pengawet. Pengawet yang kami gunakan adalah
kombinasi Metil paraben dan propil paraben (0,02 : 0,01). Alasan kami
menggunakan pengawet kombinasi karena kombinasi dari kedua pengawet ini
akan menghasilkan efek yang sinergis meski pada konsentrasi yang rendah.
Rentang konsentrasinya kami mengacu pada HOPE.
Langkah kerja yang dilakukan pada pembuatan pasta parasetamol ini
pertama-tama ditimbang semua bahan yang dibutuhkan sesuai hasil perhitungan
untuk pembuatan 3 tube (PCT, asam stearat,asam oleat, dan aquades masing-
masing 3,3 gram ; setil alkohol 10,71 gr ; propilen glikol dan PEG masing-
masing 16,5 gram ; gliserin 9 gram ; metil paraben 0,0132 gr dan propil paraben
0,0066 gr). Kemudian, ditempatkan dalam wadah yang sudah disiapkan.
Selanjutnya dipanaskan asam stearat, setil alkohol, dan PEG satu persatu sampai
lebur dengan bunsen setelah semua lebur bahan –bahan ini kemudian
17
dicampurkan (campuran 1). Bahan-bahan ini memiliki titik didih yang berbeda
sehingga pemanasannya tidak bisa secara bersamaan. Sembari memanaskan
dilarutkan parasetamol, metil dan propil paraben dengan propilen glikol dalam
beaker gelas (campuran 2). Setelah selesai, campuran 1 dan campuran 2
digambung (campuran 3) dan diaduk hingga merata. Terakhir ditambahkan
gliserin dan sisa aquades dan diaduk hingga membentuk tekstur pasta. Pasta
yang telah jadi lalu dimasukkan ke dalam wadah (tube) dan diberi etiket
kemudian disimpan di tempat yang telah disediakan untuk dilakukan uji
evaluasi.
Uji evaluasi dilakukan seminggu setelah penyimpanan. Adapun uji
evaluasi yang dilakukan ada 5 macam yaitu uji organoleptis, uji homogenitas,
uji pH, uji daya sebar, dan uji viskositas. Uji evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik yang
baik.
Uji organoleptis bertujuan untuk mengamati ciri organoleptis dari
sediaan. Caranya dengan mengambil sedikit sediaan lalu diamati bentuk, warna,
bau dan sensasi yang ditimbulkan pada kulit. Hasilya siperoleh sediaan yang
memiliki bentuk setengah padat, berwarna putih, tak berbau dan menimbulkan
sesnsai dingin pada kulit. Hasil ini sesuai yang dihasilkan pada jurnal Wadher et
al., (2009) bahwa penggunaan basis PAFG akan menhasilkan sediaan yang
memiliki warna putuh dengan tekstur yang halus.
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui keseragaman partikel
sediaan yang dibuat. Caranya diambil sampel pada baguan atas, bawah dan
tengah. Lalu dioleskan pada kaca objek, diratakan dengan kaca objek yang lain
sehingga terbentuk lapisan tipis dan diamati secara visual susunan partikel yang
terbentuk. Hasilnya diperoleh sediaan pasta parasetamol yang homogen seperti
yang dihasilkan pada penelitian Wadher et al., (2009) yang menggunakan basis
yang sama.
Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH dari sediaan. Sediaan harus
memiliki pH direntang pH kulit (4-5,5) agar tidak menimbulkan iritasi pada
kulit. Cara pengukurannya ditimbang 1 gr sediaan lalu dilarutkan dengan 5 ml
aquades, diaduk hingga merata dan diukur dengan pH meter. Berdasarkan hasil
18
pengukuran diperoleh pH sediaan sebesar 6,8. pH ini kurang sesuai dengan ph
kulit akan tetapi masih bisa ditoleransi karena masih dalam rentang pH netral.
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya sebar dari
sediaan pasta yang dibuat. Caranya, dibuat kertas skala pada cawan petri terlebih
dahulu, lalu ditimbang 0,5 gram sediaan. Setelah itu diletakkan sediaan pasta
pada cawan petri yang telah ditempeli kertas skala dan ditindih dengan cawan
petri lainnya. Diberikan beban mulai dari 50 gr, 100 gram, dan 150 gram dan
diamati daya sebarnya. Hasilnya diperoleh daya sebar pasta setelah diberi beban
50 gr adalah 2 cm, pada 100 gr sebesar 2,3 cm dan pada 150 sebesr 2,6 cm.
Sehingga diperoleh diameter rata-rata daya sebar sebesar 2,3 cm/menit.
Uji Viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat viskositas atau
kekentalan sediaan yang telah dibuat. Caranya dimasukkan 2 gram sediaan ke
dalam alat pengukur viskositas sediaan, ditutup alat dan ditekan tombol “RUN”
pada screen. Alat akan secara otomatis mengukur viskositas sediaan. Setelah
selesai data disimpan. Pada praktikum viskositas dari sediaan pasta yang kami
buat tidak dapat terbaca. Hal ini mungkin disebabkan karena alat pembaca
viskositas yang digunakan memiliki keterbatasan pengukuran.
11. Kemasan Sediaan
a. Kemasan
19
b. Brosur
20
21
Daftar Pustaka
Agoes, Goeswin .2012. Teknologi Farmasi Liquida dan semisolida. Bandung: ITB
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Direktorat jendral POM
Lachman, L., Lieberman, H., A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri III, UI-Press
Katzung Bertram G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 12. Jakarta : EGC.
Rahayu, Nur., Soraya R.M., 2016. Efek Penggunaan Tunggal Dan Kombinasi Asam
Oleat Sebagai Peningkat Penetrasi Pada Sediaan Transdermal, Farmaka
Vol. 14 No. 1
Wadher, K.J., Lakhotia, C.I., Umekar, M.J., 2009. Formulation and Evaluation of
Cream of Azadirachta indica leaves extracts on Skin Renewal rate.
International Journal of ChemTech Research Vol. 1, No. 1, pp 88-95.
Winarti, Lina. 2014. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid (Formulasi Salep,
Krim, Gel, Pasta, Dan Suppositoria) Semester VI. Jember: Universitas
Jember.
22
TEKNOLOGI dan FORMULASI SEDIAAN SEMI SOLID.
SALEP VITAMIN C
1. DASAR TEORI
A. Pengertian Salep
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah
padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian
luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Menurut DOM Martin dkk.
(1993) salep adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran
dilatan yang penting. Menurut Scoville (1957) salep terkenal pada daerah
dermatologi dan tebal, salep kental dimana pada dasarnya tidak melebur pada
suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan lapisan pelindung pada area
dimana pasta digunakan. Menurut Formularium Nasional salep adalah sedian
berupa masa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung
obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak
berbau tengik. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar
bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %
( Anief, 2005).
Sediaan salep dipilih karena merupakan sediaan farmasi yang paling cocok
untuk tujuan pengobatan pada kulit karena kontak antara obat dengan kulit lebih
lama. Pemilihan dasar salep merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan
dalam pembuatan salep. Dasar salep yang akan digunakan yaitu dasar salep
hidrokarbon dan dasar salep serap. Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai
dasar salep berlemak yang dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep
hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, tidak mengering, dan tidak
tampak berubah dalam waktu yang lama (Sari Amelia, Maulidya Amy. 2016).
B. Fungsi Salep
Menurut Anief (2005) fungsi salep yakni :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
23
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit.
Kekurangan Salep
• Terjadi tengik terutama untuk sediaan dengan basis lemak tak jenuh
• Terbentuk Kristal atau keluarnya fase padat dan basisnya
• Terjadi perubahan warna
24
d. Protektif : salap – salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka
harus memiliki kemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal dari
pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.
e. Memiliki basis yang sesuai : basis yang digunakan harus tidak menghambat
pelepasan obat dari basis, basis harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan
efek samping lain yang tidak dikehendaki.
f. Homogen : kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga
diperlukan upaya/usaha agar zat aktif tersebut dapat terdispersi/tercampur
merata dalam basis. Hal ini akan terkait dengan efek terapi yang akan terjadi
setelah salep diaplikasikan
E. Komposisi Dasar Salep
Pemilihan salep dasar yang dikehendaki harus disesuaikan dengan sifat
obatnya dan tujuan penggunaannya (Voigt, R., 1995) :
a. Salep Dasar-I
Salep dasar –I umunya digunakan vaselin putih, vaselin kuning, campuran
terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih, campuran
terdiri dari 50 bagiian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning atau
salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau
campuran Parafin cairr dan Parafin padat. Salep dasar-I sangat lengket pada
kulit dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam
jumlah yang sesuai.
b. Salep Dasar-II
Salep Dasar-II umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak bulu
domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian kolesterol, 30
bagian stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860 bagian vaselin putih,
atau salep dasar sarap lainnya yang cocok. Salep dasar-II mudah menyerap
air.
c. Salep Dasar-III
Salep dasar-III dapat digunakan ca,puran yang terdiri dari 0,25 bagian Metil
paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat, 120
bagian Propilenglikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih dan
25
air secukupnya hingga 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang
cocok. Salep dasar-III mudah dicuci.
d. Salep Dasar-IV
Salep dasar-IV dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian
poliglikol 1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol
secukupnya hingga 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.
Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut
(Voigt, R., 1995) :
• Dasar salep hidrokarbon,yaitu terdiri dari antara lain:
- Vaselin putih,Vaselin kuning.
- Campuran Vaselin dengan malam putih, malam kuning.
- Parafin encer, Parafin padat.
- Minyak tumbuh-tumbuhan
• Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:
- Adeps lanae
- Unguentum Simplex
F. Cara Pembuatan Salep
Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke
dalam salep dasar. Menurut Anief M. (1987) ada beberapa metode pembuatan
salep, yaitu;
• Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogen.
• Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang
akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan
dengan penambahan sisa basis.
G. Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin penting yang larut dalam air. Vitamin ini
berfungsi untuk pembentukan kolagen, karnitin, dan neurotransmitter. Hewan
dan tumbuhan dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri, akan tetapi
vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia karena tidak memiliki
26
enzim Lgulonolakton oksidase. Vitamin ini sering dikonsumsi oleh masyarakat.
Hingga saat ini, fungsi vitamin C yang dikenal masyarakat adalah sebagai
peningkat sistem imun, pembentuk kolagen, pencegah penuaan dan sebagai obat
flu. Masyarakat mengetahui bahwa vitamin ini bermanfaat juga untuk orang
yang sering beraktifitas (Setiawan Geri W., dkk., 2016).
2. TINJAUAN BAHAN
a. Karakteristik fisika kimia
2.1 Tinjauan Bahan Aktif
1. Vitamin C
Rumus molekul : C6H8O6
Berat molekul : 176,13
Karakteristik : Kristal tidak berwarna atau serbuk Kristal putih atau
kuning pucat, tidak berbau dan berasa asam.
Titik lebur : 190o C
2.2 Tinjauan Bahan Tambahan
1. PEG (FI IV hal. 511)
Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, bau khas lemah,
agak higroskopis.
Kelarutan : sukar larut dalam air, etanol, hidrokarbon aromatic,
praktis tidak larut dalam eter
BM : 380-420
Berat jenis : 1110-1140
2. PEG 4000 (Excipient 6th hal. 517)
Pemerian : Padat, putih dan konsistennya seperti pasta.
Stabilitas : Stabil diudara dan larutan, tidak menyebabkan
pertumbuhan
mikroba dan tidak tengik.
Berat jenis : 1080
OTT : Tidak bercampur dengan beberapa zat pewarna, dapat
mengurangi kerja antibiotic penisilin dan basitrasin.
3. Propilen glikol (FI IV hal. 712)
27
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis
tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, asetin, kloroform, larut dalam
eter dan minyak esensial tapi tidak bercampur dengan
minyak
lemak.
Konsentrasi : 15%
Kegunaan : Sebagai humektan
Stabilitas : Stabil dalam suhu sejuk dalam wadah tertutup.
OTT : Inkompatibel dengan mengoksidasi, ex: potassium
permanganate
4. Metil paraben (FI III, 2009)
Rumus kimia : C8H8O3
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak ada rasa, agak membakar
diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Larut dalam 500 air, 20 air mendidih, 3,5 etanol
(95%) P dan 3 bagian aseton P, mudah larut dalam
eter P.
Kegunaan : Sebagai pengawet.
b. Bentuk Kimia
c. Efek farmakologi
Vitamin C digunakan untuk kulit khususnya efek pencerahan kulit. Hal ini
berkaitan dengan sifat vitamin C yang merupakan antioksidan kuat dan dapat
diserap mudah oleh tubuh. Dari beberapa pengujian klinis ditemukan bahwa efek
vitamin C terhadap pigmentasi mempunyai hasil positif yaitu dapat
28
mencerahkan kulit. Beberapa pengobatan untuk masalah kelainan pigmen dalam
hal ini penatalaksanaan melasma dan lentigo senilis menggunakan vitamin C
untuk pengobatan sistemik (Kembuan, Melisa, V., dkk., 2012).
d. Data klinis
Nama dagang : Vitacimin, bekangin forte, biferce tab, prove-C, dll
Kategori : obat bebas
Efek samping : diare, muntah, mual, nyeri ulu hati, kram dan sakit
perut, insomnia, sakit kepala
Peringatan : -harap hati-hati untuk orang yang memiliki masalah
diabetes, hipoglikemia, hipertensi, gangguan
ginjal, dan kanker
29
dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringna
lemak. Ekskresi melalui urin (Agoes, G., 2008).
*bahan aktif terpilih dan alasannya
Vitamin C sebagai bahan aktif meiliki efek samping kecil sehingga
merupakan salah satu bentuk sediaan yang paling cocok dalam sediaan salep.
Sebagai antioksidan, memerangi radikal bebas yang dapat merusak kulit,
termasuk melawan radikal bebas yang menyebabkan kanker kulit, sebagai
penghambat melanin dan juga sebagai perangsang pembentukan kolagen.
3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH
a. Alasan (berdasarkan sifat-sifat bahan aktif)
Pemilihan bentuk sediaan salep ini yaitu :
• sediaan farmasi yang paling cocok untuk tujuan pengobatan pada kulit
4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS
a. Skala kecil (1 kemasan)
Vitamin C 2 % : 0,4 gram
PEG 80 % : 16 ml
PEG 4000 20 % : 4 gram
Propilen glikol 15 % : 3 ml
Metil paraben0,1 % : 0,2 gram
b. Skala besar (3 kemasan)
Vitamin C 2 % : 1,2 gram
PEG 80 % : 48 ml
PEG 4000 20 % : 12 gram
Propilen glikol 15 % : 9 ml
Metil paraben0,1 % : 0,6 gram
5. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan umum sediaan
Menurut FI ed III dalam pembuatan salep harus diperhatikan beberapa
persyaratan yaitu :
1. Pemerian tidak boleh berbau tengik.
2. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.
30
3. Dasar salep
4. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen.
5. Penandaan,pada etiket harus tertera “obat luar”
b. Rencana spesifikasi sediaan
Spesifikasi sediaan yang diinginkan yaitu :
Nama obat : Scorbat
Bentuk sediaan : Salep
pH sediaan : 6-7
warna : Putih
Bentuk : Lembek
bau : Tak berbau
rasa : Sensasi dingin
kategori obat : obat bebas
indikasi : sebagai
kemasan : 15 gram
wadah penyimpanan : tub/pot salep
6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan alur fikir
Bahan
31
- Dimasukkan dalam tub/pot salep (15 gram)
hasil
32
2. PEG Basis 80 % 16 ml 48 ml
3. PEG 4000 Basis 20 % 4 gram 12 gram
4. Propilen glikol Humektan 10-24% 15 % 3 ml 9 ml
5. Metil paraben Pengawet Tidak 0,1 % 0,2 gram 0,6 gram
lebih
dari
0,4%
33
8. CARA EVALUASI
1. Macam evaluasi
1. Uji Organoleptis
• Bentuk
• Warna
• Bau
• Rasa
2. Uji Homogenitas
Dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran
partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat.
Ditentukan dengan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat (Agoes,
2012).
3. Uji pH
Diuji meggunakan pH meter. pH sediaan harus dipastikan sesuai dengan
pH kulit.
4. Uji Viskositas
Untuk mengetahui viskositas sediaan.
5. Uji Daya Sebar
Untuk mengetahui daya sebar sediaan, dilakukan dengan memberikan
beban kepada sediaan secara bertahap dalam cawan petri.
2. Nama alat
Adapun alat yang digunakan pada evaluasi sediaan salep antara lain :
1. Uji organoleptis : Tanpa alat
2. Penetapan pH : pH meter
3. Uji homogenitas : Plat kaca
4. Uji daya sebar : Cawan petri, beban 50, 100, dan 150 gram
5. Uji viskositas : Viskometer
3. Metode / cara kerja
1. Uji Organoleptis
Salep Vit. C
- Diambil sedikit salep yang akan diamati
34
- Diamati bentuk, warna, bau, dan rasa salep
Hasil
2. Uji Homogenitas
Salep Vit. C
- Diambil salep pada bagian tengah atas
- Dioleskan salep pada kaca objek
- Diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis
- Diamati secara visual susunan partikel yang terbentuk
Hasil
3. Uji pH
Salep Vit. C
- Ditimbang 1 gram salep
- Dilarutkan dalam 5 ml aquadest
- Ditambah aquades sampai 10 ml
- Diaduk hingga merata
- Diukur dengan pH meter
Hasil
4. Uji Viskositas
Salep Vit. C
- Diambil salep kurang lebih 2 gram
- Dimasukkan salep ke dalam alat viskometer
- Ditutup alat
- Ditekan tombol run dan dilihat data viskositasnya
Hasil
35
Salep Vit. C
- Dibuat kertas skala pada cawan petri
- Diambil 0,5 gram salep
- Diletakkan salep pada cawan petri
- Ditindih dengan cawan, ditambah beban 50 gr, 100 gr, dan 150 gr
Hasil
36
3. Dilarutkan vitamin C, metil vitamin C, metil
paraben, dan propilen glikol paraben, dan
(C2) propilen glikol
tercampur (C2)
4. Dicampurkan secara Campuran 3
perlahan C1 dan C2 di dalam (C1 + C2)
mortar sambal di aduk
sampai terbentuk konsistensi
salep
37
2. Uji Homogenitas Homogen
Diambil salep dan
dioleskan pada kaca
objek, diratakan dengan
kaca objek lain sehingga
terbentuk lapisan tipis.
Diamati secara visual
susunan partikel yang
terbentuk.
3. Uji pH 6,4
10. PEMBAHASAN
38
Vitamin C atau asam askorbat merupakan senyawa yang bersifat reduktor
kuat. Senyawa dengan nama lain 2- oxo-L-threo-hexono-1,4-Lactone-2,3-
enediol atau (R)-3,4-dihydroxy-5-((S)- 1,2- dihydroxyethyl)furan-2(5H)-one ini
memiliki berat molekul 176,14 dengan rumus kimia C6H8¬O6. L-askorbat
bersifat stabil pada pH asam dan mudah teroksidasi oleh udara. Selain itu,
vitamin ini bersifat mudah rusak oleh panas. (Handrian Riky Gusti., dkk.,
2013).Vitamin C adalah vitamin penting yang larut dalam air. Vitamin ini
berfungsi untuk pembentukan kolagen, karnitin, dan neurotransmitter. Hewan
dan tumbuhan dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri, akan tetapi
vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia karena tidak memiliki
enzim Lgulonolakton oksidase. Vitamin ini sering dikonsumsi oleh masyarakat
(Setiawan Geri W., dkk., 2016).
Salep vitamin C ini dibuat dengan rancangan formula vitamin C sebagai
bahan aktif sebanyak 2 %, basisnya PEG 80% dan PEG 4000 20%, propilen
glikol sebagai humektan sebanyak 15%, dan metil paraben sebagai pengawet
sebanyak 0,1%.
Adapun cara pembuatan salep vit. C ini dimulai dengan menyiapkan bahan
dan alat terlebih dahulu kemudian dilakukan penimbangan bahan berupa serbuk
vit C sebanyak 1,2 gram, PEG sebanyak 48 ml, PEG 4000 sebanyak 12 gram,
propilen glikol sebanyak 9 ml dan terakhir metil araben sebanyak 0,6 gram.
Kemudian dileburkan basisnya yaitu PEG dan PEG 4000 dengan suhu rendah
(50oC), kita namai campuran 1. Fungsi dari PEG yaitu untuk meningkatkan
absorbsi suatu zat aktif yang sukar larut dalam air. Setelah itu dilarutkan vitamin
C sebagai bahan aktif, metil paraben untuk pengawetnya, dan humektan yaitu
propilen glikol sebagai campuran 2. Kemudian dicampurkan secara perlahan
campuran 1 dan campuran 2 didalam mortar sambal diaduk sampai terbentuk
konsistensi salep. Setelah sediaan salep jadi dimasukkan dalam tub/pot salep (15
gram) dan diberi etiket.
Hasil yang di peroleh yaitu sediaan salep setengah padat berwarna putih
dengan sensasi rasa dingin mentol pada kulit dan tidak berbau. Pada pembuatan
salep vitamin C ini berhasil dilakukan tanpa ada kendala.
39
Setelah produk sediaan jadi, dilakukan uji evaluasi untuk menguji kelayakan
sediaan. Uji evaluasi ini dilakukan seminggu setelah penyimpanan. Terdapat 5
macam uji evaluasi, yaitu uji organoleptis, uji daya sebar, uji Ph, uji
homogenitas, dan uji viskositas. Uji evaluasi memiliki tujuan untuk mengetahui
apakah sediaan yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik yang baik.
Uji organoleptis merupakan salah satu parameter fisik untuk mengetahui
stabilitas salep. Terjadinya perubahan organoleptis yang berupa tekstur, warna,
bau dan sensari rasa. Caranya dengan mengambil sedikit salep lalu diamati
bentuk, warna, bau, dan sensasi rasa pada kulit. Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa pada sediaan salep vitamin C memiliki bentuk, warna, bau dan
sensasi rasa yang baik. Diperoleh hasil salep berbentuk setengan padat, berwarna
putih tidak berbau dengan sensasi rasa dingin mentol pada kulit.
Uji daya sebar dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada
kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk
menjamin pemberian bahan obat yang baik (Naibaho dkk., 2013). Caranya
dengan membuat kertas skala pada cawan petri lalu ditimbang 0,5 salep. Setelah
itu salep diletakkan pada cawan petri yang sudah ditempeli kertas skala dan
ditindih dengan cawan petri lain. Diberikan beban mulai dari 50, 100, dan 150
gram dan diamati daya sebarnya. Hasilnya diperoleh daya sebar pada salep
vitamin C dengan beban 50 gram adalah 0,8 cm, beban 100 gram adalah 1 cm,
dan beban 150 gram adalah 1,2 cm.
Uji pH dilakukan untuk melihat pH salep apakah berada pada rentang pH
normal kulit yaitu 4,5–7.Jika pH terlalu basa dapat mengakibatkan kulit
kering, sedangkan jika pH kulit terlalu asam dapat memicu terjadinya iritasi
kulit (Mappa, dkk.,2013). Cara pengukurannya ditimbang 1 gr sediaan lalu
dilarutkan dengan 5 ml aquadest, diaduk hingga merata dan ditambahkan
aquadest sampai 10 ml lalu diukur pH meternya. Berdasarkan hasil pengukuran
didapatkan pH salep vitamin C sebesar 6,4. Dan hasil pH tersebut telah sesuai
literature Mappa, dkk (2013)
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan sudah tercampur atau belum secara merata
(Husnani, dkk). Caranya dengan mengambil sampel pada bagian atas lalu
40
dioelskan pada kaca objek, diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk
lapisan tipis dan diamati secara visual susunan partikel yang terbentuk. Hasilnya
diperoleh salep vitamin C yang homogen.
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan sediaan yang
telah dibuat. Caranya dengan memasukkan 2 gr salep kedalam alat pengukur
viscometer, alat ditutup dan ditekan tombol run pada screen. Alat akan secara
otomatis mengukur viskositas salep. Setelah selesai data disimpan. Hasil dari uji
viskositas sediaan salep vitamin C ini tidak terbaca. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena salep yang dimasukkan dalam alat terlalu banyak.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
hasil sediaan salep vitamin C yang telah di buat kurang maksimal. Dikarenakan
pada uji viskositas tidak terukur hasilnya. Meskipun pada uji lainnya sudah
sesuai literatur.
b. Etiket
41
c. Brosur
KOMPOSISI :
Tiap kemasan @20 gram salep mengandung 2 % asam askorbat.
CARA KERJA OBAT :
Asam Askorbat (Vitamin C) sebagai kofaktor dalam pembentukan
pos translasi 4 hidroksiprolin di urutan -Xaa-Pro-Gly- dalam kolagen
dan protein lainny.
INDIKASI :
untuk pembentukan kolagen dan perbaikan jaringan.
DOSIS :
Oleskan pada kulit yang sakit 2-3 kali sehari.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
- Hentikan pengobatan bila terjadi iritasi atau sensitisasi.
- Jangan digunakan untuk jangka panjang
EFEK SAMPING :
Dapat mengakibatkan iritasi ringan seperti gatal-gatal
KONTRA INDIKASI :
Pasien yang alergi terhadap komponen obat
KEMASAN :
Dus, wadah 20 gram
42
DAFTAR PUSTAKA
Agoes. Goeswin. 2012. Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida. Bandung : ITB
Anief, M., 1987. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. UGM Press.
Handrian Riky Gusti, Meiriani, dan Haryati. 2013. Peningkatan Kadar Vitamin C
Buah Tomat (Lycopersicum esculentum MILL.) Dataran Rendah
Dengan Pemberian Hormon Ga3. Jurnal Online Agroekoteknoologi.
2(1)
Husnani, Moh. Firdaus, dan Al Muazham. Optimasi Parameter Fisik Viskositas,
Daya Sebar Dan Daya Lekat Pada Basis Natrium Cmc Dan Carbopol
43
940 Pada Gel Madu Dengan Metode Simplex Lattice Design.
Akademi Farmasi Yarsi Pontianak. ....(…)
Kembuan Melisa V., Wangko Sunny, dan Tanudjaja George N. 2012. Peran
Vitamin C Terhadap Pigmentasi Kulit. Jurnal Biomedik. 4 (3)
Lachman, L., dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerbit UI Press :
Jakarta
Martin, A., James, S., Arthur, C., 1993. Farmasi Fisik II. UI Press. Jakarta
44
Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Solid
1. DASAR TEORI
· Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai.
· Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
· Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak
(a/m) atau minyak dalam air (m/a).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Formularium Nasional, krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara Tradisional istilah krim digunakan
untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi
sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air (m/a) Krim
merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit
badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat
luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat
wasir, injeksi, dan lainnya (Rowe, 2009).
Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim
harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada
dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah
yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.Terdistribusi merata, obat
45
harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Anief,
1994).
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu
(Anief, 1994):
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan
rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan
bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
46
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun.
b. Kekurangan sediaan krim, yaitu : (Sumardjo, Damin, 2006)
1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas
2. Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu
system campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki
peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin ini juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. (Davies MB, Austin
J, Partridge DA. 1991). Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang
mampu menangkal berbagai radikal bebas. Beberapa karakteristiknya antara lain
47
sangat mudah teroksidasioleh panas, cahaya, dan logam. Buah-buahan,
seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin ini. Berikut pemerian Asam
Askorbat: (Dirjen POM, 1979).
Sinonim : vitamin C
Berat molekul : 176,13
Rumus molekul : C6H8O6
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%);
praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam
benzen
Pemerian : serbuk atau hablur; putih atau agak kuning; tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Sebagai antioksidan
b. Bentuk Kimia
(http://nurnovsvt.blogspot.co.id/2016/07/)
c. Efek Farmakologi
48
menyembuhkan atau mencegah flu biasa, tetapi mereka percaya bahwa vitamin C
mempunyai efek placebo.
d. Data Klinis
⚫ Efek Samping
1. Iritasi ringan
2. Gatal-gatal
3. Hipersensitivitas
⚫ Kegunaan Vitamin C
1. Memberikan asupan vitamin C bagi tubuh
2. Mengobati dan mencegah sariawan
3. Membuat pH urin menjadi asam
⚫ Peringatan
1. Bagi wanita yang berencana untuk hamil, sedang hamil, atau menyusui,
sesuaikan dosis dengan anjuran dokter.
⚫ Dosis Vitamin C
e. Toksisitas
49
vitamin C diekskresikan oleh tubuh melalui urin Anda secara teratur. Gejala
overdosis vitamin C terlihat saat orang mengambil suplemen vitamin C dengan
dosis berlebihan untuk menikmati manfaat kesehatan dari sifat antioksidan yang
membawa vitamin. Anda mungkin tahu bahwa radikal bebas (molekul yang
memiliki elektron tidak berpasangan tunggal dalam kulit terluar mereka)
bertanggung jawab untuk penyakit seperti katarak, kanker, jantung dan penyakit
paru-paru. Anti oksidan mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas. Asupan
vitamin C dapat ditingkatkan kadang-kadang, dengan maksud ini.
Cara untuk mengetahui kadar vitamin C dalam tubuh ialah dengan melakukan
pemeriksaan di laboratorium di klinik atau rumah sakit. Jika serum Anda kurang
dari 0,3 mg per deciliter, maka menandakan bahwa tubuh Anda kekurangan
vitamin C. Begitu juga bila dalam bulir darah putih kadar vitamin C-nya kurang
dari 2 mg per deciliter maka akan timbul penyakit sariawan dan luka pada gusi.
Selain terjadinya sariawan, kekurangan vitamin C juga bisa menyebabkan luka
di tubuh yang tidak mudah disembuhkan, cepat lelah, otot menjadi lemah,
perdarahan di gusi bahkan mudah depresi.
2.2 Span 80
- Nama Resmi : Sorbitan monooleat
- Nama Lain : Sorbitan atau span 80
- Sinonim : Sorbitan Laurate; Sorbitan Oleate; Sorbitan
Palmitate;
- Sorbitan Stearate : Sorbitan Trioleate; Sorbitan Sesquioleate.
50
- Rumus Molekul : C3O6H27Cl17
- Bobot Jenis : 1,01
- Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
Karakteristik dari asam lemak.
- Kelaruta : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air
dan dapat bercampur dengan alkohol sedikit
larut dalam minyak biji kapas.
- Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase
minyak.
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
- HLB Butuh : 4,3
51
- OTT : Aktivitas anti mikroba nipagin dapat
berkurang dengan adanya surfaktan non ionik,
propilen glikol 10 % digunakan untuk
mempotensiasi aktivitas antimikroba,
mencegah interaksiantara nipagin dengan
surfaktan non-ionic ( hpe 6 p 443 )
2.5 Propyl paraben
- PH : 4-8
- Stabilitas larutan PH 3-6 hingga 4 tahun dalam suhu ruang ( kurang dari 10
% terdekomposisi )
- Pemerian : Kristal, tidak berwarna, / serbuk kristal
putih, tidak berbau, hampir tidak berbau
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam aseton,dan
eter 1:1 dalam etanol 95 %, 1 : 3,9 dalam
propilen glikol, 1 : 2500 dalam air.
- Kadar lazim : 0,01-0,6 kadar terpilih ( HPE p 596 )
kadar terpilih 0,1 %
- Fungsi : Pengawet
- OTT : Aktivitas anti mikroba nipagin dapat
berkurang dengan adanya surfaktan non
ionik, propilen glikol 10 % digunakan
untuk mempotensiasi aktivitas
antimikroba, mencegah interaksiantara
nipagin dengan surfaktan non-ionic ( hpe
6 p. 597 )
2.6 Menthol
- Nama resmi : Mentholum
- Nama lain : Menthol
- Pemerian : Hablur berbentuk jarumatau prisma ,tidak
berwarna ;bau tajam seperti minyak
permen,rasa panas dan aromatik diikuti
rasa dingin. .
- Kelarutan : Sukar larut dalam air ,sangat mudah larut
dalam etanol ( 95%) dala kloroform P dan
dalam eter P ,mudah larut dalam parafin
cair P dan minyak atsiri.
- Khasiat : Korigen, anti iritan.
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
baik,ditempat sejuk.
52
Alasan Pembuatan Krim Vit C Sebagian wanita sangat peduli dengan
kesehatan pada kulitnya, karena kulit merupakan organ terbesar dari
tubuh. Salah satu cara untuk merawat kulit adalah dengan mengonsumsi
vitamin C. Beberapa manfaat vitamin C untuk kulit Anda adalah
membantu produksi kolagen agar kulit Anda tetap sehat, menangkis dan
mengurangi tanda-tanda penuaan, serta kekeringan pada kulit. Oleh
karena itu, di pasaran banyak ditawarkan beragam produk krim atau serum
vitamin C untuk kulit Anda. Hal ini karena vitamin C diyakini dapat mencegah
kerusakan akibat sinar matahari dengan mengurangi sel-sel kulit terbakar dan
mengurangi eritema (pembesaran pembuluh darah yang ditandai dengan warna
kemerahan pada kulit) bila terkena radiasi sinar UVA dan UVB. Selain itu,
penggunaan produk yang mengandung vitamin C untuk kulit juga dapat
meningkatkan produksi kolagen dalam kulit Anda.
a. Pertakaran terkecil
b. Perkemasan terkecil
5. SPESIFIKASI PRODUK
pH 5-8
Warna Putih
Daya sebar 5 - 7 cm
53
Homogenitas Tidak terdapat butiran
partikel
pH sediaan 5-8
Warna Putih
Daya sebar 5 - 7 cm
6. RANCANGAN FORMULASI
54
b. Komponen penyusun formulasi
Zat aktif
Basis
Enhancer
Pengawet
Emulsifier
Pelarut
55
Nipasol Pengawet 0,1 %
Aquadest Pelarut Ad 100 %
a. Skala kecil
b. Skala besar
56
c. Cara pembuatan
Bahan
hasil
8. CARA EVALUASI
a. Macam evaluasi
⚫ Uji organoleptis
⚫ Uji homogenitas
⚫ Uji pH
⚫ Uji daya sebar
⚫ Uji viskositas
b. Alat yang digunakan
⚫ Cawan petri
⚫ Mikroskop
⚫ Viskometer
⚫ pH meter
c. Cara kerja
1. Uji organoleptis
- diamati bau, warna dan bentuk sediaan
- ditulis hasil yang sudah diamati
57
2. Uji homogenitas
- diambil sedikit sediaan krim pada bagian tengah dan atas
- dioleskan sediaan pada kaca objek
- diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis
- diamati dengan mikroskop susunan partikel yang terbentuk
3. Uji pH
- ditimbang 1 gram sediaan krim
- dilarutkan dalam 5 ml aquadest
- ditambah aquadest hinggal 10 ml
- diaduk hingga homogen
- diukur dengan pH meter
- dicatat hasil yang diperoleh
4. Uji daya sebar
- dibuat kertas skala pada cawan petri dan diambil 0,5 gram
- diletakkan 1 sendok spatula sediaan krim pada cawan petri
- ditindih dengan cawan petri lainnya
- ditambah beban 50 gram, 100 gram dan 150 gram
- diamati dan dicatat hasil yang diperoleh
5. Uji viskositas
- dihidupkan alat viskometer
- dibuka tempat sampel dan dibersihkan dengan tisu
- diambil sediaan krim sebayak 2 gram
- ditutup kembali tempat sampel
- ditunggu hasil keluar
d. Cara pengelolahan data hasil evaluasi
Pada uji evaluasi sediaan krim vitamin C, dilakukan 5 uji evaluasi yang
dilakukan dan terdapat uji yang menggunakan data kualitatif dan kuantitatif.
Pada pengukuran dengan data kuantitatif dilakukan percobaan 3x dan data
yang diambil merupakan hasil rata-rata dari ketiga percobaan tersebut.
Sedangkan pada data kualitatif disesuaikan dengan standart yang telah ada.
58
9. HASIL PRAKTIKUM
Evaluasi Hasil
Warna Putih
Rasa Dingin
pH 6,5
10. PEMBAHASAN
59
Menthol Enhancer 5% 3 gram
Nipagin Pengawet 0,01 % 0,02 gram
Nipasol Pengawet 0,01 % 0,02 gram
Aquadest Pelarut Ad 100 13,98 ml
Tahap awal pembuatan krim vitamin C yaitu disiapkan semua bahan yang
akan digunakan. Kemudian cera alba, span 80 dan mentol yang digunakan sebagai
fase minyak dicampurkan dengan suhu 50-60 0C. Lalu vitamin C dilarutkan dalam
aquadest dingin karena menurut Ditjen POM vitamin C larut didalam air atau dalam
lemak. Setelah itu setelah itu nipagin dan nipasol dilarutkan dalam aquadest dalam
suhu 100 0C. Kemuadian fase air dan minyak dicampukan secara perlahan pada
mortar sampai homogen. Cara pembuatan ini tidak sesuai dengan pernyataan
Dewi,Rosmala.dkk (2015) yang menyatakan bahwabahan fase minyak
dicampurkan dalam cawan penguap lalu dipanaskan pada suhu 80 0C hingga
mencair. Lalu bahan fase air dipanaskan pada suhu 80 0C dalam beaker glass.
Setelah krim vitamin C jadi, dimasukkan ke dalam tube sebanyak 3 buah berukuran
20 gram dan diberi etiket dan brosur, lalu dimasukkan dalam kemasan yang sudah
disiapkan.
60
(Gambar 2. Pencampuran Bahan) (Gambar 3. Pengemasan Krim Vit C)
Tahap kedua setelah sediaan jadi yaitu evaluasi sediaan. Evaluasi yang
dilakukan ada 5 macam, yaitu uji organoleptis, uji pH, uji homogenitas, uji daya
sebar dan uji viskositas. Menurut Erawati, Ery.dkk (2016) uji organoleptis
dimaksudkan untuk melihat penampilan fisik suatu sediaan yang meliputi bentuk,
warna dan bau. Pada uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan krim saat
digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. Pada uji homogenitas bertujuan untuk
melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan krim. Pada uji daya
sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan menyebar krim saat diaplikasikan
pada kulit. Untuk uji pH alat yang digunakan adalah pH meter, uji daya sebar
menggunakan mikroskop, uji daya sebar menggunakan cawan petri dan uji
viskositas menggunakan viskometer.
Cara kerja uji organoleptis yaitu pertama-tama diamati bau, bentuk, warna
dan rasa jika diaplikasikan pada kulit. Kemudian dicatat hasil yang telah dilakukan.
Pada uji ini hasil yang didapat yaitu bentuk setegah padat, berwarna putih, bau khas
mentol dan rasa ketika dioleskan pada kulit terasa dingin. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ditjen POM (1995) yang menyatakan bahwa krim adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Cara kerja uji yang kedua yaitu uji pH adalah pertama-tama ditimbang 1 gram
sediaan krim, kemuadian dilarutkan dengan 5 ml aquadest dan diaduk hingga
homogen. Lalu ditambah lagi aquadest hingga 10 ml dan diaduk kembali hingga
homogen. Setelah itu sediaan siap diuji dengan pH meter dan dicatat hasil yang
diperoleh. Hasil yang diperoleh dari uji pH ini yaitu pH sediaan krim vitamin C
61
adalah 6,5. hal ini sesuai dengan pernyataan Syahfitri Lubis, Ervina.dkk (2012)
yang menyatakan bahwa pH sediaan krim adalah 5-8 sehingga sediaan tersebut
memenuhi syarat untuk sediaan krim.
Cara kerja uji yang ketiga yaitu uji homogenitas adalah pertama-tama diambil
sedikit sediaan krim pada bagian tengah dan atas. Lalu dioleskan pada kaca objek
dan diratakan dengan kaca objek lainnya, ditekan hingga rata dan tipis. Kemudian
diamati dengan mikroskop. Hasil yang diperoleh dari uji ini yaitu krim tidak
homogen karena terdapat partikel-partikel kecil yang terlihat. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Erawati,Ery.dkk (2016) yang menyatakan bahwa krim dapat
dinyatakan homogen apabila tidak diperolehnya butiran-butiran kasar pada sediaan.
Uji yang ke empat yaitu uji daya sebar, pertama-tama dibuat kertas skala pada
cawan petri, lalu sediaan diambil 50 gram dan diletakkan krim pada cawan petri.
Kemudian ditindih sediaan krim dengan cawan petri lainnya dan ditambah beban
sebesar 50 gram, 100 gram dan 150 gram diatas cawan petri. Hasil yang diperoleh
pada uji ini yaitu pada beban 50 gram mempunyai daya sebar sebesar 2 cm, beban
100 gram sebesar 3 cm dan beban 150 gram sebesar 3,5 cm sehingga jika dirata-
62
rata diameternya didapatkan hasil sebesar 1 cm/menit. Hal ini tidak sesuai dengan
pernyataan Aji Wibowo, Sapto.dkk (2017) yang menyatakan bahwa daya sebar
yang baik menyababkan kontak antara obat dengan kulit menjadi luas, sehingga
absorbsi obat ke kulit berlangsung cepat. Persyaratan daya sebar untuk sediaan
topikal adalah 5-7 cm.
63
a. Kemasan
b. Brosur
KOMPOSISI :
Tiap kemasan @20 gram krim mengandung 10 % asam askorbat.
CARA KERJA OBAT :
Asam askorbat diketahui dapat menghalangi pembentukan
radikal bebas dan menstimulasi
sistem imunologi kulit
INDIKASI :
Untuk menjaga kesehatan kulit dan menangkal radikal bebas.
DOSIS :
Oleskan pada kulit yang sakit 2-3 kali sehari.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
- Hentikan pengobatan bila terjadi iritasi atau sensitisasi.
- Jangan digunakan untuk jangka panjang
EFEK SAMPING :
Dapat mengakibatkan iritasi ringan
KONTRA INDIKASI :
Pasien yang alergi terhadap komponen obat
KEMASAN :
Dus, wadah 20 gram
DAFTAR PUSTAKA
Aji Wibowo, Sapto.dkk. 2017. Formulasi dan Aktivitas Anti Jamur Sediaan Krim
M/A Ekstrak Etanol Buah Takokak (Solanum torvum Swartz) Terhadap
64
Candida albicans. Jurnal Riset Sains dan Teknologi, vol .1 No.1.
Purwokerto : Fakultas Farmasi Univesitas Muhammadiyah
Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Davies MB, Austin J, Partridge DA. 1991. Vitamin C: Its Chemistry and
Biochemistry. Hal : 97-100. The Royal Society of
Chemistry: Cambridge.
65
Teknologi dan formulasi sediaan semisolid
Laporan gel
1. Dasar teori
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
66
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang
terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil
atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar ,
massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit.
Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam
suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro
yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul
sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan
yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film
tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik,
kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
67
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal.
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan
untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral,
dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk
pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
Asetaminofen adalah salah satu obat yang terpenting dalam terapi nyeri
ringan sampai sedang.Asetaminofen merupakan metabolit aktif fenestetin dan
bertanggung jawab atas efek analgesiknya.Obat ini penghambat COX-1 dan COX-
2 yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek
antiinflamasi.(Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608)
68
Berat molekul 151,16 g/mol;
Bentuk Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Kestabilan pada pH Stabil pada pH antara 4 dan 7 pada 250C
.(FI III, hal 37)
Kelarutan larut dalam 70 bagian air,dalam 7 bagian etanol
(95%), dalam 13 bagiaan aseton P, dalam 40
bagiaan gliserol P dan dalam larutan-larutan
alkali(FI 3, Hal 37). Larut dalam air mendidih dan
dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam
etanol (FI 4, Hal 649)
Organoleptis Serbuk Putih, berasa pahit, tak berbau.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
(FI III p. 37)
69
digunakan sebagai antiinflamsi karena efek inflamasinya yang lemah atau tidak
ada. (ISO Farmakoterapi)
6) Farmakokinetik
Acetaminophen diberikan peroral. Absorbsorbsinya bergantung pada
kecepatan pengosongan lambung dan kadar puncaknya dalam darah biasanya
tercapai dalam waktu 30-60 menit. Acetaminophen sedikit terikat pada protein
plasma dan sebagiaan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah
menjadi acetaminofen sulfa dan glukoronida yang tidak aktif secara
farmakologis. Kurang dari 5% acetaminofen diekskresi tanpa mengalami
perubahan. Suatu metabolit minor tetapi sangat aktif (N-asetel-p-benzokuinon)
penting pada dosis besar karena bersifat toksik atau penyakit hati, waktu-
paruhnya bisa meningkat hingga dua kali lipat atau lebih. (Farmakologi Dasar
& Klinik, Katzung Bertram G hal.608)
7) Indikasi
Asetaminofen berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri
kepala,myalgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain ketika aspirin efektif
sebagai analgesic dapat digunakan sebagai analgetik tambahan pada terapi
antiinflamsai.(Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608).
8) Efek Samping
Pada dosis terapi kadang terjadi peningkatan ringan enzim hati tanpa
disertai ikterus. Keadaan ini reversible jika obat dihentikan. Pada dosis yang
lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terasang dan disorientasi. Penelanan
15 g asetaminofen dapat berakibat fatal, dimana dapat menyebabkan
hepatotoksik. (Farmakologi Dasar & Klinik, Katzung Bertram G hal.608).
j. Data Klinis
k. Toksisitas
70
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat
hepatotoksik, didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang
bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih
produksi metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation
untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel
hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler.
l. Kadar dalam Darah
Paracetamol yang diberikan oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum
puncak dalam waktu 30-120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan
sedikit memperlambat penyerapan sediaan paracetamol. + 25% paracetamol
dalam darah terikat pada protein plasma. Waktu paruh paracetamol adalah 1-3
jam.
Akan dibuat sediaan gel paracetamol dengan indikasi sebagai analgesik topikal
dengan tujuan pemakaian pada lapisan dermis.
Gel yang ingin dibuat memiliki spesifikasi warna yang bening, serta bersifat gel
hidrophilic yang mudah tercucikan oleh air
Sediaan gel parasetamol ini digunakan untuk orang dewasa dan anak-anak
diatas umur 12 tahun dengan cara penggunaan yaitu dioleskan tipis-tipis pada
kulit yang nyeri sebanyak 3 kali sehari.
5. Spesifikasi Produk
PH 6.5
71
- 100 gram : 1.1 cm
- 150 gram : 1,2 cm
- Diameter rata-rata : 2,33 cm/menit
Homogenitas Homogen
Sediaan Emulgel
Kadar bahan aktif Parasetamol 5% dan 1
sediaan (30 gr).
pH sediaan 4,5 – 6,5
Warna Putih bening
72
Bau Aroma khas
Parasetamol.
Tekstur Lembut
Sensasi Nyaman di kulit
6. Rancangan Formula
73
Parasetamol
HPMC
Propilen glikol
DMSO
Metil Paraben
Aquades
74
7. Perhitungan Dan Cara Pembuatan
7.1 Perhitungan
75
3. Dilarutkan PCT, metil Paraben dan DMSO dengan Propilen glikol
(campuran 2)
8.Cara Evaluasi
5. Macam evaluasi
6. Uji Organoleptis
• Bentuk
• Warna
• Bau
• Rasa
7. Uji Homogenitas
8. Uji pH
9. Uji Viskositas
10. Uji Daya Sebar
6. Nama alat
Adapun alat yang digunakan pada evaluasi sediaan gel antara lain :
6. Kaca objek
7. Kertas skala
8. Cawan petri
9. Mortar
7. Metode / cara kerja
6. Uji Organoleptis
gel parasetamol
- Diamati bentuk, warna, bau, dan rasa salep
Hasil
7. Uji Homogenitas
gel parasetamol
- Diambil gel pada bagian tengah atas
76
- Dioleskan gel pada kaca objek
- Diratakan dengan kaca objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis
- Diamati secara visual susunan partikel yang terbentuk
Hasil
8. Uji pH
Gel parasetamol
- Ditimbang 1 gram gel
- Dilarutkan dalam 5 ml aquadest
- Ditambah aquades sampai 10 ml
- Diaduk hingga merata
- Diukur dengan pH meter
- Dicatat hasil
Hasil
9. Uji Viskositas
gel parasetamol
- Diambil salep kurang lebih 2 gram
- Dimasukkan salep ke dalam alat viskometer
- Ditutup alat
- Ditekan tombol run
Hasil
77
Pada uji homogwnitas diperoleh data hasil bahwa sediaan emulgel yang
telah dibuat homogen.
8. Uji pH
pH sediaan emulgel yang telah dibuat yaitu dengan pH sebesar 7,2
9. Uji Daya Sebar
50 gram : 1 cm
100 gram : 1,1 cm
150 gram : 1,2 cm
10. Uji Viskositas
Pada uji evaluasi salep vit. C ini terdapat lima uji evaluasi yang dilakukan.
9. Hasil praktikum
78
Parasetamol dalam sediaan topikal diketahui tidak menyebabkan iritasi kulit
sehngga aman digunakan.
79
sebanyak 4,95 gram, nipagin sebanyak 0,099 gram, dan aquades sebanyak 59,08
ml. Selanjutnya disiapkan air panas di dalam mortir untuk mengembangkan HPMC
dengan perbandingan HPMC : Aquades yaitu (1 : 20). Setelah aquades panas, maka
ditaburkan HPMC di dalamnya dan diaduk dengan cepat. Dilarutkan Parasetamol,
DMSO, dan Nipagin menggunaka Propilen glikol lalu ditambahkan fase air sambil
dipanaskan pada suhu 70oC. Dicampurkan campuran ini dengan gelling agent lalu
diaduk hingga membentuk tekstur gel. Diamsukkan ke dalam Tube dan disimpan.
Setelah sediaan gel Parasetamol jadi, maka langkah selanjutnya yaitu dilakukan
evaluasi sediaan emulgel yang sudah disimpan selama satu minggu. Uji evaluasi
yang dilakukan meliputi, uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar
dan uji viskositas. Pada uji organoleptis dilakukan pengamatan warna, bentuk, bau,
tekstur serta sensasinya. Adapun data hasil yang diperoleh yaitu dapat dilihat bahwa
sediaan gel Parasetamol memiliki warna putih, bentuk gel, bau khas Parasetamol,
tekstur lembut dan sensasi nyaman di kulit.
Adapun pada uji daya sebar dilakukan dengan cara diambil 0,5 gram sediaan
kemudian ditempatkan pada cawan petri. Selanjutnya ditambahkan beban 50 gram,
100 gram dan 150 gram. Setelah itu dihitung daya sebarnya. Hasil yang diperoleh
yaitu pada beban 50 gram diperoleh hasil seluas 1 cm, pada beban 100 gram
diperoleh hasil seluas 1,1 cm dan pada beban 150 gram diperoleh hasil seluas 1,2
cm.
80
Selanjutnya pada uji viskositas dilakukan dengan cara dimasukkan sampel pada
wadah bawah alat rheometer ± 2 gram. Kemudian di run kan alat rheometer dan
dibaca hasil yanmg muncul pada layar alat rheometer. Pada uji viskositas ini
viskositas sediaan tidak bisa dihitung. . Hal ini mungkin disebabkan karena alat
pembaca viskositas yang digunakan memiliki keterbatasan pengukuran
e. Kemasan
f. Brosur
Agoes, Goeswin .2012. Teknologi Farmasi Liquida dan semisolida. Bandung: ITB.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Direktorat jendral POM
Katzung Bertram G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 12. Jakarta : EGC.
82
83