Professional Documents
Culture Documents
Agro Industri
Agro Industri
Beberapa syarat atau acuan dalam menentukan produk agroindustri itu halal atau
tidak, yang paling awal bisa kita lihat yaitu pada proses pengambilan bahan baku
atau sumber bahan baku. Sebagai contoh dalam kasus indikasi penggunaan minyak
babi dalam proses pembuatan penyedap rasa beberapa tahun yang lalu. Kasus ini
sempat heboh lantaran berhasil memecah dua kubu lembaga sertifikasi halal di
negeri ini, satu pihak mengatakan bahwa minyak babi dalam proses pembuatan
MSG tersebut sudah melalui beberapa tingkat proses sehingga kadar minyak babi
menjadi sangat sedikit bahkan hilang di produk akhir, karena minyak babi hanya
berfungsi sebagai pereaksi. Sedangkan dilain pihak menyatakan berlawanan
meskipun hasil pemeriksaan kandungan penyedap rasa yang dikonsumsi
masyarakat dinilai sudah tidak mengandung minyak babi namun jika sejak proses
awal menggunakan minyak babi maka produk tersebut dinyatakan haram.
Menurut Purnomo (2011), agroidustri halal adalah bagian atau salah satu sub-sistem
agribisnis yang memperoleh dan atau mentransformasikan bahan-bahan hasil
pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi, yang selama
prosesnya, baik itu pemotongan hewan, penggunaan bahan baku, mekanisme,
sumber keuangan dan atau manejemennya mempertimbangkan hukum Islam untuk
menciptakan produk yang baik dengan pemenuhan terhadap persyaratan kemanan
secara religious khususnya bagi umat muslim (spiritual safety concern), serta
secara umum memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan (quality and
health concern) yang dapat dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim ataupun
non-Muslim, dimana tidak terdiri dari unsur-unsur yang diharamkan, najis atau
bercampur najis.
Dengan besarnya pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai tujuh
persen per tahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat di beberapa negara Asia
dengan jumlah penduduk muslim besar seperti Indonesia, Republik Rakyat China,
Pakistan dan India dalam 10 tahun ke depan (Sungkar, 2009), maka banyak negara
muslim maupun non muslim berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi
produk halal untuk mengisi pasar dunia. Hal ini menjadi suatu masalah yang serius
jika potensi masyarakat muslim Indonesia hanya dijadikan pasar oleh negara lain.
Keadaan tersebut juga sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia agar dapat
memanfaatkan pertumbuhan pasar halal dunia untuk menyiapkan produk halal yang
dapat diserap dalam memenuhi kebutuhan produk halal yang semakin meningkat.
Dengan semakin berkembangnya pasar pangan halal global, berbagai negara telah
membangun strategi untuk memasuki, memanfaatkan peluang dan
mengembangkan bisnis pangan halal domestik, regional maupun global. Upaya
pengembangan produk dan pasar halal global salah satunya dilakukan dengan
membangun jalinan kerjasama berupa Global Halal-Hub. Bagaimanakah kesiapan
Indonesia dalam menghadapi perkembangan agroindustri halal global? Mari kita
bangun berasama.
Disampaikan pada Dialog Nasional:
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Kebijakan Impor dan Subsidi yang Tepat
Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, 8 Oktober 2014
(tema seminarnya saya rasa kurang tepat, ngomongin kedaulatan pangan kok ada embel-embel kebijakan
Impor, tapi liat aja yuk hasil seminarnya)
Data Ekspor dan Impor Semester I 2014 pada sub sektor Tanaman Pangan diperoleh data Ekspor sebesar
148.031 ton dan Impor 6.907.586 ton (Sumber BPS).
Kalo kita lihat data tersebut cukup mengerikan ya.. mengingat negara kita "Tanah Surga" katanya.
Strategi yang ditawarkan Indonesia dalam forum WTO dalam melindungi produk domestik dari serbuan produk
pertanian Impor ialah bersifat defensive dan offensive, yang diperjuangkan bersama dengan kelompok negara
berkembang (G-33). Untuk strategi defensive, dalam konteks akses pasar, ada dua instrumen penting yang
digunakan: Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM)
Untuk strategi offensive, dilakukan dengan negosiasi dalam pengurangan atau penghapusan domestic
support dan export subsidies oleh negara-negara maju sebagai upaya untuk meningkatkan akses pasar ke
negara tujuan ekspor dari negara-negara berkembang.
Special Products :
Produk-produk pertanian tertentu yang mendapat perlakuan khusus dari kewajiban penurunan tarif.
Tarif produk yang bersangkutan dikurangi dengan besaran yang lebih rendah daripada besaran
pengurangan tarif yang diberlakukan dalam pilar akses pasar serta periode implementasinya lebih lama.
Bertujuan melindungi dan memperkuat produksi pangan di negara berkembang terutama pangan pokok
untuk ketahanan pangan, mendorong percepatan pembangunan pedesaan dan mempercepat
pengentasan kemiskinan dan kelaparan
Opsi perlindungan lainnya ialah dengan bermodalkan “Paket Bali” Indonesia "mungkin" dapat melindungi
produk pertanian domestik dengan menerapkan tarif tinggi untuk produk yang masuk kategori SP, menerapkan
SSM contohnya seperti pelarangan impor saat panen raya (harga jatuh), menerapkan SPS yang ketat,
menerapkan sertifikat halal (sertifikat halal pun ini masih dicampuradukkan dengan unsur politik), dan untuk
benih tanaman, hanya dapat diimpor bila varietas benih sudah dilepas oleh Menteri Pertanian, opsi terakhir ialah
dengan pemberian subsidi.