You are on page 1of 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum tidak saja
mengutamakan kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan jiwa yang terkandung
dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 makan Negara Indonesia di bagi
dalam beberapa daerah otonom ataupun daerah yang bersifat administrative
belaka. Sekalipun dalam melaksanakan roda pemerintahan, Negara Republik
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku, namun dalam masa peralihan tidak dapat
menghindarkan diri daripada keluarnya produk hukum lama dengan
pengertian selama tidak bertentangan dengan jiwa Undang-Undang Dasar
1945.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desa bukanlah bawahan Kecamatan, karena Kecamatan
merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan
merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, desa
memiliki hak untuk mengatur wilayahnya lebih luas.
Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan
statusnya menjadi kelurahan. Desa memiliki pemerintahan sendiri.
Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa,
Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa
merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
2

Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk


desa bersangkutan keterwakilan wilayah. Anggota Badan Permusyawaratan
Desa terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan
anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan Desa tidak diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Dari keterangan dan paparan di atas terlihat bahwa perencanaan
pembangunan desa adalah sesuatu yang sangat penting. Karena dari
perencanaan pembangunan inilah arah pembangunan desa ditentukan. Karena
itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan desa untuk menampung desa.
Aspirasi masyarakat dapat tertampung dengan cara melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan tersebut. Karena
pada dasarnya merekalah yang menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat yang diwakilinya. (Affendi Anwar 1996 : 15).
Maka dalam penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan
pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mampu
berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan desa serta melaksanakan
administrasi pembangunan desa. Dengan demikian diharapkan pembangunan
dan pelaksanaan administrasi desa akan berjalan lebih rasional, tidak hanya
didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa keiukutsertaan masyarakat di dalam
perencanaan pembangunan desa memang benar-benar sangat dibutuhkan
untuk mensinkronkan rencana pembangunan desa yang akan dilaksanakan
dengan apa yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan kehidupan dan
penghidupannya di desa. Karena bila tidak demikian, bisa saja pembangunan
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
3

sehingga pembangunan yang dilaksanakan sia-sia belaka dan masyarakat


sendiripun akan bersifat apatis terhadap pelaksanaan perencanaan
pembangunan desa itu.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan sarana bagi
Kantor Kepala Desa di Desa Jampaka Kecamatan Kalisusu dan masyarakat
guna merencanakan pembangunan desanya. Di sini dibutuhkan prakarsa dan
swadaya masyarakat dapat dikatakan harus berpartisipasi dan sebagai subjek
dalam perencanaan pembangunan di desanya.
Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya
sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan
kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan. Dalam arti bahwa
perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh
langsung kebutuhan masyarakat sehingga program perencanaan
pembangunan desa yang akan dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi
seoptimal mungkin.
Ide-ide pembangunan harus berdasarkan pada kepentingan masyarakat
desa dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan
nasional. Ide-ide pembangunan desa demikian inilah yang akan ditampung
dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama
dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan
baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan
menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi aktif
nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.
Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia yang
membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan
bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa atau
kelurahan. Dalam konteks ini, pemerintahan desa adalah merupakan sub
sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung
berada di bawah pemerintah kabupaten. (Eko, Sutoro, 2005:32).
Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan
daerah akan berhubungan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem
4

dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan


ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Struktur kelembagaan dan
mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintahan
desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka
terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam menjalankan suatu hal apapun itu tentunya harus memiliki
dasar atau pijakan yang kuat, sehingga nanti dalam perjalannya hal tersebut
bisa terarah dan memperoleh hasil sesuai dengan yang telah direncanakan
sebelumnya dan tentunya disinilah letak atau fungsi dari pemerintah itu
sebagai pengatur pengendali arah atau kebijakan.
Reformasi dan otonomi daerah sebenarnya adalah harapan baru bagi
pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah
desa, otonomi adalah suatu peluang baru yang dapat membuka ruang
kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa, misalnya semua hal
yang akan dilakukan oleh pemerintah desa dalam mengelola desa, misalnya
semua hal yang akan dilakukan oleh pemerintah desa harus melalui rute
persetujuan kecamatan, untuk sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Hal itu jelas
membuat pemerintah desa semakin leluasa dalam menentukan program
pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat desa. (Antlof Hans, 2002:35).
Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang
berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga
ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki
kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk menyusun Skripsi
berjudul “Peranan Pemerintah Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa
5

Dalam Pembentukan Peraturan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6


Tahun 2014 (Studi di Desa Jampaka Kecamatan Kalisusu Kabupaten Buton
Utara)”, karena menurut penulis seiring dengan terjadi perubahan sosial maka
pula terjadi kealfaan masyarakat desa terhadap peran seorang pemimpin dan
strukturnya. Dalam uraian Skripsi ini mudah-mudahan pembaca dapat
memahami dan mengkaji seberapa pentingkah peran tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, maka berikut
dirumuskan tentang beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana peranan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
dalam Pembentukan Peraturan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa?
2. Factor-faktor apa yang mempengaruhi peranan Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa
menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui peranan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa menurut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi peranan Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desad
menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis : Untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum,
khususnya mengenai pelaksanaan Pemerintahan Desa.
2. Manfaat Praktis : Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang
peranan Pemerintah Desan dan Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan
6

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 di Desa Jampaka Kecamatan


Kalisusu Kabupaten Buton Utara.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Desa


Berikut adalah pengertian desa menurut para ahli kependudukan dan
Undang-Undang. Langsung saja kita simak yang pertama:
1. R. Bintaro : Desa adalah perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik, serta kultural yang terdapat di suatu daerah dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Desa adalah kesatuan wilayah yang
dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan
sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan
kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.
3. Bambang Utoyo : Desa adalah tempat sebagian besar penduduk yang
bermata pencairan di bidang pertanian dan menghasilkan bahan makanan.
4. Rifhi Siddiq : Desa adalah suatu wilayah yang mempunyai tingkat
kepadatan rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang
bersifat homogeny, bermata pencaharian dibidang agraris serta mampu
berinteraksi dengan wilayah lain di sekitarnya.
5. Sutarjo Kartohadikusumo : Desa adalah kesatuan hukum tempat tinggal
suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
merupakan pemerintahan terendah di bawah camat.

Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki


batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati oleh Negara. Pembangunan pedesaan selayaknya
mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Pembangunan pedesaan dapat dilihat pula sebagai upaya mempercepat
pembangunan pedesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk
8

memberdayakan masyarakat, dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi


daerah yang efektif dan kokoh (Shahab, 2007:23).

Pembangunan yang dijalankan di desa kebanyakan dilaksanakan


secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan.
Banyak dari program terdahulu hanya menyisahkan bangunan dan puing-
puing akibat dari tidak adanya rasa memiliki dan jaminan pemeliharaan.
Pemerintahan menjadikan desa sebagai pilar utama pembangunan bangsa,
artinya desa yang mandiri dan sejahtera, tentunya menjadikan bangsa ini,
bangsa yang besar dan terhormat di mata dunia.

Berangkat dari situasi dan kondisi masa lalu, pemerintah dengan


pelaksanaan pola sentralistiknya, telah menempatkan desa menjadi bagian
yang hanya memenuhi struktur pemerintahan. Sehingga banyak desa yang
dianggap sebagai (complement) yang tidak berdaya, karena segalanya
ditentukan dari atas. Bahkan segala potensi yang dimilikinya, lebih banyak
jadi pengemis pada pemerintah di atasnya. Desa akan tetap miskin bodoh dan
abdi kepada para pejabat di atasnya yang semakin rakus mengeksploitasi
desa.

Pembangunan pedesaan bersifat multi-aspek, oleh karena itu perlu


keterkaitan dengan bidang sektor dan aspek di luar pedesaan sehingga dapat
menjadi pondasi yang kokoh bagi pembangunan nasional. Desa adalah bentuk
pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya
tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga.

Mayoritas penduduknya bekerja di bidang agraris dan tingkat


pendidikannya cenderung rendah. Karena jumlah penduduknya tidak begitu
banyak, maka biasanya hubungan kekerabatan antar masyarakatnya terjalin
kuat. Para masyarakatnya juga masih percaya dan memegang teguh adat dan
tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka.

Menurut R.Bintarto desa merupakan perwujudan geografis yang


ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural
9

setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan Kartohadikusumo yang mengatakan bahwa desa merupakan
kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri merupakan pemerintahan
terendah di bawah camat.

Selama ini, kebijakan pembangunan di Indonesia terutama


pembangunan desa selalu bersifat top down dan sektoral dalam perencanaan
serta impelementasinya tidak terintegrasi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
program pemerintah yang bersifat sektoral. Perencanaan disusun tanpa
melibatkan sektor yang lain serta pemerintah daerah.

Hal ini yang menjadi permasalahan adalah, tidak dicermatinya


persoalan mendasar yang terjadinya di daerah maupun di desa. Sehingga
formulasi strategi dan program menjadi tidak tepat dan salah sasaran. Akibat
dari hal tersebut, upaya untuk mengurangi kemiskinan dan upaya peraturan
pembangunan pun sulit dilakukan. Bahkan data statistik menyebutkan, bahwa
ternyata sebagian besar masyarakat miskin berada di desa. Oleh karena itu,
pembangunan sudah sewajarnya difokuskan di desa sebagai upaya mengatasi
kemiskinan.

Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 Tentang kedudukan keuangan


Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pasal 1 Nomor 7 yang dimaksud dengan
Kepala Desa adalah pimpinan dari Pemerintah Desa. Sedangkan menurut
Pasal 1 Nomor 8 yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf
yang melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pengertian Pemerintah Desa dalam hal ini merupakan suatu lembaga-


lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada bawahannya atau
seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan yang berlaku. Pengertin
pemerintah dapat dibagi dalam dua pengertian, yaitu dalam arti luas adalah
pemerintahan yang merupakan gabungan antara lembaga legislatif, eksekutif
dan yudikatif, sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan
10

yang hanya mencakup lembaga eksekutif saja. Dari rumusan tersebut, maka
pemerintah dapat diartikan sebagai Badan atau Lembaga yang mempunyai
kekuasaan mengatur dan memerintah suatu Negara. (Rasyid Ryaas, 1997:21).

Soetarjo Kartohadikusumo di dalam buku yang berjudul “Desa”,


mengemukakan bahwa dari segi perbendaharaan sejarah kata atau etimologi,
kata desa berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata Deshi yang
artinya “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Selanjutnya dari
kata Deshi itu terbentuk kata Desa. (http: //journal .unair. ac.id /filter PDF/
abstrak _4773138_tpjua.pdf Di Akses Pada Tanggal 10 Juni 2015).

Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai


masyakarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan administrative, wujud
sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah sawah,
tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang berlokasi ditepi
lautan/danau/sungai/irigasi/pegunungan, yang keselurahannya merupakan
wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak Ulayat Masyarakat Desa.
(Kartohadikusumo, 1988:16).

Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya “Otonomi


Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa,
landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.
(Widjaja, 2003:3).

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pokok-


Pokok Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa : “Desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu
kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5
11

Tahun 1974). Hak menyelenggarakan rumah tanganya sendiri ini bukanlah


hak otonomi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
Tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Pada hakekatnya Pemerintahan
Desa tumbuh dalam masyarakat yang diperoleh secara tradisional dan
bersumber dari hukum adat. Jadi Desa adalah daerah otonomi asli
berdasarkan hukum adat yang berkembang dari rakyat sendiri menurut
perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasannya dengan tugas-
tugas pembantuan.

Pada masa ini Pengertian Desa yang resmi adalah pengertian yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tentang Pemerintahan Desa
yang didalamnya mengandung Pemerintahan Desa dan Badan Perwakilan
Desa (BPD), menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah : “Desa
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah
kesatuan Masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada
didaerah Kabupaten”.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa Desa tidak lagi merupakan
wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur
pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri
yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga setiap warga Desa berhak
berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup
dilingkungan masyarakatnya.

Kemudian jika kita kaitkan dengan peran BPD sebagai suatu wadah
yang menampung aspirasi sekaligus merumuskan peraturan masyarakat
hendaknya mampu mengayomi dan memberikan segala kemampuannya
untuk kemaslahatan masyarakatnya. Hal ini juga berlaku bagi kepala desa
sebagai mitra kerja BPD dalam merumuskan sekaligus mengesahkan
12

peraturan desa, hendaknya mampu mengakodomir semau aspirasi dan nilai-


nilai (bisa efektif di tengah-tengah masyarakat yang cenderung heterogen).

Demikian juga halnya dengan pemerintahan desa, sebagai perangkat


desa jika hendak melakukan perbuatan hukum tentunya harus mengindahkan
peraturan-peraturan yang telah ditentukan sehingga dalam perjalannya tidak
ada penolakan dalam masyarakat. Anggota BPD pun harus demikian dalam
merumuskan peraturan desa tentunya harus disertai dengan kemampuan
menelah problema dan kemajemukan masyarakat, sehingga dalam pembuatan
peraturan-peraturan tersebut nantinya tidak terjadi kesenjangan sosial.

Hal yang tidak kalah pentingnya disini adalah seperti yang dikatakan
Ridwan tadi, jangan sampai seorang pemangku jabatan pemerintahan
menyalahgunakan wewenangnya, baik itu dalam hal pembuatan peraturan
desa, dan terlebih lagi bagaimana menjadi seorang BPD yang benar-benar
menjadi figur publik. “Pemerintahan Desa adalah bagian integral dan
merupakan struktur organisasi pmerintahan terbawah dalam system
pemerintahan Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya maka setiap aparat pemerintah desa harus didasarkan pada
peraturan perundangan”.

Badan Permusyawaratan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah


Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai
lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap
implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan dan belanja desa.
Untuk menunjang legitimasi yang kuat dan terarah dalam pemerintahan desa
tentunya didasarkan pula pada prinsip akuntabilitas, transparansi dan
responsivitas.

Akuntabilitas maksudnya adalah menunjuk pada institusi dan proses


cheks and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Selanjutnya
adalah transparansi, diutamakan pada pengelolaan kebijakan, keuangan dan
pelayanan masyarakat responsivitas berkaitan dengan daya tanggap
13

pemerintah desa dan BPD dalam menyerap aspirasi-aspirasi masyarakat yang


kemudian dijadikan landasan dalam pembentukan peraturan desa, serta
pengambilan kebijakan dan atau keputusan desa.

Telah begitu banyak peraturan yang mengatur tentang Badan


Permusyawaratan Desa pembuatan peraturan Desa, menjadikan penulis
tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kinerja BPD itu, apakah
benar-benar membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau
malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan
menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat
desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi.
Berdasarkan pengamatan awal dan informasi yang didapatkan oleh peneliti
bahwa kinerja Badan Permusyawaratan Desa dengan baik.

2.2. Pengertian Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa


2.2.1. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa ialah merupakan symbol formal daripada
kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa diselenggarakan di bawah
pimpinan seorang kepala desa beserta para pembantunya (Perangkat
Desa), mewakili masyarakat desa guna hubungan ke luar maupun ke
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pemerintah Desa merupakan lembaga perpanjangan
pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan
masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional.
Karena perannya yang besar, maka perlu adanya peraturan-peraturan
atau undang-undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang
mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan
berjalan dengan optimal, pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan
Perangkat Desa, yakni terdiri atas sekretaris desa dan perangkat
lainnya. (Santoso, Purwo, 2003:17).
14

Pada saat ini, peranan Pemerintah Desa sangat diperlukan


guna menunjang segala kegiatan pembangunan. Berbagai bentuk
perubahan sosial yang terencana dengan nama pembangunan
diperkenalkan dan dijalankan melalui Pemerintah Desa.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan
masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan
perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan
desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan
BPD.
Pemerintah Desa mempunyai tugas membina kehidupan
masyarakat desa, membina perekonomian desa, memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, mendamaikan
perselisihan masyarakat di desa, mengajukan rancangan peraturan
desa dan menetapkannya sebagai peraturan desa bersama dengan
BPD.
Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan
Daerah Tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang
menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan
Perangkat Desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa pada pasal 23 disebutkan bahwa : “Pemerintahan Desa
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa”.
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat
Desa, sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris desa,
pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan, yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi social budaya setempat.
Juga pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Bagian Kesatu Pemerintah Desa Pasal 25 dikatakan bahwa :
“Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu
oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain”.
15

Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan


pemerintahan, antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai
dengan kewenangan desa seperti, pembuatan peraturan desa,
pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha
Milik Desa, dan kerja sama antar desa, urusan pembangunan, antara
lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana
fasilitas umum desa seperti, jalan desa, jembatan desa, irigasi desa,
pasar desa, dan urusan kemasyarakatan, yang meliputi pemberdayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat
seperti, bidang kesehatan, pendidikan serta adat istiadat.
Sedangkan pengertian Pemerintah Desa menurut Peraturan
Daerah Tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa, yang
menyatakan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan
Perangkat Desa. Menurut Peraturan Daerah Nomor 7 Tentang
Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, Pasal 1
Nomor 7 yang dimaksud dengan Kepala Desa adalah pimpinan dari
Pemerintahan Desa, sedangkan menurut Pasal 1 Nomor 8 yang
dimaksud dengan Perangkat Desa adalah unsur staf yang
melaksanakan teknis pelayanan dan atau membantu Kepala Desa
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Pengertian Pemerintah Desa dalam hal ini merupakan suatu
lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan memerintah kepada
bawahannya atau seluruh masyarakat yang didasarkan atas peraturan
yang berlaku. Pengertian pemerintah dapat dibagi dalam dua
pengertian, yaitu dalam arti luas adalah pemerintahan yang merupakan
gabungan antara lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif,
sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah pemerintahan yang
hanya mencakup lembaga eksekutif saja. (Rasyid Ryaas. 1997:14).
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
pada Pasal 24 dikatakan bahwa :
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas :
16

a. Kepastian hukum;
b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. Tertib kepentingan umum;
d. Keterbukaan;
e. Proporsionalitas;
f. Profesionalitas;
g. Akuntabilitas
h. Efektivitas dan efisiensi;
i. Kearifan lokal;
j. Keberagaman; dan
k. Partisipatif.

Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai


masyarakat hukum dan wilayah daerah kesatuan adminstratif, wujud
sebagai kediaman beserta tanah pertanian, daerah perikanan, tanah
sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat juga wilayah yang
berlokasi ditepi lautan/danau/sungai/irigasi/pegunungan, yang
keseluruhannya merupakan wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Hak
Ulayat Masyarakat Desa. (Kartohadikusumo, 1988:16).

2.2.2. Badan Permusyawaratan Desa


Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Badan Permusyawaratan Desa dapat dianggap sebagai “parlemen”-
nya desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga baru di
desa pada era otonomi daerah di Indonesia. Anggota Badan
Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari Ketua
Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan
tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Badan
17

Permusyawaratan Desa adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan


kembali 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota Badan
Permusyawaratan Desa tidak diperbolehkan merangkap jabatan
sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa mengenai peresmian Anggota Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan Keputusan Bupati/
Walikota, dimana sebelum memangku jabatanya mengucapkan
sumpah/ janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan
dipandu oleh Bupati/ Walikota.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa dipilih dari dan oleh
anggota Badan Permusyawaratan Desa secara langsung dalam Rapat
Badan Permusyawaratan Desa yang diadakan secara khusus. Badan
Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat. Desa memiliki pemerintahan sendiri.
Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa yang
meliputi Kepada Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD). Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh
atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Badan
Permusyawaratan Desa adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan
kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
18

Pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan Desa tidak


diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desan dan
Perangkat Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat. Dari paparan di atas terlihat bahwa
perencanaan pembangunan desa adalah sesuatu yang sangat penting.
Karena dari perencanaan pembangunan inilah desa
ditentukan. Karena itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan desa
untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dapat tertampung dengan
cara melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan
pembangunan tersebut. Karena pada dasarnya merekalah yang
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan sarana
bagi Kantor Kepala Desa di Desa Jampaka Kecamatan Kulisusu dan
masyarakat guna merencanakan pembangunan desanya. Disini
dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam
merencanakan pembangunan di desanya sendiri. Berarti masyarakat
dapat dikatakan harus berpartisipasi dan sebagai subjek dalam
perencanaan pembangungan di desanya. (https: //ilmuhukum.
Wordpress. Com /2009 /04 /05 / transformasi-tata-pemerintahan-desa/
Di Akses Pada Tanggal 3 Juni 2016)
Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat
hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan
pembangunan sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa perencanaan pembangunan yang
akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung kebutuhan masyarakat
sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan
dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi seoptimal mungkin. Ide-
ide pembangunan harus berdasarkan pada kepentingan masyarakat
19

desa dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap


pembangunan nasional.
Ide-ide pembangunan desa demikian inilah yang akan
ditampung dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan akan
dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa
sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan
masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan
swadaya masyarakat serta partisipasi aktif nantinya pada saat
pelaksanaan pembangunan desa.
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan desa akan
dilaksanakan pada musyawarah pembangunan desa antara pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan penghidupannya.
Seperti kita ketahui bersama baik di media massa maupun
media elektronik memberitakan bahwa perencanaan pembangunan
desa sering tertunda. Oleh karena itu yang menjadi persoalan dalam
hal ini adalah apakah Badan Permusyawaratan Desa benar-benar telah
melaksanakan peranannya dalam perencanaan pembangunan desa
sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Peranan Pemerintah Desa Dan Badan


Permusyarawatan Desa dilaksanakan di Desa Jampaka Kecamatan Kalisusu
Kabupaten Buton Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari narasumber,
berupa :
a. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
Tentang Desa.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan
dokumen lainnya, antara lain terdiri dari :
a. Buku yang relevan dengan tema Skripsi penelitian;
b. Karya tulis;
c. Literatur-literatur lainnya.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Data penelitian dikumpulkan dengan cara :
1. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan lansung kepada Desa Jampaka Kecamatan
Kalisusu Kabupaten Buton Utara.
21

2. Studi pustaka dilakukan dengan membaca buku, dan beberapa dokumen


yang berkenaan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan Empiris, yaitu meneliti orang dalam hubungan hidup
dimasyarakat yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan
meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.

3.5. Analisis Data


Data yang terkumpul disajikan secara deskriptif analisis, yaitu
mencari dan menemukan gambaran konstruktif mengenai permasalahan yang
diteliti. Disamping itu hubungan antara data yang diperoleh dengan landasan
teori yang dipakai sehingga memberikan gambaran digunakan metode
analisis yang kualitatif dengan tujuan untuk mengerti atau memahami gejala
yang diteliti.
22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Buton Utara dengan luas wilayah 1,923,03 km2 (belum


termasuk wilayah perairan), terletak di jazirah Sulawesi tenggara meliputi
bagian utara pulau Buton dan gugusan pulau-pulau di sekitarnya : secara
administrasi dari 6 kecamatan dan 59 desa/kelurahan

Ditinjau dari letak geografisnya Kabupaten Buton Utara terletak pada


4,6 LS – 5,15 LS serta membujur dari barat ke timur antara 122,59 BT –
123,15 BT, dengan batas-batas sebagai berikut :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Wawonii


b) Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Muna

Desa Jampaka terletak di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton


Utara. Badan Permusyawaratan Desa di pimpin oleh Misna dengan Wakil
Zurina. Dengan jumlah warga desa sekitar 565 orang, laki-laki 270 orang dan
perempuan sebanyak 295 orang, dengan total 148 Kepala Keluarga. Desa
Jampaka terdiri dari 2 (dua) dusun yaitu sebagai berikut :

1. Dusun Rahiya --- RT 1.RT 2 --- kepala Dusun Laydu


2. Dusun Kulahi --- RT 1.RT 2 --- Kepala Dusun Muhadu

Kepala Desa Jampaka bernama Nuuzina dan sekretaris desa bernama


Rudin, luas wilayah Desa Jampaka adalah ± 400 Ha. Berikut ini adalah batas-
batas wilayah Desa Jampaka :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tomoahi


2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Elahaji
3. Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan masyarakat
23

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda

Visi dan Misi

Visi

‘’ Menjadikan desa Jampaka sebagai desa yang bermartabat, maju, dan sejahtera
yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan ‘’

Misi

Misi desa Jampaka adalah :

1. Meningkatkan sarana dan prasarana pertanian dan peternakan


2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
3. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat
4. Pengembangan ekonomi masyarakat
5. Meningkatkan sarana dan prasarana agama dan pendidikan

4.2. Struktur Organisasi Pemmerintahan Desa Jempaka


Tabel 01. Nama-Nama Kepala Desa Jempaka
No Periode Nama Kepala Desa Keterangan
1 1999 – 2007 La Ode Munsyar Hasan Kepala Desa
2 2007 – 2008 Zubaedah PLH
3 2008 – 2014 Darwin Kepala Desa
4 2014 s/d sekarang Nuuzia PLH
Sumber : RPJM Desa Jempaka 2015 – 2019

Kebijakan program pembangunan desa jempaka yang tersusun dalam


Rencana Kerja Pemerintahan (RKP) Desa tahun 2014 sepenuhnya didasarkan
pada berbagai permasalahan sehingga diharapkan prioritas program
pembangunan yang dilaksanakan pada tahun 2015 benar-benar berjalan
efektif, dalam meningkatkan keberpihakan pembangunan terhadap kebutuhan
hak-hak dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, pendapatan dan lain-
24

lain. Dengan demikian arah dan kebijakan pembangunan desa secara


langsung dapat berperan aktif dalam menanggulangi kemiskinan pada desa.
(wawancara tanggal 5 juli 2017) dengan Kepala Desa Jempaka, Nuuzia).

Tabel 02. Sejarah Pembangunan Desa


No Tahun Kegiatan Pembangunan Keterangan
1 2005 Pembangunan Balai Desa DPD/K
2 2008 Pembangunan Kantor Desa Block Grant
3 2010 Pembangunan Pustu PNPM
4 2010 Pembangunan Jalan Tani Dusun Rahia PNPM
5 2011 Pembangunan Rabat Jalan Dusun Kulahi PNPM
6 2012 Pembangunan MCK 1 Unit PNPM
7 2012 Pembangunan Pagar Balai Desa Block Grant
8 2013 Pembangunan Pagar Beton Dusun Rahia 200 M PNPM
9 2014 Pembangunan MCK 3 Unit PNPM
10 2014 Rabat Halaman Balai Desa ADD
Sumber : RPJM Desa Jempaka 2015 – 2019
25

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA JEMPAKAKA

KEPALA DESA
NUUZIA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LPM/LEMBAGA ADAT


(BPD)
KETUA SUMULIA

SEKRETARIS DESA
RUDIN

KASI PEMERINTAHAN KASI PEMBANGUNGAN KASI KAUR KAUR KEUANGAN KAUR UMUM
SOFYAN HARIONO ADIAR KESEJAHTERAAN ADMINISTRAS LUBIS
I

KADUS I KADUS II

Sumber : Kantor Desa Jempaka 2017


26

4.3. Peranan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam


Pembentukan Peraturan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 Tentang Desa
Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah
lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
Pemerintah Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD
berfungsi untuk menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, dan
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota BPD adalah
wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatan anggota
BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/ diusulkan kembali I (satu) kali masa
jabatan berikutnya, pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan
merangkap sebagai kepala desa dan perangkatnya.
Pada dasarnya terdapat 5 tugas pokok dan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala Desa. Ketiga,
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. Keempat,
membahas rancangan peraturan desa bersama dengan dan peraturan Kepala
Desa. Kelima tupoksi tersebut menjadi landasan bagi BPD di tiap-tiap Desa
yang berada di wilayah kecamatan pujut, terutama di desa tempat penulis
melakukan penelitian sebagai acuan mereka dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang baik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa.
BPD dengan Kepala Desa mempunyai kedudukan setara, karena
kedua belah pihak sama-sama dipilih oleh masyarakat desa tetapi kalau
dilihat dari proses pemberhentian, terkesan BPD berkedudukan lebih tinggi,
dimana BPD mempunyai kewenangan mengusulkan pemberhentian Kepada
Desa kepada Bupati. Sementara Kepala Desa tidak lebih dari pada itu, dalam
proses penetapan perangkat desa. (wawancara tanggal 30 Agustus 2017
dengan Kepala Desa Jempaka, Nuuzia).
Kepala Desa harus meminta persetujuan kepada BPD. Namun,
demikian kedua belah pihak tidak saling menjatuhkan karena sama-sama
27

dilihat oleh masyarakat dan mengemban amanah dari masyarakat. Kedudukan


BPD dan pemerintah desa sejajar, artinya Kepala Desa dan BPD sama
posisinya dan tidak ada yang berada lebih tinggi atau lebih rendah. Keduanya
dipilih oleh masyarakat dan mengemban amanah dari masyarakat.
Hubungan antara BPD dengan pemerintah desa adalah mitra, artinya
anatara BPD dan kepada Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan
peraturan desa dan APBD. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala
desa untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan desa, selain itu BPD juga berkewajiban
untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa.
Mengingat bahwa BPD dan Kepala Desa itu kedudukannya setara
maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan tetepi harus
dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama
yang mantap dalam proses pelaksanaan pembangunan yang merupakan
perwujudan dari peraturan desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
sangat jelas di sebutkan bahwa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa sangat berperan dalam pembentukan peraturan desa. Dalam berikut ini
adalah pasal-pasal yang dapat menjelaskan pentingnya peran Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 1 Ayat 7
“Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetap dibahas
dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa”
Pasal 55
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi :
a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
28

Pasal 60

“Badan Permusyawaratan Desa menyusun peraturan tata tertib Badan


Permusyawaratan Desa”.

Pasal 61

Badan Permusyawaratan Desa berhak :

a. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan


Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan Desa; dan
c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Peranan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam


Pembentukan Peraturan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa diatur dalam Pasal 1 Ayat 7, Pasal 55, Pasal 60, dan Pasal 61.
Dalam Pembuatan Peraturan (Fungsi Legislatif) Badan Permusyawaratan
Desa mempunyai fungsi legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan
Peraturan Desa bersama-sama Pemerintah Desa. Dalam pembuatan peraturan
desa, rancangan Peraturan Desa dapat berasal dari Pihak BPD atau dari pihak
Pemerintah Desa. Kemudian rancangan anggaran pendapatan dan belanja
desa tersebut di musyawarahkan dalam rapat musyawarah desa yang dihadiri
oleh anggota BPD, kepala desa serta pejabat kecamatan.

Dalam merumuskan dan menetapkan peraturan desa, Badan


Permusyawaratan Desa Jampaka tentang Tata Cara Penyusunan dan
Penetapan Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah desa dan
perangkat desa melalui beberapa proses antara lain sebagai berikut :
29

a. Pemerintah Desa mengundang anggota BPD untuk menyampaikan


maksudnya membentuk peraturan desa dengan menyampaikan pokok-
pokok peraturan desa yang diajukan.
b. Kepala Desa terlebih dahulu mengajukan rancangan peraturan desa,
demikian halnya dengan pemerintah desa yang juga mengajukan
rancangan peraturan desa.
c. BPD memberikan usul untuk melengkapi atau menyempurnakan
rancangan peraturan desa.
d. Ketua BPD menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah desa untuk
di agendakan.
e. BPD mengadakan rapat dengan pemerintah desa kurang lebih satu sampai
dua kali untuk memperoleh kesepakatan bersama. Dalam menetapkan
Peraturan Desa bersama-sama dengan Pemerintah Desa.

Setelah BPD dan Kepala Desa mengajukan rancangan Peraturan Desa


kemudian akan dibahas bersama dalam rapat BPD dan setelah mengalami
penambahan dan perubahan, kemudian rancangan Peraturan Desa tersebut
disahkan dan disetujui serta ditetapkan sebagai Peraturan Desa.

4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Peranan Pemerintah Desa dan Badan


Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Dalam mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan


fungsi yang tidak lepas dari berbabagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya
dalam mencapai tujuan, seperti halnya dengan Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif dan baik tidak serta merta
terjadi begitu saja tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan Pemerintah Desa dan


Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa menurut
30

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa terdapat beberapa faktor


yang sama yaitu sebagai berikut :

1. Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsinya,
besarnya dukungan, sambutan dan penghargaan dari masyarakat kepada
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa menjadikan
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa lebih mempunyai
ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya. Dukungan dari
masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi yang masuk juga dari
pelaksanaan suatu PERDES. (wawancara dengan Sekdes Rudin Tanggal
07 Agustus 2017).
Kemauan dan semangat dari masyarakatlah yang menjadikan
segala keputusan dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
menjadi mudah untuk dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam
bentuk aspirasi maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat
menentukan pelaksanaan tugas dan fungsi BPD.

2. Pola Hubungan Kerja Sama dengan Pemerintah Desa


Salah satu faktor yang berpengaruh di dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa di Desa
Jampaka adalah pola hubungan kerja sama terciptanya hubungan yang
harmonis antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
dengan senantiasa menghargai dan menghormati satu sama lain, serta
adanya niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan
mendukung jalannya kinerja Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa. Keharmonisan ini disebabkan karena adanya
tujuan dan kepentingan bersama yang ingin dicapai yaitu untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Sebagai unsur yang bermitra dalam
penyelenggaraan pemerintah desa, Pemerintah Desa dan Badan
31

Permusyawaratan Desa selalu menyadari adanya kedudukan yang sejajar


antara keduanya.

3. Fasilitas Operasional
Fasilitas operasional juga menjadi faktor berpengaruh demi
kelancaran kinerja Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Tidak adanya tempat khusus bagi Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa sebagai pusat kegiatan adminstratif layaknya
lembaga legislatif lainnya. Seperti yang di ungkapkan oleh salah seorang
anggota BPD Bapak Sumulia meskipun BPD hanya bekerja dalam skala
desa (Wawancara tanggal 3 September 2017) hal ini juga menjadi faktor
berpengaruh. Selain itu, tidak adanya kendaraan operasional yang bisa
digunakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk
memperlancar, mempermudah dan mempercepat kinerjanya untuk
melakukan sosialisasi dan juga melakukan pengawasan peraturan-
peraturan desa.
Untuk menunjang kinerja anggota Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa, hal ini lain yang dibutuhkan yaitu sarana dan
prasarana seperti tempat atau kantor sebagai pusat kegiatan. Selain itu
dibutuhkan juga kendaraan operasional.
32

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa peranan
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan
Peraturan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa diatur dalam Pasal 1 Ayat 7, Pasal 55, Pasal 60, dan Pasal 61. Dalam
pembuatan peraturan (fungsi legislatif) Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan
Desa bersama-sama Pemerintah Desa. Dalam pembuatan peraturan desa,
rancangan Peraturan Desa dapat berasal dari pihak BPD atau dari pihak
Pemerintah desa. Kemudian rancangan anggaran pendapatan dan belanja
desa tersebut di musyawarahkan dalam rapat musyawarah desa yang
dihadiri oleh anggota BPD, kepala desa serta pejabat kecamatan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa terdapat beberapa
faktor yang sama yaitu sebagai berikut : 1). Masyarakat, 2). Pola hubungan
kerja sama dengan pemerintah, 3). Fasilitas operasional.

5.2. Saran
Kesetaraan dan komiteraan perlu lebih dikedepankan dan
dikembangkan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat daripada
kepentingan kelompok, golongan apalagi perorangan tertentu Kepala Desa
sebagai penyelenggara pemerintahan di desa pun harus siap di kritisi
sepanjang dalam konteks perbaikan. Dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa harus
dapat mewujudkan diri menjadi mitra dari berbagai kelembagaan yang ada di
33

desa, khususnya kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan dan


pembangunan desa. Hal ini penting dapat berpengaruh pada kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pelaksanaan berbagai
program yang masuk ke desa.
34

DAFTAR PUSTAKA

Affendi Anwar. Hukum Dalam Wilayah Pedesaan. Jakarta : Prisma. 1996

Antlof Hans. Negara Dalam Desa. Jakarta: LAPPERA Pustaka Uatama. 2002

Daldjoeni N. Masalah Hukum Penduduk dalam Fakta dan Angka. Alumni


Bandung. 1986.

Dwipayana, Ari, dan Eko, Sutoro (ed). Membangun Good Governance di Desa,
Yogyakarta: IRE Press. 2003.

Eko, Sutoro dan Rozaki, Abdur (ed). “Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi
Desa”, Yogyakarta: Penerbit IRE Press. 2005.

Harsono, Boedi, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan,


Jakarta, 2002.

Muhammad, A. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.

Rasyid Ryaas. Makna Hukum Pemerintahan. Jakarta: Mutiara Sumberdaya. 1997

Shahab, K.Sosiologi Pedesaan. Jogyakarta: 2007

Surianingrat, B. Desa dan Kelurahan. Jakarta: Gunung Agung. 1980

Santoso, Purwo dkk (ed). Hukum Pembaharuan Desa Secara Partisipatif,


Yogyakarta: Program S2 Hukum Otonomi Daerah UGM dan Pustaka
Pelajar. 2003.

Soekamto, Soerjono. 1968. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia.


Jakarta.
35

Sumber Lainnya :

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Ar-Ruzz Media Adhyzal, K. 2000. Tipe-tipe Desa. www. Pedesaan.com Di Akses


Pada Tanggal 10 Juni 2015

Anonim, http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstark_4773138_tpjua.pdf Di Akses


Pada Tanggal 10 Juni 2015

Anonim,https://ilmuhukum.wordpress.com/2009/04/05/transformasi-tata-
pemerintahan-desa/ Di Akses Pada Tanggal 3 Juni 2015

You might also like