You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Paru paru merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Khususnya
berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran
oksigen yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondioksida yang merupakan
hasil sisa proses pernapasan yang harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan
tubuh akan oksigen tetap terpenuhi. Udara sangat penting bagi manusia, tidak
menhirup oksigen selama beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah
peranan penting paru-paru. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang
mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup
serta berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di udara. Ini semua dapat menimbulkan
berbagai penyakit paru-paru.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi abses paru?
2. Apa etiologi dari abses paru?
3. Bagaimana patofisiologi dari abses paru?
4. Apa manifestasi klinis dari abses paru?
5. Apa komplikasi dari abses paru?
6. Apa pemeriksaan fisioterapi pada pasien abses paru?
7. Apa pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan pada pasien abses paru?
8. Bagaimana intervensi fisioterapi pada abses paru?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Abses paru

Abses paru adalah infeksi paru-paru. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan yang
mengandung nanah, nekrotik pada jaringan paru-paru, dan pembentukan rongga yang berisi
butiran nekrotik atau sebagai akibat infeksi mikroba. Kebanyakan abses paru terjadi karena
aspirasi material nasofaring atau orofaring. Pembentukan banyak abses dapat menyebabkan
pneumonia atau nekrosis paru-paru.

Abses paru dapat terjadi secara akut atau kronik. Abses paru akut terjadi dalam 2
minggu atau kadang lebih yang disebabkan oleh infeksi bakteri aerob yang virulen.
Sedangkan abses paru kronik terjadi dalam waktu lebih dari 4 sampai 6 minggu dengan
penyakit dasar neoplasma atau infeksi dengan bakteri yang kurang virulen dan anaerob.

Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi
klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose
sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan
tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.
B. Etiologi

Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti
dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme
penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry
mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah
stapillococous aureus (1).

Tabel 1. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan


Beaudry

Tipe Abses Organisme

Primer Staphylococcus aureus

Haemophilus influenzae types B, C, F,

Streptococcus viridans, pneumoniae

Alpha-hemolytic streptococci

Neisseria sp.

Mycoplasma pneumoniae

Sekunder Aerob

Haemophilus aphropilus, parainfluenzae

Streptococcus group B, intermedius

Klebsiella penumoniae

Escherichia coli, freundii

Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificsns

Aerobacter aeruginosa

Candida
Rhizopus sp.

Aspergillus fumigatus

Nocardia sp

Eikenella corrodens

Serratia marcescen

Anaerob

Peptostreptococcus constellatus, intermedius, saccharolyticus

Veillonella sp., alkalenscenens

Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens,


distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticus

Fusobacterium necrophorum, nucleatum

Bifidobacterium sp.

C. Patofisiologi

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi dilanjutkan dengan
proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari supurasi dan
trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan
jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan
fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi
aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk,
bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :
 Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses
nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk
kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik
emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal
abses hepar.
 Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat
inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau
polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
 Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini
sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada
aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena
pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
 Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat
tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis
sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir smirip dengan gejala awal pneumonia
atau kondisi penyakit dasar yang lain, yaitu:

 Panas badan : Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 40°C.
 Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus
batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
 Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita
abses paru.
 Nyeri dada (50% kasus)
 Batuk darah (25% kasus)
 Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang
meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
E. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang timbul adalah :

 Empyema
 Abses otak
 Atelektasis
 Sepsis
 Prognosis Beberapa factor yang memperbesar angka mortalitas pada abses paru sebagai
berikut:

1. Anemia dan hipoalbuminemia


2. Abses yang besar
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat

F. Pemeriksaan fisioterapi

A. Anamnesis umum

Nama : Tuan X
Umur : 40 tahun
Alamat : jln. Pacerakkang, Makassar.
Pekerjaan : Buruh pabrik
B. Anamnesis khusus

1. Keluhan utama
Nyeri dada sisi kanan, sesak nafas, batuk darah
2. Keluhan tambahan : pada saat batuk, susah mengeluarkan dahak
3. Lokasi keluhan : dada sisi kanan
4. Lama keluhan : 1 bulan yang lalu
5. Penyebab keluhan : tidak diketahui
6. Riwayat penyakit sekarang
Abses paru, hypertensi
7. Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
8. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit tersebut
9. Riwayat medis : pernah memeriksakan ke dokter
10. Apakah bapak perokok? : ya
11. Bapak merokok berapa batang per hari? : 16 batang.
12. Saat batuk, apakah disertai dengan dahak atau sputum? : ada dahak.atau sputum.
13. Apakah juga disertai dengan darah dan bau busuk? : dahak disertai darah dan berbau
busuk

C. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Denyut nadi : 110x/menit
Pernapasan : 27x/menit
Suhu : 38oC

D. Inspeksi
- Statis : bahu tidak simetris, bernapas dengan purs lips, wajah cemas, postur tubuh sedikit
khiposis.
- Dinamis : spasme pada otot bantu pernapasan.
E. Pola napas
- Tujuan : untuk mengetahui pola napas pasien.
- Caranya : perhatikan pola napas pasien saat bernapas.

Hasil : Cepat dan dangkal

F. Mobilitas thorax
Tujuan : untuk mengetahui apakah chest simetris atau tidak.
- Ekspansi upper lobus
- Ekspansi middle lobus
- Ekspansi lower lobus
Hasil : pengembangan thorax asimetris. Dada sebelah kiri lebih besar
dibandingkan sebelah kanan

G. Perkusi
- Tujuan : untuk memeriksa adanya udara atau cairan dalam rongga paru-paru.
- Caranya : tempatkan jari-jari pada space intercosta bagian anterior, lalu ketuk pada distal
phalangs. Dengan ujung jari lainnya.

Hasil : Bunyi dull dan datar pada sisi kanan adanya cairan pada right lower lobus.

H. Auskultasi
- Tujuan : untuk mendengarkan bunyi napas pasien apakah normal atau abnorma3.
- Caranya : letakkan stetoskop pada titik-titik (sejajar dengan Th2, Th6 danTh12). Kemudian
instruksikan pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi

Hasil : Bunyi nafas abnormal yaitu ronchi

I. Batuk
Lemah, dangkal dan berdahak
G. Pemeriksaan diagnostik

1. Foto thorax :

Terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi


disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20
cm. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas
terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai
tanda-tanda konsolidasi.
2. CT-Scan : gambaran khas abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan
kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru
yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara
mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa
pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat
dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam
rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah
paru kanan bawah.
3. Bronkoskopi : Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan
therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
4. Laboratorium : Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis,
meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan
sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58
mm / 1 jam.
5. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara
tepat.
6. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.
7. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah
arteri.

H. Problematika fisioterapi

Pada abses paru terdapat beberapa macam problematik-problematik yang


timbul. Permasalahan yang timbul dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Sekresi pada lower lobus paru paru kanan


2. Sesak napas
3. Batuk yang tidak efisien
4. Gangguan postur

I. Diagnosa fisioterapi
Nyeri dada dan sesak napas serta batus berdahak akibat abses paru

J. Intervensi fisioterapi

1. Postural Drainage (Anterior basal segmen right lower lobus) :


memobilisasi sekresi dalam satu atau lebih segmen paru ke sentral airway
dengan memberi variasi posisi pada pasien dengan bantuan Gravitasi dalam
proses pengaliran. Bertujuan untuk :

 Mencegah akumulasi sekresi pada pasien resiko komplikasi pulmonary

 Mengeluarkan sekresi yang terakumulasi dalam Paru-paru

Teknik Pelaksanaan :

a. Posisi pasien terlentang dengan tungkai dielevasikan setinggi 18-20 inchi.

b. Perkusi dilakukan pada area diatas tulang rusuk sebelah bawah.

2. Diafragma Breathing Exercise : latihan pernafasan yang dilakukan dibagian


perut atau abdominal. Diaphragma BE ditujukan untuk : memperbaiki efisiensi
Ventilasi, mengurangi kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan (descent
or ascent) diaphragma , memperbaiki pertukaran gas dan Oxygenation

Teknik penatalaksanaan :

a. Posisi pasien Rileks dan Comfortable.

b. Tempatkan satu atau kedua tangan diatas rectus abdominis dibawah anterior
costal margin.
c. Anjurkan pasien Deep inspirasi dan perlahan melalui hidung diikuti abdomen
digembungkan . Pasien menjaga shoulder rilek dan upper chest diam

d. Kemudian anjurkan pasien mengeluarkan nafas dengan perlahan dan ekspirasi


terkontrol

e. Pasien mempraktekkan 3 – 4 kali lalu Rest , hindari Hyperventilasi

3. Purs lip breathing

Tehnik pelaksanaan :
1. Relaksasikan leher dan pundak
2. Tarik nafas pelan melalui hidung dalam dua hitungan (satu-dua), jaga mulut
agar tertutup. jangan menghirup nafas terlalu dalam (tarik nafas seperti biasa).
Bentuk mulut mengkerut (mencucu/agak manyun) seperti orang mau bersiul
atau meniup lilin.
3. Hembuskan nafas (exhalasi) perlahan dengan posisi mulut tetap seperti
orang bersiul dan lakukan selama empat hitungan (lebih panjang dari inhalasi).

4. Segmental Breathing Exercise pada bagian posterior basal expansion.


Digunakan untuk memperbaiki gangguan hypoventilasi yang terjadi pada
sebagian area paru.
Penatalaksanaan :
a. Posisi pasien sitting dan lean Forward di bantal dengan Hip sedikit bengkok
b. Letakkan kedua tangan diatas permukaan posterior lower costa
c. Instruksikan pasien untuk melakukan inspirasi dan berikan penekanan pada
dada sebelah kanan. Agar udara dapat masuk ke dada kiri.
d. Lalu instruksikan pasien ekspirasi.

5. Batuk efektif : Batuk yang efektif penting untuk eliminasi obstruksi respirasi
dan memelihara paru-paru tetap bersih.

a. Posisi pasien Supine lying. Fisioterapis menempatkan telapak tangan saling


menekan diatas area epigastrik di bawah processus Xyphodeus
b. Instruksikan pasien Deep Inspirasi maksimal lalu Fisioterapis membantu secara
manual dengan menekan Abdomen ke arah dalam dan keatas saat batuk
sehingga Diaphragma terdorong keatas, menyebabkan batuk menjadi lebih kuat
dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asher MI, Beadry PH ; 1990, Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada
2. Baughman, Diane C; 2000; Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku untuk Brunner &
Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
3. Capernito, Linda Juall; 1998; Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktek klinis; Edisi
ke-6 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
4. Doenges, Marilynn E; 1999; Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3 Penerbit buku kedokteran EGC,
jakarta

You might also like