Professional Documents
Culture Documents
Desi Asusanti; Erwin Pulman; Novera Zuli Sekartaji; Dewi Hera Setyati; Khairi Yanti
Pendahuluan
Negara-negara pengimpor suatu produk strategis terutama negara maju baik belahan
dunia barat maupun timur telah mensyaratkan penerapan sistem Manajemen Mutu,
Sistem Manajemen Lingkungan, Social Accountabillity ( Social Clause ), Sertifikasi
Produk, dan Sitem menajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Persyaratan tersebut
dimaksudkan untuk memenuhi standar baik internasional, regional maupun badan
sertifikasi.
Untuk membuktikan bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh suatu perusahaan,
maka harus dibuktikan dengan cara pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja yang merupakan bagian dari proses akrediritas maupun sertifikasi. pengukuran
kinerja tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam sistem manjemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Sejalan dengan konsep menajemen modem, maka
aspek pengukuran kinerja tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan perusahaan
yang dimulai sejak tahap perencanaan, konstruksi sampai tahap operasi.
Sesuai dengan ISO 14000 bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan siklus yang berkelanjutan, dimana salah satu tahapan penting yakni
melaksanakan monitoring atau pengukuran kinerja penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pengukuran kinerja tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan, kelemahan atau kekurangan pelaksanaan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah diterapkan oleh perusahaan.
Setiap kegiatan selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya
kecelakaan, kecelakaan yang terjadi pada suatu kegiatan industri merupakan hasil akhir
dari suatu aturan yang ada dan kondisi kerja yang tidak nyaman. Walaupan demikian
terjadinya kecelakaan seharusnya dapat di cegah dan diminimalisasikan, karena
kecelakaan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada
umumnyaditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab, oleh karena itu terjadinya
kecelakaan harus diteliti faktor-faktor penyebabnya denga tujuan untuk menentukan
usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselamatan kerja yang tepat secara efektif
dan efisian sehingga terjadinya kecelakaan dapat dicegah.
Sebagai faktor penyebab terjadinya kecelakaan pada umumnya bersumber pada faktor
lingkungan kerja dan faktor manusia, berdasarkan statistik kecelakaan, kejadian
kecelakaan kerja lebih dari 85% disebabkan oleh faktor manusia sehingga perhatian
ditekankan kepada aspek manusia.
Perilaku pekerja yang tidak aman yang dapat membahayakan, kondisi yang berbahaya,
kondisi hampir celaka dan penyakit akibat kerja adalah gejala dari kurang berfungsinya
manjemen. Permasalahan keselamayan dan kesehatan kerja harus dicari penyebab
dasar masalah hingga ditemukan tugas dan fungsi yang tidak dilaksanakan denganbaik
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Bahaya – bahaya yang ada di tempat kerja pada dasarnya berpotensi dapat
menimbulakn terjadinya kecelakaan, maka harus diidentifikasi dan dikelola dengan
baik sejak mulai dari perencanaan, konstruksi, operasi sampai dengan pasca operasi.
Secara umum resiko bahaya kebakaran dan kecelkaan sudah disadari oleh perusahaan-
perusahaan dilingkungan kegiatan usaha apapun, oleh karena itu setiap perusahaan
yang bergerak melakukan kegiatan usaha pada umumnya telah melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangannya antara lain telah menyediakan fasilitas
keselamatan kerja perorangan (Personal Protection Equipment) dan sarana pencegahan
dan penanggulangan kebakaran baik secara permanen maupun yang portable.
Dalam melakukan kegiatan didalam laboratorium, kita harus menyadari bahwa dalam
setiap kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kebakaran
sehingga penting sekali aspek keselamatan dan kesehatan kerja disini.
Merupakan kebijakan manajemen untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada
laboratorium, melindungi harta milik perusahaan dari kerusakan dan memberikan
keamanan kepada karyawan sehubungan dengan pengoperasian dan penggunaan
fasilitas laboratorium di perusahaan.
Setiap pengguna laboratorium harus mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh akan
keselamatan dan kesehatan kerja didalam laboratorium. Untuk itu perlu di buat
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang di tetapkan dan harus ditaati selalu
pada setiap kegiatan yang dilakukan didalam laboratorium. Penyelenggra terhadap
peraturan-peraturan dan prosedur kerja dapat dikenakan sanksi
1. Melaksanakan pekerjaan laboratorium hanya ketika ada guru atau pengawas dan
tidak diijinkan mengadakan percobaan laboratorium yang tidak diijinkan
2. Perhatian untuk keselamatan perlu dimulai bahakan sebeleum melakukan aktivitas
yang pertama. Selalu membaca dan memikirkan masing-masing tugas laboratorium
sebelum dimulai
5. Bersihkanlah bangku dari semua material tak perlu seperti pakaian dan buku
sebelum pekerjaan di mulai
6. Periksalah label bahan kimia dua kali untuk meyakinkan mempunyai unsur yang
benar. Beberapa bahan kimia rumusan dan nama berbeda dengan hanya suatu nama
dan nomor. Memperhatikan dan menghiraukan penggolongan resiko yang ada label dan
lihatlah suatu diagram resiko dan maksud angka-angka yang digunakan pada tabek
diagram resiko.
7. Jika mungkin diminta untuk memindahakan beberapa bahan kimia laboratorium dari
suatu botol umum ke botol piala besar atau tabung test milik mu. JANGAN
KEMBALIKAN kelebihan materiall apapun kedalam kemasan yang aslinya kecuali jika
diberi ijin oleh guru/pengawas.
9. Jangan pernah mencicipi material. Tidak boleh mmbawa makanan atau minuman ke
dalam laboratorium. Jika di perintahkan untuk membaui sesuatu, lakukan dengan
penghembusan sebagian dari uap air ke arah hidung. Tidak menempatkan hidung dekat
pembukaan kontainer/kemasan.
10. Jangan pernah melihat secara langsung ke dalam suatu tabung test, pandang dari
sisi samping. Jangan pernah menunjuk suatu test yang terbuka dari kearah diri anda
atau tetangga
12. Jika membuang bahan kimia setelah digunakan harus mengikuti perintah dan harus
secara hati-hati
13. Kembalikan peralatan kimia, bahan k imia, celemek dan kacamata pelindung kepada
penempatan awal.
14. Sebelum minggalkan laboratorium, pastikan bahwa kran air dan gas sudah tutup.
15. Jika ragu-ragu silahkan bertanya.
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang
ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda
yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan resiko bahaya yang
dapat terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja laboratorium
B.Organisasi (O rganizing )
C.Pelaksanaan (Actuating)
D.Pengawasan (Controlling)
b. Fasilitas Umum
Fasilitas ini mencakup bahasan tentang kebutuhan listrik, sumber listrik,
stabilitas tegangan, distribusi arus, jenis panel listrik, jenis soket, sumber air, jenis
keran yang dipakai, jenis pembuangan air, instalasi air, instalasi listrik, keadaan toilet,
jenis rung persiapan, ruang perbaikan/workshop, penyediaan
teknisi, penyediaan dana dan sebagainya.
4.Administrasi Laboratorium
Tujuan administrasi laboratorium adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
laboratorium denga cepat dan mudah. Administrasi laboratorium meliputi segala
kegiatan administrasi yang ada dilaboratorium antara lain:
a.I nventarisasi peralatan laboratorium yang ada
b. Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat – alat yang rusak , alat-alat yang
dipinjam dan alat ± alat yang dikembalikan.
c. Keluar masuk surat menyurat
d. Daftar pemakaian laboratorium, sesuai jadwal kegiatan praktikum dan penelitian
e. Daftar inventaris bahan ± bahan kimia dan non kimia, bahan ± bahan gelas
f. Daftar inventaris alat ± alat mebel lain
g. Sistem evaluasi dan pelapora
Kegiatan administrasi ini adalah kegiatan rutin dan kesinambungan karena itu perlu
dipersiapkan dan dilaksanakan secara teratur dan baik.
6.Pengamanan L aboratorium
b. Kerapian Letak alat pemadam harus diletakkan sedemikian sehingga bebas dari
hambatan, demikian juga lantai harus bersih dan bebas minyak, air dan material lain
yang mungkin menyebabkan lantai licin.
f. Alat ± alat Alat ± alat disimpan sesuai dengan kelompok atau jenis, misalnya
peralatan yang menggunakan listrik seharusnya diletakkan dekat dengan sumber listrik.
Alat yang terbuat dari kaca perlu mendapat perhatian khusus.
g. Tabung gas Tabung ± tabung gas harus mendapat perhatian yang khusus.
Penyimpanannya ditempatkan ditempat yang sejuk dan terhindar dari tempayang
panas. Kran gas harus selalu tertutup jika tidak dipakai demikian juga dengan kran
pengaturan. Alat ± alat yang berhubungan dengan tabung gas harus memakai
pengaman terhadap tekanan.
Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat
terjadinya kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada suatu kegiatan industri merupakan
hasil akhir dari suatu aturan yang ada kondisi kerja yang tidak aman. Walaupun
demikian terjadinya kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasikan,
karena kecelakaan tidak dapt terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada
umumnya ditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab, oleh karena itu terjadinya
kecelakaan harus diteliti faktor-faktor penyebabnya denggan tujuan untuk menetukan
usaha-usaha pembinaan dan pengawasan keselatan kerja yang tepat secara efektif dan
efisien sehingga terjadinya kecelakaan dapat di cegah.
Penutup
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari program
keselamatan dan kesehatan kerja adalah memberikan perlindungan kepada pekerja dari
bahaya kesehatan dan keselamatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja.. Upaya
tersebut bisa dilakukan dengan mengelola risiko yang teridentifikasi di lingkungan
kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. What is
COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework.
1992
Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. Bumi Aksara, 2005.
Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December 1997
The Institute of Internal Auditors. Internal C
Vaughan, Emmet. Fundamentals of Risk and Insurance. 2nd, John Willey, 1978
Penyakit Akibat Kerja
Monday, December 19th 2011. | Penyakit Akibat Kerja
Advertisement
Penyakit Akibat Kerja atau Occupational Disease adalah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
atau penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada
umumnya terdiri dari suatu agen penyebab yang sudah diakui.
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang diderita oleh seseorang yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, maupun lingkungan kerjanya. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau Man Made Disease ( Penyakit yang disebabkan oleh satu orang ). Adapun
beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja pada umumnya dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
Kecelakaan Kerja3
Masyarakat pekerja di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1995, jumlah pekerja sekitar 88,5 juta
dan meningkat menjadi 100.316.000 pada tahun 2003. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2003 sebesar 216.948.400
orang, jumlah penduduk usia kerja 152.649.981 orang, angkatan kerja 100.316.007 orang, yang terbagi dalam
beberapa lapangan usaha utama atau jenis industri utama yaitu pertanian 47,67%, perdagangan 17,90%, industri
pengolahan 11,80%, dan jasa 10,98%.
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan
sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan pekerjaan.
Data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian
kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999, 98.905 kasus di tahun 2000, dan
mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus-kasus kecelakaan kerja, 9,5% diantaranya (5.476 tenaga
kerja) mendapat cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau
rata-rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja.
Kecelakaan industri secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe
human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa
faktor manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-
85% kecelakaan kerja disebebkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa
upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.
Kecelakaan kerja adalah riwayat kecelakaan akibat kerja atau di tempat kerja yang pernah dialami oleh pekerja
industri. Daerah cedera merupakan bagian tubuh yang mengalami cedera sedangkan sifat cedera adalah jenis luka
yang diderita akibat kecelakaan. Pekerja di bagian produksi di suatu jenis industri diwajibkan menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri) sebagai alat untuk pelindung kerja disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.
Kejadian kecelakaan dan cedera akibat kecelakaan kerja masih sering terjadi maka perlu ditingkatkan kepatuhan
pemakaian APD saat bekerja dan melengkapi serta menyempurnakan APD agar nyaman dipakai. Upaya untuk
menurunkan angka kejadian kecelakaan akibat kerja dengan cara pengendalikan faktor risiko melalui model
intervensi yang tepat dan sesuai masing-masing jenis industri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Trauma Bola Mata. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/50613661/Trauma-bola-mata pada 14 Maret
2011.
2. Sampurna, Budi. Traumatologi Forensic Bagian I. diunduh dari http://elearning-
1.esaunggul.ac.id/file.php?file=%2F777%2F4.trauma_forensik_bagian_01.ppt pada 14 Maret 2011.
3. Riyadina, Woro. Kecelakaan Kerja dan Cedera yang Dialami oleh Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung
Jakarta. Diterbitkan dalam Makara Kesehatan Vol. 11, No. 1, Juni 2007: 25-31.
4. Markkanen, Pia K. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Filipina: kantor subregional International Labour
Organization untuk Asia Tenggara dan Pasifik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Diunduh
dari http://staff.unud.ac.id/~ady/wp-content/uploads/2008/08/uu-no1-1970-ohs-indonesia.pdf pada 14
Maret 2011Em
Keselamatan Kerja di Laboratorium
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM
Setiap instansi atau setiap unit kegiatan kerja, terutama menyangkut banyak jiwa manusia, selalu harus
dipikirkan pula ”keselamatannya”. Karena laboratorium adalah tempat bekerja karyawan, dosen, asisten dan
mahasiswa maka perlu dipikirkan keselamatan kerja dalam laboratorium tersebut.
Laboratorium adalah tempat menyimpan alat-alat yang mahal harganya demikian pula data-data berharga
lainnya, maka keselamatan ini meliputi:
Tempat bekerjanya
Alat dan bahan yang tersedia
Pekerjaan dan hasil karyanya
Hubungan antara pekerjaannya
Praktikan, asisten, mahasiswa, dosen (pengguna lab)
Lingkungan
Semua bahan kimia harus tersimpan dalam botol atau kaleng yang sesuai dan tahan lama. Sebaiknya
di simpan di tempat-tempat yang kecil dan cukup untuk pemakaian sehari-hari.
Tempat persediaan untuk jangka panjang harus tersimpan dalam gudang bahan kimia yang khusus/
gudang dalam tanah misalnya.
Setiap saat bahan kimia harus diperiksa secara rutin, untuk menentukan apakah bahan-bahan tersebut
masih dapat digunakan atau tidak, dan perbaikan label yang biasanya rusak. Bahan-bahan yang tak dapat
digunakan lagi harus dibuang/ dimusnahkan secara kimia.
Semua bahan harus diberi tanda-tanda khusus, diberi label dengan semua keterangan yang diperlukan
misalnya:
1. nama bahan
2. tanggal pembuatan
3. jumlah (isi)
4. asal bahan (merek pabrik dan lain-lain)
5. tingkat bahaya yang mungkin (racun, korosiv, higroskopis, dll)
6. keterangan-keterangan yang perlu (presentase, smbol kimianya dan lain-lain)
SIMBOL-SIMBOL BAHAYA
• Irritant : Sedikit saja masuk ke tubuh dapat membakar kulit, selaput lendir atau sistem pernapasan
• Toxic : Sedikit saja masuk ke tubuh dapat menyebabkan kematian atau sakit keras
• Oxidising Agent : Bahan yang dapat menghasilkan panas bila bersentuhan dengan bahan lain terutama
bahan-bahan yang mudah terbakar
• Explosive : Bahan yang mudah meledak bila kena panas, api atau sensitif terhadap gesekan atau goncangan
• Radioactive : Bahan-bahan yang bersifat radioaktif
Setiap laboratorium harus memiliki tempat sampah yang khusus. Sampah cair tidak dibuang di saluran air
hujan atau saluran septic tank.
• sampah radioaktif
• sampah biasa
PPPK
• Luka bakar
• Luka tergores/teriris
• Keracunan
• Kejutan listrik
• Membalut luka
• Pingsan
Keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja harus mendapat perhatian yang sangat besar dari pihak
manapun yang melaksanakan pekerjaan, baik di laboratorium maupun di industri-industri, ataupun tempat
kerja yang lain. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan adalah, salah satu diantaranya, karena angka
kecelakaan kerja ternyata cukup mengejutkan. Sebagai contoh di Amerika dalah satu tahun terakhir ada lebih
dari 6200 orang meninggal atau di atas 6,5 juta terluka akibat kecelakaan kerja.
Pada prinsipnya peraturaan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada standar umum yang menyatakan,
“bahwa setiap perusahaan harus menyediakan bagi masing-masing karyawannya pekerjaan dan tempat bekerja
yang bebas dari hal-hal yang diketahui dapat menyebabkan atau diduga dapat menyebabkan kematian atau
cacat fisik yang serius bagi pekerjanya”.
Keselamatan kerja dan Hiperkes merupakan lapangan ilmu dan sekaligus praktik dengan pendekatan
multidisipliner yang berupaya untuk menerapkan dan mengembangkan teknologi pengendalian dengan tujuan
tenaga kerja sehat, selamat, dan produktif, serta dicapainya tingkat keselamatan yang tinggi untuk mencegah
kecelakaan.
Beberapa ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan hiperkes dan keselamatan kerja antara lain:
1. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. “Tiap tenaga
kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, dan pemeliharaan moral
kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama”.
2. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini mengatur
tentang keselamatan kerja di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Di dalam
peraturan ini tercakup tentang ketentuan dan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan
penyimpanan bahan, produk teknis, dan alat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan. Tujuan umum dari dikeluarkannya undang-undang ini adalah agar setiap tenaga
kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya, dan
setiap sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien sehingga akan
meningkatkan produksi dan produktifitas kerja.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan pekerjaanya.
Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja.
Meningkatkan kesehata badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga kerja.
Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita
sakit.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi:
6. Undang-undang nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja nomor 03/MEN/1984 tentang mekanisme pengawasan ketenagakerjaan.
Selain itu ada tiga faktor lain yang berhubungan dengan kecelakaan kerja, yaitu:
1. Sifat kerja.
2. Jadwal kerja.
Daftar Pustaka:
Anonim. 2009. Manajemen Lab Kimia. Diambil dari http://www.scribd.com/doc/23818510/Manajemen-lab-
kimia pada 3 April 2010 pukul 12:52 WIB.
Hamdani. 2010. Keselamatan Kerja di Laboratorium. Diambil dari
http://cobaberbagi.files.wordpress.com/.../keselamatan-kerja-di-laboratorium.ppt pada 3 April 2010 pukul
12:54 WIB.
Laboratorium Lingkungan merupakan sarana penunjang dalam pengujian parameter kualitas lingkungan.
Dalam prakteknya, adanya aktivitas yang berkenaan dengan bahan kimia dan peralatan spesifik
memungkinkan timbulnya potensi bahaya terhadap para pekerjanya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penerapan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku di lingkup Laboratorium.
Berikut adalah beberapa upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium:
Beberapa lab memasang sensor bahaya (alarm) di lokasi yang potensi kebakaran dan tanda/symbol
tertentu pada lokasi yang berkaitan dengan bahan kimia B3/radioaktif.
1. Bak Cuci,
berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.
1. Lemari Asam,
berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya
sirkulasi udara keluar ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja laboratorium.
1. Eye washer,
merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan
harus memenuhi standar air bersih.
1. Perlengkapan kerja,
terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal
ini mutlak terutama pada saat pengujian sampel.
1. Exhaust fan,
diperlukan padaruangan tertentu seperti ruang preparasi atau pada ruang penyimpanan bahan kimia
1. Pemadam kebakaran,
Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR) yang merupakan paket media pemadam kebakaran
dalam tabung bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran lainnya yaitu karung
goni basah, pasir dan baju tahan api.
1. Alarm,
berfungsi sebagai komunikasi bahaya
1. P3K
Beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar, plester luka, kapas, antiseptic, kain
kassa dll.
- Bahan oksidator
- Gas bertekanan
- Bahan beracun
- Bahan korosif
Referensi :
K3 LABORATORIUM
Laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah guna meningkatkan
ketrampilan pemakaian dan pemanfaatan alat-alat laboratorium. Tempat dengan segala kelengkapan
peralatannya yang berpotensi menimbulkan bahaya kepada penggunanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga kerja dari segala aspek yang
berpotensi membahayakan dan sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan
tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang
yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Tidak ada sesuatu di tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan
yang jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
1. Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik, yaitu tidak
mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas, tahan bahan kimia.
2. Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan memadai
dengan sirkulasi udara segar yang baik.
Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan alat serta prosedur
melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan penerapan keselamatan kerja.
Penanganan Kecelakaan
1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah diberlakukan, bukan
tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.
Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni indoor dan outdoor. Baik
perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya
kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara,
kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek
lain mengenai penggunaan alat laboratorium.
Sumber :
www.astaqauliyah.com/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-perkantoran
www.chem-is-try.org/keselamatan-kerja-laboratorium/
http://rosyid-spy.blogspot.com/2009/09/keselamatan-kerja-
laboratorium.html
Fire extinguisher
Hidrant
Eye washer
Water shower
Sedang peralatan darurat dan pendukung yang harus tersedia di laboratorium antara
lain:
Alat keselamatan kerja yang lain alat pelindung diri (APD) yang biasa disebut juga
dengan PPE (Personal Protective Equipment) yaitu alat yang memberikan
perlindungan terhadap bahaya yang mungkin timbul. PPE merupakan peralatan
ataupun pakaian yang didesain untuk mengendalikan resiko terhadap keselamatan dan
kesehatan di tempat kerja. PPE harus dipilih dengan seksama sesuai tingkat resiko
tempat kerja.
Berdasarkan ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD) adalah :
1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja.
2. Bobot seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan .
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibe.
4. Bentuknya harus cukup menari.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya karena bentuk atau
karena salah dalam menggunakannya.
7. Sudah sesuai dengan standar yang telah ada.
8. Alat tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadang mudah didapat untuk mempermudah pemeliharaannya.