You are on page 1of 6

.

Pendaftaran sensorik kemampuan untuk mendeteksi informasi dari tubuh dan


lingkungan

b. Gairah, kewaspadaan atau terjaga

c. Modulasi sensorik Kemampuan untuk menyesuaikan intensitas dan durasinya


stimulus atau beberapa sensasi

d. Diskriminasi sensorik kemampuan untuk menginterpretasikan kualitas temporal


dan spasial sensasi

e. Keterampilan ,

f. Kontrol postural, kontrol motorik halus mata, tangan dan mulut daerah, kotor
kontrol motorik.

g. Praksis Ideation, motor perencanaan, dan pelaksanaan

h. Organisasi perilaku Mengatur urutan tindakan dalam ruang dan waktu


BAB I
PENDAHULUAN

Sensori integrasi merupakan suatu proses mengenal, mengubah, membedakan


sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa �perilaku
adaptif bertujuan�. Sensor Intergrasi (SI) terjadi akibat pengaruh input sensori,
antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular, dan proprioseptif.
Proses ini berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan respons
adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya ketrampilan yang lebih kompleks,
seperti bahasa, pengendalian emosi, dan berhitung. Gangguan dalam pemrosesan
sensori ini dapat menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan yang
dikenal sebagai disfungsi sensori integrasi.
Prevalens gangguan proses sensori makin kecil peluangnya pada anak tanpa catat 5%-
10%, tetapi makin besar peluang terjadi prevalens pada anak dengan kecacatan 40%-
88%. Pada keadaan gangguan proses sensori, input sensori dari lingkungan dan
internal tubuh bekerja secara masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Tahapan proses sensori meliputi
pengenalan, orientasi, interpretasi dan organisasi. Konsep progresi perkembangan,
sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan menguasai
input sensori yang dialami. Mispersepsi dapat menimbulkan berbagai gangguan
perkembangan dan perilaku
Untuk mengatasi problematika pada anak dengan sensory dissorder yang merupakan
salah satu pilihan terapinya adalah dengan terapi sensori integrasi sebagai bentuk
treatment pada anak dengan kondisi tertentu digunakan sebagai cara untuk melakukan
upaya perbaikan, baik untuk perbaikan gangguan perkembangan atau tumbuh kembang
atau gangguan belajar, gangguan interaksi sosial, maupun perilaku lainnya.

BAB II
TUJUAN DAN MANAFAAT

A. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari mini seminar ini adalah :
1. Mengetahui definisi
2. Mengetahui dasar teori
3. Mengetahui prinsip terapi
4. Mengetahui komponen kunci utama
5. Mengetahui kelompok diagnosa medis terkait gangguan SI
6. Mengetahui skema konsep, proses dan pengembangan
7. Mengetahui problem dan kemampuan pada anak dengan gangguan SI
8. Mengetahui system indra
9. Mengetahui intervensi
B. Manafaat
Manfaat yang ingin dicapai dari mini seminar ini adalah :
1. untuk meningkatkan kompetensi fisioterapi pediatri
2. Memberikan referensi dalam kegiatan pelayanan kesehatan khususnya fisioterapi
pediatri
3. Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam pembelajaran pada stase
pediatri

BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI YANG DITAWARKAN

A. Permasalah
Permasalahan dari kegiatan mini seminar ini adalah :
1. Apakah terapi SI dapat mengatasai gangguan pada anak dengan sensory
disorder?

B. Solusi yang Ditawarkan


1. Definisi
Sensori integrasi adalah bagaimana seseorang mengatur informasi yang diperoleh dari
lingkungan di sekitarnya sehingga informasi tersebut dapat digunakan sesuai dengan
situasi. Yang termasuk kategori �sensory�adalah panca indra (mata, hidung, telinga,
kulit, lidah) ditambah dengan 2 sistem sensorik lain, yaitu vestibular (berkaitan
dengan gaya gravitasi bumi, keseimbangan) dan proprioseptif (kerja otot dan sendi).
Kedua sistem ini seringkali disebut the hidden sense, karena kedua sistem ini tidak
terlihat secara kasat mata. Sedangkan integration adalah suatu proses yang
berlangsung secara berkesinambungan, yang meliputi proses penerimaan, penggabungan
dan penyesuaian informasi yang diperoleh, sehingga dapat menentukan reaksi yang
sesuai dengan suatu situasi.
Sensori integrasi adalah Pengorganisasian informasi melalui sensori-sensori
(sentuhan-gerakan-kesadaran tubuh dan grafitasinya, penciuman, pengecapan,
penglihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respons yang
bermakna. Indera kita memberikan informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan
sekitar.
2. Dasar teori
Dasar teori sensori integrasi yaitu:
a. Adanya plastisitas sistem saraf pusat
Perkembangan yang bersifat progresif yaitu, sensori integrasi terjadi saat anak
yang berkembang mulai mengerti dan menguasai input sensori yang dialami. Contohnya,
fungsi vestibular muncul pada usia gestasi 9 minggu dan membentuk refleks Moro,
sedangkan input taktil mulai berkembang pada usia gestasi 12 minggu untuk ekplorasi
tangan dan mulut. Sistem sensori akan terus mengalami perkembangan sejalan dengan
bertambahnya usia anak.
b. Teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat
Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses sensori integrasi
terjadi pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi di
tingkat kortikal diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons
adaptif.
c. Respon adaptif
Respons adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada tingkat
perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat ketrampilan yang tercapai
sebelumnya. Respons adaptif mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan
hal-hal baru.
d. Dorongan dari dalam diri
Konsep ini merupakan hal terpenting dalam perkembangan sensori integrasi, bagaimana
dorongan ini muncul dari dalam diri yang terwujud dalam bentuk kegembiraan dan
eksplorasi lingkungan tanpa lelah. Tetapi motivasi internal ini kurang atau tidak
dimiliki oleh anak dengan gangguan disfungsi sensori integrasi.
3. Prinsip terapi
Prinsip terapi sensori integrasi menekankan stimulasi pada tiga indra utama,
yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak
terlalu familiar dibandingkan indera pengelihatan dan pendengaran, namun sistem ini
sangat penting karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.
a. Sistem Taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor
di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan,
nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif
dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari.
Hipersensitif terhadap stimulasi.
Taktil yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan
mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh,
menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju
tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu.
Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi
iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang
nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih
dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya
reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya.
b. Sistem vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan
mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar
tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Tanda tanda anak yang
hipersensitif terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight
antara lain ; anak takut atau lari dari orang lain,anak bereaksi takut terhadap
gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil.
c. Sistem Propioseptif
Terdapat pada serabut otot, tendon dan ligamenyang memungkin anak secara
tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Contoh dari sistem ini adalah
gerakan motorik halus, antara lain menulis, mengangkat sendok dan mengancingkan
baju. Hipersensitive terhadap sistem propioseptif menyebabkan berkurangnya
kemampuan menginterpretasiklan umpan balik/feed back dari setiap gerakan dan
tingkat kewaspadaan yang relative rendah . Tanda disfungsi sistem proprioseptif
adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang
berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif
sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit atau
membentur benturkan kepala.
4. Komponen kunci utama
a. Sensory Registration, kemampuan untuk mendeteksi informasi dari tubuh dan
lingkungan
b. Arousal, kewaspadaan atau terjaga
c. Sensory Modulation, Kemampuan untuk menyesuaikan intensitas dan durasinya
stimulus atau beberapa sensasi
d. Sensory Discrimination kemampuan untuk menginterpretasikan kualitas temporal
dan spasial sensasi
e. Skill , Postural Control , fine motor control of eyes, hands , and oral area,
gross motor control.
f. Praxis , Ideation , motor planning, and execution
g. Organization of Behaviour Mengatur urutan tindakan dalam ruang dan waktu

BAB IV
TARGET LUARAN
1. Peningkatan pengetahuan anatomi cervical
2. Peningkatan pengetahuan Positional fault hypothesis (PFH)
3. Peningkatan pengetahuan pelaksanaan manual terapi .
4. Peningkatan pengetahuan kontra indikasi manual terapi

BAB V
PENDEKATAN / METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Pendekatan Manual Therapy


Manual therapy (MT)/mobilisasi bertujuan memperbaiki mekanika sendi MT vertebra
secara spesifik ditujukan untuk memper baiki gerakan facet join MT (glide/gliding)
selalu dilakukan paralel dg bidang terapi dari facet joint Traksi dilakukan tegak
lurus bidang terapi Bidang terapi: bidang imaginer yang letaknya menutupi
permukaan sendi konkaf (Kaltenborn)

B. Pelaksanaan Kegiatan

1. Headache Snags

Gambar 5.1 Headache Snags

a. Posisi Px dan Tx spt gambar


b. Jari kelingking kanan terapis pd proc spinosus C2
c. Thenar kiri menekan jari kelingking dg lembut ke ventral, kepala Px diam.
d. Pertahankan pd posisi end range 10 detik
e. Jika indikasi, headache akan hilang
f. Ulangi 6x
2. Reverse Headache Snags

Gambar 5.2 Reverse Headache Snags

a. Posisi Px dan Tx spt gambar


b. Jari2 tangan kanan Tx memegang kepala Px dan ibu jari dan telunjuk kiri
memegang C2 dari belakang (u/ stabilisasi)
c. Kepala gliding ke ventral thd leher sampai end range dan pertahankan 10 detik

d. Jika indikasi headache akan hilang.


e. Ulangi 6x

3. Upper Cervical Traction

a. Posisi awal b. Posisi akhir


Gambar 5.3 posisi cervical traction

a. Posisi awal, lengan bawah terapis supinasi, tangan lain pada dahi/dagu untuk
counter traction
b. Posisi akhir, lengan bawah mid position shg terjadi traksi upper cervical dg
cervical ekstensi
4. Snags Untuk Keterbatasan Rotasi C1/2

Gambar 5.4 Snags Untuk Keterbatasan Rotasi

Sebagai contoh, misal: rotasi kiri terbatas.


a. Px duduk dan Terapis berdiri
b. Ibu jari kanan pada procesus tranversus kanan diperkuat dengan ibu jari iri.
c. Jari2 lain pd mandibula kanan-kiri.
d. Lakukan gliding proc. Tansversus ke ventral dan pasien bergerak rotasi ke
kiri
e. Pada akhir gerakan satu tangan Px memberikan overpressure
f. Tekanan ibu jari tdk boleh dilepas sampai posisi kepala kembali ke awal.
5. Vertigo, Nausea, Dll
Tanda2 gangguan arteria vertebralis. Gangguan arteria vertebralis umumnya termasuk
kontraindikasi diberi manual terapi maka pelaksanaan kegiatannya adalah:
a. Fisioterapis harus melakukan tes untuk arteria vertebralis (Tes De Kleijn
nieuwenhuis: Px terlentang, kepala di luar bed ekstensi dan rotasi)
b. Lakukan komunikasi yg baik antara Fisioterapis dan Px
c. SNAGS hanya dilakukan bila tidak ada symptom
d. Gerakan dihentikan manakala ada keluhan pusing kepala atau gejala lain
6. Giddiness with neck extension

Gambar 5.5 Giddiness with neck extension

a. Fisioterapis berdiri di belakang pasien


b. Ibu jari ka diperkuat yg kiri pd proc spinosi C2. Jari2 yg lain di samping
mandibula
c. Tekan denga ringan proc spinosus C2 ke anterior; bersamaan dengan itu pasien
diminta bergerak pelan ke ektensi.
d. Tekanan dipertahankan sampai kembali ke posisi awal
e. Ulangi 6x (hari pertama)
f. Alternatif, headache snags
7. Rotation Giddiness
Misal: rotasi yang bermasalah adalah ke kiri; ada 2 cara:
a. Letakkan ibu jari kiri diperkuat yang lain pada proc transversus kiri
� Sebelum pasien bergerak rotasi, tekan proc transversus dengan pelan ke
anterior
� Kemuudian, pasien bergerak pelan rotasi ke kiri asal tidak timbul
gejala/keluhan
� Jika tidak ada keluhan pasien melakukan overpressure.
� Lakukan 6x
b. Lakukan rotasi ke kiri dengan Ibu jari di sisi kanan

BAB VI
HASIL KEGIATAN

1. Manual terapi dapat mengatasai gangguan cervicogenic headache


2. Manual terapi dapat mengatasai gangguan cervicogenic dizziness
3. Manual terapi tidak dapat mengatasai gangguan vertigo

BAB VII
PENUTUP

A. Kesmpulan
Cervicogenic headache terjadi karerna gangguan musculoskeletal di leher. sangat
erat kaitannya denga gangguan gerak pada sendi-sendi servikal atas, termasuk rotasi
pada C1/2. Dizziness/pusing kepala sangat sering terjadi di masyarakat, dapat
menyebabkan ganggan fisik (keseimbangan dan jatuh), sosial, emosional dan
finansial. Cervicogenic dizziness biasanya disertai nyeri leher, kaku leher, sakit
kepala, mual dan bisa juga gangguan telinga, nyeri sendi temporo mandibular joint
(TMJ), radikulopati extremitas atas dan gejala psikologis (Mallstrom et al. 2007).
15-20% chronic headache adalah cervicogenic headache Manual terapi merupakan salah
satu pilihan terapi
B. Saran
Manual terapi dapat mengatasai gangguan cervicogenic headache cervicogenic
dizziness namun kami menyarankan agar berhati-hati dalam melakukan manual terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Syatibi. M.M, 2017 : Manual Therapy Pada Cervicogenic Headache, Cervicogenic


Dizziness, Vertigo: Kuliah Umum kompetensi fisioterapi muskulo skeletal. Prodi
Fisioterapi program profesi jurusan fisioterapi, Poltekkes Surakarta; 22 Oktober

You might also like