You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah
geografis di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, setiap
tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000 anak dibawah 5
tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3
episode diare pertahun. Setiap episodenya, diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang
dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada
anak dan menjadi penyebab kematian kedua pada anak berusia dibawah 5 tahun. Berdasarkan
data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada
tahun 2013, secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena
diare.
Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah,
sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran bakteri penyebab diare. Jika diare disertai
muntah berkelanjutan akan menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan). Inilah yang harus
selalu diwaspadai karena sering terjadi keterlambatan dalam pertolongan dan mengakibatkan
kematian. Dehidrasi yang terjadi pada bayi ataupun anak akan cepat menjadi parah. Maka
cairan tubuhnya pun relatif sedikit, sehingga jika kehilangan sedikit saja cairan dapat
mengganggu organ-organ vitalnya. Apalagi sang anak juga belum mampu.
mengomunikasikan keluhannya, sehingga tidak mudah mendeteksinya. Dehidrasi akan
semakin parah jika ditambah dengan keluhan lain seperti mencret dan panas karena
hilangnya cairan tubuh lewat penguapan. Kasus kematian balita karena dehidrasi masih
banyak ditemukan dan biasanya terjadi karena ketidakmampuan orang tua mendeteksi tanda-
tanda bahaya ini (Cahyono, 2010).
Berdasarkan hasil Riskesdas (2007) diketahui bahwa prevalensi diare pada balita di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang
dilaksanakan di 33 provinsi pada tahun 2007, melaporkan bahwa angka nasional prevalensi
diare adalah 9,0%. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur pada balita (1-4 tahun)

1
terlihat tinggi menurut hasil Riskesdas (2007), yaitu 16,7%. Demikian pula pada bayi (<1
tahun), yaitu 16,5% (Kemenkes RI, 2011).
Masalah diare di Indonesia sering terjadi dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB
diare sering terjadi terutama di daerah yang pengendalian faktor risikonya masih rendah.
Cakupan perilaku hygiene dan sanitasi yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya
KLB diare (Kemenkes RI, 2011).
Jumlah penderita KLB diare tahun 2013 di Indonesia menurun secara signifikan
dibandingkan tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. KLB diare
pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan penderita terbanyak terjadi di Jawa Tengah
yang mencapai 294 kasus. Sedangkan angka kematian (CFR) akibat KLB diare tertinggi
terjadi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. CFR diare yang terjadi di Sumatera Utara
Tahun 2013 mengalami kenaikan dibandingkan Tahun 2012, yaitu dari 1,22% menjadi
11,76% (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2013), jumlah kasus diare
yang tercatat ada sebanyak 285.183 kasus, yang ditemukan dan ditangani sebanyak 223.895
kasus (78,5%), sehingga angka kesakitan (IR) diare per 1.000 penduduk mencapai 16,80.
Capaian ini mengalami kenaikan dari tahun 2012 yaitu 16,36/1.000 penduduk. Namun,
capaian ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 yaitu 19,35% dan 2010 yaitu
18,73%. Pencapaian IR ini jauh di bawah target program yaitu 214 per 1.000 penduduk.
Rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada
masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata.
Pengelolaan sampah yang tidak baik dapat menjadi sarang vektor penyakit, terutama
lalat. Lalat merupakan salah satu vektor yang dapat membawa bakteri penyebab diare pada
balita. Menurut Depkes (2001), jarak terbang lalat efektif adalah 450-900 m sehingga
mempermudah lalat untuk hinggap dimana saja terutama di pemukiman penduduk.
Selain faktor sanitasi lingkungan, faktor personal hygiene (kebersihan perorangan) ibu
juga sangat berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita. Perilaku ibu berkontribusi
meningkatkan kasus diare pada balita. Ibu merupakan orang terdekat dengan balita yang
mengurus segala keperluan balita seperti mandi, menyiapkan dan memberi
makanan/minuman. Perilaku ibu yang tidak hygienis seperti tidak mencuci tangan pada saat
memberi makan anak, tidak mencuci bersih peralatan masak dan makan, dapat menyebabkan

2
balita terkena diare. Personal hygiene ibu dan sanitasi lingkungan perumahan yang baik bisa
terwujud apabila didukung oleh perilaku masyarakat yang baik (Depkes RI, 2008).
1.2. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari diare?
2. Bagaimana klasifikasi dari diare
3. Apa etiologi diare?
4. Bagaimana manifestasi klinis diare?
5. Pagaimana patofisiologi diare?
6. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien diare?
7. Bagaimana penatalaksanaan diare?
8. Apa saja komplikasi yang terjadi pada pasien diare?
9. Bagaimana pencegahan diare?
10. Bagamiana cara membuat asuhan keperawatan diare?
1.3. Tujuan penelitian
1. Mengetahui Definisi dari diare
2. Mengetahui Klasifikasi diare
3. Mengetahui Etiologi dari diare
4. Mengetahui Manifestasi klinis diare
5. Mengetahui Patofisiologi dari diare
6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada klien dengan diare
7. Mengetahui Penatalaksanaan pada pasien diare
8. Mengetahui Komplikasi yang dapat terjadi pada klien diare
9. Mengetahui pencegahan diare
10. Mengetahui cara pembuatan asuhan keperawatan pada pasien diare

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3x perhari. Buang air besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
penularan diare karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare
atau melalui makan/minuman yang terkontaminasi bakteri patoghen yang berasal dari
tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat melalui udara atau
melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal (Sudoyo Aru,dkk 2009).
Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya (pada bayi lebih dari 3x BAB, sedangkan pada neonatus lebih dari
4x BAB (Sudarti,2010).

2.2 KLASIFIKASI DIARE


2.2.1. Akut: Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare
akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling
berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh
penderita, gradasi penyakit diare akut dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1)
Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang
hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan
yang hilang 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila
cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
2.2.2. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan
dari diare akut atau peralihan antara akut dan kronik.
2.2.3. Kronik: Diare kronis adalah diare hilang timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan

4
metabolism yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau
persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.

2.3 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
2.3.1. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri:
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi
parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(candida albicans).
2. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
2.3.2 Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat
Ketidak mampuan saluran cerna dalam mencerna bahan makanan sumber
karbohidrat. Dalam banyak khasus, karbohidrat yang biasanya tidak berhasil
dicerna adalah laktosa. Biasanya laktosa ditemukan pada susu, dimana laktosa
yang masuk di dalam tubuh akan dipecah oleh enzim laktase dari usus dan di
ubah menjadi galaktosa dan glukosa.

5
2. Malabsosrbsi lemak
Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
3. Malabsorbsi protein
Terganggunya penyerapan lemak dalam tubuh.
2.3.3 Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Kontak antara sumber dan host
dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga
terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung
ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat
makan dan dapur.
2.3.4 Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada
anak yang lebih besar.
2.3.5 Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi
oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status
pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
2.3.6 Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai
buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh
orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan
penyakit.

6
2.3.7 Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur
12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59
bulan.
2.3.8 Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
2.3.9 Faktor gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70
dengan BB per TB.
2.3.10 Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab
diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar
dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
2.3.11 Faktor makanan dan minuman yang di konsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang
tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak
kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat
pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang
makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada
saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan

7
virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris,
Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
2.3.12 Faktor terhadap laktosa (susu kaleng
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada
bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi
yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih
besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman
sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V.
Cholerae.

2.4 Manifestasi Klinik


Mula-mula pasien gelisah, suhu tubuh meningkat atau demam (Demam indikasi
terjadi infeksi jika penyebabnya bakteri ciri khasnya adalah saat hari 1-2 tidak terlalu
tinggi, tetapi hari ke 3-5 semakin tinggi suhu bisa mencapai 39°C. Jika penyebabnya
virus Ciri khas infeksi virus demam biasanya akan tinggi dalam 1-2 hari pertama, saat
hari ke 3-5 turun atau kadang hari ke 4-5 naik lagi tetapi tidak setinggi hari ke 1-2.
Biasanya hari ke 6-7 akan membaik), nafsu makan berkurang atau anorexia. Kemudian
disertai diare, tinja cair, mungkin disertai lendir, atau blendir darah. Warna tinja makin
lama makin berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan daerah sekitar
timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam, akibat dari tinja
makin lama makin asam sehingga banyak laktat yang berasal dari laktosa yang tidak di
absorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesduah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila pasien banyak kehilangan cairan dan elektrolit, mata terlihat cekung
ataupun cowong dan mukosa bibir kering serta turgor kulit menurun. Hal tersebut
dinamakan dehidrasi. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat.

8
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO
NO Tanda dan Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
gejala ringan sedang
1 Keadaan umum Sadar, gelisah, Gelisah, Mengantuk, lemas,
haus mengantuk anggota gerak dingin,
berkeringat, kebiruan,
mungkin koma, tidak
sadar
2 Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Cepat , kadang-kadang
120-140x/mnt tidak teraba
3 Pernafasan Normal Dalam Dalam dan cepat
4 Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
5 Kelopak mata Normal Cekung Sangat cekung
6 Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
7 Selaput lendir Lembab Kering Sangat kering
8 Elastisitas kulit Pada lambat Sangat lambat (lebih
pencubitan kulit dari 2 detik)
secara elastis
kembali ke
normal
9 Air seni Normal Berkurang Tidak kencing
warnanya tua
(sumber : http://repository.usu.ac.id)

2.5 Patofisiologi
Gastroenteritis akut (diare) adalah masuknya virus (rotavirus, adenovirus,
enteritis), bakteri atau toksin (salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa microorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau cytotoksin penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada
dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral
dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran phatogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmoyik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hipeperistaltik dan hipoperistaltik.

9
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolic dan hypokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat dari diare abut maupun kronis akan terjadi: kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa
(asidosis metabolit, hipokalemia), gangguan gizi sebagai akibat masukan makanan
kurang dan pengeluaran yang bertambah, hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.

2.6 Pemeriksaan penunjang


2.6.1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksan tinja meliputi pemeriksaan Makroskopis dan mikroskopis, Ph dan
kadar gula dalam tinja, biakan dan resistensi feses (colok dubur). Pada
pemeriksaan feses berat feses>300 gram/24 jam untuk mengkonfirmasi adanya
diare. Perhatikan bentuk tinja, apakah setengah cair, cair, berlemak atau
bercampur darah. Diare seperti air dapat terjadi akibatkelainan pada semua
tingkat sistem pencernaan terutama usus halus. Adanya mekanan yang tidak
tercerna merupakan manifestasi dari kontak yang terlalu cepat antara tinja dan
dinding usus halus yang disebabkan cepatnya waktu transit usus. Diare yang
bervolume banyak dan berbau busuk menunjukan adanya infeksi dan dapat
dilakukan pewarnaan gram ataupun kultur.
2.6.2. Pemeriksan darah.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan pemeriksan darah tepi (Hb, Ht, leukosit,
diftel), kadar elektrolit serum, analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda
gangguan keseimbangan asam basa (perafasan kusmaul). Diare yang disebabkan
virus memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Apabila
diare disebabkan infeksi bakteri yang invasif ke mukosa memiliki leukosistosis.
Eosinofil meningkat pada alergi makanan atau infeksi parasit. Kadar B12 rendah
menunjukan pertumbuhan bakteri berlebihan dalam usus halus. Kadar albumin
rendah menunjukan tanda kehilangan protein dari peradangan di ileum, jejunum,
kolon dan pada sindrom malabsorpsi. Jika ada kemungkinan kuat penyakit dasar
infeksi HIV dalam darah penting dilakukan (mustakin, 2011).

10
2.6.3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
Ureum adalah produk akhir dari metabolisme protein didalam tubuh yang
dikeluarkan lewat urin sehingga pada kelainan ginjal, pengeluaranureum ke
dalam urin terhambat seingga kadarnya akan meningkat didalam darah. Kreatinin
merupakan zat yang dihasilkan oleh otot dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin.
Oleh karena itu kadar kreatinin darah tergantung pada jenis kelamin, besar otot,
dan faal ginjal .
Berat nya kelainan ginjal diketahui dengan mengukur uji bersihan kreatinin
(creatinine clearance clearance test/CCT). Pemeriksaan CCT ini memerlukan
urin kumpulan 12/24 jam, sehingga bila pengumpulan urin ini tidak berlangsung
denganbaik akan mempengaruhi hasil pemeriksaan CCT. Akhir-akhir ini,
penilaian faal ginjal dilakukan dengan pemeriksaan cystatin-C dalam darah yang
tidak dipengaruhi oleh kesalahn pengumpulan urin 24 jam. Cystatin adalah zat
degan berat molekul rendah yang dihasilkan oleh semua sel nti di dalam tubuh
yang tidak d pengaruhi oleh proses rada atau kerusakan jaringan. Zat tersebut
akan dikeluarkan ginjal. Olh karena itu, kadar cystatin dipakai sebagi indikator
yang sensitif untuk mengetahui kemunduran fungsi ginjal
2.6.4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K, kalsium dan pospat
Natrium (Na) merupakan kation ekstraseluler terbanyak, yang fungsinya
menahan air di dalam tubuh. Na mempunyai banyak fungsi seperti pada otot,
saraf, mengatur keseimbangan asam-basa bersama dengan klorida (Cl) dan ion
bikarbonat. Kalium (K) merupakan kation intraseluler terbanyak. Delapan puluh
– sembilan puluh persen K dikeluarkan oleh urin melalui ginjal. Oleh karena itu,
pada kelainan ginjal didapatkan perubahan kadar K. Klorida (Cl) merupakan
anion utama didalam cairan ekstraseluler. Zat tersebut mempunyai fungsi
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dan mengatur keseimbangan
asam-basa.
Kalsium (Ca) terutama didapatkan di dalam tulang. Lima puluh persen ada dalam
bentuk ion kalsium (Ca), ion Ca inilah yang dapat dipergunakan oleh tubuh.
Protein dan albumin akan mengikat Ca di dalam darah yang mengakibatkan

11
penurunan kadar ion Ca. Oleh karena itu, untuk penilaian kadar Ca dalam tubuh
perlu diperiksa kadar Ca total, protein total, albumin dan ion Ca.
Fosfor (P) adalah anion yang terdapat di dalam sel. P berada didalam darah
dalam bentuk fosfat. Delapan puluh – delapan puluh lima persen kadar fosfat di
dalam badan, terikat dengan Ca yang terdapat pada gigi dan tulang sehingga
metabolism fosfat mempunyai kaitan dengan metabolisme Ca. Kadar P yang
tinggi dikaitkan dengan gangguan fungsi ginjal sedangkan kadar P yang rendah
mungkin disebabkan oleh kurang gizi, gangguan pencernaan, kadar Ca yang
tinggi, peminum alkohol, kekurangan vitamin D, menggunakan antasid yang
banyak pada nyeri lambung.

2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Prinsip penatalaksanaan diare menurut kemenkes RI antara lain dengan dehidrasi,
nutrisi, medikamentosa.
1. Dehidrasi
Diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah
hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang
hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak
atau golongan umur.
2. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor
yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24
jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang,
makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan
diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI

12
diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuaikebutuhan,
pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup.
3. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti
diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, apium,
adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, antyi muntah termasuk promatazin.

2.7.2 Menurut widoyono (2008) pengobatan diare dilakukan berdasarkan derajat


dehidrasinya
1. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A yaitu :
Pada keadaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut mulai
mencret. Anak yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau makan
dan minum seperti biasa. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh ibu atau
anggota keluarga lainnya dengan memberikan makanan dan minuman yang ada
di rumah seperti air kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh maupun
oralit.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan terapi B yaitu:
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai 5% dari
berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6 -10% dari
berat badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat dehidrasi ringan atau
sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Oralit yang diberikan pada anak yang mengalami dehidrasi ringan
Waktu <1 tahun 1-4 tahun >5 tahun
3 jam pertama 300ml 600ml 1200ml
Setiap kali 100ml 200ml 400ml
BAB
(widoyono,2008)
3. Dehidrasi berat, dengan terapi C yaitu:
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus, biasanya
lebih dari 10 kali disertai muntah, kehilangan cairan lebih dari 10% berat

13
badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas atau
rumah sakit untuk diinfus Ringer Laktat (Widoyono, 2008).
2.7.3 Teruskan pemberian makanan
Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan
dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan. Untuk
bayi, ASI tetap diberikan bila sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila tidak
mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu formula (Widoyono,
2008).
Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus yang tidak memerlukan
antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak bermanfaat dan efek
sampingnya bahkan merugikan penderita (Widoyono,2008).
Menurut Depkes RI (2011) pengobatan diare juga dapat dilakukan dengan
pemberian Zinc. Memberikan zinc baik dan aman untuk pengobatan diare pada
anak. Zinc diberikan selama 10 hari dengan dosis 1 tablet/ hari (1 tablet = 20mg)
untuk usia > 6 bulan dan ½ tablet perhari untuk usia < 6 bulan. Penggunaan Zinc
dapat mempercepat kesembuhan anak dari diare, mengurangi risiko diare lebih dari
7 hari, mengurangi tinja, serta mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan ke
depan. Penggunaan zinc juga dapat mengurangi penggunaan antibiotik yang
irrasional.

2.8. Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal
sebagai hal berikut.
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input)
secara mendadak sehingga terjadi syock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolic asidosis).
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolic lemak
tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang

14
bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria
atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam
cairan intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita kekurangan kalori protein (KKP). Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar
glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh
makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah bertambah
hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna
dan diarbsorbsi dengan baik karena adanya hiperplastik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (syock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.

2.9. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit diare menurut Widoyono (2008) adalah melalui
promosi kesehatan, antara lain:
a. Menggunakan air bersih ( tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa)
Penularan kuman infeksisus penyebab diare ditularkan melalui face oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui mkanan, minuman atau
benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah
atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemaar. Masyarakat yang
terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita
diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapat air bersih.

15
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga
adalah:
1. Ambil air dari sumber air yang bersih.
2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak.
4. Minum air yang sudah matang. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum,
agar mematikan sebagian besar kuman penyakit.
5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
b. Mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum dan sesudah makan, serta pada
waktu sesudah buang air besar. Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
peroragan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.
c. Memberikan ASI pada anak sampai usia dua tahun
Asi adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
Asi saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Asi bersifat steril, berbeda dengan
sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau
bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian asi saja, tanpa
cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang dapat menyebabkan diare.
d. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban.

16
2. Bantu anak BAB di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudisn ditimbun.
4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
e. Menggunakan jamban yang sehat
Di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang
tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar
di jamban. Yang ahrus diperhatikan keluarga:
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2. Bersihkan jamban secara teratur.
3. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
(Widoyono, 2008)

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

CONTOH KASUS:

Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 februari 2009 jam 20.00 WIB. Di Ruang Melati RSUD
Sragen. Dari data fokus didpatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan mual, muntah.Pasien
mengatakan makan hanya habis 2-3 sendok dari porsi RS. Pasien mengatakan tidur + 3-4
jam/hari, pasien mengatakan minum air putih habis ± 4 gelas (+1000cc)/ hari, pasien mengatakan
diare 4-5 kali sehari, konsistensi cair, warna kekuningan para obyektifnya pasien wajah tampak
pucat,mata tampak besar-besar, mata kemerahan , konjungtiva anemis, sklera ikterik, turgor kulit
kembali >3detik, kulit kering, BB sebelum sakit : 55kg, selama sakit : 53kg, tinggi badan pasien
165, feces konsistensi cair volume 3000cc output dan 1000 cc input , warna kuning, tekanan
darah 130/80 mm Hg, Nadi 80x/menit, suhu 37,5 derajat Celciud, respirasi : 22x/menit.

3.1 PENGKAJIAN
I BIODATA
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku/baangsa :
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Tolakan, godog, pulokarto
Tanggal MRS : 29 Januari 2009
No registrasi : 184395
Diagnosa medis : Diare
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny.M

18
Umur :-
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan :-
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tolakan, godog, pulokarto
Hubungan dengan pasien : Istri

II. RIWAYAT PENYAKIT


1. Keluhan utama
Pasien dengan keluhan utama mengatakan BAB cair sampai 4-5kali/hari selama 3
hari ini
2. Riwayat penyakit sekarang
pada tanggal 26 januari 2009 , pasien BAB cair sampai 4-5 kali/hari , warna
kekuningan, mual muntah, kemudian diperiksa ke dokter tetapi belum sembuh, pada
tanggal 29 januari 2009 oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD Sragen .
3. Riwayat penyakit dahulu
pasien mengatakan dahulu pernah sakit tifus pada bulan Desember 2008 dan riwayat
RSUD Sragen selama 4 hari.
4. Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis,
dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM dll.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. KEADAAN UMUM PASIEN
Penampilan :
Kesadaran : Apatis
Vital sign :
TD 130/80 mmHg, RR 22x/menit, Suhu 37,5°C, nadi 80x/menit
2. KULIT
Warna kulit sawo matang, turgor kulit kembali >3 detik, kulit kering

19
3. KEPALA
Kepala mesochepal, rambut hitam pendek, tidak ada ketombe, tidak ada benjolan di
kepala, ekspresi wajah tampak pucat.

- PENGLIHATAN
mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera ikteris, dapat
membedakan warna, dapat melihat dengan jelas dalam jarak +6m, mata menonjol
dan kemerahan.
- PENCIUMAN / HIDUNG
Hidung simetris kanan dan kiri, bersih tidak ada secret, dapat membedakan aroma
makanan , obat.
- PENDENGARAN/TELINGA
telinga bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, bila ditanyabdapat menjawab
dengan jelas
- MULUT
Mulut mukosa bibir kering.
4. LEHER
leher tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri saat menelan
5. DADA
- PARU-PARU
paru-paru inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi : tidak ada
nyeri bila ditekan, perkusi : sonor , auskultasi:vertikuler.
- JANTUNG
Jantung inpeksi: ictus codis tidak tampak, palpasi :ictus cordis teraba, perkusi :
pekak, auskultasi: reguler, bunyi jantung 1 dan 2 terdengar.
6. ABDOMEN
Abdomen inspeksi : simetris kanan dan kiri , auskultasi : terdengar peristaltik usus
26x/menit, palpasi: suara tympani, perkusi : tidak ada nyeri tekan
7. SISTEM REPRODUKSI
Genetalia : bersih, tidak terpasang kateter
Anus : lecet dan kemerahan.

20
8. EKSTREMITAS ATAS/BAWAH
Ekstremitas atas kiri gerakan terbatas karena infus 0,7 % sodium chlorida 20 tpm.
Kulit : warna sawo matang, tugor kulit kembali >3 detik, kulit kering .

3.2 ANALISA DATA


DATA ETIOLOGI PROBLEM
Ds: Bakteri masuk ke Gangguan
- Pasien mengatakan minum air
intestinal keseimbangan cairan
putih +4 gelas (+1000cc)/hari
- Pasien mengatakan diare 4-5 dan elektrolit
kali sehari.
Iritasi usus
Do:
- Turgor kulit kembali > 3, kulit
kering, mukosa bibir kering,
Peristaltik usus
feses konsistensi cair volume
3000cc output dan 1000cc meningkat
input , warna kuning.
- TD 130/80 mmHg, Nadi
80x/menit, suhu 37,5°C, RR Sari makan sulit
22x/menit.
diserapi

Sehingga air dan


garam mineral terbawa
ke dalam usus

Cairan dan elektrolit


terbuang melalui usus

Output berlebih
Ds: Mual Pemenuhan nutrisi
- Pasien mengatakan mual kurang dari kebutuhan
muntah y
- Pasien mengatakan makan Mual dapat
hanya habis 2-3 sendok dari merangsang output
porsi rumah sakit. dari dalam tubuh
- Pasien mengatakan BB

21
sebelum sakit 55kg TB 165
cm. Muntah-muntah
Do:
- BB selama sakit menjadi
53kg. Tubuh kekurangan
- Wajah tampak pucat, nutrisi
konjungtiva anemis.

Inteks tidak adekuat


Ds: Hospitalisasi Gangguan istirahat dan
- Pasien mengatakan tidur di
(perubahan tidur
malam hari ± 3-4 jam/hari saat
di rumah sakit dan pada siang lingkungan)
hari pasien tidak bisa tidur.
Do:
- Wajah pucat, mata tampak
cowong dan kemerahan, serta
sering menguap.
Ds: Peningkatan frekuensi Gangguan integritas
- Pasien mengatakan daerah
BAB (diare) kulit perianal
anus perih dan sakit
Do:
- Daerah perianal terlihat
Feses sifatnya asam
kemerahan dan lecet
(berbentuk seperti terkena dan mengiritasi kulit
kuku)

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan output berlebihan
(pengeluaran kalium berlebihan karena muntah, diare). Prioritas pertama karena jika
tidak segera ditangani akan terjadi syock hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
tidak adekuat. Dijadikan prioritas kedua karena absorbsi nutrisi diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah. Sedangkan sel darah merah dibutuhkan untuk
mengangkut oksigen ke dalam otak, jika suplai oksigen ke otak berkurang pasien akan
merasa pusing.
3. Gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB
(diare). Kerusakan integritas kulit juga diprioritaskan sebagai diagnosa ketiga setelah

22
nutrisi karena dengan meningkatnya kebutuhan nutrisi dapat mempercepat
penyembuhan luka (Smeltzer, S, C., 2001 : 918)
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak yang harus dipenuhi oleh
semua orang. Dengan istirahat yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal.

3.4 INTERVENSI
NO PERENCANAAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Dx Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan 1. Mengetahui kondisi
1 keperawatan selama 3x24 darah, suhu, nadi dan pasien
jam diharapkan masalah respirasi 2. Mempertahankan
kebutuhan cairan adekuat 2. Anjurkan banyak kebutuhan cairan dan
dengan kriteria hasil minum cairan elektrolit
1. Tidak ada tanda yang mengandung 3. Mempertahankan
dehidrasi dengan hasil elektrolit (oralit, keseimbangan cairan
turgor kulit elastis, larutan gula garam). dan mempercepat
mukosa bibir lembab, 3. Kolaborasi dengan proses penyembuhan
feses konsistensi lembek dokter untuk 4. Membantu pasien
atau padat pemberian cairan IV dalam memperluas
2. Tekanan darah 120/80 Obat antidiare dan pengetahuan tentang
mmHg, nadi 60- antibiotik. cara pemenuhan
100x/menit, suhu 36,5- 4. Berikan pengetahuan cairan dan elektrolit
37,5, respirasi 16- tentang cara
20x/menit pemenuhan cairan
dan elektrolit

Dx Setelah dilakuykan 1. Kaji intake klien 1. Sebagai informasi


2 intervensi selama 3x24 jam 2. Jelaskan kepada dasar untuk
diharapkan pemenuhan klien tentang perencanaan awal
nutrisi klien terpenuhi pentingnya nutrisi dan validasi data
dengan kriteria hasil tubuh 2. Membantu pasien
1. Pemenuhan nutrisi klien 3. Tingkatkan intake dalam memperluas
terpenuhi makanan melalui pengetahuan tentang
2. BB klien meningkat 0,5 - Kurangi nutrisi
ons dalam 3 hari gangguan dari 3. Cara khusus
3. IMT 18,5 luar tingkatkan nafsu
4. Tidak terjadi mual dan - Sajikan makanan makan
muntah dalam kondisi - Meningkatkan
5. Nafsu makan klien hangat intake makanan
meningkat ditandai - Jaga kebersihan - Memudahkan
dengan porsi makan mulut klien makanan masuk

23
klien habis. - Berikan makanan - Mulut yang bersih
sedikit tapi meningkatkan
sering nafsu makan
4. Kolaborasi dengan - Mencegah mual
ahli gizi untuk diet 4. Memberikan asupan
dan makanan ringan diet yang tepat
dengan tambahan
makanan yang
disukai bila ada
Dx Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dan
1. Kebersihan
3 keperawatan selama di jelaskan pentingnya mencegah
rumah sakit integritas kulit menjaga tempat perkembangbiakan
tidak terganggu dengan tidur kuman
kriteria hasil 2. Demonstrasikan 2. Pembersihan dapat
- Tidak terjadi iritasi : serta libatkan mengontrol bau dan
kemerahan, lecet, keluarga dalam menghilangkan
kebersihan terjaga merawat perianal substansi pengiritasi
- Keluarga mampu dengan 3. Kertas tissu
mendemonstrasikan membersihkan area mengandung minyak
perawatan perianal perianal dengan air yang mempunyai
dengan baik hangat setiap efek menyejukan,
defekasi melindungi kulit,
3. Keringkan area mengurangi kontak
perianal kemudian kulit perianal dangan
usap dengan tissu, asam dari cairan
berikan pelindung feses
kulit (salep, krim 4. Pakaian katun
desitin) pada daerah meningkatkan
perianal sirkulasi darah lebih
4. Instruksikan kepada baik untuk
keluarga klien meningkatkan
untuk menggunakan kekeringan area
pakaian dari bahan perineal karena
katun bukan nilon kelembaban
5. Atur posisi tidur meningkatkan
atau duduk dengan pertumbuhan bakteri
selang waktu 2-3 5. Melancarkan
jam vaskulerisasi,
mengurangi
penekanan yang
lama sehingga tidak
terjadi dekubitus dan
iritasi
Dx Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan 1. Untuk mengetahui
4 keperawatan selama 1x24 dan kebiasaan pola tidur klien
jam kebutuhan istirahat dan istirahat dan tidur selama, sebelum dan

24
tidur terpenuhi dengan klien sesudah sakit.
kriteria hasil klien bisa tidur 2. Kaji penyebab 2. Mengetahui
nyenyak dan ekspresi wajah gangguan istirahat penyebab dan
segar dan tidur klien tindakan mengatasi
3. Ciptakan dan jaga gangguan tersebut
suasana lingkungan 3. Suasana bersih dan
fisik klien yang tenang dapat
tenang sesuai membuat pasien
dengan keadaan dan tidur dengan
kebutuhan klien. nyenyak.
4. Bersihkan keluhan 4. Klien merasa
klien dan lakukan nyaman, dapat tidur
tindakan untuk dengan tenang tanpa
mengatasinya gangguan apapun

3.5 IMPLEMENTASI
Nama pasien : Tn.R No. RM : 184395
Dx medis : diare
Tanggal / waktu Dx Keperawatan Catatan keperawatam Paraf
30-1-2009 Gangguan 1. Memonitor
08:00 keseimbangan cairan tekanan darah,
dan elektolit suhu, nadi dan
berhubungan dengan respirasi
output berlebihan 2. Menganjurkan
banyak minum
cairan
yang mengandun
g elektrolit (oralit,
larutan gula
garam).
3. Berkolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
cairan IV :
Memberikan
cairan 0,7 %
sodium chlorida
20 tpm
Memberikan obat
antidiare dan
antibiotik
4. Memberikan
pengetahuan
tentang cara
25
pemenuhan
cairan dan
elektrolit

3.6 EVALUASI

TINDAKAN DAN NAMA : Tn.R


EVALUASI UMUR : 41 tahun
NO RM: 184395
Hari / No TINDAKAN EVALUASI PARAF
tgl/ jam Dx PERAWATAN
Senin, 1 1. Memonitor S:
31-01- tekanan darah, 1. Pasien
2009 suhu, nadi dan mengatakan
respirasi BAB masih
08:00 2. Menganjurkan encer
banyak minum 2. Pasien minum
cairan 6 gelas sehari
yang mengand O:
ung elektrolit 1. Mulut pasien
(oralit, larutan masih tampak
gula garam). kering, turgor
3. Memberikan elastis, feses
cairan 0,7 % konsistensi
sodium encer
chlorida 20 2. TD 130/80
tpm mmHg, Nadi
Memberikan 80x/menit,
obat anti diare suhu 37°C,
dan antibiotik RR 22x/menit
sesuai dengan A: Masalah teratasi
hasil sebagian
kolaborasi P: Lanjutkan
4. Memberikan intervensi
pengetahuan 1 dan 3.
tentang cara
pemenuhan
cairan dan
elektrolit

26
Selasa 1. Memonitor S:
tekanan darah,
01-02- 1. Pasien
suhu, nadi dan
2009 respirasi mengatakan
12:00 diare sudah
2. Memberikan
cairan 1000 cc tidak encer
RL (20
2. Minum air
tts/menit)
Memberikan putih 8 gelas
obat anti diare
sehari
dan antibiotik
sesuai hasil O:
dari kolaborasi
1. Mulut pasien
lembab, turgor
elastis, feses
konsistensi
lembek
3. TD 120/80
mmHg, Nadi
80x/menit,
suhu 36,5°C,
RR 22x/menit
A: Masalah teratasi
P:Intervensi
dihentikan

27
BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Dari hasil penerapan proses keperawatan yang kelompok kami lakukan pada Tn. R
dengan Gastroenteritis di RSUD Sragen dapat ditemukan 4 diagnosa keperawatan yang
muncul yaitu:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan output berlebihan
(pengeluaran kalium berlebihan karena muntah, diare).
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat.
3. Gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB
(diare).
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi).
4.2. Saran
- Bagi Institusi
Diharapkan dapat menambah koleksi bacaan diperpustakaan sehingga mudah dalam
pembuatan tugas.
- Bagi Mahasiswa S1 Keperawatan
Diharapkan data ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan askep yang mengacu
pada standart SNL (Standart Nursing Language) yang dianjurkan oleh NANDA

28

You might also like