Professional Documents
Culture Documents
Bisnis S PDF
Bisnis S PDF
Indah Piliyanti 1
Abstract
The differences between Islamic business institution and non Islamic business institutions are re-
lated to the values of such institutions. Islamic business institution should be based on ethical and
religious values. In turn, the corporate culture of Islamic business institution should be understood
by all party in the organization. The Islamic business institutions would have different perspective
on corporate culture concept with their conventional counterparts, which would affect their per-
formance. This paper tries to discuss about the corporate culture in Islamic business institutions.
We can learn from the corporate culture of Bank Muamalat Indonesia’s experience, the first Is-
lamic bank in Indonesia which practices the unique corporate culture called the Celestial Man-
agement. This concept tried to transform religious messages from Al-Quran and Hadits in business
matters. This Corporate culture could be the competitive advantages in the global market. It could
be a model toward another Islamic business institutions in Indonesia.
Keywords: The Celestial Management, Corporate Culture, Bank Muamalat Indonesia)
PENDAHULUAN
Islam sebagai sebuah agama sempurna, memiliki seperangkat aturan yang dapat digunakan
sebagai panduan dalam meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pedoman tersebut tidak hanya
bertumpu pada ibadah mahdhah (hubungan pada Allah) namun, mengatur pula masalah muamalah.
Pedoman Islam dalam bidang muamalah atau kegiatan bisnis terkait dengan hal-hal yang di
perbolehkan dan tidak diperbolehkan.2 Di samping itu, konsep kerjasama dalam menjalankan sebuah
usaha/bisnis telah di kenal dalam fiqh diantaranya melalui konsep syirkah. Saat ini, konsep syirkah
modern mewujud dalam sebuah organisasi bisnis di berbagai industri.
Sejak kebangkitan Ekonomi Islam tahun 1970an, banyak bermunculan institusi bisnis syariah
yang menawarkan alternatif bagi masyarakat muslim di dunia, diantaranya melalui industri keuangan.
Kehadiran institusi bisnis syariah di tengah persaingan bisnis non syariah (konvensional), membawa
sejumlah konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis –syariah dan konvensional–
membutuhkan perlakuan berbeda dalam prakteknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi
bisnis syariah harus mengacu pada aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilai-
nilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi pedoman dalam operasional sehari-hari dalam institusi
tersebut.
Salah satu institusi bisnis syariah yang dikenal pertama oleh masyarakat di berbagai negara,
termasuk Indonesia adalah Bank Islam. Bank Islam atau lazim disebut dengan bank syariah adalah
bank yang sistem operasionalnya berdasarkan ajaran Islam. Bank syariah hadir sebagai solusi bagi
1
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
E-mail: indah.piliyanti@gmail.com
2
Sebagai ilustrasi hal-hal yang diperbolehkan adalah berniaga (berdagang) seperti dalam QS. 2:275. Sekaligus hal
yang dilarang adalah pemungutan riba dalam ayat yang sama.
umat Islam di bidang keuangan di tengah perkembangan bank konvensional Penerapan prinsip-
prinsip ekonomi Islam seperti konsep bagi hasil, memungkinkan keadilan dan kesejahteraan
masyarakat terwujud.
Bunga bank3 diyakini sebagai sebuah bentuk kezaliman finansial yang menjadikan ketidakadilan
dalam berekonomi muncul. Sehingga saat ini masyarakat dunia –bukan hanya umat Islam tapi juga
non muslim– mengakui konsep bank syariah sebagai sebuah pilihan di tengah layanan bank
konvensional.
Sebuah bank syari’ah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah4.
Lingkungan kerja ini merupakan salah satu dari beberapa perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam seluruh proses kerja pada bank syariah harus
mengacu pada nilai-nilai ajaran agama Islam dalam berbisnis. Bank syariah dalam prakteknya,
memiliki tanggungjawab ganda selain menjalankan fungsi bisnis secara professional juga menjaga
nilai-nilai islami dalam operasional bank sehari-hari. Sehingga, penerapan nilai-nilai yang diakui
bersama menjadi sebuah keharusan dalam rangkaian budaya organisasi.
Dalam perkembangannya, bisnis syariah tidak hanya monopoli industri perbankan syariah
semata. Bisnis syariah telah merambah pada industri lainnya seperti asuransi syariah, pegadaian
syariah, pasar modal syariah bahkan saat ini muncul hotel syariah5. Diperkirakan, sektor industri
lainnya akan meramaikan bisnis berbasis spiritual ini. Perkembangan bisnis syariah dari sisi kuantitas,
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas penerapan budaya organsisi.
Tulisan ini akan mendiskusikan konsep corporate culture atau budaya organisasi dalam bisnis
syariah. Lebih jauh, secara khusus akan melihat pengalaman Bank Muamalat Indonesia (BMI),
sebagai bank syariah pertama di Indonesia, khususnya tentang budaya kerja. Budaya kerja BMI,
terangkum dalam sebuah konsep yang disebut dengan the celestial management.
Pembagian pembahasan dalam makalah terdiri dari: bagian pertama, pembahasan umum tentang
budaya organisasi yang terdiri dari pengertian, tujuan, bentuk dan fungsi budaya organisasi. Bagian
kedua akan membahas pengalaman BMI dalam menerapkan konsep manajemen yang dikenal dengan
the celestial management dan digunakan sebagai budaya organisasi di lingkungan kerja BMI.
Pemahaman karyawan serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Bagian akhir dari tulisan
akan membahas peran strategis budaya organisasi dalam pengembangan bisnis syariah di tengah
persaingan globalisasi ekonomi yang tidak bisa dihindari.
TELAAH TEORITIS
Topik mengenai budaya organisasi merupakan topik penting untuk di kaji karena dari sini,
akan terkuak identitas sebuah organisasi bisnis. Dengan mengetahui posisinya diantara organisasi
bisnis lainnya, diharapkan akan di ketahui kelemahan dan keunggulan yang dimiliki organisasi
bisnis tersebut.
3
Bunga bank, sampai saat ini tetap masih menjadi perdebatan. Sebagian pendapat meyakini bahwa bunga bank bukan
riba. Sebagian lagi meyakini bahwa bunga bank adalah riba yang di haramkan dalam Islam. Untuk bacaan lebih lajut,
baca misalnya: Samsul Anwar, Bunga dan Riba dalam Perspektif Hukum Islam, hal 1-33 dalam Jurnal Tarjih Edisi ke 9
Januari 2007 Yogyakarta.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute 2000) edisi
khusus hal. 198
5
Di Indonesia, Hotel Sofyan di Jakarta telah mengawali praktik bisnis syariah di bidang industri perhotelan. Hotel ini
berdiri pada tahun 1970an dan di konversi menjadi hotel syariah pada tahun 2003. Setelah melakukan konsolidasi penerapan
prinsip syariah, kinerja keuangan meningkat. Dari 2003-2004 terjadi kenaikan pendapatan operasi sebesar 15,13%,
2004-2005 naik 14,81%, sayangnya pada 2006 lalu kenaikan hanya 4,77%. Karena imbas kenaikan harga BBM pada
akhir 2005 yang membuat laju dunia usaha melambat. Bahkan, menurut Republika on-line, di Semarang telah hadir hotel
syariah: Ohi Semesta selanjutnya baca dalam “Phi Semesta, Hotel Syariah di Semarang http://www.republika.co.id/
koran/17/49695/ Phi_Semesta_Hotel_Syariah_di_Semarangaccecess on June 2, 2009
Penelitian Kotter dan Hasket mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara budaya organisasi
dan kinerja perusahaan. Mereka berkesimpulan bahwa budaya merupakan nilai dominan yang
didukung oleh organisasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki komitmen untuk menghasilkan barang atau jasa
yang berkualitas bagi konsumen sudah pasti memiliki budaya organisasi yang kuat tertanam pada
setiap anggota dalam organisasi tersebut.6
6
John P. Kotter dan James L Hasett, Corporate Culture and Performance, alih bahasa Rony Antonius Rusli, (Jakarta:
Prehallindo, 1992). Hasil penelitian Erni R. Ernawan, Pengaruh dan Orientasi Etika terhadap Kinerja Perusahaan
Manufaktur, dalam Usahawan No. 9 Th. XXXIII September 2004, juga menemukan hal yang sama, bahwa budaya
organisasi berpengaruh pada kinerja perusahaan.
7
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa
Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 289
8
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher,
1997), hal. 12
9
Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005), hal. 285
dalam perusahaan atau organisasi tersebut.10 Tujuan setiap organisasi bisnis utamanya adalah
mencari keuntungan/laba. Setiap pedoman dan nilai yang di bangun oleh sebuah organisasi pada
muaranya agar setiap anggota organsisasi mencapai tujuan-tujuan bisnis.
Sedangkan budaya organisasi dari sebuah perusahaan merupakan identitas bagi mereka. Budaya
inilah yang kemudian membedakan satu organisasi bisnis satu dengan lainnya. Sehingga seluruh
komponen anggota dari organisasi bisnis harus mengetahui serta menerapkannya dalam perilaku
dalam bekerja. Dengan mematuhi dan menerapkan nilai-nilai yang berlaku dalam perusahaan
tersebut, selanjutnya akan menimbulkan komitmen atau kepemilikan individu tersebut dalam sebuah
organsisasi.
Tidak terlihat**
Nilai-nilai yang diungkapkan. Asumsi dasar dan
keyakinan
Dari gambar di atas, pada bentuk atau tingkatan budaya terlihat*, budaya yang dapat kita lihat
pada tingkatan permukaan/kulit luar dari organisasi bisnis. Pada bentuk atau tingkatan budaya
tidak terlihat** nilai-nilai yang lebih dalam dan pemahaman bersama yang dipegang oleh anggota
organisasi. Bentuk budaya atau tingkatan budaya organsasi dalam performance bentuk fisik dapat
langsung terlihat dan diidentifikasi, namun pada level tingkatan budaya organisasi yang lebih dalam,
bentuk budaya bersifat abstrak karena tersusun dari nilai-nilai atau values yang menjadi dasar
terbentuknya budaya dalam organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins, budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi:
adalah sebagai berikut: (1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas: artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain; (2) Budaya membawa
suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen
10
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku dan Budaya Organisasi, Cet pertama (Bandung: Refika Aditama, 2005),
hal. 114
pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang serta (4) Budaya itu
meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para karyawan.12
Sedangkan menurut Schein budaya organisasi memiliki fungsi sebagai solusi untuk dapat beradaptasi
dengan pihak luar organisasi (eksternal) dan konsolidasi dalam tubuh organisasi (internal).13 Fungsi
budaya organisasi menurut Schein ini, memiliki dua dimensi sekaligus internal dan eksternal.
Perkembangan bisnis dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang besar. Globalisasi
ekonomi sebagai sebuah kenyataan saat ini dimana satu organisasi bisnis satu negara dapat dengan
mudah memasuki negara lain dengan kemampuan modal mereka. Suka tidak suka, perubahan
lingkungan eksternal tersebut, dapat mempengaruhi organisasi bisnis di suatu negara. Oleh karena
itu, budaya organisasi memegang kendali penuh untuk membentengi perubahan lingkungan eksternal
dan secara arif menyikapi perubahan dengan positif. Dengan mengetahui fungsi budaya organisasi
maka penting bagi manajemen sebuah oranisasi bisnis untuk selalu concern dalam meningkatkan
kekuatan budaya perusahaan yang di wujudkan dalam peraturan dan kebijakan perusahaan. Agar
budaya organisasi tertanam kuat dalam diri setiap anggota organisasi.
PEMBAHASAN
Belakangan ini, concern perusahaan-perusahaan besar terhadap aspek etikal telah berkembang
lebih jauh menuju ke “spiritualisasi” manajemen. Perkembangan baru tersebut telah mendorong
perusahaan-perusahaan besar untuk meningkatkan spiritualitas para pimpinan dan karyawannya.
Hal ini terjadi bukan semata-mata karena munculnya kecenderungan baru di negara-negara maju
pada spiritualitas, melainkan juga karena adanya kaitan yang amat erat antara spiritualitas dengan
keberhasilan bisnis.14 Keneth Blanchard dalam bukunya “The Power of Ethical Management”
juga berpendapat bahwa moralitas yang tinggi adalah awal menuju kesuksesan bisnis.15
Salah satu sumber dari etika dan spiritualitas adalah berakar dari ajaran agama.16 Islam sebagai
agama rahmatan lil alamin, memiliki sistem nilai yang mengatur manusia dalam ibadah dan
muamalah sebagai bekal kehidupan di dunia, untuk pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bidang muamalah (bisnis) tercermin dalam sistem nilai yang harus di terapkan agar berbisnis berjalan
fair, adil, menguntungkan serta sustainable (berkelanjutan dimasa mendatang).
Kehadiran institusi bisnis syariah17, di tengah persaingan bisnis non syariah membawa sejumlah
konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis membutuhkan perlakuan berbeda dalam
11
Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005, hal. 286
12
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa
Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 294
13
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher,
1997), hal. 12
14
Haidar Bagir, “Dari Etika ke Mistisisme” dalam Gay Hendrick dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, Alih
bahasa Fahmy Yamani, Cet. I (Bandung: Kaifa, 2002), hal. xiv.
15
Ibid, hal. Xiii
16
Reni Panuju, Etika Bisnis, Tinjauan Empiris dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat, (Jakarta: Grasindo 1995),
hal. 4.
17
Bisnis Syariah atau menurut Ismail Yusanto dan Karebet Widjadja Kusuma menyebutnya bisnis Islami dikendalikan
oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non
islami. Dengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan
aturan halal haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan
bisnis. Selanjutnya baca dalam: Ismail Yusanto dan Karebet Widjadjakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema
Insani Press. hal. 21
praktiknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi bisnis syariah harus mengacu pada aturan
syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi
pedoman dalam operasional sehari-hari.
Salah satu contoh budaya kerja18yang diterapkan di institusi bisnis syariah adalah sifat yang
merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah, dan Tabligh. Di samping sifat,
budaya organisasi dari institusi syariah juga harus mencerminkan nilai-nilai Islam, misalnya dalam
cara melayani nasabah, cara berpakaian, membiasakan shalat jamaah, doa di awal dan di akhir
bekerja dan sebagainya. Hal inilah yang diterapkan di Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua
di Indonesia.19 Para anggota organisasi bisnis/ karyawan di dalamnya, mengacu pada nilai-nilai
yang telah di bangun oleh pendiri dan pengelola perusahaan dalam mencapai tujuan tujuan organisasi
bisnis syariah yakni mencapai falah20.
18
Budaya perusahaan sering juga disebut budaya kerja, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance)
Sumber Daya Manusia (SDM); makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Selanjutnya
baca dalam http://pascasarjana-stiami.com/2009/03/30/budaya-organisasi/
19
Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2003. hal.
72
20
Konsep falah merupakan tujuan ekonomi Islam. Falah atau di artikan kejayaan di dunia dan di akhirat adalah tujuan
yang ingin di raih oleh institusi bisnis Islam, sedangkan ekonomi sekuler untuk kepuasan di dunia saja. Untuk bacaan
lebih lanjut lihat misalnya: Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Prenada 2006
21
A. Riawan Amin, The celestial management, Cet. 1 (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), hal. 21
22
Ibid., hal. 8
(menempatkan CEO sebagai pusat koordinasi yang perintahnya harus dijalankan kru tanpa
terkecuali) melainkan getting God-will done to the people (CEO menfasilitasi sebuah lingkungan
yang sesuai dengan spirit moral, yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan manusia, sekaligus
Tuhan. Kru –sebutan khusus bagi karyawan BMI- tidak pada posisi pasif, sebaliknya memberikan
masukan dan pemikiran.23
23
Ibid., hal.xiv
24
Ensiklopedi Islam Indonesia jilid II, Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Cetakan 2 Edisi revisi, ( Jakarta:
Djambatan, 2002), hal. 447-448
25
Ibid., hal. 449
26
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 111
27
Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen,. hal. 73
28
Kamus Inggris Indonesia, Cetakan xxv oleh John M Encols dan Hassan Sadily, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal.
482
result utama yang hendak dicapai adalah kebahagiaan alam akhirat.29; (5) Power Sharing. Secara
bahasa berarti kekuasaan/kekuatan30. Kekuasaan dan atau kekuatan biasanya dimiliki sebuah
organisasi baik kecil maupun pada tataran sebuah negara. Kecenderungan sebuah kekuasaan adalah
pada upaya untuk mengatur dan mempengaruhi kekuatan lain yang lebih kecil. Oleh karena itu
agar sebuah kekuasaan terkendali dan sesuai dengan hukum yang berlaku harus dibatasi kewenangan
dan tanggungjawabnya. Jika ini diabaikan maka penyalahgunaan kekuasaan menjadi sebuah
keniscayaan.Dalam konteks Muamalat, power harus di bagi (share) serta diimbangi kontrol agar
lebih fokus dan terkendali. Penggagas konsep the Celestial Management mendesain agar power
dalam Muamalat tidak terfokus pada pimpinan puncak Cheif Executive Officer (CEO) maka terdapat
mekanisme power sharing dimana memungkinkan untuk saling mengontol dan menjalankan tugas
dan kewajibannya lebih fokus dan terkendali; (6) Information Sharing. Information dalam bahasa
Indonesia diartikan keterangan31. Sehingga information sharing dapat diartikan berbagi informasi
/keterangan. Keterangan terdiri dari data-data terkait dengan masalah tertentu. Keterangan dalam
sebuah organisasi bisnis yang berorientasi profit dapat berupa data keuangan serta data lainnya
yang menunjukkan kinerja dari sebuah institusi bisnis tersebut. Tujuan dibuatnya sejumlah informasi
tersebut adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan usaha yang diperlukan bagi
para stakeholder. Information sharing dalam konsep the celestial management merupakan sebuah
bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) bank Muamalat pada seluruh stakeholder: investor,
nasabah, pengurus serta karyawan. Karena pada dasarnya dana yang dikembangkan bank Muamalat
merupakan dana amanah; (7) Knowledge Sharing. Knowledge secara bahasa diartikan pengetahuan/
ilmu pengetahuan32. Dengan demikian knowledge sharing dapat diartikan berbagi ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah organisasi bisnis knowledge menempati posisi penting untuk dapat bersaing ditengah
perkembangan bisnis yang turbulen saat ini. Dalam sebuah organisasi bisnis agar knowledge dapat
berkembang maka harus dibagi (share) antara anggota organisasi satu dengan lainnya. Berbagai
cara dapat ditempuh untuk mendapatkan knowledge baik melalui jalur formal (akademik) maupun
informal (pelatihan dan pengembangan keahlian). Dalam konteks Muamalat, proses pembentukan
knowledge sharing perbankan tidak hanya secara klasikal. Manajemen juga memberlakukan proses
penggalian ilmu melalui pertemuan tatap muka dimana pengajar bukan datang mengisi kekosongan
otak murid, melainkan ia berusaha menggali ilmu itu kepada sang murid.33 Atribut knowledge
sharing yang digagas Amin menekankan pada berjalannya sebuah proses berbaginya knowledge/
ilmu pengetahuan dalam tubuh Muamalat diantara seluruh komponen bank Muamalat. Sharing
tidak hanya pada saat adanya pelatihan akan tetapi dapat berlangsung dari keseharian kru di
lingkungan kerja; (8) Rewards Sharing. Reward secara bahasa berarti hadiah/hukuman.34 Sehingga
reward sharing dapat diartikan berbagi hadiah/hukuman. Arti harfiah reward diatas memiliki dua
dimensi yaitu positif berupa hadiah dan dimensi negatif berupa hukuman. Artinya jika diaplikasikan
pada sebuah organisasi bisnis adalah apabila seseorang meraih sebuah kesuksesan (memenuhi tar-
get yang ditetapkan perusahaan) maka dia akan memperoleh reward positif dan begitu sebaliknya
apabila mengalami kegagalan maka akan memperoleh reward negatif berupa hukuman. Dalam
konteks Muamalat reward adalah bentuk kompensasi baik yang bersifat materil maupun imateril
yang diterima oleh para kru, dikaitkan dengan business result mereka.35 Dengan demikian di Bank
Muamalat tidak hanya reward positif berupa kompensasi atas hasil kerja baik material maupun
29
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 124
30
Kamus Inggris Indonesia., hal. 441
31
Kamus Inggris Indonesia., hal. 321
32
Kamus Inggris Indonesia., hal. 344
33
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 173
34
Kamus Inggris Indonesia., hal. 485
35
A. Riawan Amin, The Celestial., hal 177
imaterial akan tetapi reward negatif juga diberikan bagi kru/ cabang yang tidak memenuhi target;
(9) Militan. Dalam kamus bahasa Indonesia militan berarti: bersemangat tinggi, penuh gairah.36
Artinya seorang yang memiliki sifat militan akan selalu mengobarkan semangatnya untuk mencapai
tujuan yang menjadi cita-citanya. Walaupuan tantangan dan hambatan yang harus dihadapi berat
akan tetapi dengan sikap militan ini seseorang akan mampu menghadapinya dengan baik. Dalam
konteks Muamalat, sikap militan seharusnya menjadi sikap dasar bagi setiap kru. Kru Muamalat
harus bersemangat tinggi mengabdikan dirinya untuk pengabdian ekonomi umat. Mereka
menempatkan Muamalat sebagai wadah perjuangan.37 Artinya apabila sikap militan dimiliki oleh
setiap kru, maka mewujudkan Muamalat sebagai wadah perjuangan dakwah menjadi sebuah
keniscayaan. Tanpa sikap ini, memimpikan bank Muamalat sebagai bank pertama murni syariah
akan sia-sia; (10) Intelek. Dalam kamus bahasa Indonesia intelek (istilah psikologi) berarti daya/
proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan atau kecerdasan berpikir.38
Pengertian tersebut dapat berarti juga orang yang memiliki kepandaian. Sejarah mencatat Nabi
Muhammad SAW memiliki tingkat intelektualitas tinggi, ini dibuktikan dengan kesuksesan beliau
dalam berdakwah maupun berbisnis. Sifat ini dikenal dengan “fathanah”. Dalam konteks Muamalat,
sikap dan cara kerja seorang kru Muamalat yang intelek didasari oleh prasangka baik kepada Allah
sebagai pengaruh zero base, iman, militansi dan rasa aman.39 Konsep the celestial management
menempatkan intelektualitas sebagai dasar bagi seorang kru dalam melaksanakan amanah para
nasabah yang menimpan dananya di Muamalat. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan bisnis
tidak mendasarkan pada feeling ataupun intuisi akan tetapi dengan kemampuan berfikir yang cerdas
dan amanah (11) Kompetitif. Secara bahasa kompetitif berhubungan dengan kompetisi (persaingan).40
Persaingan terjadi disegala bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari dinamika yang berkembang
disetiap lini kehidupan. Agar memiliki kemampuan untuk bersaing (berkompetisi) dalam bidang
apapun maka dibutuhkan kemampuan berfikir, berkarya dan berkreasi setiap saat. Terlebih lagi
lingkungan bisnis yang berkembang pesat sehingga persaingan bisnis tinggi. Dalam konteks
Muamalat, sumber daya insani yang mumpuni adalah kru yang memiliki dua syarat: militan dan
intelek. Kru selalu diarahkan untuk bisa kompetitif. Kru yang kompetitif pada gilirannya akan
mengarahkan organisasi memiliki daya saing yang tinggi ditengah kompetisi yang ada.41 serta (12)
Regeneratif. Secara bahasa regeneratif berasal dari kata sifat regenerasi: yang berhubungan dengan
penggantian dari generasi tua kepada generasi muda/peremanjaan42.. Ringkasnya, 12 atribut konsep
the Celestial Management terlihat dalam gambar 2 berikut:
36
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cetakan 9, Tim Penyusunan Kamus Pusat Pengembangan Bahasa, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hal. 516
37
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 221
38
Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 383
39
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 228
40
Kamus Besar Bahasa Indonesia,. hal. 516
41
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 234
42
Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 827
Elemen budaya organisasi yang terdiri duabelas atribut di atas, diaplikasikan dalam bentuk
program kerja, mekanisme dan pedoman bagi setiap anggota BMI yang kemudian membentuk
mozaik muamalat. Misalnya untuk memperkuat budaya Islam dalam operasional sehari-hari terdapat
ritual khusus: berdoa bersama, berjamaah sholat Zhuhur dan Ashar, kajian rutin setelah shalat
ashar, baik harian maupun pengajian bulanan. Penerapan dalam tim kerja tercermin pada mekanisme
program kerja dimana memungkinkan setiap karyawan dapat sharing mengenai segala hal yang
terkait dengan masalah yang muncul berkaitan dengan nasabah. Sehingga dalam duabelas elemen
budaya organisasi, memiliki dimensi pengembangan individu dan tim kerja yang solid.43
Setiap organisasi merupakan suatu satuan kerja yang mempunyai ciri-ciri, kondisi, kepribadian,
system nilai, keyakinan, etos kerja dan masalah yang sifatnya khas. Setiap organisasi sifatnya unik.
Salah satu aspek organisasi yang unik sifatnya adalah kultur yang dianut dan berlaku bagi semua
orang dalam organisasi yang bersangkutan. Kultur itulah yang membedakan satu organisasi dari
organisasi lain, meskipun bergerak dalam kegiatan yang sejenis. 44Bisnis syariah yang saat ini bukan
hanya monopoli industri perbankan syariah, akan tetapi tengah merambah pada industri lainnya.
Ke depan akan menghadapi persaingan ketat dimana masing-masing perusahaan akan menampilkan
ciri khas yang membedakan dengan yang lain. Satu hal yang harus tetap di jaga dan di pertahankan
adalah kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah (shariah compliance) sebagai konsekuensi atas
nama bisnis syariah yang di sandangnya dalam penyusunan elemen budaya organisasi.
Dari pengalaman BMI, institusi bisnis syariah lainnya dapat belajar membangun, menyusun
budaya organisasi yang khas sesuai kepribadian, sejarah berdirinya organisasi dengan tetap mengacu
pada nilai-nilai agama. Untuk mengajarkan dan menularkan budaya organisasi kepada anggota
baru dalam organisasi, para pendiri penggagas serta penerus organisasi memerlukan komitmen
kuat serta strategi agar budaya organisasi tersebut mengakar pada setiap anggota organisasi.
Pemahaman budaya organisasi mutlak sifatnya karena melalui pemahaman itulah setiap orang
dalam organisasi melakukan berbagai bentuk dan jenis penyesuaian sehingga yang bersangkutan
menampilkan perilaku yang menggambarkan system nilai, keyakinan dan etos kerja yang dianut
oleh organisasi. Budaya organisai dapat dikatakan kuat atau lemah tergantung pada bagaimana
ekselensia kultur organisasi ditumbuhkan dan dipelihara.
PENUTUP
Fenomena yang sering diramalkan akan menjadi trend di abad XXI ini adalah munculnya
berbagai aliran spiritual sebagai reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan pada hal-
hal material-profan. Manusia ingin kembali menengok dimensi spiritualnya yang selama ini
dilupakan.45 Bentuk spiritualisme-pun ternyata tidak hanya terkait dengan masalah keyakinan dalam
bentuk ritual keagamaan semata, akan tetapi telah memasuki lingkungan bisnis. Fenomena tersebut,
dapat dijumpai pada institusi bisnis syariah. Bukti empiris di lapangan membuktikan bahwa
organisasi bisnis yang memegang teguh etika dan mengacu pada nilai-nilai spiritual meraih sukses
dan dikenal pasar46. Dengan kata lain, organisasi binsis yang memiliki budaya organisasi yang
kuat, akan meraih sukses di pasar. Dalam konteks bisnis syariah, pengalaman BMI, dari hasil
penelitian Piliyanti (2006) menunjukkan bahwa pemahaman karyawan akan budaya organisasi
43
Lihat dalam Indah Piliyanti, Penerapan Konsep the Celestial Management studi pada Bank Muamalat Indonesia
Cabang Yogyakarta, (Tesis MSIYogyakarta: UII 2006) hal. 72
44
Sondang Siagian. Manajemen Stratejik, cetakan kelima, (Bumi Aksara: Jakarta 2003) hal. 247
45
Ruslani, (Editor), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Cet pertama (Yogyakarta: Qalam, 2000), hal.vi
46
Bukti empiris ini, berlaku pada organisasi bisnis non syariah, akan tetapi menerapkan nilai-nilai etis dalam bisnisnya.
hasil penelitian Gay Hendrik dan Kate Ludeman dalam Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic.
Alih bahasa Fahmi Yamani. Bandung: Kaifa. Cetakan. I, hal 37-46
47
Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang Yogyakarta), Tesis MSI.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Hal 45-53
48
ibid
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan Kompetitif,
BPFE. Cetakan 1.Yogyakarta.
Amin, A. Riawan, 2004. The Celestial Management, Senayan Abadi Publishing. Cetakan
Pertama. Jakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institute,
Edisi Khusus, Jakarta.
Daft, Richard L, 2003. Management, 2. Alih bahasa Edward Tanujaya dan Shirly Tiolina,
Salemba Empat. Edisi enam, Jakarta.
Danah, Zohar dan Ian Marshall, 2005. Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis.
Alih bahasa Helmi Mustofa. Mizan. Cetakan Kedua. Bandung.
Edgar, H. Schein, 1997. Organizational Culture and Leadership. Second Edition. Sanfrancisco:
Jossey-Bass Publisher.
Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic. Alih bahasa Fahmi Yamani.
Kaifa. Cetakan. I. Bandung.
Kasali, Renald, 2005. Change. Gramedia. Cetakan kedua. Jakarta.
Kotter, John P dan James L Hasett, 1992. Corporate Culture and Performance. Alih bahasa
Rony Antonius Rusli. Prehallindo. Jakarta.
Luthans, Fred, 1998. Organizational Behaviour (8 th Edition). The Mc Graw-Hill Companies.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Cetakan Pertama. Refika
Aditama. Bandung.
Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang
Yogyakarta), Tesis MSI. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Tidak diterbitkan
Ruslani (Ed.) 2000. Wacana Spiritualitas Timur dan Barat. Qalam. Cetakan Pertama.
Yogyakarta.
Siagian, Sondang, 2003. Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, cetakan kelima. Jakarta.
Suryaningrum, Sri, 2002. Pemahaman Makna Cost oleh Dosen Akuntansi. Tesis. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.