You are on page 1of 12

MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BISNIS SYARI’AH

(Studi pada Bank Muamalat Indonesia)

Indah Piliyanti 1

Abstract
The differences between Islamic business institution and non Islamic business institutions are re-
lated to the values of such institutions. Islamic business institution should be based on ethical and
religious values. In turn, the corporate culture of Islamic business institution should be understood
by all party in the organization. The Islamic business institutions would have different perspective
on corporate culture concept with their conventional counterparts, which would affect their per-
formance. This paper tries to discuss about the corporate culture in Islamic business institutions.
We can learn from the corporate culture of Bank Muamalat Indonesia’s experience, the first Is-
lamic bank in Indonesia which practices the unique corporate culture called the Celestial Man-
agement. This concept tried to transform religious messages from Al-Quran and Hadits in business
matters. This Corporate culture could be the competitive advantages in the global market. It could
be a model toward another Islamic business institutions in Indonesia.
Keywords: The Celestial Management, Corporate Culture, Bank Muamalat Indonesia)

PENDAHULUAN
Islam sebagai sebuah agama sempurna, memiliki seperangkat aturan yang dapat digunakan
sebagai panduan dalam meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pedoman tersebut tidak hanya
bertumpu pada ibadah mahdhah (hubungan pada Allah) namun, mengatur pula masalah muamalah.
Pedoman Islam dalam bidang muamalah atau kegiatan bisnis terkait dengan hal-hal yang di
perbolehkan dan tidak diperbolehkan.2 Di samping itu, konsep kerjasama dalam menjalankan sebuah
usaha/bisnis telah di kenal dalam fiqh diantaranya melalui konsep syirkah. Saat ini, konsep syirkah
modern mewujud dalam sebuah organisasi bisnis di berbagai industri.
Sejak kebangkitan Ekonomi Islam tahun 1970an, banyak bermunculan institusi bisnis syariah
yang menawarkan alternatif bagi masyarakat muslim di dunia, diantaranya melalui industri keuangan.
Kehadiran institusi bisnis syariah di tengah persaingan bisnis non syariah (konvensional), membawa
sejumlah konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis –syariah dan konvensional–
membutuhkan perlakuan berbeda dalam prakteknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi
bisnis syariah harus mengacu pada aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilai-
nilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi pedoman dalam operasional sehari-hari dalam institusi
tersebut.
Salah satu institusi bisnis syariah yang dikenal pertama oleh masyarakat di berbagai negara,
termasuk Indonesia adalah Bank Islam. Bank Islam atau lazim disebut dengan bank syariah adalah
bank yang sistem operasionalnya berdasarkan ajaran Islam. Bank syariah hadir sebagai solusi bagi

1
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta
E-mail: indah.piliyanti@gmail.com
2
Sebagai ilustrasi hal-hal yang diperbolehkan adalah berniaga (berdagang) seperti dalam QS. 2:275. Sekaligus hal
yang dilarang adalah pemungutan riba dalam ayat yang sama.

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 27


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

umat Islam di bidang keuangan di tengah perkembangan bank konvensional Penerapan prinsip-
prinsip ekonomi Islam seperti konsep bagi hasil, memungkinkan keadilan dan kesejahteraan
masyarakat terwujud.
Bunga bank3 diyakini sebagai sebuah bentuk kezaliman finansial yang menjadikan ketidakadilan
dalam berekonomi muncul. Sehingga saat ini masyarakat dunia –bukan hanya umat Islam tapi juga
non muslim– mengakui konsep bank syariah sebagai sebuah pilihan di tengah layanan bank
konvensional.
Sebuah bank syari’ah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah4.
Lingkungan kerja ini merupakan salah satu dari beberapa perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam seluruh proses kerja pada bank syariah harus
mengacu pada nilai-nilai ajaran agama Islam dalam berbisnis. Bank syariah dalam prakteknya,
memiliki tanggungjawab ganda selain menjalankan fungsi bisnis secara professional juga menjaga
nilai-nilai islami dalam operasional bank sehari-hari. Sehingga, penerapan nilai-nilai yang diakui
bersama menjadi sebuah keharusan dalam rangkaian budaya organisasi.
Dalam perkembangannya, bisnis syariah tidak hanya monopoli industri perbankan syariah
semata. Bisnis syariah telah merambah pada industri lainnya seperti asuransi syariah, pegadaian
syariah, pasar modal syariah bahkan saat ini muncul hotel syariah5. Diperkirakan, sektor industri
lainnya akan meramaikan bisnis berbasis spiritual ini. Perkembangan bisnis syariah dari sisi kuantitas,
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas penerapan budaya organsisi.
Tulisan ini akan mendiskusikan konsep corporate culture atau budaya organisasi dalam bisnis
syariah. Lebih jauh, secara khusus akan melihat pengalaman Bank Muamalat Indonesia (BMI),
sebagai bank syariah pertama di Indonesia, khususnya tentang budaya kerja. Budaya kerja BMI,
terangkum dalam sebuah konsep yang disebut dengan the celestial management.
Pembagian pembahasan dalam makalah terdiri dari: bagian pertama, pembahasan umum tentang
budaya organisasi yang terdiri dari pengertian, tujuan, bentuk dan fungsi budaya organisasi. Bagian
kedua akan membahas pengalaman BMI dalam menerapkan konsep manajemen yang dikenal dengan
the celestial management dan digunakan sebagai budaya organisasi di lingkungan kerja BMI.
Pemahaman karyawan serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Bagian akhir dari tulisan
akan membahas peran strategis budaya organisasi dalam pengembangan bisnis syariah di tengah
persaingan globalisasi ekonomi yang tidak bisa dihindari.

TELAAH TEORITIS
Topik mengenai budaya organisasi merupakan topik penting untuk di kaji karena dari sini,
akan terkuak identitas sebuah organisasi bisnis. Dengan mengetahui posisinya diantara organisasi
bisnis lainnya, diharapkan akan di ketahui kelemahan dan keunggulan yang dimiliki organisasi
bisnis tersebut.

3
Bunga bank, sampai saat ini tetap masih menjadi perdebatan. Sebagian pendapat meyakini bahwa bunga bank bukan
riba. Sebagian lagi meyakini bahwa bunga bank adalah riba yang di haramkan dalam Islam. Untuk bacaan lebih lajut,
baca misalnya: Samsul Anwar, Bunga dan Riba dalam Perspektif Hukum Islam, hal 1-33 dalam Jurnal Tarjih Edisi ke 9
Januari 2007 Yogyakarta.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute 2000) edisi
khusus hal. 198
5
Di Indonesia, Hotel Sofyan di Jakarta telah mengawali praktik bisnis syariah di bidang industri perhotelan. Hotel ini
berdiri pada tahun 1970an dan di konversi menjadi hotel syariah pada tahun 2003. Setelah melakukan konsolidasi penerapan
prinsip syariah, kinerja keuangan meningkat. Dari 2003-2004 terjadi kenaikan pendapatan operasi sebesar 15,13%,
2004-2005 naik 14,81%, sayangnya pada 2006 lalu kenaikan hanya 4,77%. Karena imbas kenaikan harga BBM pada
akhir 2005 yang membuat laju dunia usaha melambat. Bahkan, menurut Republika on-line, di Semarang telah hadir hotel
syariah: Ohi Semesta selanjutnya baca dalam “Phi Semesta, Hotel Syariah di Semarang http://www.republika.co.id/
koran/17/49695/ Phi_Semesta_Hotel_Syariah_di_Semarangaccecess on June 2, 2009

28 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010


Indah Piliyanti

Penelitian Kotter dan Hasket mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara budaya organisasi
dan kinerja perusahaan. Mereka berkesimpulan bahwa budaya merupakan nilai dominan yang
didukung oleh organisasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki komitmen untuk menghasilkan barang atau jasa
yang berkualitas bagi konsumen sudah pasti memiliki budaya organisasi yang kuat tertanam pada
setiap anggota dalam organisasi tersebut.6

1. Definisi Budaya Organisasi


Robbins mendefinisikan budaya organisasi sebagai sesuatu yang mengacu pada suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-
organisasi lain. Sistem makna besama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.7 Schein mendefinisikan budaya organisasi
sebagai berikut: A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its prob-
lems of external adaptation and internal integration that has worked well enough to be considered
valid and, therefore, to be taught to new member as the correct way to percieve, think, and feel in
relation to those problems.8 Sedangkan menurut Turner seperti dikutip oleh Kasali, budaya organisasi
(perusahaan) dapat diartikan sebagai: “Norma-norma perilaku, sosial, dan moral yang mendasari
setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para
anggotanya”9
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya
organisasi tersusun dari: seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang
dikembangkan dalam organisasi, dan ditujukan bagi anggota organisasi. Jika Robbins lebih
menekankan sistem nilai yang membedakan organisasi satu dengan lainnya (eksternal). Schein
menekankan nilai-nilai yang dikembangkan organisasi digunakan sebagai solusi intenal maupun
eksternal organisasi.
Ketika sebuah institusi bisnis berdiri, maka mereka telah memiliki nilai-nilai apa yang akan
mereka bangun dan kembangkan agar memiliki perbedaan dengan institusi bisnis lain. Misalnya
“the HP Way”, hawlett package (HP) sebagai sebuah produsen printer, memiliki asumsi dan
keyakinan untuk memberikan kepuasan pelanggan dengan cara bersedia memberi garansi penuh
bagi pelanggan jika printer bahkan cartrige rusak. Cara menangani pelanggan ini, merupakan cara
khas yang di miliki oleh HP yang membedakan dengan produsen lain pada industri yang sama.
Begitu juga dengan institusi bisnis Islam, memiliki perbedaan dengan industri yang sudah ada.
Landasan filosofis dan nilai-nilai yang dibangun, dikembangkan serta dikenalkan kepada karyawan
dalam organisasi, berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama Islam. Nilai-nilai tersebut, menjadi
dasar bagi setiap tindakan anggota organisasi dan perilaku mereka dalam bekerja.

2. Tujuan Penerapan Budaya Organisasi


Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau
organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku

6
John P. Kotter dan James L Hasett, Corporate Culture and Performance, alih bahasa Rony Antonius Rusli, (Jakarta:
Prehallindo, 1992). Hasil penelitian Erni R. Ernawan, Pengaruh dan Orientasi Etika terhadap Kinerja Perusahaan
Manufaktur, dalam Usahawan No. 9 Th. XXXIII September 2004, juga menemukan hal yang sama, bahwa budaya
organisasi berpengaruh pada kinerja perusahaan.
7
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa
Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 289
8
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher,
1997), hal. 12
9
Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005), hal. 285

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 29


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

dalam perusahaan atau organisasi tersebut.10 Tujuan setiap organisasi bisnis utamanya adalah
mencari keuntungan/laba. Setiap pedoman dan nilai yang di bangun oleh sebuah organisasi pada
muaranya agar setiap anggota organsisasi mencapai tujuan-tujuan bisnis.
Sedangkan budaya organisasi dari sebuah perusahaan merupakan identitas bagi mereka. Budaya
inilah yang kemudian membedakan satu organisasi bisnis satu dengan lainnya. Sehingga seluruh
komponen anggota dari organisasi bisnis harus mengetahui serta menerapkannya dalam perilaku
dalam bekerja. Dengan mematuhi dan menerapkan nilai-nilai yang berlaku dalam perusahaan
tersebut, selanjutnya akan menimbulkan komitmen atau kepemilikan individu tersebut dalam sebuah
organsisasi.

3. Bentuk Budaya Organisasi


Dalam sebuah perusahaan budaya organisasi mewuduj dalam dua bentuk yaitu: (1) Bentuk
yang mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh, bentuk
ini diartikan Kasali sebagai visible artifacts. Lapisan yang dapat dilihat secara kasat mata ini terdiri
atas cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol, seperti logo perusahaan,
lambang, merek, slogan, ritual dan sebagainya.11 dan (2) Bentuk yang tidak dapat dilihat seperti
nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat dan proses berfikir dalam organisasi.

Terlihat*. Artifak seperti pakaian, tata ruang kantor


symbol, slogan, upacara resmi

Tidak terlihat**
Nilai-nilai yang diungkapkan. Asumsi dasar dan
keyakinan

Sumber: Richard L Daft, 2003 (dimodifikasi)


Gambar 1. Tingkatan Budaya Organisasi

Dari gambar di atas, pada bentuk atau tingkatan budaya terlihat*, budaya yang dapat kita lihat
pada tingkatan permukaan/kulit luar dari organisasi bisnis. Pada bentuk atau tingkatan budaya
tidak terlihat** nilai-nilai yang lebih dalam dan pemahaman bersama yang dipegang oleh anggota
organisasi. Bentuk budaya atau tingkatan budaya organsasi dalam performance bentuk fisik dapat
langsung terlihat dan diidentifikasi, namun pada level tingkatan budaya organisasi yang lebih dalam,
bentuk budaya bersifat abstrak karena tersusun dari nilai-nilai atau values yang menjadi dasar
terbentuknya budaya dalam organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins, budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi:
adalah sebagai berikut: (1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas: artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain; (2) Budaya membawa
suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen
10
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku dan Budaya Organisasi, Cet pertama (Bandung: Refika Aditama, 2005),
hal. 114

30 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010


Indah Piliyanti

pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang serta (4) Budaya itu
meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para karyawan.12
Sedangkan menurut Schein budaya organisasi memiliki fungsi sebagai solusi untuk dapat beradaptasi
dengan pihak luar organisasi (eksternal) dan konsolidasi dalam tubuh organisasi (internal).13 Fungsi
budaya organisasi menurut Schein ini, memiliki dua dimensi sekaligus internal dan eksternal.
Perkembangan bisnis dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang besar. Globalisasi
ekonomi sebagai sebuah kenyataan saat ini dimana satu organisasi bisnis satu negara dapat dengan
mudah memasuki negara lain dengan kemampuan modal mereka. Suka tidak suka, perubahan
lingkungan eksternal tersebut, dapat mempengaruhi organisasi bisnis di suatu negara. Oleh karena
itu, budaya organisasi memegang kendali penuh untuk membentengi perubahan lingkungan eksternal
dan secara arif menyikapi perubahan dengan positif. Dengan mengetahui fungsi budaya organisasi
maka penting bagi manajemen sebuah oranisasi bisnis untuk selalu concern dalam meningkatkan
kekuatan budaya perusahaan yang di wujudkan dalam peraturan dan kebijakan perusahaan. Agar
budaya organisasi tertanam kuat dalam diri setiap anggota organisasi.

PEMBAHASAN
Belakangan ini, concern perusahaan-perusahaan besar terhadap aspek etikal telah berkembang
lebih jauh menuju ke “spiritualisasi” manajemen. Perkembangan baru tersebut telah mendorong
perusahaan-perusahaan besar untuk meningkatkan spiritualitas para pimpinan dan karyawannya.
Hal ini terjadi bukan semata-mata karena munculnya kecenderungan baru di negara-negara maju
pada spiritualitas, melainkan juga karena adanya kaitan yang amat erat antara spiritualitas dengan
keberhasilan bisnis.14 Keneth Blanchard dalam bukunya “The Power of Ethical Management”
juga berpendapat bahwa moralitas yang tinggi adalah awal menuju kesuksesan bisnis.15
Salah satu sumber dari etika dan spiritualitas adalah berakar dari ajaran agama.16 Islam sebagai
agama rahmatan lil alamin, memiliki sistem nilai yang mengatur manusia dalam ibadah dan
muamalah sebagai bekal kehidupan di dunia, untuk pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bidang muamalah (bisnis) tercermin dalam sistem nilai yang harus di terapkan agar berbisnis berjalan
fair, adil, menguntungkan serta sustainable (berkelanjutan dimasa mendatang).
Kehadiran institusi bisnis syariah17, di tengah persaingan bisnis non syariah membawa sejumlah
konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis membutuhkan perlakuan berbeda dalam

11
Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005, hal. 286
12
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa
Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 294
13
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher,
1997), hal. 12
14
Haidar Bagir, “Dari Etika ke Mistisisme” dalam Gay Hendrick dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, Alih
bahasa Fahmy Yamani, Cet. I (Bandung: Kaifa, 2002), hal. xiv.
15
Ibid, hal. Xiii
16
Reni Panuju, Etika Bisnis, Tinjauan Empiris dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat, (Jakarta: Grasindo 1995),
hal. 4.
17
Bisnis Syariah atau menurut Ismail Yusanto dan Karebet Widjadja Kusuma menyebutnya bisnis Islami dikendalikan
oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non
islami. Dengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan
aturan halal haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan
bisnis. Selanjutnya baca dalam: Ismail Yusanto dan Karebet Widjadjakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema
Insani Press. hal. 21

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 31


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

praktiknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi bisnis syariah harus mengacu pada aturan
syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi
pedoman dalam operasional sehari-hari.
Salah satu contoh budaya kerja18yang diterapkan di institusi bisnis syariah adalah sifat yang
merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah, dan Tabligh. Di samping sifat,
budaya organisasi dari institusi syariah juga harus mencerminkan nilai-nilai Islam, misalnya dalam
cara melayani nasabah, cara berpakaian, membiasakan shalat jamaah, doa di awal dan di akhir
bekerja dan sebagainya. Hal inilah yang diterapkan di Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua
di Indonesia.19 Para anggota organisasi bisnis/ karyawan di dalamnya, mengacu pada nilai-nilai
yang telah di bangun oleh pendiri dan pengelola perusahaan dalam mencapai tujuan tujuan organisasi
bisnis syariah yakni mencapai falah20.

1. Konsep the Celestial Management sebagai Budaya Organisasi: Pengamalan BMI


Kehadiran bank syariah ditengah perkembangan bank konvensional, sesungguhnya telah
memiliki keunggulan kompetitif dengan konsep bagi hasilnya. Terbukti pada krisis moneter tahun
1998, Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank pertama syariah di Indonesia, terhindar dari
negative spread dan selamat dari kehancuran. Satu satunya bank yang tidak masuk dalam daftar
bank yang dilikuidasi waktu itu. Walaupun mengalami penurunan kinerja keuangan, dengan
konsistensi menerapkan sistem syariah sebagai dasar operasional BMI berhasil menunjukkan bukti
bahwa ternyata sistem bagi hasil yang diterapkan mampu menjadi solusi atas krisis yang melanda.
Hal ini seperti diakui Chief Executive Officer (CEO) BMI21
Pasca BMI mampu keluar dari krisis A. Riawan Amin, selaku CEO BMI, menyusun pengalaman
yang di praktikkan dalam budaya organisasi BMI, dalam sebuah konsep manajemen yang disebut
dengan the celestial management. Penyusunan sebuah konsep budaya organisasi merupakan langkah
awal membangun budaya organisasi yang kuat. Lebih penting lagi dari penyusunan sebuah konsep
adalah menjaga agar praktek bisnis syariah sesuai dengan tujuan awalnya dengan menerapkan
nilai-nilai keislaman dalam bekerja lebih kaaffah dari waktu kewaktu merupakan tugas berat para
penerus organisasi selanjutnya.

2. Elemen Budaya Organisasi BMI


Konsep the celestial management terdiri dari duabelas atribut yang di ambil dari akronim
ZIKR, PIKR, MIKR. Secara harfiah ZIKR berarti mengingat Allah, sementara PIKR berarti
mendayagunakan akal. ZIKR membersihkan hati, PIKR mencerahkan nalar.22 Akronim tersebut,
merujuk pada prinsip 3 W (Worship, Wealth, Welfare). Prinsip 3 W ini diartikan bahwa Muamalat
is a place of worship, Muamalat is a place of Wealth, Muamalat di a place of Welfare. Kedua belas
atribut konsep the celestial management ini menjadi elemen-elemen budaya organisasi BMI.
Paradigma ilmu manajemen lama yang lekat dengan motivasi duniawi digeser dengan motivasi
ukhrawi. Ilmu manajemen tidak lagi dengan pengertian getting things done through the people

18
Budaya perusahaan sering juga disebut budaya kerja, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance)
Sumber Daya Manusia (SDM); makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Selanjutnya
baca dalam http://pascasarjana-stiami.com/2009/03/30/budaya-organisasi/
19
Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2003. hal.
72
20
Konsep falah merupakan tujuan ekonomi Islam. Falah atau di artikan kejayaan di dunia dan di akhirat adalah tujuan
yang ingin di raih oleh institusi bisnis Islam, sedangkan ekonomi sekuler untuk kepuasan di dunia saja. Untuk bacaan
lebih lanjut lihat misalnya: Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Prenada 2006
21
A. Riawan Amin, The celestial management, Cet. 1 (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), hal. 21
22
Ibid., hal. 8

32 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010


Indah Piliyanti

(menempatkan CEO sebagai pusat koordinasi yang perintahnya harus dijalankan kru tanpa
terkecuali) melainkan getting God-will done to the people (CEO menfasilitasi sebuah lingkungan
yang sesuai dengan spirit moral, yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan manusia, sekaligus
Tuhan. Kru –sebutan khusus bagi karyawan BMI- tidak pada posisi pasif, sebaliknya memberikan
masukan dan pemikiran.23

3. Atribut Konsep The Celestial Management


Atribut konsep the celestical management meliputi (1) Zero Base. Dalam konteks Muamalat,
seorang kru seharusnya memiliki zero base. Zero base diartikan memandang sesuatu apa adanya,
yang kemudian diikuti dengan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Definisi diatas, merupakan
definisi khusus yang ditujukan penggagasnya kepada karyawan Bank Muamalat untuk dijadikan
acuan dalam bekerja. Artinya bahwa setiap kru harus memiliki kejernihan pikiran dalam memandang
permasalahan yang mucul sehingga mampu memecahkan permasalahan dengan proporsional, bebas
dari prasangka, (2) Iman. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia24, kata iman berasal dari bahasa
Arab: amana-yu’minu-imanan. Dalam Al-Qur’an kata iman disebut tidak kurang dari 37x dan
digunakan dalam hal arti yang beragam. Dalam teologi (Ilmu Ketuhanan) dijumpai pendapat yang
berbeda-beda. Konsep iman menurut sebagian ulama’ secara langsung dipengaruhi oleh teori
mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.25 Sedangkan dalam Konteks Muamalat, iman diartikan
sebagai suatu keyakinan. Kekuatan iman akan menjadi pengawas bagi setiap kru Muamalat untuk
menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Setiap muslim akan sigap menjadi penolong
bagi siapapun yang membutuhkan. Melayani sebaik mungkin nasabah, menjadi bagian yang tak
terpisahkan.26 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya iman pada seseorang
akan menumbuhkan perilaku terbaik dalam bekerja walaupun tidak dilihat atasan dan rekan kerja
lainnnya. Apabila setiap karyawan memiliki pemahaman tentang iman sampai pada level ini, maka
melayani nasabah sebaik mungkin disetiap waktu merupakan sebuah keniscayaan. (3) Konsisten.
Istilah konsisten dalam bahasa arab berarti istiqamah. Menurut Hafidhudhin dan Tanjung (2003)
sifat tersebut merupakan contoh budaya kerja di institusi syariah. Istiqamah artinya konsisten dalam
iman dan nilai-nilai yang baik meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah
dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan
sesuatu yang optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus
menerus.27 Menurut penggagas konsep the celestial management, dengan bekal sikap konsisten
karyawan maka akan tercipta keseimbangan yang harmonis antara kerja dan keluarga secara
berkesinambungan. Keduanya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan baik, tanpa
membela satu kewajiban diatas kewajiban lainnya. Dengan sifat konsisten pula seorang mampu
meraih kesuksesan, baik dunia maupun akhirat; (4) Result Oriented. Result diartikan sebagai hasil28
Sehingga result oriented dapat diartikan orientasi hasil. Dalam konteks bisnis result oriented pada
sebuah organisasi adalah untuk menghasilkan laba. Dalam konteks Muamalat, result yang hendak
dicapai bukan seperti yang diinginkan oleh organisasi bisnis pada umumnya, karena Muamalat
tidak hanya sebuah institusi bisnis, tapi lebih dari itu, organisme dakwah. Dalam organisme dakwah

23
Ibid., hal.xiv
24
Ensiklopedi Islam Indonesia jilid II, Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Cetakan 2 Edisi revisi, ( Jakarta:
Djambatan, 2002), hal. 447-448
25
Ibid., hal. 449
26
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 111
27
Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen,. hal. 73
28
Kamus Inggris Indonesia, Cetakan xxv oleh John M Encols dan Hassan Sadily, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal.
482

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 33


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

result utama yang hendak dicapai adalah kebahagiaan alam akhirat.29; (5) Power Sharing. Secara
bahasa berarti kekuasaan/kekuatan30. Kekuasaan dan atau kekuatan biasanya dimiliki sebuah
organisasi baik kecil maupun pada tataran sebuah negara. Kecenderungan sebuah kekuasaan adalah
pada upaya untuk mengatur dan mempengaruhi kekuatan lain yang lebih kecil. Oleh karena itu
agar sebuah kekuasaan terkendali dan sesuai dengan hukum yang berlaku harus dibatasi kewenangan
dan tanggungjawabnya. Jika ini diabaikan maka penyalahgunaan kekuasaan menjadi sebuah
keniscayaan.Dalam konteks Muamalat, power harus di bagi (share) serta diimbangi kontrol agar
lebih fokus dan terkendali. Penggagas konsep the Celestial Management mendesain agar power
dalam Muamalat tidak terfokus pada pimpinan puncak Cheif Executive Officer (CEO) maka terdapat
mekanisme power sharing dimana memungkinkan untuk saling mengontol dan menjalankan tugas
dan kewajibannya lebih fokus dan terkendali; (6) Information Sharing. Information dalam bahasa
Indonesia diartikan keterangan31. Sehingga information sharing dapat diartikan berbagi informasi
/keterangan. Keterangan terdiri dari data-data terkait dengan masalah tertentu. Keterangan dalam
sebuah organisasi bisnis yang berorientasi profit dapat berupa data keuangan serta data lainnya
yang menunjukkan kinerja dari sebuah institusi bisnis tersebut. Tujuan dibuatnya sejumlah informasi
tersebut adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan usaha yang diperlukan bagi
para stakeholder. Information sharing dalam konsep the celestial management merupakan sebuah
bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) bank Muamalat pada seluruh stakeholder: investor,
nasabah, pengurus serta karyawan. Karena pada dasarnya dana yang dikembangkan bank Muamalat
merupakan dana amanah; (7) Knowledge Sharing. Knowledge secara bahasa diartikan pengetahuan/
ilmu pengetahuan32. Dengan demikian knowledge sharing dapat diartikan berbagi ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah organisasi bisnis knowledge menempati posisi penting untuk dapat bersaing ditengah
perkembangan bisnis yang turbulen saat ini. Dalam sebuah organisasi bisnis agar knowledge dapat
berkembang maka harus dibagi (share) antara anggota organisasi satu dengan lainnya. Berbagai
cara dapat ditempuh untuk mendapatkan knowledge baik melalui jalur formal (akademik) maupun
informal (pelatihan dan pengembangan keahlian). Dalam konteks Muamalat, proses pembentukan
knowledge sharing perbankan tidak hanya secara klasikal. Manajemen juga memberlakukan proses
penggalian ilmu melalui pertemuan tatap muka dimana pengajar bukan datang mengisi kekosongan
otak murid, melainkan ia berusaha menggali ilmu itu kepada sang murid.33 Atribut knowledge
sharing yang digagas Amin menekankan pada berjalannya sebuah proses berbaginya knowledge/
ilmu pengetahuan dalam tubuh Muamalat diantara seluruh komponen bank Muamalat. Sharing
tidak hanya pada saat adanya pelatihan akan tetapi dapat berlangsung dari keseharian kru di
lingkungan kerja; (8) Rewards Sharing. Reward secara bahasa berarti hadiah/hukuman.34 Sehingga
reward sharing dapat diartikan berbagi hadiah/hukuman. Arti harfiah reward diatas memiliki dua
dimensi yaitu positif berupa hadiah dan dimensi negatif berupa hukuman. Artinya jika diaplikasikan
pada sebuah organisasi bisnis adalah apabila seseorang meraih sebuah kesuksesan (memenuhi tar-
get yang ditetapkan perusahaan) maka dia akan memperoleh reward positif dan begitu sebaliknya
apabila mengalami kegagalan maka akan memperoleh reward negatif berupa hukuman. Dalam
konteks Muamalat reward adalah bentuk kompensasi baik yang bersifat materil maupun imateril
yang diterima oleh para kru, dikaitkan dengan business result mereka.35 Dengan demikian di Bank
Muamalat tidak hanya reward positif berupa kompensasi atas hasil kerja baik material maupun
29
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 124
30
Kamus Inggris Indonesia., hal. 441
31
Kamus Inggris Indonesia., hal. 321
32
Kamus Inggris Indonesia., hal. 344
33
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 173
34
Kamus Inggris Indonesia., hal. 485
35
A. Riawan Amin, The Celestial., hal 177

34 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010


Indah Piliyanti

imaterial akan tetapi reward negatif juga diberikan bagi kru/ cabang yang tidak memenuhi target;
(9) Militan. Dalam kamus bahasa Indonesia militan berarti: bersemangat tinggi, penuh gairah.36
Artinya seorang yang memiliki sifat militan akan selalu mengobarkan semangatnya untuk mencapai
tujuan yang menjadi cita-citanya. Walaupuan tantangan dan hambatan yang harus dihadapi berat
akan tetapi dengan sikap militan ini seseorang akan mampu menghadapinya dengan baik. Dalam
konteks Muamalat, sikap militan seharusnya menjadi sikap dasar bagi setiap kru. Kru Muamalat
harus bersemangat tinggi mengabdikan dirinya untuk pengabdian ekonomi umat. Mereka
menempatkan Muamalat sebagai wadah perjuangan.37 Artinya apabila sikap militan dimiliki oleh
setiap kru, maka mewujudkan Muamalat sebagai wadah perjuangan dakwah menjadi sebuah
keniscayaan. Tanpa sikap ini, memimpikan bank Muamalat sebagai bank pertama murni syariah
akan sia-sia; (10) Intelek. Dalam kamus bahasa Indonesia intelek (istilah psikologi) berarti daya/
proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan atau kecerdasan berpikir.38
Pengertian tersebut dapat berarti juga orang yang memiliki kepandaian. Sejarah mencatat Nabi
Muhammad SAW memiliki tingkat intelektualitas tinggi, ini dibuktikan dengan kesuksesan beliau
dalam berdakwah maupun berbisnis. Sifat ini dikenal dengan “fathanah”. Dalam konteks Muamalat,
sikap dan cara kerja seorang kru Muamalat yang intelek didasari oleh prasangka baik kepada Allah
sebagai pengaruh zero base, iman, militansi dan rasa aman.39 Konsep the celestial management
menempatkan intelektualitas sebagai dasar bagi seorang kru dalam melaksanakan amanah para
nasabah yang menimpan dananya di Muamalat. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan bisnis
tidak mendasarkan pada feeling ataupun intuisi akan tetapi dengan kemampuan berfikir yang cerdas
dan amanah (11) Kompetitif. Secara bahasa kompetitif berhubungan dengan kompetisi (persaingan).40
Persaingan terjadi disegala bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari dinamika yang berkembang
disetiap lini kehidupan. Agar memiliki kemampuan untuk bersaing (berkompetisi) dalam bidang
apapun maka dibutuhkan kemampuan berfikir, berkarya dan berkreasi setiap saat. Terlebih lagi
lingkungan bisnis yang berkembang pesat sehingga persaingan bisnis tinggi. Dalam konteks
Muamalat, sumber daya insani yang mumpuni adalah kru yang memiliki dua syarat: militan dan
intelek. Kru selalu diarahkan untuk bisa kompetitif. Kru yang kompetitif pada gilirannya akan
mengarahkan organisasi memiliki daya saing yang tinggi ditengah kompetisi yang ada.41 serta (12)
Regeneratif. Secara bahasa regeneratif berasal dari kata sifat regenerasi: yang berhubungan dengan
penggantian dari generasi tua kepada generasi muda/peremanjaan42.. Ringkasnya, 12 atribut konsep
the Celestial Management terlihat dalam gambar 2 berikut:

Gambar 2. 12 Atribut The Celestial Management

36
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cetakan 9, Tim Penyusunan Kamus Pusat Pengembangan Bahasa, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hal. 516
37
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 221
38
Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 383
39
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 228
40
Kamus Besar Bahasa Indonesia,. hal. 516
41
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 234
42
Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 827

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 35


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

Elemen budaya organisasi yang terdiri duabelas atribut di atas, diaplikasikan dalam bentuk
program kerja, mekanisme dan pedoman bagi setiap anggota BMI yang kemudian membentuk
mozaik muamalat. Misalnya untuk memperkuat budaya Islam dalam operasional sehari-hari terdapat
ritual khusus: berdoa bersama, berjamaah sholat Zhuhur dan Ashar, kajian rutin setelah shalat
ashar, baik harian maupun pengajian bulanan. Penerapan dalam tim kerja tercermin pada mekanisme
program kerja dimana memungkinkan setiap karyawan dapat sharing mengenai segala hal yang
terkait dengan masalah yang muncul berkaitan dengan nasabah. Sehingga dalam duabelas elemen
budaya organisasi, memiliki dimensi pengembangan individu dan tim kerja yang solid.43
Setiap organisasi merupakan suatu satuan kerja yang mempunyai ciri-ciri, kondisi, kepribadian,
system nilai, keyakinan, etos kerja dan masalah yang sifatnya khas. Setiap organisasi sifatnya unik.
Salah satu aspek organisasi yang unik sifatnya adalah kultur yang dianut dan berlaku bagi semua
orang dalam organisasi yang bersangkutan. Kultur itulah yang membedakan satu organisasi dari
organisasi lain, meskipun bergerak dalam kegiatan yang sejenis. 44Bisnis syariah yang saat ini bukan
hanya monopoli industri perbankan syariah, akan tetapi tengah merambah pada industri lainnya.
Ke depan akan menghadapi persaingan ketat dimana masing-masing perusahaan akan menampilkan
ciri khas yang membedakan dengan yang lain. Satu hal yang harus tetap di jaga dan di pertahankan
adalah kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah (shariah compliance) sebagai konsekuensi atas
nama bisnis syariah yang di sandangnya dalam penyusunan elemen budaya organisasi.
Dari pengalaman BMI, institusi bisnis syariah lainnya dapat belajar membangun, menyusun
budaya organisasi yang khas sesuai kepribadian, sejarah berdirinya organisasi dengan tetap mengacu
pada nilai-nilai agama. Untuk mengajarkan dan menularkan budaya organisasi kepada anggota
baru dalam organisasi, para pendiri penggagas serta penerus organisasi memerlukan komitmen
kuat serta strategi agar budaya organisasi tersebut mengakar pada setiap anggota organisasi.
Pemahaman budaya organisasi mutlak sifatnya karena melalui pemahaman itulah setiap orang
dalam organisasi melakukan berbagai bentuk dan jenis penyesuaian sehingga yang bersangkutan
menampilkan perilaku yang menggambarkan system nilai, keyakinan dan etos kerja yang dianut
oleh organisasi. Budaya organisai dapat dikatakan kuat atau lemah tergantung pada bagaimana
ekselensia kultur organisasi ditumbuhkan dan dipelihara.

PENUTUP
Fenomena yang sering diramalkan akan menjadi trend di abad XXI ini adalah munculnya
berbagai aliran spiritual sebagai reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan pada hal-
hal material-profan. Manusia ingin kembali menengok dimensi spiritualnya yang selama ini
dilupakan.45 Bentuk spiritualisme-pun ternyata tidak hanya terkait dengan masalah keyakinan dalam
bentuk ritual keagamaan semata, akan tetapi telah memasuki lingkungan bisnis. Fenomena tersebut,
dapat dijumpai pada institusi bisnis syariah. Bukti empiris di lapangan membuktikan bahwa
organisasi bisnis yang memegang teguh etika dan mengacu pada nilai-nilai spiritual meraih sukses
dan dikenal pasar46. Dengan kata lain, organisasi binsis yang memiliki budaya organisasi yang
kuat, akan meraih sukses di pasar. Dalam konteks bisnis syariah, pengalaman BMI, dari hasil
penelitian Piliyanti (2006) menunjukkan bahwa pemahaman karyawan akan budaya organisasi

43
Lihat dalam Indah Piliyanti, Penerapan Konsep the Celestial Management studi pada Bank Muamalat Indonesia
Cabang Yogyakarta, (Tesis MSIYogyakarta: UII 2006) hal. 72
44
Sondang Siagian. Manajemen Stratejik, cetakan kelima, (Bumi Aksara: Jakarta 2003) hal. 247
45
Ruslani, (Editor), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Cet pertama (Yogyakarta: Qalam, 2000), hal.vi
46
Bukti empiris ini, berlaku pada organisasi bisnis non syariah, akan tetapi menerapkan nilai-nilai etis dalam bisnisnya.
hasil penelitian Gay Hendrik dan Kate Ludeman dalam Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic.
Alih bahasa Fahmi Yamani. Bandung: Kaifa. Cetakan. I, hal 37-46

36 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010


Indah Piliyanti

berpengaruh pada kinerja karyawan.47


Kuat lemah budaya organisasi, berpengaruh pada kinerja organisasi. Sehingga kita bisa
mengatakan kinerja sebuah organisasi yang buruk, dimungkinkan karena budaya organisasinya
buruk dalam tataran praktik. Sebaik apapun konsep budaya yang dimiliki organisasi tanpa komitmen
seluruh komponen organisasi, maka akan menjadikan budaya organsisai yang lemah dan tidak
diperhitungkan di pasar.
Dalam konteks budaya organisasi pada instutusi bisnis syariah, dapat menjadi kekuatan dan
kelemahan. Jika konsep budaya ini diaplikasikan secara konsisten maka akan berpengaruh positif
pada kinerja organisasi. Penelitian Kotter dan Hasket, walaupun penelitian bukan pada institusi
syariah namum tetap dapat dijadikan bencmark membuktikan bahwa penerapan budaya organisasi
yang kuat berpengaruh positif pada kinerja organisasi. Namun jika nilai-nilai luhur agama hanya
dijadikan konsep dalam penyusunan budaya, namun tidak ada komitmen kuat dalam organisasi
untuk mengembangkannya, justru akan menjadi kelemahan bagi bisnis syariah itu sendiri. Bisnis
syariah dihadapkan pada sebuah kenyataan dimana globalisasi membawa nilai yang mampu
meruntuhkan bangunan kokoh nilai-nilai luhur bisnis ini. Jika tidak dijaga, dikembangkan dan
diamalkan maka konsep bisnis Islam hanya sekedar nama, tanpa bukti empiris.48

47
Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang Yogyakarta), Tesis MSI.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Hal 45-53
48
ibid

Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010 37


Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Syafaruddin, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan Kompetitif,
BPFE. Cetakan 1.Yogyakarta.
Amin, A. Riawan, 2004. The Celestial Management, Senayan Abadi Publishing. Cetakan
Pertama. Jakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institute,
Edisi Khusus, Jakarta.
Daft, Richard L, 2003. Management, 2. Alih bahasa Edward Tanujaya dan Shirly Tiolina,
Salemba Empat. Edisi enam, Jakarta.
Danah, Zohar dan Ian Marshall, 2005. Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis.
Alih bahasa Helmi Mustofa. Mizan. Cetakan Kedua. Bandung.
Edgar, H. Schein, 1997. Organizational Culture and Leadership. Second Edition. Sanfrancisco:
Jossey-Bass Publisher.
Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic. Alih bahasa Fahmi Yamani.
Kaifa. Cetakan. I. Bandung.
Kasali, Renald, 2005. Change. Gramedia. Cetakan kedua. Jakarta.
Kotter, John P dan James L Hasett, 1992. Corporate Culture and Performance. Alih bahasa
Rony Antonius Rusli. Prehallindo. Jakarta.
Luthans, Fred, 1998. Organizational Behaviour (8 th Edition). The Mc Graw-Hill Companies.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Cetakan Pertama. Refika
Aditama. Bandung.
Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang
Yogyakarta), Tesis MSI. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Tidak diterbitkan
Ruslani (Ed.) 2000. Wacana Spiritualitas Timur dan Barat. Qalam. Cetakan Pertama.
Yogyakarta.
Siagian, Sondang, 2003. Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, cetakan kelima. Jakarta.
Suryaningrum, Sri, 2002. Pemahaman Makna Cost oleh Dosen Akuntansi. Tesis. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

38 Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010

You might also like