You are on page 1of 17

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT EKONOMI

Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah (Capra
2002). Yang dimaksud dengan pengelolaan rumah adalah cara rumah tangga memperoleh dan
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah
tangganya. Dari sini berkembang disiplin ilmu ekonomi yang dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Saat ini ilmu ekonomi dengan
didukung oleh hampir semua disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi telah diatahkan untuk
mengeploitasi sumber daya bumi dalam rangka merealisasikan kekayaan materi. Pada tingkat
ekonomi makro, para ekonom dan pejabat birokrasi pemerintah sudah sangat mengenal
konsep-konsep ekonomi, seperti pendapatan nasional bruto (Gross National Product-GNP),
konsumsi, tabungan, investasi, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, neraca perdagangan,
neraca pembayaran, kurs valuta, Anggaran Belanja Negara (APBN) dan sebagainya. Pada
tingkat ekonomi mikro banyak banyak dibahas tentang pengelolaan dan manjemen bisnis,
antara lain hukum permintaan dan penawaran, titik pulang pokok(break even point-BEP),
efesiensi biaya, laba optimal, pendapatan dan biaya marjinal, serta konsep lain yang semuanya
berorientasi pada pencapaian laba optimal melalui peningkatan produktifitas dan efesiensi
biaya operasi.

Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang hingga saat ini,
yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya
yang terbatas (searce resources) sehingga menimbulkan persoalan bagaimana mengeploitasi
sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan efisien dan guna memenuhi kebutuhan
manusia yang tidak terbatas. Dengan demikian, ilmu ekonomi berkepentingan dalam
mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem dan kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakat. Kemakmuran tersebut dicapai melalui peningkatan
produksi dan distribusi dari sudut produsen di satu sisi, serta peningkatan pendapatan,
konsumsi, dan lapangan kerja dari sudut konsumen di sisi lain.

Ilmu ekonomi modern dewasa ini telah menanamkan pradigma tentang hakikat manusia
sebagai berikut :

(a) Manusia adalah makhluk ekonomi.


(b) Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas.
(c) Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional.

Dampak dari paradigma ini adalah :

a. Tujuan hidup manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan
spiritual.
b. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan
adanya potensi kesadaran transendal (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas, Tuhan)
yang dimiliki manusia.
c. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah.

2.2 ETIKA DAN SISTEM INFORMASI

Penfertian sistem telah disinggung Bab 1, yaitu suatu jaringan berbagai sumber unsur
untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri
atas pola pikor, teori, asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum,
pemerintah, negara, rakyat dan unsur terkait yang lainnya untuk meningkatkan prosuksi dan
pendapatan masyarakat.

Dengan mempelajari sejarah ekonomi, kita dapat mengetahui adanya dua paham sistem
ekonomi ekstern yang berkembang, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi komunis. Sistem
ekonomi kapitalis berkembang oleh negara-negara Barat yang dipelopori oleh Amerika Serikat
dan Inggris serta sekutu-sekutunya, seperti Belanda, Jerman Barat, Perancis, Australia dan
sebagainya. Sementara itu, paham ekonomi komunis berkembang di bekas negara Uni Soviet
beserta sekutu-sekutunya seperti Jerman Timur dan negara-negara Eropa Timur lainnya-
Republik Rakyat Cina (RCC) di Asia, dan Kuba di benua Amerika. Adanya dua sistem
ekonomi yang berkembang setelah Perang Dunia II itu sempat menimbulkan ketegangan atau
sering disebut sebagai perang dingin antar Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipelopori
oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, sementara Blok Timur dipelopori oleh Uni Soviet.
RCC tidak masuk dalam kedua kelompok ini, melainkan membentuk kelompok ketiga bersama
Indonesia, India, Mesir, Yugoslovia dan negara-negara sedang berkembang lainnya. Kelompok
ketiga ini dikenal dengan sebutan negara-negara Nonblok.

Inti dari paham ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk memiliki,
mengumpulkan dan mengusahakan kekayaan secara individu. John Locke (1723-1790),
seorang filsuf Inggris diakui sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan teori kebebasan
(liberalisme) dalam hal kepemilikan kekayaan. Ia mengatakan bahwa manusia mempunyai tiga
kodrat tiga dasar yang harus dihormati, yaitu : life, freedom, and property (Bertens 2000). Oleh
karena itu sistem kapitalis sering disebut juga sistem ekonomi liberal. Selanjutnya pemikiran
adam smith tentang pasar bebas dalam ekonomi mendukung tumbuhya sistem ekonomi
kapitalis. Ada dua ciri pokok dari sistem ekonomi kapitalis yaitu : liberalisme kepemilikan dan
dukungan ekonomi pasar bebas. Menurut paham ini, kebebasan individu akan memicu
motivasi setiap orang untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi dalam rangka
memakmurkan dirinya masing-masing. Bila setiap individu memperoleh kemakmuran, maka
otomatis masyarakat dan negara secara kseseluruhan juga menjadi makmur. Namun kebebasan
kepemilikan saja belum cukup, ia harus didukung pula oleh sistem pasar bebas. Dalam hal
pasar bebas harus diciptakan banyak pembeli dan penjual. Selain itu, mekanisme penetapan
harga harus dibiarkan diatur secara alamiah oleh kekuatan hukum permintaan dan penawaran
yang oleh Adam Smith disebut “tangan tak terlihat” (invisible hand). Pemerintah dalam hal ini
diharapkan tidak ikut campur tangan dalam mekanisme penetapan harga tersebut.

Dengan pemikiran seperti inisistem ekonomi kapitalis sebenarnya dilandasi oleh teori etika
egoisme dan etika hak, serta mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut. Menurut etika
egoisme, suatu tindakan dianggap baik bila setiap individu mampu merealisasikan
kepentingannya. Sementara itu, etika lebih menonjolkan penghormatan kepada hak-hak
individu.

Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari Pemikiran Karl
Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Dengan mengamati akibat dari revolusi
industri yang terjadi di negara-negara Barat, Karl Marx dapat melihat adanya penindasan yang
dilakukan oleh kelompok kecil pengusaha yang memiliki modal (majikan) terhadap kelompok
mayoritas buruh yang sebenarnya menjadi tulang punggung kegiatan ekonomi. Bila ini
dibiarkan, maka akan muncul ketidakadilan di mana sekelompok kecil masyarakat yang
menguasai alat-alat produksi dan modal akan semakin kaya, sementara kelompok mayoritas
masyarakat yang tidak memiliki alat produksi (kaum buruh) akan semakin tertindas. Oleh
karena itu, sistem ekonomi komunis muncul sebagai alternatif. Menurut sistem komunis, setiap
individu dilarang menguasai modal dan alat-alat produksi. Alat-alat produksi san modal harus
dikuasai oleh masyarakat (melalui negara) sehingga tidak ada lagi eksploitasi oleh sekelompok
kecil majikan terhadap masyarakat mayoritas (kaum buruh). Dalam sistem ekonomi komunis,
alat-alat produksi beserta kegiatan produksi, pekerjaan dan distribusi pendapatan setiap warga
negara diatur oleh negara. Karena perhatian utama sistem komunis adalah kemakmuran
masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per orang, maka sering kali
sistem komunis ini dengan beberapa variasinya disebut sebagai sistem sosialis. Dengan
altruisme (utilitarianisme dan deontologi). Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis
sangat bertentangan, namun sebenarnya ada persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya
hanya ditujukan untuk mengejar kemakmuran / kenikmatan duniawi dengan hanya
mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia
(kebahagiaan di akhirat). Kebahagiaan tertinggi dapat dicapai bila umat manusia mengakui dan
menyadari keberadaan Tuhan sebagai kekuatan tak terbatas.

Disamping kedua sistem eketerm di atas, masih dijumpai sistem ekonomi lain yang
sebenarnya merupakan penggagungan dari kedua sistem tadi. Soekarno sebagai pemimpin
bangsa Indonesia yang sangat disegani telah memperkenalkan falsafah negara yang sangat
terkenal, yaitu Pancasil. Begitupun dengan Mohammad Hatta yang juga merupakan tokoh
pemimpin bangsa yang disegani dan bersama dengan Soekarno pernah mendapat julukan
sebagai pemimpin Dwi Tunggal, memperkenalkan koperasi sebagai salah satu wadahekonomi
rakyat yang paling sesuai dengan falsafah Pancasila.

Pokok-pokok pikiran dalam fislsafah Pancasila antara lain :

A. Tujuan : mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5)


B. Landasan operasional : kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual
(sila ke-1), hak asasi manusia (sila ke-2), persatuan/keberadaan rakyat dalam wilayah
Indonesia (sila ke-3), dan kearifan (sila ke-4).

Kalau diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua teori etika yang
ada, yaitu :

a. Teori teonom (sila ke-1)


b. Teori egoisme/teori hak 9sila ke-2)
c. Teori dentologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan sila ke-4)
d. Teori utilitarianisme atau altruisme (sila ke-5)

Pada tahap teoretis, sebenarnya pokok-pokok pikiran falsafah Pancasila merupakan yang
paling sesuai dengan hakikat manusia secara utuh. Namun untuk memperoleh pemahaman
lebih lanjut meneganai implementasi ketiga sistem ekonomi di atas serta dampak
penerapannya, terutama dilihat dari sudut pandang etika, marilah diamati sepintas sejarah
ekonomi negara-negara yang menerapkan ketiga sistem ekonomi tersebut.
2.2.1 Etika dan Sistem Ekonomi Komunis

Tujuan sistem ekonomis komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan
menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal terhadap manusia lainya
(kaum buruh ).Paham komunisme sangat berpengaruh sampai dengan pertengahan sampai
dengan pertengahan abad ke-20.Namun akhirnya sejarah mencatat bahwa rakyat di negara-
negara yang menganut sistem ekonomi komunis tetap saja miskin dan perekonomiannya jauh
tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara Barat yang menganut sistem ekonomo
kapitalis. Terjadi kesenjangan kekayaan yang sangat mencolok antara oknum pejabat
pemerintahan (yang juga merupakan pemimpin pertai komunis ) dengan rakyatnya. Oknum
oknum pejabat sangat kaya, sementara rakyatnya tatap dililit kemiskinan.Dari itu,tidak
mengherankan bila pengaruh ajaran komunis mulai surut menjelang akhir abat ke-20.Bahkan
sejarah juga mencatat bubarnya uni soviet yang diakui sebagai pemimpin blok komunis dan
brgabungnya jerman timur yang berlandaskan paham komunisme dengan jerman barat yang
berlandaskan paham kapitalisme.

Walaupun Cina masih menganut paham komunis, tetapi para pemimpin cina mulai
mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap ajaran murni komunisme. Mereka mulai
membuka diri terhadap perdagangan internasional dan penanaman modal asing dinegaranya.
Ini berarti para pemimpin Cina mulai mengakui adanya kepemilikan pribadi, terutama terhadap
para investor asing yang menanamkan modalnya di negeri Cina. Banyak negara-negara eks
komunis dari Eropa Timur yang telah mengubah atau menyesuaikan sistem ekonominya ke
arah sistem kapitalisme.

Engapa sistem ekonomi komunis mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya


sangat mulai ? jawaban atas hal ini dapat diberikan sebagai berikut :

a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh, yaitu tidak
mengakui adanya Tuhan YME sebagai sumber kekuatan tak terbatas dan hanya
mengandalkan kekuatan pikiran dalam memecahkan persoalan hidup di dunia. Tujuan
yang ditetapkan semata-semata untuk mengejar kemakmuram ekonomi/kenikmatan
duniawi dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan rohani).
b. Dalam sistem ekonomi komunis alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui.
Sebagai gantinya aparat pemerintah dan pemimpin partai atas nama negara diberi
wewenang penuh untuk mengatur penggunaan alat prosuksi dan kekayaan milik negara
untuk kepentingan bersama. Dengan akses penuh terhadap kekayaan negara serta tidak
adanya kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan di akhirat, maka dapat dipahami
bahwa kebanyakan para pemimpin negara komunis menyelewengkan mandat
kekuasaan mereka untuk memeperkaya diri sendiri. Mereka menjadi lupa daratan.
Mereka tidak lagi bekerja untuk kepentingan rakyat, tetapi bekerja untuk memperkaya
diri sendiri serta kelompok elitnya dan membiarkan rakyat mereka tetap miskin.
Akibatnya, kesenjangan golongan kaya dengan golongan miskin tetap saja muncul,
bukan lagi antar pemilik modal (majikan) dengan buruh, tetapi antar elit pemerintah /
pemimpin parta dengan rakyat mereka.
c. Produktifitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak
termotivasi untuk bekerja lebih giat. Kalau pun ada diantara mereka yang ingin bekerja
lebih keras, mereka tetap tidak bole mengunpulkan kekayaan pribadi. Pendapatan
semua rakyat relatis sama tanpa membedakan tingakat produktifitas dan ketrampilan
mereka yang berbeda.
d. Keadaan perekonomian negar-negar blok komunis semakin memburuk karena terjadi
pemborosan kekayaan negar, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan
dalam rangka perang dingin mengahdapi negar-negar Blok Barat.

2.2.2 Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis

Perekonomian negar-negar barat dan Jepang yang menganut sistem ekonomi


kapitalis tumbuh jauh lebih cepat melampaui pertumbuhan ekonomi negara-negara
komunis. Dengan runtuhnya Uni Soviet Tujuan sistem ekonomi kapitalis: manusia
direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan
kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi kapitalis di negara-negara Barat telah melahirkan
perusahaan-perusahaan multinasional dengan ciri-ciri:

a. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-negara
yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara. Bahkan tidak
jarang mereka ini mampu mengendalikan keijakan aparat pemerintah dan legislatif di negara-
negara di mana perusahaan ini berada demi keuntungan perusahaan-perusahaa tersebut.
Akibat dari sistem ekonomi kapitalis:
a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para pemilik
modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan
kemakmuran yang makin tajam.
c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan, dan pengangguran makin meluas.
d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar kekayaan
pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas.
e. Penyalahgunaan obat-obatan terlarang, perjudian, kebebasan seks, pembunuhan, perampokan,
pencurian, dan tindakan-indakan amoral lainnya makin meluas.
f. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta kekayaan yang jauh
melampaui ukuran yang normal, serta pamer kemewahan dan kekayaan telah menjadi ciri yang
sangat menonjol.
g. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh diri, tindakan
anarkis massal, pembunuhan karena masalah sepele, percecokan dan perceraian rumah tangga,
dan kasus sejenisnya sudah makin meluas.
h. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, HIV/AIDS,
dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Ciri-ciri sistem ekonomi Pancasila:
a. Keadilan dan kebersamaan
b. Kebebasan individu
c. Kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama
sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila merupakan fondasi yang paling baik dan paling
sesuai untuk membangun hakikat manusia seutuhnya. Beberapa periode Indonesia telah
berganti preseiden, akan tetapi dalam penerapan sistem ekonomi Pancasila masih jauh dari
harapan, rakyat masih tetap miskin. Hal ini disebabkan karena perekonomian bangasa
Indonesia realitanya dibangun berlandasakan “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”. Hal
ini menyimpang jauh dari konsep Ekonomi Pancasila.
Etika dan Sistem Ekonomi
Etika mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok/lembaga yang dianggap
baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga, wilayah,
sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peingkatan produksi (barang dan jasa) serta
pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila berpegang pada pemahaman ini,
maka pada tataran konsep, semua sistem ekonomi seharusnya bersifat etis karena seua sistem
ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan untuk kemakmuran
masyarakat.
Dalam pengimplementasian ketiga sistem ekonomi, semua sistem ini memunculkan
dampak negatif yang serupa. Dampak yang mudah dilihat adalah keruskan lingkungan hidup.
Selain itu, kesenjangan dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan yang sangat besar makin
sedikit, dan sisi lain jumlah orang yang kekayaannya sedikit justru bertambah banyak.
Ditambah lagi dengan munculnya berbagai kecenderungan makin meningkat, seperti berbagai
jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan dan
kalangan pemilik/ manajemen perusahaan.
Kesimpulan: bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak persoalan
yang berifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan oleh tingkat kesadaran
individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara, pemimpin
perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatau negara. Di sini yang berperan
adalah tingkat kesadaran dalam memaknai dirinya-hakikat manusia sebagai manusia utuh atau
manusia tidak utuh
Dengan demikian pengertian aktivitas bisnis menjadi sangat luas. Aktivitas bisnis bukan
saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga termasuk kegiatan
mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak- pihak yang memerlukan serta aktivitas lain
yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut. Saat ini siapapun tidak dapat
menyangkal bahwa kegiatan bisnis menjadi tulang punggung perekonomian suatu Negara.
Kegiatan bisnis juga menjadi sumber penerimaan pokok dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) melalui perpajakan, bea masuk dan cukai. Kegiatan bisnis juga
menjadi sumber penghasilan dan lapangan pekerjaan setiap orang. Dengan sudut pandang
penjelasan seperti ini, sangat jelas bahwa kegiatan bisnis bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia dan bisa dikaitkan aktivitas bisnis bersifat etis.
Namun dalam realitanya masih banyak dijumpai pandangan pro dan konta mengenai etis
tidaknya suatu aktivitas bisnis. Masih ada yang memandang kegiatan bisnis sebagai kegiatan
yang rendah dan tidak bermoral. Untuk menjelaskan hal ini, sebaiknya di kutip terlebih dahulu
dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oelh Sonny Keraf (1998) yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat tujuan
bisnis untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi
dan mindistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut.
Para penganut paham ini melihat bahwa dalam menghasilkan dan menjual barang/jasa terjadi
persaingan yang sangat ketat sehingga satu satu nya cara untuk bisa bertahan dalam bisnis
adalah dengan menjadi pemenang dalam kancah persaingan yang sangat ketat tersebut.
Sedangkan pandangan idealis adalah tujuan pokok dari bisnis untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sedangkan keuntungan hanyalah akibat dari kegiatan bisnis. Dalam pandangan ini
tidak ada pola pikir persaingan dan tidak ada pola pikir untuk mengalahkan para pesaingan
agar sama-sama dapat bertahan hidup.
Dalam kaitannya dengan etika, dua sudut pandang mengenai bisnis mempunyai
konsekuensi yang berbeda. Dua pandangan yang berbeda tersebut karna dua penganut paham
bisnis tersebut mempunyai tingkat kesadaran yang berbeda dalam memaknai hidup dan hakikat
dirinya sebagai manusia.
Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul dari individu yang paham moralitsnya
didominasi oleh teori egoisme dan teori hak, sedangkan pandangan idealism dalam bisnis
muncul dari individu yang paham moralitasnya di dominasi oleh teori deontology, keutamaan
dan teonom.
Komponen- komponen budaya etis dapat di jelaskan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Komponen-komponen Budaya Etis

Fokus
Kriteria Etis
Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme Kepentingan diri Kepentingan Efisiensi ekonomi
(pendekatan (self-interest) perusahaan
berpusat pada (company interest)
kepentingan diri)
Benevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggung jawab
(pendekatan Bersama (team interest) sosial (social
berpusat pada (friendship) responsibility)
kepentingan orang
lain)
Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan
(pendekatan (personal morality) peraturan hukum
berpusat pada perusahaan
prinsip integritas)

LIMA DIMENSI BISNIS


Untuk memahami persoalan bisnis ini, Bartens (2000) mencoba menjelaskan kegiatan bisnis
dilihat dari tiga dimensi, yaitu ekonomi, etika dan hokum. Namun di bawah ini akan dijelaskan
lima dimensi bisnis yaitu ekonomi, etika, hukum, social dan spiritual.
Dimensi Ekonomi
Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan
tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Keuntungan
diperoleh berdasarkan rumus yang sudah jamak dikembangkan oleh para akuntan, yaitu
penjualan dikurangi harga pokok penjualan dan beban-beban.
Harta adalah sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan
penjualan pada periode mendatang.sering juga disebut unexpired cost. Para ekonom lebih suka
menggunakan istilah factor-faktor produksi daripada menggunakan istilah harta.
Para pelaku bisnis berusaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya atau lebih
dikenal dengan keuntungan yang optimal, dan sah-sah saja. Ilmu manajemen dan akuntansi
mengajarkan berbagai teknik untuk memperoleh keuntungan optimal. Berbagai teknik itu pada
intinya mengajarkan satu cara yaitu meningkatkan penjulan sampai tingkat maksimum di satu
sisi namun pada saat yang sama dapat menekan harga pokok penjualan dan beban pada tingkat
minimum. Dengan demikian keuntungan merupakan ukuran tingkat efisiensi perusahaan
karena keuntungan menggambarkan hasil yang diperoleh setelah dikurangi harta yang
dikorbankan.

Dimensi Etis
Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan
mencari keuntungan—sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila
dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra.
Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak
mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk
menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
Dalam pembahasan ini akan dipakai dua acuan pokok :
a. Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-baiknya suatu perilaku atau tindakan.
b. Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran, yaitu kesadaran hewani,
kesadaran manusiawi, kesadaran spriritual.
Berikut ini adalah pembahasan bisnis dari dimensi etis. Pertama, kegiatan bisnis adalah
kegiatan produktif, artinya kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk
kebutuhan seluruh umat manusia. Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari
keuntungan suatu kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan
bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atau
dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain
atau menimbulkan kerusakan lingkungan).

Dimensi Hukum
Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya
mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu
mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh
warga suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih
dari satu negara. Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (dalam Sony Keraf,
1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan, yaitu legal creator dan
legal recoknition. Dari sudut pandang legal creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh
Negara sehingga perusahaan adalah sebuah badan hokum. Sebagai ciptaan hokum, perusahaan
mempunyai hak dan kewajiban hokum sebagaimana layaknya setatus hokum yang dimiliki
oleh manusia. Hokum di ciptakan oleh negara, sementara negara dan hukum ada karena ada
masyarakat. Ini brarti bila negara menciptakan perusahaan dari sudut hukum. Itu karena
perusahaan memang diperlukan oleh warga negara atau masyarakatnya. Perusahaan
diperlukankarena menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bila masyarakat tidak lagi membutuhkan perusahaan tersebut, maka negara mewakili
masyarakat dapat saja membubarkan perusahaan tersebut, maka negara mewakili masyarakat
dapat saja membubarkan perusahaan tersebut.

Sangat berbeda dengan pandangan perusahaan sebgai legal creator, pada sudut pandang
legal recognition perusahaan bukan diciptakan atau didirikan oleh negara, melainkan oleh
orang atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan
bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Tujuan utmanya adalah untuk memperoleh
keuntungan bagi pendiri/pemilik perusahaan tersebut, sedangkan memberikan perlayanan
kepada masyarakatmerupakan tujuan sampingan. Peranan negara dalam hal ini hanya
mendaftarkan, menegaskan, dan memberi izin secara hukum atas keberadaan perusahaan
tersebut.

Terlepas dari apa pun pandangan orang tentang status hukum suatu perusahaan,setiap
perusahaan bila ingnin memperoleh jaminan hidup jangka panjang harus tunduk pada berbagai
peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku baik di negara tempat perusahaan itu
berada maupun di semua negara yang meratifikasi peraturan/hukum internasional. Namun
demikian, harus disadari bahwa perusahaan yang telah mengikuti peraturan perundangan yang
berlaku tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan itu telah bertindak etis. Setiap
peraturan hukum yang baik memang harus dijiwai oleh moralitas. Namun sebagaimana
dimaklumi, tidak semua peraturan hukum berkaitan dengan moral. Ada juga hukum yang kalau
ditinjau dari aspek moral dianggap kurang etis. Hukum yang tidak ada hubungannya dengan
etika, misalnya Undang-Undang Lalu Lintas, berdasarkan UU ini, semua kendaraan di
indonesia harus berjalan di sebelah kiri jalan, sedangkan di beberapa negara lain di Eropa
semua kendaraan harus berjalan di sebelah kanan. Siapa pun tidak tidak dapat menilai berjalan
di sebelah kiri tidk lebih etis atau kurang etis dibandingkan kalauberjalan di sebelah kanan.

Hukum memang seharusnya mencerminkan moralitas, misalnya: hukum persaingan


usaha (Undang-Undang Anti Monopoli). Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang atau Peraturan
tentang Perizinan Kantor Akuntan Publik, Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang
tentang Ananlisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Undang-Undang Tenaga Kerja,
dan masih banyak lagi jenis peraturan/hukum lainnya. Untuk hukumperaturan perundang-
undangan seperti ini, hukum dapat dikatakan baik kalau dijiwai oleh moral yang baik pula.
Meskipun demikian, ada saja hkum/peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak etis.
Hukum/peraturan perundng-undangan yang menimbulkan kontroversi bila dilihat dari aspek
etika, antara lain Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlaku
sekarang ini. Undang-undang tersebut tidak mengakomodasi calon perorangan sehingga semua
calon harus melalui partai politik. Pertanyaannya adalah apakah Undang-Undang Pilkada ini
bersifat adil (fair/etis) bila tidak mengakomodasi calon perorangan.

Sering kali suatu undang-undang sudah cukup etis, tetapi dalam implementasinya pada
penegakan hukum di pengadilan sering meninmbulkan kontoversi bila dilihan dari aspek etika.
Misalnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, seorang hakim hanya
memotivasi tiga bulan penjara seorang koruptor yang telah merugikan negara ratusan miliar
rupiah. Vonis tersebut sama dengan vois yang diterima seorang pencuri ayam. Praktik-praktik
seperti ini banak dijumpai dalam berbagai kasus/perkara. Dalam bisnis, cukup banyak kasus-
kasus yang merebak selama ini, antara lain kasus Buyat (kasus pencemaran air oleh perusahaan
pertambangan yang mencemari air laut sehingga merugikan nelayan) dan kausus PT Lapindo
Brantas (dengan lumpur panasnya yang jelas-jelas menimbulkan pencemaran, mengenai
wilayah desa-desa yang sangat luas di Sidoarjo, Jawa Timur, menenggelamkan banyak pabrik
dan ruas jalan tol). Kasus-kasus tersebut tidak memperoleh perhatian serius dalam proses
penegakan hukum. Kasus serupa juga banyak terjadi, seperti kasus PHK massal karyawan pada
PT Dirgantara Indonesia, kasus PT Freeport di Papua, dan sebagainya yang terkesan tidak
memperoleh perhatian penegakan hukum yang adil.

Dimensi Soisal

Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat kompleks.
Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur,
orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconeccted), saling berinteraksi (interacted),
saling bergantung (interdependen), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem terbuka, artinya
keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada di dalam
perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia (tenaga
kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan
sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor
internal, yang juga terdiri dari atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia.
Faktor manusia di sini, antara lain: pemasok, pelanggan, penanaman modal, dan pemerintah
dapat saja berbentuk institusi atau lembaga, tapi toh yang menentukan dibalik institusi atau
lembaga tersebut adalah orang (oknum) kunci yang mempunyai wewenang mengambil
keputusan di dalam lembaga atau institusi tersebut. Faktor non-manusia adalah dalam bumi itu
sendiri sebagai sumber baan baku dan tempat beroperasi perusahaan. Bila selama ini orang
lebih banyak melihat faktor eksternal ini dalam wujud kondisi ekonomi, politik, teknologi, dan
sosial budaya, orang yang lupa bahwa semua kondisi eksternal pada hakikatnya diciptakan oleh
faktor manusia kunci di luar perusahaan. Misalnya, kondisi politik di pengaruhi oleh para
pemimpin yang berkuasa di suatu negara. Karakter penguasa-penguasa ini akan mewarnai
kondisi politik, baik di negara yang bersangkutan maupun bersangkutan dalam hubungan antar
negara. Kondisi ekonomi di pengaruhi oleh para pemasok, penanam modal, dan para
pelanggan. Karakter, sifat, latar belakang, dan interaksi yang kompleks antara perusahaan dan
ketiga golongan ketiga pemasok ini (pemasok, penanam modal, pelanggan) dan oknum
pemerintah akan mewarnai kondisi ekonomi yang ada. Begitu pula perkembangan teknologi
ditentukan oleh orang-orang yang menemukan, mengembangkan, dan menerapkan teknologi
itu untuk kepentingan bisnis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keberadaan suatu perusahaan
sebenarnya di tentukan oleh manusia atau orang, baik yang ada di dalam perusahaan
(karyawan, amanajer, eksekutif)maupun di luarperusahaan (pemasok, pelanggan, pemodal,
pejabat pemerintah, dan masyarakat lain), yang kesemunya memliki kepentingan (interest) dan
kekuatan atau kekuasaan (forse/power) untuk mendukung atau menghambat keberadaan dan
pertumbuhan perusahaan. Perusahaan akan mampu hidup (exist) bila kepentingan semua pihak
ini-tidak semata-mata kepentingan kepemilikan/pemegang saham-dapat diakomodasi. Bila ini
dapat dilakukan, maka perusahaan berfungsi melayani masyarakat keberadaannya diperlukan
oleh masyarakat baik yan ada di dalam perusahaan maupun yang berada di luar perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, bila perusahaan dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok keberadaan
perusahaan adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang di perlukan oeh masyarakt,
sedangkan keuntungan akan datang dengan sendirinya bila perusahaan mampu melayani
kebutuhan masyarakat. Pandangan ini selanjutnya akan melahirkan paradigma dan konsep
stakeholders dalam mengelola perusahaan. Konsep stakeholders ini akan pada sub-bab
berikutnya.

Dimensi Sepiritual

Keberadaan perusahaan diperlukan untuku melayani kebutuhan masyarakat bila perusahaan


dilihat dari dimensi sosial. Sepanjang masyarakat masih memerlukan produk perusahaan,
perusahaan akan tetap exiest. Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan
dengan agama. Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agam-ama besar, ada ketentuan yang
sangat jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama islam dijumpai suatun ajaran bahwa
menjalankan kegiatan bisnis ini merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis
(ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
(Dawan Raharjo,1990). Selanjutnya Dawan Rahajo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam
islam, yaitu ibadah, akhirat dan amal saleh. Interpretasi yang lebih luas tentang ketiga doktrin
ini sudah lama dikaji dan dipahami. Ibadah tidak hanya diartikan dalam arti sempit-hanya
menyangkut aspek ritual seperti sholat dan puasa-tetapi juga terkait urusan mencarirezeki dan
menuntut ilmu. Dalam doktri khirat, kegiatan manusia tidak semata-mata hanya memburu
surga dengan mengabaikan atau menjauhi kewajiban-kewajiban hidup di dunia. Begitu pula
interpretasi luas mengenai amal saleh tidak hanya dalam bentuk Charity, seperti sumbangan
untuk membangun masjid, tetapi juga termasuk kegiatan jual beli dan sewa menyewa (dawan
Rahardjo,1990).

Nyoman S. Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgia-yang merupakan


salah satu dari lima kitab suci Hindu-dikemukakan empat cara untuk beruhubungan dengan
Tuhan, dan keempatnya merupaka satu kesatuan yang tak terpisahkan, yaitu: bakti yoga (jalan
kebaktisn, sembahyang, dan kasih sayang), karma yoga (jalan tindakan/kerja), jnana yoga
(jalan ilmu pengetahuan), dan raja yoga (jalan meditasi, zikir). Berikut ini adalah kutipan salah
satu sloka dalam Baghawad Gita yang berkaitan dengan tindakan/kerja (karma yoga) yang
kalau diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia kurang lebih artinya sebagai berikut.

“Orang tidak akan mencapai kebebasan,


Karena diam tidak bekerja,
Juga dia tidak akan mencapai kesempurnaan
Karena menghindari kegiatan kerja,”

Menurut Peschke S.V.D. (2003), dalam agama Kristen dijumpai suatu pandangan
bahwa hakikat tujuan hidup tertinggi umat manusia adalah untuk memuliakan Allah di surga.
Namun panggilan umat kristen untuk mencapai tujuan tertinggi ini sama sekali tidak
melupakan kewajiban mereka untuk berperan dalam pengembangan dunia. Selanjutnya
Peschke S.V.D. mengatakan bahwa manusia dipanggil untuk menguasai dunia dan seluruh
isinya mengolah dan merawatnya. Pandangan ini menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan
itu bukan saja tidak bertentangan dengan ajaran agam, tetapi justru manusia diberi wewenang
untuk mengolah dunia asalkan dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Maksud tanggung
jawab adalah bahwa dalam menguasai dan mengelola dunia harus dilakukan dengan disertai
kesadaran untuk memajukan, merawat, dan melestarikan dunia beserta isinya, bukan
sebaliknya justru berdampak merugikan masyarakat dan merusak alam beserta seluruh isinya.
Kegiatan bisnis yang baik seperti ini dapat disebut kegiata bisnis yang religius. Kalau tidak
mau menggunakan istilah religius, dapat saja memakai istilah lain yang mempunyai makna
yang sama, yaitu kegiatan bisnis yang sepiritual, atau kegiatan bisnis tercerahkan. Ketiana
bisnis yang sepiritual tumbuh berdasarkan paradikma sebagai berikut:

 Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis


adalah bagian dari ibadah (God devotion).
 Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (prosporeus society).
 Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(planet conservation).
Secara lebih jelas, peranan bisnis yang spiritual dapat digambarkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1

Kegiatan Bisnis Spiritual

Ibadah (God Devation)

Bisnis
(Profit)

Alam Lestari masyarakat

(planet conservation) (prosporeus society)

Dewasa ini telah muncu banyak perusahaan multinasional (multinational corporation-


MNC) yang aktivitasnya tidak lagi mengenal batas-batas negara bahkan pendapatannya banyak
yang telah melampaui anggaran pendapatan banyak negara. Perusahaan-perusahaan ini
menjadi motor penggerak perekonomian dunia dan menghasilkan kemajuan perekonomian
dunia yang spektakuler sebagaimana biasa kita saksikan dan rasakan saat ini. Meskipun saat
ini perekonomian dunia telah mencapaik tingkat yang sangat maju, namun tak urung juga
menimbulkan dampak negatif, antara lain kesenjangan golongan kaya dengan golongan miskin
yan makin melebar, timbulnya pemanasan global, kerusakan hutan, ancaman kemusnahan
kehidupan akibat ilmiah beracun, bisnis yang memproduksi dan memperdagangkan
barang/jasa terlarang (narkoba, judi, pelacuran, dan lain-lain), bisnis yang memproduksi dan
memperdagangkan berbagai jenis senjata pemusnah massal, dan sebagainya. Semua ini
membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis atau oknum pemangku kepentingan
(stakeholders) terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam menjalankan
praktik bisnis mereka

You might also like