You are on page 1of 10

BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari
kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus.
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
Sindrom nefrotik adalah pennyakit pada ginjal yang menyebabkan
tubuh terlalu banyak membuang protein lewat urin. Penyakit ini
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor primer(dari ginjal) dan faktor
sekunder(dari luar ginjal bisa bersifat sistemik).
Sindrom nefrotik terjadi apabila fungsi pembuluh darah gromeruli ini
mengalami kerusakan. Akibatnya fungsi penyaringan tidak berjalan
dengan efektif, senyawa – senyawa yang sekiranya masih dibutuhkan oleh
tubuh tidak berhasil ditahan dan akhirnya lolos menuju ginjal. Itu
sebabnya secara awam penyakit ini juga biasa disebut penyakit ‘ginjal
bocor’.
Sindrom nefrotik adalah gangguan ginjal yang menyebabkan tubuh
manusia kehilangan terlalu banyak protein yang dibuang melalui urine.
Meski jarang terjadi, sindrom nefrotik dapat dialami oleh siapa saja. Tetpai
umumnya terdeteksi pertama kali pada anak – anak utamanya yang berusia
antara 2 sampai 5 tahun.
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis dengan adanya
proteinuria masif (3,5 g/hari), hipoalbuminemia, edema, dan
hiperlipidemia. Biasanya diikuti oleh beberapa penyakit glomerulonefritis
primer atau gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang secara
sekunder.(Wikipedia)

1
B. ETIOLOGI
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu
reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya
menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom
nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara
yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus
namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis
vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati
membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis
fokal segmental.

2
C. MANIFESTASI KLINIK
Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik
yang menonjol. Kadang – kadang mencapai 40% dari BB dan didapatkan
edema anasarka. Pasien sangat rentan terrhadap infeksi sekunder. Selama
beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi
ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85 – 95%) sebanyakn 10 –
15 gram perhari.
Selama edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang,
berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin,
granula, lipoid. Terdapat pula sel darah putih. Pada fase nonnefritis, uji
fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan progresif di
glomerulus, terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin
normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin
yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen
meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada keadaan lanjut biasanya
terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.

Tanda dan gejala yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:


a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan
periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholesterolemi.
e. Lipiduria.
f. Mual
g. Anoreksia
h. Diare.
i. Anemia
j. Edema paru.

3
D. KLASIFIKASI
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change
nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak
usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi
system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-
yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

E. PATOFISIOLOGI
Adanya peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan
proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya, tekanan
onkotik plasma menurun karena adanya pergeseran cairan dari
intravaskular ke intertisial. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan
filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar
albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai
peningkatan sintesa lipid, lipoprotein, dan trigliserida.
 Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular
akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan
terjadi proteinuria. Lanjutan proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik
plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan

4
intravaskuler berkurang sehingga menurunkan jumlah aliran darah
ke renal karena hipovolemi.
 Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Retensi
natrium dan air akan menyebabkan edema.
 Terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida serum
akibat peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma.
 Adanya hiperlipidemia juga akibat meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul karena kompensasi hilanngnya
protein, dan jumlah lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
 Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan oleh hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
atau defisiensi seng.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna
urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,
hemoglobin, mioglobin, porfirin, proteinemia tinggi, berat jenis
urin meningkat
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.
Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium
meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah
merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin serum
menurun, kolesterol serum meningkat, LED meningkat

5
b. Biopsi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

G. PENATALAKSANAAN
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang
menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang
interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama
diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900
sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/
hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini
dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam
usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan
kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin
masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam
perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong
urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan
pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan
popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema
kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka
harus diswab dengan air hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan
kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis
dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg
diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat

6
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters
mellitus, konvulsi dan hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika
untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-obatan
spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-
obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan
penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan
memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi
virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid
dan siklofosfamid.
c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang
tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang
berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah
sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.

7
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder terjadi karena kadar imunoglobulin yang
rendah akibat hipoalbuminemia
2. Shock: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler: terjadi akkibat gangguan sistem
koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Malnutrisi
5. Kegagalan ginjal

8
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya


edema.
2. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan
dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi
ginjal.
3. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik :
Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada wajah
( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun
pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen
(asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit,
mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin
berbusa ).
4. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk
protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum
protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah
darah, serum sodium.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan


ekspansi paru

9
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia

d. Resiko tinggi infeksi ditandai dengan penurunan hemoglobin

10

You might also like