You are on page 1of 22

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
Dosen pengampu : Rahmawati Shoufiah,S.ST.,M.Pd

Disusun Oleh :

1. Helda Wuri Chandra Ningtias


2. Vera Dwi Tamara

Tingkat 2 Keperawatan

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN
KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS” tepat pada
waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah
KMB 1. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam
pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-rekan lain yang
membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih tahap belajar
dan oleh karena itu mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan
kekurangan di dalam penulisan makalah ini.

Balikpapan, 04 September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A.Latar Belakang ................................................................................................. 1

B.Tujuan Penulisan .............................................................................................. 1

C.Sistematika Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................................... 3

A. Pengertian ....................................................................................................... 3
B. Anatomi Fisiologi ........................................................................................... 3
C. Etiologi ........................................................................................................... 9
D. Patofisiologi .................................................................................................. 10
E. Patoflowdiagram ........................................................................................... 11
F. Tanda Dan Gejala ......................................................................................... 12
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 12
H. Penatalaksanaan Medis ................................................................................. 13
I. Komplikasi.................................................................................................... 14
J. Konsep Dasar Keperawatan.......................................................................... 14
1.1 Pengkajian .............................................................................................. 14
1.2 Diagnosa................................................................................................. 16
1.3 Intervensi ............................................................................................... 16

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 18


A. Kesimpulan ................................................................................................. 18
B. Saran ............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar
di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar,
lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih
dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare
tersebut.
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang
menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar
ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di
lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu
melalui perantara.
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman
Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah
kesehatan utama masyarakat Indonesia.Diare merupakan penyakit berbahaya
karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat menimbulkan letusan
kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare adalah
dehidrasi yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada
tinja diare (Depkes RI, 1998). Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong
50-60% diantaranya dapat meninggal.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus.
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Gastroentritis pendekatan dengan proses
keperawatan.

1
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Gastroentritis.
b. Dapat menentukan masalah keperawatan pada klien dengan
Gastroentritis.
c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Gastroentritis.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Gastoentritis.
e. Dapat melakukan evaluasi pada klien dengan Gastroentritis.

C. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,tujuan penulisan,serta
sistematika penulisan.
Bab II tinjauan teori terdiri dari pengertian,anatomi fisiologi
gastroenteritis,etiologi,patofisiologi,patoflowdiagram, tanda dan gejala
,pemeriksaan penunjang,penatalaksanaan medis,komplikasi,dan konsep dasar
keperawatan tentang gastroenteritis yang berisi pengkajian,diagnosa,dan
intervensi.
Bab III yang terdiri atas kesimpulan dan saran

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan


gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak).
(Capital Selekta.edisi 3. 1999).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari
biasanya.(FKUI, 1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam- macam, virus dan parasit yang
patogen.
(Whaley & Wong’s, 1995).

Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit( jamur, caci
ng, protozoa
Gastroenteritis akan di tandai dengan muntah.dan diare yang dapat menghilangk
an
cairan dan elektrolit terutama natrium.dan kalium yang akhirnya menimbulkan
asidosis metabolic dapat juga terjadi cairan atau dehidrasi ( Setiati, 2009).

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

3
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan teriri
dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (
amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
4
terdiri dari; Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian
media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang
sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang


menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut
laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus –
“memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior


(sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot
halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

4. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan
masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter),
yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)

5
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)


1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar (
M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (
Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

2. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

3. Usus Kosong (jejenum)


6
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-
8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya
sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan
usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune
yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari
bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

4. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.

5. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens
(kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

7
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi
manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan
organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing
dikenal sebagai appendektomi.

8. Rektum dan anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan
yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan

8
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

C. Etiologi

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :


1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia, aeromonas,
dsb.
2) Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis), adenovirus,
rotavirus, astrovirus dan lain-lain
3) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protozoa
(Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur (candida
albicans).

b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia, ensefalitis dsb.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktasi.
a. Malabsorbsi lemak
b. Malabsorbsi protein

9
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

D. Patofisiologi

Berdasarkan Hasan (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya


diare adalah:
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
tidak karena peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus


Hiper akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.

Patogenesis diare akut :


a. Masuknya jada renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
b. Jasad renik tersebut berkembangbiak (multiplikasi) di dalam usus halus.
c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
d. Akibat toksin hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

10
Patogenesis diare kronis :
Lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkan wabah infeksi, bakteri, parasit,
malabsorbsi, malnutrisi, dll.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengatakan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa (osidosis, metabolik, hipokalamia).
b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah).
c. Hipoklikemia
d. Gangguan sirkulasi darah.

E. Patoflowdiagram

11
F. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala gastroenteritis dibagi menjadi 2, sebagai berikut:


a) Tanda dan gejala secara umum:
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair/ encer.
2. Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun).
3. Mata cekung.
4. Membran mukosa kering.
5. Demam.
6. Nafsu makan berkurang
7. Mual dan muntah
8. Lemah
9. Pucat
10. Nyeri abdomen
11. Perih di ulu hati
12. Perubahan tanda- tanda vital, nadi dan napas cepat
13. Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine
14. Penurunan berat badan
15. Peristaltik meningkat
16. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
1.Pemeriksaan tinja.
2.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,
bila memungkinkan.
3.Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada klien diare kronik.

12
H. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan.
1.Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat
dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa
kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

2. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan
atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
1. Dehidrasi ringan. 1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg
BB / oral
2. Dehidrasi sedang. 1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg
BB / hari.
3. Dehidrasi berat. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
a. 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml =
15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
b. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml
= 20 tetes ).
c. 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan
dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.


a. 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml
= 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
b. 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum
dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg
BB / menit.

13
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
a. 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml
= 20 tetes ).
b. 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1.) Memberikan asi.
2.) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.

c. Obat-obatan.
1. Obat anti sekresi.
2. Obat anti spasmolitik.
3. Obat antibiotik.
4. Obat anti diare
5. Obat antiemetik

I. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Malnutrisi
6. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
7. Hipokalemia
8. Hipoglikemia

J. Konsep Dasar Keperawatan


1.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan verifikasi
atau komunikasi data tentang klien selama pengkajian perawat mendapatkan dua
tipe data yaitu :

14
a. Data subjektif : pengumpulan data dari sumber primer/ klien) merupakan
persepsi klien tentang masalah kesehatannya biasanya mencangkup perasaan
ansietas, ketidaknyamanan fisik atau stress mental.
1. Pasien mengeluh diare terus menerus
2. Pasien mengatakan feses encer/cair
3. Pasien mengeluh mulas
b. Data objektif: (pengumpulan data dari sumber sekunder) merupakan
pengamatan atau pengukuran yang dibuat oleh pengumpul data.
1. Pasien terlihat tampak lemas
2. Pasien terlihat memegangi area perutnya

Pola kesehatan fungsional


a. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang : kebiasaan memelihara kuku, cuci tangan sebelum
makan, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi.
b. Nutrisi dan metabolik
Hipertermi, penuturan berat badan total sampai 50%, dnoteksia, muntah.
c. Eliminasi BAB
Feces encer, frekuensi bervariasi dari > dari 3 sampai 8 kali per hari.
d. Aktifitas
Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.
e. Sensori
Nyeri ditandai rasa sakit pada abdomen.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak lemah dan kesakitan.
b. Tanda vital
Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
TD menurun karena dehidrasi
RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam (kusmoul)
Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi

15
Nadi meningkat (nadi perifer melemah)
c. Mata: cekung
d. Mulut: mukosa kering
e. Abdomen: turgor jelek
f. Kulit: kering, kapilari refil > 2’

1.2 Diagnosa
1. Diare akut berhubungan dengan infeksi bakteri.
2. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan
encer.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.

1.3 . Intervensi
1. Diagnosa : Diare akut berhubungan dengan infeksi bakteri
Tujuan : Diare dapat teratasi dalam jangka waktu secepatnya
Hasil yang diharapkan :
a. Konsistensi feses berbentuk
b. Tidak ada keluhan mengenai diare
c. Tidak terjadi lemas
2. Diagnosa : Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
seringnya buang air besar dan encer.
Tujuan : Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.
Hasil yang diharapkan :
a. Pengisien kembali kapiler < dari 2 detik
b. Turgor elastik
c. Membran mukosa lembab
d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi :
a. Kaji intake dan output, otot dan observasi frekuensi defekasi, karakteristik,
jumlah dan faktor pencetus
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
b. Kaji TTV
Rasional : membantu mengkaji kesadaran pasien.

16
c. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuan cairan.
d. Ukur BB setiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
e. Anak diistirahatkan
Rasional : meningkatkan sirkulasi.
f. Kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral
Rasional : meningkatkan konsumsi yang lebih.
g. Pemberian obat antidiare, antibiotik, anti emeti dan anti piretik sesuai program.
Rasional : menurunkan pergerakan usus dan muntah.

3. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


menurunnya intake absorbsi makanan.
Tujuan : Anak-anak toleran diet yang sesuai.
Hasil yang diharapkan :
a. BB dalam batas normal
b. Tidak terjadi kekambuhan diare.
Intervensi :
a. Timbang BB tiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan dalam pemberian nutrisi./
b. Pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
Rasional : mengurangi reyurtasi.
c. Jaga kebersihan mulut pasien
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
d. Monitor intake dan output
Rasional : observasi kebutuhan nutrisi.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diare merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami defekasi berupa feses cair atau feses tidak berbentuk dalam
frekuensi yang sering (Lynda Juall, 2012).
Diare adalah pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk (NANDA, 2012).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare merupakan
situasi dimana seorang individu mengalami sensasi rasa sakit perut seperti
melilit atau mulas kemudian defekasi berupa feses yang encer atau lunak
dan tidak berbentuk serta dikeluarkan secara terus- menerus dengan
frekuensi lebih dari 3 kali.

B. Saran
Kami harap laporan ini dapat berguna untuk semua yang membacanya,
untuk pasien yang mengalami diare diharapkan untuk banyak minum
sebagai pengganti cairan elektrolit seperti oralit dan norit.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

19

You might also like