You are on page 1of 32

LAPORAN PRESENTASI KASUS DOKTER INTERNSIP

ABORTUS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh:
dr. Anggiat M.T David

Pendamping:
dr. G.M Candrawati.

Pembimbing:
dr. Yongki W, M.BIOMED, Sp.OG

RSUD ABDOER RAHEM SITUBONDO


JAWA TIMUR
2018
BAB I
DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. A
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
No.RM : 18.27.14.42
Alamat : Jl. Suboh
II. ANAMNESIS
Pasien masuk via IGD RSUD Abdoer Rahem Situbondo pada tanggal
25 Februari 2018 pukul 20.35 WIB rujukan dari RSUD Besuki, datang
dengan keluhan perdarahan pervaginam.
a. Keluhan Utama:
Keluar darah dari kemaluan sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
- Pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan disertai perut mulas
mulas sejak 14 jam SMRS.
- Pasien mengaku HPHT di bulan bulan november.
- Keluhan perut mulas-mulas, keluar darah dari kemaluan pasien (+),
nyeri kepala depan (-), nyeri ulu hati (-), mual dan muntah (-).
Riwayat hipertensi sebelumnya (-), riwayat mengkonsumsi obat-
obatan buat menggugurkan (+),Riwayat trauma (-), riwayat diurut (-)
dan riwayat keputihan disangkal pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-) Penyakit Jantung (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

1
e. Riwayat Minum Obat:
Cytotek 4 tab sekali minum.
f. Riwayat Haid:
Pertama menstruasi usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, selama 5-7 hari,
banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
g. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah tahun 2011, menikah saat usia 22 tahun
h. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus:
Hamil I : Laki- laki. 4 tahun, BBL 2700 gram, lahir normal di rumah,
dibantu oleh bidan
Hamil II : Kehamilan ini
i. Riwayat KB :
(-)
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai buruh, ibu sebagai Ibu rumah tangga, hasil kerja suami
cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Komposmentis
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frek. Nadi :84 x / menit
Frek. Nafas : 21 x / menit
Suhu : 36,50C
Berat badan : 60 Kg

d. Status Generalis
 Kepala

2
Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
 Thoraks
Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
 Abdomen : Status Obstetrikus
 Genitalia : Status Obstetrikus
 Ekstremitas : Edema pada kedua tungkai, CRT < 2 detik, akral hangat.,
refleks patella (+),
e. Status Obstretikus
 Muka : Kloasma gravidarum (-)
 Mammae : Hiperpigmentasi areola mammae, mammae membesar dan
menegang, papilla mammae menonjol.
 Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membesar sesuai dengan usia
kehamilan, striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea mediana (+), skar
(+).
Palpasi : TFU Tidak teraba.
His : (-)
Auskultasi : DJJ : (-)
Genitalia eksterna
Inspeksi : Perdarahan pervagina (+) 20-50 cc.
Genitalia interna
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT / bimanual palpasi : terdapat pembukaan 1 cm, teraba jaringan.

3
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi rutin
Hemoglobin : 10.7/dl
Eritrosit : 4.32 jt/mm3
Hematokrit : 31.4 %
Leukosit : 13.76/ul
Trombosit : 327.000/ul
Urinalisis
Ptotein urin :-
Plano test :+
Eritrosit : Penuh merata.

USG

4
DIAGNOSIS KERJA
G2P1AB0 uk. 11 minggu dengan abortus inkompit.

RENCANA
 Rawat inap ruang SERUNI
 Observasi KU, TTV, stabilisasi hemodinamik
 IVFD RL 14 gtt/menit makrodrip
 Inj. Ketorolak 2 x 30mg.
 Rencana KURETASE besok pagi (26/02/2018)

Follow Up
Tanggal Subjektif dan Objektif Assessment Plan
25/02/2018 S : perut mules (+) G2P1AB0 uk. Informed consent
O : KU : Cukup baik 11 minggu ke pasien.
Kes : Composmentis dengan Obs KU, TTV.
TD : 120/70 mmHg abortus IVFD RL 20
HR : 84x/menit inkompit. gtt/menit.
t : afebris Ketorolac 2x 30mg.
St. Generalisata : dalam batas
normal

St. Obstetri : VT keluar darah


sedikit.

26-02-2018 S : perut mules (-) P1Ab1 + Informed Consent.


O : KU : cukup baik Abortus Cefixim 2x200mg
Kes : Composmentis Inkomplit + tab
TD : 110/70 mmHg Post As.Mefenamat
HR : 80 x/menit Kuretase. 3x500mg tab
Rr: 20x/ menit Bledstop 3x1 tab
t : afebris Fe 1x1 tab
St. Generalisata : dalam batas Obs. TTV/ 2 jam
normal Nb: pasien stabil
St. Obstetri : keluar darah acc KRS.
sedikit dari jalan lahir.

5
BAB II
PEMBAHASAN
Resume
Wanita, usia 32 tahun mengeluh Pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan
disertai perut mulas mulas sejak 14 jam SMRS. Pasien mengaku HPHT di bulan bulan
November. Keluhan nyeri kepala depan (-), nyeri ulu hati (-), mual dan muntah (-). Riwayat
hipertensi sebelumnya (-), riwayat mengkonsumsi obat-obatan buat menggugurkan (+),
riwayat trauma (-), riwayat diurut (-), riwayat berhubungan (-) dan riwayat keputihan
disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 84x/ menit.
Pada pemeriksaan Leopold: Tidak dilakukan.
TFU : Tidak teraba.
His : (-)
Auskultasi : (-)
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb : 10.7 gr/dl,
Plano test (+). USG : Hasil : Terdapat sisa jaringan.
Pasien masuk via IGD kriman dari RSUD BESUKI dengan diagnosa G2P1 gravid 10-
11 minggu + abortus inkomplit. Diagnosis ini sudah tepat, menurut kaidah penulisan
diagnosis penulisan diagnosis ibu harus diikuti dengan diagnosis janin. Dari anamnesis
diketahui bahwa HPHT pasien pada 5/11/2017. Berdasarkan rumus Naegele didapatkan usia
kehamilan pasien 10-11 minggu. Pada pasien sudah benar diagnosis dengan G2 karena
kehamilan ini merupakan kehamilan kedua pada pasien (secondary gravida). Diagnosis
Abortus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu adanya keluar darah
bergumpal- gumpal dari jalan lahir, dari pemeriksaan urin analisis Plano tset (+) , sehingga
penegakan diagnosis Abortus pada pasien ini sudah tepat.

Penatalaksanaan

Pada saat di IGD RSUD ABDOER RAHEM Kab. SITUBONDO pasien di stabilisasi
dengan diberikan O2 via nasal canule sebanyak 2 LPM dan dilanjutkan pemberian cairan
infus 500 cc RL selama 8 jam , pemberian inj. Ketorolac 2x 30mg dan observsasi TTV , dan
di rencanakan untuk KURETASE ke esokan hari nya. Penatalaksanaan pasien ini sudah
sesuai protap yang ada.
Pada tanggal 26 Februari 2018 dilakukan penanganan aktif berupa KURETASE.
Pananganan aktif dilakukan karena Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada
keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan yang telah gagal berkembang,

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Abortus


Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan
dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

3.2 Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan dimana sekitar 15%
kehamilan akan berakhir pada aborsi. Sekitar 500.000 wanita meninggal akibat komplikasi
persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan kesehatan setelah melahirkan. Pada negara
berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi
terdapat di Afrika yaitu 870 per 100000 kelahiran hidup.

Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS mencapai 1278.000 kasus
dengan rasio 20,8 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15-49 tahun).

Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus pada tahun 2000
dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah. Motif
sebagain besar kasus abortus adalah abortus kriminalis.

8
Sekitar75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan
62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pas
ti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.

3.3 Etiologi
Penyebab abortus dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu penyebab fetal, penyebab maternal
dan penyebab paternal. Faktor patologis dari pihak semua (paternal) ini walaupun
berhubungan tetapi pengaruhnya sangat kecil terhadap kejadian abortus spontan.

1. Faktor fetal
Delapan puluh persen kasus abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu,
setengah di antaranya disebabkan oleh kelainan kromosom. Sembilan puluh lima persen
kelainan kromosom pada abortus spontan disebabkan oleh kegagalan gametogenesis maternal
dan sisanya adalah kegagalan gametogenesis paternal. Abnormalitas dapat dimulai dari
pembelahan meiosis dari gamet, pesan ganda pada saat fertilisasi atau saat pembelahan dini
mitosis. Keadaan abortus dengan kelainan kromosom ini disebut abortus aneuploid, misalnya
trisomi autosom atau monosomi. Abortus spontan biasanya menunjukkan kelainan
perkembangan zigot, embryo, fetus tahap awal, atau pada plasenta. Dari 1000 abortus spontan
yang diteliti, ditemukan setengahnya menunjukkan tidak adanya embrio atau disebut blighted
ovum. Kelainan morfologi pertumbuhan terjadi pada 40% abortus spontan sebelum usia
gestasi 20 minggu. Setelah trimester pertama, tingkat abortus dan kelainan kromosom
berkurang.

9
2. Faktor Maternal
Selain cacat kromosom dari pihak ibu, abortus juga dapat terjadi akibat adanya gangguan
kesehatan atau penyakit sistemik pada ibu.

10
a. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini tidak
umum terjadi. Dari hasil penelitian, infeksi yang diduga memiliki kaitan dengan
abortus spontan adalah Mycoplasma hominis, ureaplasma urealyticum, dan bakterial
vaginosis.
b. Gangguan nutrisi yang berat
Defisiensi salah satu komponen nutrisi atau defisiensi sedang dari semua komponen
nutrisi bukan merupakan penyebab penting pada abortus.
c. Pacandu berat alkohol atau rokok
Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat
1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari.
Abortus spontan berkaitan juga dengan konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum
alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol
setiap hari. Sementara itu, kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan
abortus. Akan tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi
setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. Pada yang
mengkonsumsi lebih dari 5 cangkir setiap hari, risiko berhubungan dengan jumlah
kopi yang dikonsumsi setiap hari.
Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah
dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.
Ketika alat kontrasepsi dalam rahim gagal mencegah kehamilan, risiko abortus,
khususnya abortus septik meningkat. Sementara itu, kontrasepsi oral atau zat
spermisidal tidak berkaitan dengan peningkatan risiko abortus.
d. Penyakit kronis atau menahun
Diabetes mellitus. Tingkat aborsi spontan dan malformasi kongenital major
meningkat pada wanita dengan diabetes bergantung insulin. Risiko berkaitan dengan
derajat kontrol metabolik pada trimester pertama
e. Gangguan hormonal
Terdapat hubungan antara defisiensi progesteron dan terjadinya abortus. Hormon
progesteron sangat berperan pada pembentukan desidua. Gangguan pembentukan
desidua akan menganggu proses nutrisi embrio yang menyebabkan terhentinya proses
biologiss sehingga terjadi abortus.
11
Selain trofoblas, kelenjar tiroid berperan dalam memelihara kehamilan. Gangguan
pada tiroid dapat mengakibatkan gangguan kehamilan normal.
f. Gangguan imunologis
Antibodi terhadap sperma pada segolongan wanita dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan kehamilan. Apabila kehamilan dapat terjadi maka risiko abortus sangat
tinggi. Ketidaksesuaian golongan darah dapat menjadi penyebab abortus spontan.
g. Trauma fisis
Trauma mayor abdomen dapat menyebabkan abortus.
h. Anomali uterus dan serviks
Pada mioma yang besar dan multipel biasanya tidak menyebabkan abortus. Jika
dihubungkan dengan abortus, yang menentukan bukanlah ukurannya tetapi lokasinya.
Mioma submukosa lebih sering menyebabkan abortus daripada mioma intramural
maupun mioma subserosa.
Kelainan serviks yang berperan pada terjadinya abortus adalah inkompetensi serviks.

3.4 Faktor Risiko


Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur.Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19
tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-
34 tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun
ke atas. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus
tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun.
2. Riwayat reproduksi abortus.
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari
frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%,
2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap
hari. Dengan factor pemicu asap rokok, stress oksidatif akan semakin buruk. Stres
oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta dan
abortus dini. ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga
12
dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel. Dengan risiko stres
oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan
sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu, Vural, et al. menunjukkan adanya
peningkatan radikal bebas superoksida oleh PMN pada trimester satu kehamilan.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua
kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi
pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian
didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1-3 kali untuk setiap gelas alkohol yang
dikonsumsi setiap hari.
c. Kafeindosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan
tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah
dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan risiko
abortus, khususnya abortus septik meningkat.
f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.

3.5 Klasifikasi Abortus


Tipe abortus antara lain:
3.5.1 Abortus spontan (keguguran atau spontaneus abortion/misscarriage)
Abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan)
untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Derajat abortus spontan meliputi:

a. Abortus iminens (threatened abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

13
Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien
akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan sedikit
seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa riwayat keluarnya jaringan terutama
pada trimester pertama kehamilan. Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes
kehamilan positif dan serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah
di sekitar dinding vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.

b. Abortus insipiens (inevitable abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks
uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan
mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat keluarnya
jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan, darah berupa
darah segar mengalir. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding
vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.

c. Abortus inkomplit (incomplete abortion)

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition. London:
Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

14
Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada
anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir
terutama pada trimester pertama dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.

d. Abortus komplit (complete abortion)

Sumber: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current Diagnosis
and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003. [e-book].

Abortus Komplit adalah keadaan di mana semua hasil konsepsi telah dikeluarkan.
Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus
mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa
semua sudah keluar dengan lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya
disuntikan sulfas ferrosus atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal
bercak-bercak dan anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada tidaknya
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo, ditemukan darah segar di
sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.

e. Retensi embrio mati (missed abortion)


Istilah ini digunakan pada kegagalan uterus untuk mengeluarkan embrio lebih
dari 8 minggu dihitung sejak kematian embrio tersebut. Karena sulit mengetahui saat
pasti tentang matinya embrio, maka umumnya diambil patokan dari ketidak sesuaian
ukuran uterus dengan usia kehamilan (dengan adanya selisih 8 minggu). Pada
beberapa kasus, missed abortion dapat diekspulsi secara spontan. Bila usia kehamilan
15
telah memasuki trimester kedua dan terjadi retensi janin mati, maka sering terjadi
gangguan pembekuan darah, seperti perdarah dari gusi, hidung atau tempat terjadinya
trauma. Gangguan pembekuan darah tersebut disebabkan oleh koagulopati konsumtif
akibat retensi embrio mati dalam jangka waktu cukup lama.

f. Abortus habitualis (recurrent abortus)


Abortus habitualis Penyebab abortus harus dapat dikenali segera agar dapat
dilakukan pengobatan yang sesuai. Bila akibat cacat kromosom, lakukan upaya-upaya
investigasi genetika dan upayakan perbaikan dengan metode yang tersedia. Bila
disebabkan defisiensi hormonal, maka cari penyebab defisiensi dan pilih hormon
substitusi yang sesuai. Bila hal ini disebabkan inkompetensi servikal, maka lakukan
prosedur ligasi serviks dengan cara Shirodkar atau Mc Donald sebelum kehamilan
berusia 12-14 minggu.

3.5.2 Abortus buatan/diinduksi (induced abortion)


Abortus yang terjadi akibat upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Abortus buatan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Abortus buatan terapeutik (abortus provokatus medisinalis)


Aborsi yang dilakukan pada wanita hamil atas indikasi terapeutik atau medis.
Umumnya indikasi tersebut berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya
gangguan kesehatan yang berat pada ibu (dekompensatio kordis, tuberkulosis paru
berat, status asmatikus, diabetes mellitus tidak terkontrol, penyakit hati menahun, dan
sebagainya). Pada beberapa negara, indikasi untuk melakukan abortus provokatus
berkaitan dengan adanya kecatatan pada janin (misalnya talassemia, kelainan
kromosom, sindrom Down, penyakit retardasi mental) atau dari cara terjadinya suatu
kehamilan (akibat perkosaan, hubungan sedarah/incest).

Pada beberapa badan peradilan di luar negeri atau negara modern dikenal pula istilah
terminasi kehamilan atas permintaan pasien (voluntary termination), yaitu abortus
yang dilakukan atas permintaan pasien, baik akibat adanya risiko terhadap kesehatan
ibu atau tekanan mental berat yang dialami ibu tersebut (misalnya kehamilan yang
baru saja diketahui setelah terjadinya perceraian, sulit menentukan ayah dari janin
16
yang dikandungnya, hamil bukan dengan pasangan yang sebenarnya atau pasangan
tersebut tidak terikat dalam ikatan pernikahan yang sah).

b. Abortus kriminalis (abortus provokatus kriminalis)


Aborsi yang dilakukan secara sengaja (melalui kesepakatan antara pasien dan
pelaku aborsi) dan bukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, adanya
kecacatan pada janin atau gangguan mental yang berat.
c. Abortus dengan risiko/abortus tidak aman (unsafe abortion)
Terminasi kehamilan yang tidak diinginkan oleh wanita atau pasangannya
melalui cara yang mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa wanita tersebut
karena dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan
cukup serta menggunakan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi
suatu tindakan medis.
Peralatan yang digunakan umumnya menggunakan banyak cemaran bahan
berbahaya, baik mikroorganisme maupun bahan kaustik atau iritatif. Bila pasien
selamat dari kematian, maka dapat terjadi cacat yang menetap atau gangguan organ
serius. Bahan-bahan tradisional yang digunakan di antaranya batang kayu, akar
pohon, tangkai pohon yang memiliki getah iritatif, batang plastik yang dimasukkan ke
dalam kavum uteri. Beberapa upaya lainnya yaitu dengan melakukan pemijatan
langsung ke korpus uteri hingga terjadi memar pada dinding perut, kandung kemih,
adneksa atau usus.
Hal ini merupakan tragedi fatal yang tersembunyi. Dalam periode 1 tahun, hampir
70.000 ibu meninggal akibat abortus yang tidak aman atau berisiko. Risiko ini amat
dipengaruhi oleh ada tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan
kesehatan maternal secara memadai. Beberapa kondisi (kemiskinan, keterbelakangan,
dan sikap kurang peduli) menambah angka kejadian abortus yang tidak aman. WHO
memperkirakan angka kematian yang berkaitan dengan abortus yang tidak aman
cukup tinggi, paling tidak 20 juta per tahun. Hampir 90% abortus dengan risiko
dilakukan di negara berkembang. Kematian akibat abortus dengan risiko di negara
berkembang 15 kali lebih banyak daripada negara industri. Jika dibandingkan dengan
negara yang sangat maju, angka tersebut meningkat menjadi 50 kali lebih banyak.

17
d. Abortus septik
Abortus dengan komplikasi infeksi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi
mikroorganisme dari saluran genital bawah setelah abortus spontan atau aborsi yang
tidak aman. Sepsis biasanya terjadi bila hasil konsepsi masih tertinggal dan evakuasi
ditunda. Sepsis merupakan komplikasi tersering dari abortus tidak aman yang
berhubungan dengan instrumentasi.

Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing Complications
in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO, 2007.

18
3.6 Patogenesis & Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakan nekrosis
jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil
konsepsi tersebut terlepas dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus
kontraksi dan mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.Pada kehamilan 8-14
minggu biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering
menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin
biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam
umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu
kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya
masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat
sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran
darah prematur dari ibu ke anak.

3.7 Diagnosis
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan
pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual dan
tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, adanya
jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama,
sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat perdarahan tidak
menimbulkan gangguan apa pun atau syok. Disebut pendarahan ringan-sedang bila doek
bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah yang bercampur dengan mukus.
19
Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan,
doek penuh darah dalam waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di bawah 14
minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil
konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dapat didahului dengan
ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran
plasenta, berdasarkan proses persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan
hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru
dalam bentuk gangguan pembekuan darah.

Manifestasi Klinis pada Beberapa Derajat Abortus


Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala Lain
Abortus Sedikit hingga Tertutup Sesuai dengan Tes kehamilan (+), kram,
iminens sedang usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedang hingga Terbuka Sesuai atau lebih Kram, uterus lunak
insipiens banyak kecil
Abortus Sedikit hingga Terbuka Lebih kecil dari Kram, keluar jaringan,
inkomplit banyak (lunak) usia kehamilan uterus lunak
Abortus Sedikit atau Lunak (terbuka Lebih kecil dari Sedikit/tidak ada kram,
komplit tidak ada atau tertutup) usia kehamilan keluar massa kehamilan,
uterus kenyal

3.8 PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:
a. Ultrasonografi
Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3
mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung
telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10 mm,
embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter
kantung gestasi 20 mm, terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia
gestasi 8 minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat rhomben
cephalon, dan limbbuds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak pleksus koroidalis,

20
vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 minggu, telah terlihat bilik jantung,
lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia gestasi 11 minggu, usus
telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus
dapat ditegakkan dari USG trans abdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan
aktivitas jantung.

b. Biopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron


c. Beta hCG
Serum beta HCG>2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90% KDR
d. Plano test

3.9 Penatalaksanaan
Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi
klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan
awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat
mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau
taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi
komplikasi. Walaupun tanpa komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah
menjadi ancaman apabila terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera dilaksanakan.
Oleh karena itu, penting sekali untuk membuat penilaian awal secara akurat (yang kemudian
segera diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi
pasien.

Tata laksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi prosedur medikal
dan surgikal.
3.9.1. Abortus iminens
Pada umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa. Beberapa sumber masih
ada yang mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain menyebutkan
tidak perlu sampai tirah baring (ibu hanya dianjurkan untuk menghindari aktivitas
fisik yang berat). Pasien sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual untuk
sementara. Bila perdarahan berhenti, pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal
21
guna menilai kembali jika terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti, nilai
kembali viabilitas fetal (tes kehamilan atau USG). Perdarahan persisten dengan
ukuran uterus lebih besar dari perkiraan usia kehamilan mengindikasikan kehamilan
kembar atau mola hidatidosa. Tidak dianjurkan untuk memberikan terapi hormon
(seperti estrogen atau progestin) atau agen tokolitik (salbutamol atau indometasin)
karena tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.

3.9.2 Abortus insipiens


Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi
uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan:
a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 µg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu).
b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin.
Bila usia kehamilan > 16 minggu:
a. Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus
untuk membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal.
b. Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin
normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna
membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

3.9.3 Abortus inkomplit


Bila perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran
hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring (sponge) forcep.
Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan
evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan:
a. Aspirasi vakum manual merupakan metode yang lebih dianjurkan.
Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus: abortus insipien atau inkomplit
< 16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan < 12-14 minggu)
Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum menunjukkan risiko komplikasi
(perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi) yang lebih rendah
dibandingkan kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan anestesi

22
umum dan memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-
rata >98%).
Metode kuretase tajam (dilatasi dan kuretase) hanya dilakukan bila aspirasi vakum
manual tidak tersedia.
b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau
misoprostol 400 µg oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan).

Bila kehamilan > 16 minggu:


a. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau Ringer’s
Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi
terjadi.
b. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 µg per vaginam tiap 4 jam hingga
terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 µg.
c. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.
Setelah itu, melakukan pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

3.9.3.1 Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit


a. Kuretase Digital

Sumber: Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6 th Edition.
London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].

23
b. Kuretase Tajam (Dilatasi dan Kuretase)

24
Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics,
23rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].

25
Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing
Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO,
2007.

c. Aspirasi Vakum Manual (Manual Vacum Aspiration atau AVM)

Sumber: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics,
23rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].

26
Sumber: Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In; Managing
Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and Doctors. Geneva: WHO,
2007.

27
3.9.3.2 Langkah Evakuasi dan Penatalaksanaan Pasien dengan Abortus
Inkomplit

Penampilan Langkah Awal Bila ditemukan tanda


Wanita usia reproduksi: Nilai tanda syok syok, seera dilakukan
- Terlambat haid - Nadi cepat lemah stabilisasi
- Perdarahan - Hipotensi (penatalaksanaan syok)
- Kram dan nyeri perut - Pucat, berkeringat
bawah - Gelisah, apatis, tidak Setelah syok teratasi,
- Keluar massa sadar lanjutkan evaluasi klinis
kehamilan - Temperatur > 38 oC
- Demam, menggigil

Evaluasi Klinis

Riwayat Medik:
Lamanya tidak datang haid (HPHT dan dugaan usia kehamilan), perdarahan per vaginam
(lama dan jumlahnya), spasme atau kram (lama dan intensitasnya) lama dan intensitas kram,
kontrasepsi yang digunakan (AKDR, implant, pil, suntik), nyeri perut/punggung (dugaan
trauma intraabdomen), jaringan yang keluar (massa kehamilan), alergi obat, gangguan
pembekuan darah/perdarahan, minum jamu atau bahan berbahaya lainnya, kondisi
kesehatan lain

Pemeriksaan Fisik: Tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah suhu), keadaan umum
(kedaan gizi, anemia, kelemahan), pemeriksaan jantung, paru, abdomen (cembung, tegang,
nyeri tekan/peritonitis lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri lepas, timor, bising usus),
ekstremitas, tanda-tanda gangguan sistemik (sepsis, perdarahan intraabdomen)

Pemeriksaan panggul: Bersihkan bekuan darah dan massa kehamilan dari lumen vagina
dan ostium serviks, perhatikan adanya sekret yang berbau, sifat dan jumlah perdarahan,
pembukaan serviks (derajat abortus), trauma vagina/serviks, pus, nyeri goyang serviks,
besar (disesuaikan dengan HPHT)/arah/konsistensi uterus, nyeri tekan parametrium, nyeri
pada organ genitalia dalam lainnya (lokasi, intensitas), tumor pelvik,dinding perut tegang

Lain-lain: Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif, pemberian tetanus toksoid

Penatalaksanaan

Perdarahan Perdarahan hebat Trauma Infeksi/Sepsis


ringan hingga - Jumlah banyak Intraabdomen - Demam,
sedang - Darah segar - Perut menggigil
- Kain dengan atau kembung - Sekret berbau
pembalut tanpa bekuan - Bising usus - Riwayat
tidak basah - Handuk atau melemah abortus
setelah 5 pakaian segera - Dinding perut provokatus
menit basah oleh tegang - Nyeri perut
- Darah segar darah - Nyeri lepas - Perdarahan
tanpa bekuan - Pucat - Mual, muntah lama
- Darah Bila komplikasi - Nyeri - Gejala seperti
campur lendir teratasi dan pasien punggung infuenza 28
Lakukan stabil, lakukan - Demam Pertimbangkan
AVM/kuretase AVM/kuretase - Nyeri perut, untuk tindakan
tajam tajam kram atau dirujuk
Bila tidak, rujuk Pertimbangkan
untuk tindakan
atau dirujuk
3.10 Edukasi
Informed consent tentunya perlu diberikan pada pasien dan keluarga yang mengalami
abortus habitualis, agar pasien dan keluarganya mengerti penuh mengenai keadaan yang
dialami, penyebab, serta prognosisnya.
Hal yang perlu disampaikan adalah :
- Pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama kurang lebih 3 – 6 bulan. Ini
diperlukan untuk menyiapkan uterus kembali ke keadaan normal untuk mencegah
terjadinya abortus berikutnya. Maka pasien disarankan untuk menggunakan
kontrasepsi yang efektif guna mencegah kehamilan kembali dalam jangka waktu
kurang dari 6 bulan.
- Perbaiki nutrisi ibu dengan asupan makanan yang cukup dengan kandungan gizi
yang lengkap.

29
- Evaluasi penyebab. Diperlukan untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus pada
pasien. Bila karena infeksi dapat ditangani secara dini untuk mencegah terjadinya
abortus berikutnya.
- Edukasi agar pasien rutin kontrol memeriksakan kesehatan dan kandungannya pada
tenaga medis.
- Konseling psikologis pasca abortus bila diperlukan. Agar pasien mendapatkan
dukungan yang diperlukan selama menghadapi abortus berulang.

3.11 Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka kesembuhan
setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya.
Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan kemungkinan abortus rekuren adalah 25-
30% berapapun jumlah abortus sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila
seorang wanita pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah
30%. Namun, apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami
paling sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus
spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta
previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi B, Adriaanz G, Widohariadi, dkk. Paket Pelatihan Klinik: Asuhan Pasca


Keguguran, Edisi Kedua. Jakarta: JNPK-KR/POGI, 2002. Hal. 2-1 s.d. 2-9; 4-1 s.d. 4-
13.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). Abortion. In: Williams Obstetrics,
23rd Edition. New York: McGraw-Hill, 2010. [e-book].
3. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. Spontaneous Abortion. In: Current
Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill,
2003. [e-book].
4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (Editor). Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010. Hal. 460-74.
5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th Edition.
London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].
6. Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Vaginal Bleeding in Early Pregnancy. In;
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A Guide for Midwives and
Doctors. Geneva: WHO, 2007. p. S-7 s.d S-17.
7. Prawirohardjo,S. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. Hal.302-304; 309-310

31

You might also like