Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu Dan Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Bab Ii Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu Dan Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-1
mencapai 643.552 ha (15,21%), antara 500 – 1.000 m dpl seluas 1.357.045 ha (32,07%),
antara 1.000 – 1.500 m dpl terdapat 767.117 ha (18,13%), daerah dengan ketinggian 1.500 –
2.000 m dpl tercatat 113.116,6 Ha (2,67%) dan sisanya daerah dengan ketinggian di atas
2.500 m dpl.
Dengan kondisi topografi tersebut di atas, potensi sumber daya alam yang terdapat di
Sumatera Barat dengan berbagai variasi intensitas dan penggunaannya. Pada dataran rendah
intensitas penggunaan dapat lebih maksimal, sementara itu pada dataran tinggi intensitas
penggunaan akan dihadapkan pada faktor pembatas lahan. Untuk itu diharapkan pemanfaatan
lahan agar dapat dikelola secara seksama dengan memperhatikan dampak lingkungan,
sehingga tidak terjadi kerusakan berdampak negatif untuk masa kini dan yang akan datang.
Dataran tinggi di wilayah Sumatera Barat sebagian besar merupakan jajaran perbukitan dan
pegunungan termasuk rantai Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara hingga
Selatan Pulau Sumatera. Lahan yang ada pada kawasan perbukitan dan pegunungan tersebut
dengan kelerengan di atas 40% tercatat 1.017.000 Ha.
Kedua indikator ini dapat mengetahui potensi pengembangan ekonomi wilayah menurut
sektor dan subsektor di Provinsi Sumatera Barat adalah seperti digambarkan pada Tabel 2.1
berikut ini.
Tabel 2.1
Struktur Ekonomi Dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (%)
Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 – 2016
Rata-rata
Laju
No Kategori 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan
(%)
1. Pertanian, Kehutanan, 25,74 25,02 24,68 24,99 24,77 24,06 3,85
Perikanan
2. Pertambangan dan 4,46 4,44 4,60 4,88 4,84 4,54 4,63
Penggalian
3. Industri Pengolahan 11,71 11,53 11,02 10,56 10,21 10,11 4,71
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,08 0,07 0,06 0,07 0,10 0,11 7,89
5. Pengadaan Air, Pengelolaan 0,10 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09 4,85
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6. Kontruksi 8,04 8,37 8,77 9,09 9,41 9,31 8,00
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-2
Rata-rata
Laju
No Kategori 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan
(%)
7. Pedagang Besar & Eceran; 15,05 15,11 14,77 14,38 14,64 14,90 6,17
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
8. Transportasi dan 10,62 10,58 11,32 11,76 12,07 12,26 8,14
Pergudangan
9. Penyediaan Akomodasi dan 1,03 1,05 1,07 1,13 1,23 1,33 6,73
Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi 5,40 5,56 5,26 5,13 4,74 4,87 9,41
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,94 3,16 3,15 3,10 3,11 3,18 6,91
12. Real Estate 1,98 1,92 1,93 1,97 2,01 2,01 5,06
13. Jasa Perusahaan 0,42 0,42 0,43 0,42 0,43 0,44 6,16
14. Administrasi Pemerintahan, 6,37 6,39 6,29 5,89 5,71 5,84 3,81
Pertahanan & Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 3,32 3,46 3,69 3,62 3,71 3,91 8,53
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,23 1,32 1,34 1,28 1,25 1,26 7,56
Sosial
17. Jasa Lainnya 1,51 1,51 1,62 1,63 1,69 1,79 7,58
Produk Domestik 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 5,90
Regional Bruto
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.1 menggambarkan bahwa dari tahun 2011-2016 secara terus-menerus terlihat
bahwa peran dari kategori pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan masih
mendominasi potensi ekonomi wilayah yang cukup penting bagi pembangunan daerah Provinsi
Sumatera Barat. Kondisi ini dapat dilihat dari struktur ekonomi menurut lapangan usaha,
peranan/kontribusi sektor ini terhadap pembangunan ekonomi daerah adalah sebesar 25,74%
tahun 2011 dan sampai tahun 2016 sebesar 24,06%. Peranan kategori pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan, walaupun masih mendominasi potensi ekonomi daerah namun
cenderung menurun selama periode tahun 2011-2016. Laju pertumbuhan kategori ini secara
rata-rata sebesar 3,85%.
Kategori Pertambangan dan Penggalian, dalam kurun waktu tahun yang sama selalu
mengalami peningkatan, walaupun kontribusi keekonomian daerahnya sangat kecil, namun
pertumbuhannya terlihat meningkat, hal ini dapat dilihat dari angka perannya pada tahun 2011
hanya sebesar 4,46% meningkat menjadi 4,68% tahun 2016, dan kalau diambil rata-rata laju
pertumbuhan setiap tahunnya menunjukkan hasil yang positif yaitu sebesar 4,63%.
Sebaliknya pada kategori Industri Pengolahan yang diharapkan menjadi salah satu
penggerak ekonomi daerah, berdasarkan data yang terlihat pada tabel di atas, kontribusinya
sedikit mengalami penurunan dalam kurun waktu tahun 2011-2016, hal ini terlihat bahwa
tahun 2011 sebesar 11,71% menurun menjadi 10,11% pada tahun 2016, dengan rata-rata laju
pertumbuhan pertahunnya sebesar 4,71%.
Selanjutnya untuk kategori Pengadaan Listrik dan Gas dan Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang merupakan kategori yang kontribusinya paling kecil di
pembentukan struktur ekonomi daerah. Namun demikian, berdasarkan rata-rata laju
pertumbuhannya selama periode waktu tersebut menunjukkan ke arah yang positif yakni
sebesar 7,89% dan 4,85% berturut-turut.
Berbeda halnya dengan kategori Konstruksi, selama periode 2011-2016 peranannya
menunjukan angka yang meningkat dari tahun ke tahun yakni 8,04% tahun 2011 menjadi
9,31% tahun 2016, rata-rata laju pertumbuhannya dalam periode waktu tersebut merupakan
laju keempat terbesar yakni sebesar 8,00%. Hal ini bisa diartikan adanya pembangunan daerah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-3
yang cukup signifikan terutama setelah gempa 2009. Namun tidak demikian halnya dengan
kategori Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, yang merupakan
kategori yang mempunyai peranan cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi daerah,
memperlihatkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun yakni dari 15,05% di tahun 2011
menurun menjadi 14,90% tahun 2016, dengan rata-rata laju pertumbuhannya memperlihatkan
angka positif yakni sebesar 6,17%.
Kemudian kategori Transportasi dan Pergudangan yang juga peranannya cukup besar
dalam pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan ke arah yang lebih baik yakni 10,62%
tahun 2011 meningkat menjadi 12,26% tahun 2016, dan rata-rata laju pertumbuhannya
selama periode waktu tersebut cukup besar yakni 8,14%, sama juga halnya dengan kategori
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum walaupun perannya dalam pertumbuhan ekonomi
daerah relatif kecil hanya sebesar 1,03% tahun 2011 meningkat menjadi 1,33% tahun 2016,
dan rata-rata laju pertumbuhannya dalam periode waktu tersebut sebesar 6,73%.
Untuk kategori Informasi dan Komunikasi sedikit berfluktuasi peranannya dalam
pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahun 2011 sebesar 5,40% kemudian meningkat di tahun
berikutnya, namun kemudian menurun dan kembali naik menjadi 4,87 tahun 2016. Namun
demikian, kategori ini mempunyai rata-rata laju pertumbuhan tertinggi yakni 9,41%.
Untuk kategori Jasa-jasa pada umumnya cenderung mengalami peningkatan peranan
dalam pertumbuhan ekonomi daerah selama periode tahun 2011-2016, seperti halnya kategori
Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial, Jasa Lainnya dan juga terlihat dari rata-rata laju pertumbuhannya
pertahun menunjukkan ke arah angka yang positif atau meningkat. Namun untuk kategori
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib berdasarkan Tabel 2.1
cenderung mengalami penurunan meskipun ada kenaikan sedikit di tahun 2016. rata-rata laju
pertumbuhan selama periode waktu tersebut tidak sebesar kategori Jasa yang lain.
Potensi pembangunan wilayah Sumatera Barat dapat dikelompokkan atas beberapa
wilayah atau kawasan. Dalam hal ini pengelompokkan didasarkan pada kandungan potensi
sumberdaya alam pada masing-masing wilayah. Analisis ini diperlukan untuk dapat
merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan wilayah sesuai dengan potensi yang dimiliki
oleh wilayah dan kawasan bersangkutan, antara lain:
Kawasan Perikanan dan Kelautan : terbagi dalam 2 aktivitas yaitu perikanan air tawar (di
daratan) dan perikanan laut/air payau (di wilayah laut). Akitivitas perikanan laut antara lain
Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pasaman
Barat. Sebagai daerah lautan (termasuk kawasan pantai), maka potensi pembangunan yang
dimiliki adalah dalam aktivitas budidaya pembesaran dan penangkapan. Dewasa ini daerah-
daerah perikanan laut yang cukup potensial untuk dikembangkan guna mendorong proses
pembangunan daerah adalah Painan di Kabupaten Pesisir Selatan, Kecamatan Bungus di Kota
Padang, Kota Pariaman dan Kecamatan Sasak di Kabupaten Pasaman Barat. Kawasan Bungus
sudah sejak beberapa tahun yang lalu ditetapkan sebagai pusat perikanan laut untuk kawasan
Pantai Barat Pulau Sumatera ini. Hal ini dilakukan mengingat hasil penelitian terdahulu
memperlihatkan bahwa Samudra Indonesia yang terletak di kawasan Pantai Barat Sumatera
Barat ini ternyata mempunyai potensi ikan tuna yang besar dengan kualitas yang sangat baik,
sementara aktivitas perikanan air tawar dalam bentuk pembenihan, pembesaran hampir
seluruh kabupaten/kota memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Kawasan Tanaman Pangan antara lain Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman. Daerah ini merupakan
daerah subur yang sejak lama berfungsi sebagai “lumbung pangan” Sumatera Barat dengan
produksi utama adalah padi, palawija dan tanaman pangan lainnya. Untuk meningkatkan
produktivitas lahan, daerah ini sudah sejak lama dilengkapi dengan fasilitas irigasi yang cukup
memadai. Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, kedepan daerah ini akan terus
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-4
dikembangkan sebagai penghasil utama komoditi pangan untuk daerah Sumatera Barat
maupun provinsi tetangga terutama Riau.
Kawasan Perkebunan antara lain Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok Selatan dan
Pasaman Barat. Produk utama daerah ini adalah karet, kelapa sawit dan teh yang merupakan
komoditi ekspor utama Sumatera Barat. Untuk meningkatkan nilai tambah telah dibangun pula
industri karet remah (crumb-rubber) terutama di kota Padang dan pabrik minyak sawit (crude
palm oil/CPO) terutama di daerah Pasaman Barat dan Dharmasraya. Untuk kedepan kawasan
ini akan terus dikembangkan sebagai daerah perkebunan besar dalam rangka mendukung
peningkatan ekspor daerah Sumatera Barat.
Kawasan Pertambangan, antara lain Kota Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung dengan
produksi utama adalah batubara. Walaupun sejak beberapa tahun terakhir ini terjadi
penurunan jumlah produksi karena berkurangnya produksi tambang luar, namun demikian
potensi tambang dalam sebenarnya masih sangat besar. Di samping itu kualitas batu bara
produksi daerah ini terkenal cukup baik dan mempunyai harga yang relatif cukup tinggi.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-5
Begitu juga Gunung Merapi masih terus mengeluarkan asap pada beberapa tahun
belakang ini, sehingga potensi bencana yang ditimbulkannya terhadap penduduk di sekitar
gunung yang cukup besar. Provinsi Sumatera Barat juga memiliki sungai-sungai besar yang
mengalir dari wilayah pegunungan di sebelah timur menuju ke arah pantai di bagian barat.
Wilayah yang berada di sekitar sungai berpotensi terjadinya banjir terutama pada saat musim
hujan. Telah dilaporkan bahwa banyak korban dan infrastruktur rusak ketika bencana banjir
terjadi. Bencana lainnya adalah bencana longsor yang telah terjadi pada tanggal 4 Mei 1987 di
Padang Panjang. Bencana ini telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 143 orang meninggal
dunia, 49 rumah rusak, dan 1 buah bangunan sekolah tertimbun. Bencana ini diperkirakan
merupakan bencana longsor terbesar di Provinsi Sumatera Barat.
Provinsi Sumatera Barat juga berpotensi terhadap terjadinya abrasi pantai, khususnya
wilayah yang berbatasan dengan laut terbuka. Dilaporkan telah terjadi perubahan garis pantai
akibat abrasi yang menyebabkan bangunan-bangunan yang ada di atasnya runtuh.
D. Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebanyak 4.933.112 jiwa.
Sedangkan berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2016, jumlah penduduk Provinsi
Sumatera Barat sementara adalah sebanyak 5.259.528 jiwa. Aspek kependudukan merupakan
hal paling mendasar dalam pembangunan, yang secara universal penduduk merupakan pelaku
dan sasaran pembangunan dan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Berkenaan
dengan peran penduduk tersebut, maka tentu saja perlu peningkatan kualitas penduduk dan
pengendalian pertumbuhan serta mobilitasnya.
Gambar 2.1
Grafik Penduduk Sumatera Barat Tahun 2011-2016
5,300,000 5,259,528
5,196,289
5,200,000 5,131,882
5,066,476
5,100,000
5,000,184
5,000,000 4,933,112
4,900,000
4,800,000
4,700,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pada umumnya penduduk Sumatera Barat terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal
tersebut dapat dicermati pada tahun 1971 jumlah penduduk Sumatera Barat berjumlah 2,80
juta jiwa, pada tahun 1980 telah bertambah menjadi 3,05 juta jiwa, tahun 1990 meningkat
terus menjadi 4,00 juta jiwa, tahun 2009 sebanyak 4,82 juta jiwa, tahun 2011 sebanyak 4,90
juta jiwa dan pada tahun 2016 sudah mencapai 5.259.528 jiwa.
Berdasarkan jumlah penduduk 2016 tersebut, tampak bahwa sebaran penduduk
Sumatera Barat 72,72 persen berada di daerah Kabupaten dan 27,28 persen berada di Kota.
Kota Padang, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-6
Kabupaten Padang Pariaman merupakan 5 (lima) daerah dengan jumlah penduduk terbesar di
Sumatera Barat dan Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto dan Kota Solok merupakan daerah
dengan jumlah penduduk yang relatif paling kecil. Seperti terlihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2
Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kabupaten 3.602.538 3.648.369 3.693.207 3.737.895 3.781.545 3.824.550
1 Kep. Mentawai 78.215 79.976 81.840 83.603 85.295 86.981
2 Pesisir Selatan 434.884 438.891 442.681 446.479 450.186 453.822
3 Solok 352.814 355.628 358.383 361.095 363.684 366.213
4 Sijunjung 206.584 210.675 214.560 218.588 222.512 226.300
5 Tanah Datar 340.906 341.911 342.864 343.875 344.828 345.706
6 Padang Pariaman 395.420 398.223 400.890 403.530 406.076 408.612
7 Agam 460.818 465.018 468.970 472.995 476.881 480.722
8 Lima Puluh Kota 353.915 357.772 361.645 365.389 368.985 372.568
9 Pasaman 257.511 260.674 263.838 266.888 269.883 272.804
10 Solok Selatan 147.884 150.885 153.943 156.901 159.796 162.724
11 Dharmasraya 198.273 204.510 210.686 216.928 223.112 229.313
12 Pasaman Barat 375.314 384.206 392.907 401.624 410.307 418.785
Kota 1.330.574 1.351.815 1.373.269 1.393.987 1.414.744 1.434.978
1 Padang 850.306 863.401 876.670 889.561 902.413 914.968
2 Solok 60.904 62.198 63.541 64.819 66.106 67.307
3 Sawahlunto 57.681 58.419 58.972 59.608 60.186 60.778
4 Padang Panjang 47.982 48.719 49.536 50.208 50.883 51.712
5 Bukittinggi 113.903 116.075 118.260 120.491 122.621 124.715
6 Payakumbuh 119.372 121.502 123.654 125.690 127.826 129.807
7 Pariaman 80.426 81.501 82.636 83.610 84.709 85.691
Provinsi Sumatera Barat 4.933.112 5.000.184 5.066.476 5.131.882 5.196.289 5.259.528
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota Laki-Laki + Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan
Perempuan
Kabupaten
1 Kep. Mentawai 45.210 41.771 86.981 108,23
2 Pesisir Selatan 225.040 228.782 453.822 98,36
3 Solok 180.992 185.221 366.213 97,72
4 Sijunjung 113.307 112.993 226.300 100,28
5 Tanah Datar 168.772 176.934 345.706 95,39
6 Padang Pariaman 201.130 207.482 408.612 96,94
7 Agam 236.418 244.304 480.722 96,77
8 Lima Puluh Kota 184.995 187.573 372.568 98,63
9 Pasaman 135.178 137.626 272.804 98,22
10 Solok Selatan 82.126 80.598 162.724 101,90
11 Dharmasraya 118.801 110.512 229.313 107,50
12 Pasaman Barat 211.582 207.203 418.785 102,11
Kota
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-7
JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota Laki-Laki + Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan
Perempuan
1 Padang 457.090 457.878 914.968 99,83
2 Solok 33.308 33.999 67.307 97,97
3 Sawahlunto 30.203 30.575 60.778 98,78
4 Padang Panjang 25.812 25.900 51.712 99,66
5 Bukittinggi 60.503 64.212 124.715 94,22
6 Payakumbuh 64.521 65.286 129.807 98,83
7 Pariaman 42.285 43.406 85.691 97,42
Provinsi Sumatera Barat 2.617.273 2.642.255 5.259.528 99,05
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat (Proyeksi Statis)
Berdasarkan jumlah penduduk dari data BPS sampai dengan tahun 2016 dapat dilihat
bahwa pertumbuhan penduduk Sumatera Barat adalah sebesar 1,22% per tahun secara rata-
rata jika dibandingkan dengan penduduk pada tahun 2000. Laju pertumbuhan penduduk
secara terperinci tahun 2011-2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4
Laju Pertumbuhan dan Jumlah Penduduk Tahun 2011 – 2016
Tahun
No Uraian
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laju Pertumbuhan
1. 1,39 1,36 1,33 1,29 1,26 1,22
Penduduk (%)
Jumlah Penduduk 4 933 5 000 5 066 5 131 5 196 5 259
2.
(jiwa) 112 184 476 882 289 528
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat
Laju pertumbuhan penduduk sangat dipengaruhi oleh struktur umur penduduk. Struktur
umur penduduk pada suatu daerah sangat ditentukan oleh perkembangan tingkat kelahiran,
kematian dan migrasi. Oleh karena itu, jika angka kelahiran pada suatu daerah cukup tinggi,
maka dapat mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia
muda dan kecenderungan laju pertumbuhan penduduknya tinggi. Kendali yang dilakukan
selama ini adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB) melalui akseptor KB dengan
jumlah akseptor KB tahun 2011 sebesar 164.701, tahun 2013 sebesar 574.463, tahun 2015
sebesar 157.096 dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 1,57%.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2011-2016 (Persen)
Pertumbuhan Ekonomi
Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. Pertanian,Kehutanan & Perikanan 4,61 2,63 3,72 5,86 4,36 1,96
2. Pertambangan dan Penggalian 5,15 5,82 7,55 3,51 3,73 2,00
3. Industri Pengolahan 4,74 6,46 5,10 5,22 1,84 4,90
4. Pengadaan Listrik & Gas 4,90 8,14 3,42 15,87 4,05 10,94
5. Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah 4,22 3,69 4,92 3,89 5,99 6,40
dan Daur Ulang
6. Konstruksi 7,80 9,96 10,30 6,45 6,87 6,59
7. Perdagangan Besar dan Eceran dan 5,92 8,62 6,31 5,56 5,30 5,32
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 8,53 7,77 8,47 7,58 8,85 7,65
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan 4,76 5,29 5,90 6,44 6,85 11,15
Minum
10. Informasi dan Komunikasi 9,24 11,75 9,11 8,42 8,77 9,17
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 9,30 9,79 5,91 4,79 3,63 8
12. Real Estate 4,05 4,60 5,50 5,56 5,30 8,03
13. Jasa Perusahaan 4,93 5,96 7,30 6,97 6,15 5,37
14. Administrasi Pemerintahan, 8,85 0,16 1,75 2,01 5,12 5,63
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 8,45 10,13 8,39 6,8 8,81 4,96
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,11 10,55 7,76 7,97 6,42 4,58
17. Jasa Lainnya 5,98 6,79 5,30 7,75 9,72 9,95
PDRB SUMATERA BARAT 6,34 6,31 6,08 5,88 5,52 5,26
Sumber : BPS Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-9
Ditinjau dari PDRB per kapita atas dasar harga berlaku secara regional 10 provinsi di
Pulau Sumatera, tampak bahwa Provinsi Sumatera Barat berada pada peringkat ke tujuh di
atas Lampung, Bengkulu dan Aceh. Provinsi yang memiliki potensi sumber minyak, gas,
mineral dan pertambangan yang tinggi cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi pula,
seperti Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi (terlihat pada tabel berikut ini).
Tabel 2.7
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi se Sumatera
Tahun 2011-2016 (Juta Rupiah)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-10
Struktur Ekonomi (Persen)
No Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
13. Jasa Perusahaan 0,42 0,42 0,43 0,42 0,43 0,44
14. Administrasi Pemerintahan, 6,37 6,39 6,29 5,89 5,71 5,84
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan 3,32 3,46 3,69 3,62 3,71 3,91
16. Jasa Kesehatan dan 1,23 1,32 1,34 1,28 1,25 1,26
Kegiatan Sosial
17. Jasa Lainnya 1,51 1,51 1,62 1,63 1,69 1,79
PDRB SUMATERA BARAT 100 100 100 100,00 100 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016
Ditinjau dari sisi pengeluaran, terlihat bahwa stimulus fiskal pemerintah baik berupa
konsumsi maupun investasi pemerintah menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi. Jika
dibandingkan dengan tahun 2015, pertumbuhan dari komponen konsumsi rumah tangga
mengalami kenaikan dari 4,30% dan 4,39% pada tahun 2016. Sedangkan pada pengeluaran
konsumsi pemerintah mengalami pelambatan dari 4.36% tahun 2015 menjadi 1.20% tahun
2016. Selanjutnya untuk pengeluaran konsumsi lembaga non profit naik dari 3.39% dari tahun
2015 menjadi 4.67% tahun 2016, dan diikuti oleh kinerja ekspor luar negeri yang mengalami
kontraksi cukup dalam dari 4.62% menjadi -12.84% pada tahun 2016.
Dilihat dari pola distribusi penggunaan tahun 2016, pengeluaran konsumsi rumah tangga
masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Barat
sebesar 53.04%, yang mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2015 (53,81%).
Penyumbang kedua adalah pembentukan modal tetap bruto sebesar 30.10% dan pengeluaran
konsumsi pemerintah sebesar 12.85% yang juga mengalami pelambatan dibandingkan tahun
2015 masing-masing sebesar 31.07% dan 13,52%. Laju pertumbuhan komponen-komponen
PDRB penggunaan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.9
Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi Menurut Pengeluaran
di Sumatera Barat, Tahun 2013-2016
Ekspor Luar Negeri 9,83 3,32 4,62 -12,84 14,30 14,14 12,69 10,88
Impor Luar Negeri -14,44 4,67 -1,51 -23,04 8,35 8,39 5,49 3,32
Net Ekspor Antar Daerah 11,35 -27,73 -13,10 -68,32 -5,35 -3,71 -6,90 -4,81
PDRB SUMATERA BARAT 6,08 5,88 5,52 5,26 100 100 100 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016
Laju Inflasi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-11
Perekonomian di Sumatera Barat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi, di mana barometer
inflasi di Sumatera Barat adalah Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Laju inflasi tahun kalender
Kota Padang sampai Desember 2016 adalah sebesar 5.02% dengan angka yang sama untuk
laju inflasi year on year (Desember 2016 terhadap Desember 2015). Sedangkan di Kota
Bukittingi laju inflasi tahun kalender sampai Desember 2016 adalah 3.93% dan angka yang
sama untuk inflasi year on year, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.10
Inflasi Bulanan, Tahun Kalender dan Year on Year Kota Padang dan Kota Bukittinggi
Bulan Desember 2016 (Persen)
Berdasarkan data dari Bank Indonesia bahwa laju inflasi di Sumatera Barat secara
akumulatif year on year selama 5 (lima) tahun terakhir cenderung berfluktuasi. Kondisi ini
tampaknya juga tidak jauh berbeda dengan laju inflasi di tingkat nasional.
Tabel 2.11
Laju Inflasi Provinsi Sumatera Barat dan Nasional Tahun 2011 – 2016 (%)
TAHUN
URAIAN 2015 2016
2012 2013 2014
Sumatera Barat 4,16 10,87 11,90 0,85 5,02
Nasional 4,30 8,38 8,36 3,35 3,02
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016
Indeks Gini
Indeks Gini atau Koefisien Gini merupakan indikator lain yang bisa menggambarkan
tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai Koefisien Gini berada pada kisaran 0
hingga 1. Koefisien Gini yang bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang
sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Koefisien Gini yang
bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang memiliki segalanya
sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Dengan kata lain bahwa untuk
menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk, maka Koefisien Gini
diupayakan agar mendekati 0. Kondisi Indeks Gini di Sumatera Barat Selama 6 (enam) tahun
terakhir menunjukan ketimpangan distribusi pendapatan dalam level sedang, atau gap
pendapatan penduduk miskin dan kaya di wilayah Sumatera Barat tergolong sedang, dengan
kisaran 0,3 G 0,5. Namun nilai koefisien gini ini masih lebih kecil dari koefisien Gini nasional
seperti diagram berikut ini.
Gambar 2.2
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-12
Grafik Gini Ratio Sumatera Barat dan Nasional Tahun 2011-2016
Tabel 2.13
Komponen Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
TAHUN
NO KOMPONEN IPM SATUAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Harapan Hidup 68.73
Tahun 67,79 68,00 68,21 68,32 68,66
Saat Lahir
2 Harapan Lama Sekolah
Tahun 12,52 12,81 13,16 13,48 13,60 13.79
3 Rata-rata Lama Sekolah
Tahun 8,20 8,27 8,28 8,29 8,42 8.59
4 Pengeluaran Per Kapita
Ribu
9 409 9 479 9 570 9 621 9 804 10 126
Disesuaikan Rp/Org/Th
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
67,81 68,36 68,91 69,36 69,98 70.73
PROV.SUMATERA BARAT
PERTUMBUHAN IPM % 0,83 0,81 0,80 0,65 0,90 1,07
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2017
Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian. Secara umum, pembangunan manusia
Sumatera Barat terus mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2016. IPM Sumatera
Barat meningkat dari 67,25 pada tahun 2010 menjadi 70,73 pada tahun 2016. Selama periode
tersebut, IPM Sumatera Barat rata-rata tumbuh sebesar 0,84 persen per tahun. Pada periode
2015-2016, IPM Sumatera Barat tumbuh 1,07 persen. Pertumbuhan pada periode tersebut
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kenaikan pada perode 2014-2015, hanya tumbuh
sebesar 0,90 persen. Pertumbuhan ini menunjukkan kemajuan dimana selama periode 2010
hingga 2015 IPM Sumatera Barat masih bertatus “sedang” dan pada tahun 2016 meningkat
menjadi berstatus “tinggi”.
Kondisi IPM Sumatera Barat secara nasional sejak tahun 2011 sampai tahun 2016 berada
pada rangking 9 (sembilan) setelah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan
Riau, Bali, Riau, Sumatera Utara dan Banten. Jika dibandingkan dengan IPM Nasional, maka
IPM Sumatera Barat sejak 6 (enam) tahun terakhir, selalu berada di atas nasional, yaitu
sebesar 67,25% tahun 2010 meningkat terus menjadi 70,73%% pada tahun 2016, sedangkan
IPM nasional pada tahun 2016 adalah sebesar 70,18% seperti terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 2.3
Grafik Perbandingan IPM Provinsi Sumatera Barat dengan Nasional
Tahun 2011-2016
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-14
70.73
69.98
69.36
68.91 70.18
68.36 69.55
67.81 68.90
67.25
68.31
67.70
67.09
66.53
Tingkat Kemiskinan
Menurut data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dikeluarkan oleh
BPS Provinsi Sumatera Barat, dan dirilis dalam Berita Resmi Statistik Nomor 04/01/13/Th XIX/
3 Januari 2017, bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Berdasarkan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan, dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dalam hal ini penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan. Berdasarkan data SUSENAS (dikeluarkan 2 kali setahun yaitu pada bulan Maret
dan September, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada kondisi September
2016 adalah 376.510 jiwa, dan mengalami penurunan sebesar 0,6% dibandingkan kondisi
Maret 2015. Selanjutnya jika dilihat dari proporsi jumlah penduduk miskin, maka tampak
bahwa proporsi terbesar yaitu sebesar 67,98% atau lebih dari dua per tiga penduduk miskin
bertempat tinggal di daerah perdesaan, sedangkan sisanya yang sekitar 32,02% penduduk
miskin tinggal di perkotaan, seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.14
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Maret 2011 – September 2016
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-15
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin
Tahun
Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah
Sept 2015 118 481 231 048 349 529 5,73 7,35 6,71
Maret 2016 118 962 252 593 371 555 5,54 8,16 7,69
Sept 2016 119 510 257 000 376 510 5,52 8,27 7,14
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.04/01/13/Th XIX/3 Januari 2017
10
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Maret 9.04 8.19 8.14 7.41 7.31 7.09
September 8.99 8 7.56 6.89 6.71 7.14
Jika dibandingkan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat dengan Nasional sejak tahun
2011 sampai 2016, data dari BPS tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
Sumatera Barat lebih rendah daripada nasional yaitu sejak tahun 2011 sebesar 8,99% dan
sampai dengan tahun 2016 cenderung menurun menjadi 7,14%, sedangkan tingkat kemiskinan
nasional tahun 2011 sebesar 12,49%, dan mengalami penurunan sampai dengan sebesar
10,86% tahun 2016.
Tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan merupakan dimensi lain yang perlu
juga mendapatkan perhatian selain jumlah dan persentase penduduk miskin. Upaya
pengentasan kemiskinan bukan hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin,
tetapi juga mengurangi keparahan dan kedalaman kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan
(P1) memberikan gambaran seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif
terhadap garis kemiskinan. Penurunan pada P1 mengindikasikan adanya perbaikan secara rata-
rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis
kemiskinan. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengilustrasikan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin. Indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan
kemiskinan di Sumatera Barat dapat terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.15
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-16
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Tingkat Pengangguran
Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 66/11/13/Th XIX yang diterbitkan Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Barat tanggal 7 November 2016, kondisi ketenagakerjaan di
Sumatera Barat pada Agustus 2016 menunjukan proses dinamis di pasar tenaga kerja
Sumatera Barat, yang digambarkan dengan fluktuasi jumlah angkatan kerja maupun jumlah
penduduk bekerja dan tingkat pengangguran (dihitung dua kali setahun yaitu bulan Februari
dan Agustus). Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 sebanyak 2,47 juta orang, turun
103,23 ribu orang dibanding keadaan Februari 2016. Namun, bila dibandingkan dengan
keadaan Agustus 2015 bertambah sebanyak 127,65 ribu. Penduduk yang bekerja pada Agustus
2016 sebanyak 2,35 juta orang berkurang sebesar 3,27% dibanding keadaan Februari 2016
namun jika dibandingkan dengan Agustus 2015, mengalami peningkatan 7,48%.
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Barat pada Agustus 2016
mencapai 5,09% yang mengalami penurunan dibandingkan dengan TPT Februari 2016
(5,81%) dan TPT Agustus 2015 sebesar 6,89%. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pada Agustus 2016 mencapai 67,08 persen, turun dibandingkan angka TPAK Februari
2016 (70,34 %), namun naik jika di bandingkan angka Februari 2016 (64,56 %).
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-17
Selanjutnya persentase tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Barat mengalami
penurunan dari 7,57% pada Februari 2010 menjadi 5,81% pada Februari 2016, sedangkan
kondisi Agustus 2010 sebesar 6,95% turun menjadi 5,09% di Agustus 2016, seperti terlihat
pada Grafik berikut ini:
Gambar 2.5
Grafik Perkembangan Persentase Tingkat Pengangguran di Provinsi
Sumatera Barat Kondisi Februari dan Agustus 2010-2016
9
8
7
6
Persentase
5
4
3
2
1
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Februari 7.57 7.51 6.49 6.35 6.32 5.99 5.81
Agustus 6.95 8.02 6.65 7.02 6.5 6.89 5.09
Lapangan Agustus
No
Pekerjaan Utama 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian 813,7 827,3 817,9 818,7 856,4 855,58
2 Industri 153,1 159,0 132,3 149,5 146,0 206,06
3 Perdagangan 441,8 431,8 472,8 487,1 511,1 517,57
4 Jasa Kemasyarakatan 347,7 325,9 354,4 419,0 376,0 414,89
5 Lainnya*) 314,4 293,6 283,7 306,1 295,1 353,81
Total 2 070,7 2 037,6 2 061,1 2 180,3 2 184,6 2 347,91
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th XIX, 07 November 2016
Ket : *) Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi, Keuangan.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-18
Gambar 2.6
Grafik Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi Agustus 2015 di Sumatera Barat
3.19 Pertanian
17.67
36.44 Industri
Konstruksi
2.53
4.43 Perdagangan
Lainnya
8.78
4.91
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th XIX, 07 November 2016
Status pekerjaan utama dari 2.347,91 ribu orang yang bekerja pada Agustus 2016 yang
terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan sebesar 788,28 ribu orang (33,57%), diikuti
berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap masing-masing sebesar 411,26 ribu
orang (17,52%) dan 402,99 ribu orang (17,16%), sedangkan yang terkecil adalah pekerja
berusaha dibantu buruh tetap atau buruh dibayar sebesar 108,63 ribu orang (4,63%).
Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dari enam status pekerjaan secara
sederhana dapat diidentifikasi 2 kelompok utama terkait kegiatan ekonomi formal dan informal.
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan
buruh/karyawan, sementara sisanya termasuk kegiatan informal. Pada Agustus 2016 terdapat
896,91 ribu orang atau 38,2% pekerja bergerak pada kegiatan ekonomi formal dan sisanya
sebesar 1,45 juta orang atau 61,8% termasuk kegiatan informal, seperti terlihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.17
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama di Provinsi Sumatera Barat
Kondisi Agustus 2011-Agustus 2016 (ribu orang)
Status Pekerjaan Agustus
No
Utama 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Berusaha Sendiri 459,3 442,4 475,4 524,63 464,55 411,26
(22,18%) (21,71%) (23,07%) (24,06%) (21,26%) (17,52%)
2 Berusaha Dibantu 352,1 345,1 364,7 383,16 382,43 402,99
Buruh Tidak Tetap (17,00%) (16,94%) (17,69%) (17,57%) (17,51%) (17,16%)
3 Berusaha Dibantu 114,7 97,8 96,1 95,46 80,28 108,63
Buruh Tetap (5,54%) (4,80%) (4,66%) (4,38%) (3,67%) (4,63%)
4 Buruh/Karyawan 622,6 629,3 636,3 678,41 697,14 788,28
(30,07%) (30,88%) (30,87%) (31,11%) (31,91%) (33,57%)
5 Pekerja Bebas 220,8 230,5 198,7 216,54 260,23 280,26
(10,66%) (11,31%) (9,64%) (9,93%) (11,91%) (11,94%)
6 Pekerja Tak Dibayar 301,2 292,5 289,9 282,14 299,97 356,49
(14,55%) (14,36%) (14,07%) (12,94%) (13,73%) (15,18%)
2.070,7 2.037,6 2.061,1 2.180,34 2.184,60 2.347,91
TOTAL
(100%) (100%) (100%) (100%) (100%) (100%)
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016
Sementara itu, penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2016 masih didominasi oleh
penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu Sekolah Dasar ke bawah sebanyak 37,21% dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-19
Sekolah Menengah Atas sebanyak 18,15%, Diploma sebanyak 4,27% serta sebanyak 10,51%
berpendidikan Universitas.
Perbaikan kualitas penduduk yang bekerja ditunjukan oleh kecenderungan menurunnya
penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) dan meningkatnya penduduk bekerja
berpendidikan tinggi (Diploma dan Universitas), seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.18
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan di Sumatera Barat Kondisi
Agustus 2011-Agustus 2016 (Persen)
Agustus
No Pendidikan Tertinggi
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 SD ke Bawah 42,24 42,59 42,26 41,34 39,34 37,21
2 Sekolah Menengah Pertama 20,64 19,36 19,40 19,40 19,12 17,95
3 Sekolah Menengah Atas 18,37 17,97 17,29 18,01 19,52 18,15
4 Sekolah Menengah Kejuruan 8,52 9,22 9,32 9,43 9,47 11,90
5 Diploma I/II/III 4,23 3,50 3,52 3,47 3,08 4,27
6 Universitas 6,01 7,35 8,22 8,35 9,47 10,51
JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016
Sedangkan tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan pada Agustus 2016 yang
tertinggi adalah tamatan Sekolah Menengah Atas sebesar 8,17%, Sekolah Menengah Kejuruan
7,46%, dan tamatan Diploma sebesar 6,71%, secara lengkap terlihat datanya pada tabel
berikut.
Tabel 2.19
Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Sumatera Barat
Kondisi Agustus 2011-Agustus 2016 (Persen)
Agustus
No Pendidikan Tertinggi
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 SD ke Bawah 3,34 3,87 3,85 3,90 2,98 2,63
2 Sekolah Menengah Pertama 7,12 6,42 6,13 6,19 3,80 4,43
3 Sekolah Menengah Atas 10,98 10,58 11,23 9,22 12,30 8,17
4 Sekolah Menengah Kejuruan 9,59 9,54 13,00 11,15 13,32 7,46
5 Diploma I/II/III 4,09 5,15 6,98 5,79 11,25 6,71
6 Universitas 7,75 8,07 8,30 8,46 8,23 5,76
JUMLAH 6,45 6,52 7,02 6,50 6,89 5,09
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016
Jika dibandingkan tingkat pengangguran di Sumatera Barat dengan Nasional sejak tahun
2010 sampai 2016, terlihat tingkat pengangguran Sumatera Barat lebih tinggi sedikit daripada
nasional, seperti Grafik berikut :
Gambar 2.7.
Grafik Perbandingan Persentase Tingkat Pengangguran di
Provinsi Sumatera Barat Dengan Nasional Kondisi Agustus 2010-2016
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-20
2016 5.61
5.09
6.18
2015 6.89
5.94
2014 6.50
6.17
2013 7.02
2012 6.13
6.65
2011 7.48
8.02
7.14
2010
6.95
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nasional Sumatera Barat
Tabel 2.20
Perkembangan Seni, Budaya dan OLah Raga Tahun 2011-2016
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-21
Fokus Layanan Urusan Wajib
Hasil pelaksanaan pembangunan berdasarkan fokus layanan urusan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan langsung dengan pelayanan dasar selama
kurun waktu 2011-2016 secara umum memperlihatkan perkembangan kemajuan dan
peningkatan yang cukup berarti.
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan di usia anak 16-19 tahun, yang
diukur dengan indikator yang sama dengan pendidikan dasar yaitu angka partisipasi sekolah,
rasio ketersediaan sekolah dengan penduduk usia sekolah, rasio guru dengan murid serta rasio
guru/murid per kelas rata-rata, seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.22
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-22
Perkembangan Pendidikan Menengah di Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Partisipasi Sekolah 89,64 90,79 92,22 99,27 99,28 99,28
2 Rasio Ketersediaan Sekolah
1 : 0,29 1 : 0,25 1 : 0,39 1 : 0,25 1 : 0,27 1 : 0,27
terhadap Penduduk Usia Sekolah
3 Rasio Guru Terhadap Murid 1 : 6,28 1 : 6,58 1 : 8,75 1 : 11,85 1 : 8,30 1 : 8,30
4 Rasio Guru Terhadap Murid Per
1 : 13,98 1 : 11,32 1 : 11,38 1 : 11,56 1 : 11,84 1 : 11,84
Kelas Rata-rata
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Angka partisipasi sekolah pendidikan menengah juga mengalami peningkatan setiap
tahun dari 89,64 per 1.000 jumlah penduduk pada tahun 2011 menjadi 99,28 per 1.000
jumlah penduduk pada tahun 2016. Hal ini menunjukan bahwa setiap tahun jumlah murid
menempuh menengah mengalami peningkatan per 1.000 jumlah penduduk Sumatera Barat.
Indikator lainnya yakni Rasio Guru Terhadap Murid Per Kelas Rata-Rata, juga
memperlihatkan perkembangan yang cukup baik, pada tahun 2016, menunjukkan gambaran
bahwa 1 guru tingkat pendidikan menengah melayani oleh 11,84 murid atau 12 murid, artinya
bahwa guru yang mengajar di kelas tidak kekurangan dan melebihi dari kebutuhan, namun
kondisi yang terjadi adalah pendistribusian guru di pendidikan menengah belum merata.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-23
tingkat pendidikan SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari angka 0,87% menjadi 0,95%.
Seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.23
Perkembangan Angka Putus Sekolah di Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Angka Putus Sekolah
1 % 0,17 0,15 0,21 0,21 0,22 0,22
(APS) SD/MI
Angka Putus Sekolah
2 % 0,49 0,45 0,37 0,44 0,46 0,46
(APS) SMP/MTs
Angka Putus Sekolah
3 % 0,87 0,88 0,89 0,92 0,95 0,95
(APS) SMA/SMK/MA
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Angka Kelulusan
Pada tahun 2011-2016, angka kelulusan siswa di Sumatera Barat dari tahun ke tahun
memperlihatkan kondisi yang berfluktuasi. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
memperlihatkan bahwa angka kelulusan siswa SD/MI pada tahun 2011 sebesar 99,53%
menjadi 96,07% pada tahun 2016, SMP/MTs sebesar 95,16% pada tahun 2011 naik menjadi
99,84% pada tahun 2016, sedangkan SMA/SMK/MA sebesar 95,25% pada tahun 2011 juga
mengalami kenaikan pada tahun 2016 yaitu sebesar 99,95%. Jika dibandingkan antara
kelulusan SD melanjutkan ke SMP dan kelulusan SMP melanjutkan ke SMA yang paling besar
adalah angka melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs sebesar 99,56% dan angka melanjutkan dari
SMP/MTs ke SMA/SMK/MA adalah sebesar 95,56%, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.24
Angka Kelulusan dan Angka Melanjutkan Per Jenjang Pendidikan di Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Kelulusan (AL) SD/MI % 99,53 96,72 97,99 97,99 96,07 96,07
Angka Kelulusan (AL)
2 % 95,16 97,56 99,02 99,95 99,84 99,84
SMP/MTs
Angka Kelulusan (AL)
3 % 95,25 99,40 85,39 99,60 99,95 99,95
SMA/SMK/MA
Angka Melanjutkan (AM) dari
4 % 97,30 95,28 94,53 99,28 99,56 99,56
SD/MI ke SMP/MTs
Angka Melanjutkan (AM) dari
5 SMP/MTs ke % 88,90 90,81 99,13 98,49 95,56 95,56
SMA/SMK/MA
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio posyandu per
1 : 71 1 : 71 1 : 72 1 : 73 1 : 74 1 : 74
satuan balita
2 Rasio Puskesmas,
poliklinik,pustu per 1:19.421 1:19.231 1:19.411 1:19.587 1:19.628 1:19.628
satuan penduduk
3 Rasio Rumah Sakit per
1:120.320 1:117.852 1:73.313 1:72.280 1:73.187 1:73.187
satuan penduduk
4 Rasio dokter per
1:4.928 1:4.821 1:4.119 1:4.582 1:4.348 1:4.348
satuan penduduk
5 Rasio tenaga medis
1:2.838 1:2.510 1:2.118 1:2.790 1:2.759 1:2.759
per satuan penduduk
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Pelayanan urusan kesehatan lainnya seperti halnya indikator: Cakupan Komplikasi
Kebidanan Yang Ditangani, Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang
Memiliki Kompetensi Kebidanan, Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan, Cakupan
Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit TBC BTA, Cakupan Penemuan Dan
Penanganan Penderita Penyakit DBD, Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien
Masyarakat Miskin dapat dikatakan dalam kurun waktu 2011-2016 secara umum sudah cukup
baik meskipun terjadi fluktuasi di beberapa tahun, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.26
Perkembangan Indikator Cakupan Kesehatan di Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cakupan Komplikasi Kebidanan Yang
1 70,00 82,00 71,50 74,74 75,73 75,73
Ditangani (%)
Cakupan Pertolongan Persalinan
2 Oleh Tenaga Kesehatan Yang 85,80 88,25 89,00 90,02 90,00 90,00
Memiliki Kompetensi Kebidanan (%)
Cakupan Desa/Kelurahan Universal
3 86,60 91,00 71,20 77,40 74,10 74,1
Child Immunization (UCI) %
Cakupan balita gizi buruk mendapat
4 100 100 100 100 100 100
perawatan (%)
Cakupan peneluan kasusu baru TB
5 59,55 58,94 60,97 63,97 57,25 57,25
BTA positif (CDR) (%)
Cakupan penemuan kasus baru TB
6 135,65 137,41 135,48 144,27 137,84 137,84
(CNR) (%)
7 Cakupan penemuan dan 100 100 100 100 100 100
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-25
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
penanganan penderita penyakit DBD
Cakupan pelayanan kesehatan
8 100 100 100 100 100 100
rujukan pasien masyarakat miskin
9 Cakupan kunjungan bayi 83,60 88,41 88,15 93,43 93,45 93,45
10 Cakupan puskesmas vistrate 144,32 147,73 145,81 146,37 147,49 147,49
11 Cakupan pembantu puskesmas 692,0 725,6 719,8 734,9 734,9 734,9
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.29
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan
Masyarakat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kegiatan pembinaan
1 terhadap LSM, Ormas dan Kegiatan 1 1 1 1 1 1
OKP
Kegiatan pembinaan politik
2 Kegiatan 2 2 3 3 3 3
daerah
Rasio jumlah Polisi
Pamong Praja per 10,000 % 4,07 3,98 3,58 3,59 4,84 5,00
3 penduduk
Jumlah Polisi Pamong
personil 2 004 1 990 1 995 1 995 2 509 2 640
Praja
Rasio Jumlah Linmas per
4 % * * 51,72 30,02 30,08 25,59
Jumlah 10,000 Penduduk
Rasio Pos Siskamling per
5 % * * * 0,70 0,80 0,80
jumlah desa/kelurahan
Jumlah Pos Siskamling di
6 Unit * * * 1,139 1,139
Sumatera Barat
7 Penegakan PERDA % 90,20 90,20 90,30 92,00 95,00 95,00
8 Cakupan patroli petugas % 77,00 77,00 81,00 100 100 100
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-27
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Satpol PP
Tingkat penyelesaian
pelanggaran ketertiban
9 % 89,00 89,00 90,00 89,00 96,00 96,00
dan ketentraman di
Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Badan KesbangPol dan Satpol PP dan Damkar Provinsi Sumatera Barat
Tabel 2.30
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Sosial Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sarana sosial seperti panti
1 asuhan, panti jompo dan Unit 135 112 109 110 123 130
panti rehabilitasi
PMKS yang memperoleh % 100 100 100 100 99,99 100
2
bantuan Orang 5 222 4 792 4 824 5 634 6 947 10 935
Penanganan penyandang % 1,19 1,73 1,87 1,88 2,40 0,61
3 masalah kesejahteraan
Orang 5 979 5 638 5 349 5 450 6 947 10 935
sosial/ Penanganan PMKS
4 Jumlah PMKS Orang 501 683 326 581 285 942 289 753 289 753 1 786 134
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat
Tahun
No Indikator Pembangunan Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persentase partisipasi
1 perempuan di lembaga % 47,96 49,34 49,19 48,85 48,85 49,90
pemerintah
2 Rasio KDRT % 0,65 0,60 0,60 0,82 0,91 0,96
Persentase jumlah tenaga
3 % 8,90 1,69 1,69 0,01 0,01
kerja di bawah umur
Partisipasi angkatan kerja
4 % 25,49 56,01 56,01 50,65 50,65 50,65
perempuan
Penyelesaian pengaduan
perlindungan perempuan
5 Kasus 3 14 1 261 1 312 1 341
dan anak dari tindakan 48
kekerasan
Sumber : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Barat
TAHUN
NO INDIKATOR SATUAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016
KETERSEDIAAN PANGAN UTAMA BERAS
1 Menurut Produksi Ton 1 170 732 1 389 956 1 395 819 1 384 570 1 433 975 1 231 806
2 Ketersediaan Beras Kg/kap/th 238,71 280,36 275,5 269,8 236,66 234,2
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Penyelesaian kasus tanah Kasus 379 165 165 165 165 165
Negara
2 Penyelesaian izin lokasi Buah 4 0 0 0 0 0
Sumber : SDP2D
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-30
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Lingkungan Hidup
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Perkiraan timbunan M3 n/a 856 575,60 809 408,53 680 605,69 546 277,19 546 277,19
sampah per hari
2 Cakupan pengawasan % 38,5 28,60 15,8 4,2 8,0 3,3
terhadap pelaksanaan
amdal (Skala Provinsi)
3 Jumlah cakupan Objek 5 4 3 1 2 1
pengawasan terhadap
pelaksanaan amdal
(Skala Provinsi)
4 Indeks Pencemaran indeks 61,90 59,29 52,71 53,71 73,18 69,18
Air (IPA)
5 Indeks Pencemaran Indeks 91,05 86,02 86,41 89,16 84,96 84,96
Udara (IPU)
6 Indeks Tutupan Indeks 67,24 65,51 65,13 65,13 65,13 65,13
Hutan (ITH)
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat
Penerapan KTP
Sudah/
7 Nasional berbasis Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah
Belum
NIK
Sumber : Biro Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-31
Dalam Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, sesuai dengan data pada
tabel di bawah ini memperlihatkan indikator-indikator pelaksanaan pembangunan selama tahun
2011-2016 yang dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini ditandai meningkatnya jumlah
lembaga pemberdayaan masyarakat dari 912 tahun 2011 menjadi 1.139 pada tahun 2016, dan
juga pada indikator PKK aktif juga memperlihatkan peningkatan dari 1.224 kelompok dari
tahun 2011 menjadi 1.338 kelompok pada tahun 2016. Di samping itu pemeliharaan pasca
program pemberdayaan masyarakat juga meningkat dari 570 kelompok tahun 2011 menjadi
3.796 kelompok pada tahun 2016, namun pada indikator lainnya seperti Posyandu aktif dan
rata-rata jumlah kelompok binaan PKK menunjukkan angka yang berfluktuasi setiap tahunnya.
Tabel 2.37
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah lembaga
pemberdayaan LPM 912 912 1 139 1 139 1 139 1 139
masyarakat
2 Rata-rata jumlah
kelompok binaan % 38,81 35,58 35,37 35,50 35,50 35,50
PKK
3 Jumlah LSM Kelompok 312 341 341 341 341 349
4 LPM Berprestasi lembaga 0 0 0 3 3 3
5 PKK aktif Kelompok 1 224 1 335 1 343 1 338 1 338 1 338
6 Posyandu aktif % 93,78 95,63 86,5 93,79 95,59 95,59
7 Swadaya Masyarakat
terhadap program 115
Rp.Jt 17 668 106 578 110 685 113 980 115 275
pemberdayaan 275
masyarakat
8 Pemeliharaan pasca
program
pemberdayaan Kelompok 570 912 3 503 3 796 3 796 3 796
masyarakat
Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-32
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cakupan peserta KB % 73,78 74,66 69,94 73,73 73,73 73,73
3
aktif Orang 611 415 626 414 629 348 624 473 642 263 642 263
Keluarga Pra % 30,90 30,40 27,80 27,30 27,30 27,30*
4 Sejahtera dan
Keluarga 370 951 369 287 342 836 338 902 338 902 338 902*
Keluarga Sejahtera I
a. Pra Sejahtera Keluarga 97 642 98 004 86 592 81 853 81 853 NA
b. Keluarga NA
Keluarga 273 309 271 282 256 244 257 069 257 069
Sejahtera I
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan KB Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-33
nasional/lokal dan jumlah penyiaran radio/TV lokal mengalami kenaikan, dan lain halnya pada
pameran/expo mengalami penurunan.
Tabel 2.40
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Komunikasi Dan Informatika
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan
Jumlah jaringan
1 Unit jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda
komunikasi
telepresence) telepresence) telepresence) telepresence) telepresence) telepresence)
Jumlah surat 30 Lokal 33 Lokal 38 Lokal 41 Lokal 41 Lokal 41 Lokal
Lokal/
2 kabar
Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional
nasional/lokal
Jumlah 39 Radio 83 Radio 116 Radio 101 Radio 101 Radio 101 Radio
Radio/
3 penyiaran
TV 33 TV 35 TV 38 TV 7 TV 15 TV 15 TV
radio/TV Lokal
Web site milik 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi
1 Provinsi dan
4 Pemerintah Web dan 19 dan 19 dan 19 dan 19 dan 19
19 Kab/Kota
Daerah Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota
5 Pameran/expo Pameran 27 40 25 25 NA
NA
Sumber : KPID Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-34
bawah ini, untuk investor PMDN/PMA yang mendapat persetujuan sebanyak 344 untuk PMDN
dan 309 untuk PMA pada tahun 2016. Hal ini meningkat dibandingkan tahun 2011 hanya
sebanyak 165 untuk PMDN dan 207 untuk PMA, dengan realisasi pada periode tahun 2016
sebanyak 227 untuk PMDN dan 202 untuk PMA, di mana meningkat dibandingkan dengan
tahun 2011 hanya sebanyak 109 untuk PMDN dan 87 bagi investor PMA.
Jumlah realisasi investasi berskala nasional (PMDN/PMA), menunjukkan nilai yang terus
meningkat dari tahun 2011 untuk PMDN hanya sebesar 8,9 triliun sedang tahun 2016
bertambah menjadi 18,2 triliun, demikian juga untuk PMA tahun 2011 nilai investasi sekitar
US$ 9,95 Juta, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi sekitar US$ 1,3 milyar.
Indikator Rasio daya serap tenaga kerja dan Rasio penyerapan tenaga kerja, selama
kurun waktu 2011-2016, terus menerus mengalami penurunan pada PMDN maupun PMA, hal
ini mengindikasikan bahwa penyerapan tenaga kerja untuk PMDN maupun PMA semakin
bertambah.
Tabel 2.42
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Penanaman Modal
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
- PMA US$ Ribu 65 456,99 86 194,93 136 121,43 29 568,14 39 754,32 65 588,3
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-35
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Buku “Provinsi dalam Ada/Tida
1 Ada Ada Ada Ada Ada Ada
angka” k
Ada/Tida
2 Buku ”PDRB Provinsi” Ada Ada Ada Ada Ada Ada
k
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-36
selalu mengalami kenaikan, namun indikator sarana penyelenggaraan seni dan budaya
memerlukan peningkatan untuk tahun berikutnya.
Tabel 2.45
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Penyelenggaraan festival seni
1 Kali 14 14 32 37 72 72
dan budaya
Sarana penyelenggaraan seni
2 Unit 8 8 8 8 8 8
dan budaya
Benda, Situs dan Kawasan % 85,82 90,45 90,45 90,45 99,54 99,54
3
Cagar Budaya yang dilestarikan Buah 557 587 587 587 646 646
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Pengelola
1 Orang 145 127 183 213 243
perpustakaan yang dibina 273
Jumlah pengunjung
2 Orang 31 543 63 186 54 309 54 819 64 220
perpustakaan per tahun 79 835
Koleksi buku yang tersedia
3 Eksemplar 168 146 181 146 191 391 201 791 212 037 225 037
di perpustakaan daerah
Sumber : Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pengelolaan arsip secara
1 % 11,63 17,78 21,74 30,61 97,96 97,96
baku
Jumlah SDM pengelola
2 Orang 145 127 183 213 243 273
kearsipan yang di bina
Sumber : Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-37
Melihat data indikator pada tabel di bawah ini tahun 2011-2016, urusan kelautan dan
perikanan, persentase produksi perikanan, konsumsi ikan dan cakupan bina kelompok nelayan
menunjukkan perkembangan yang meningkat. Namun produksi perikanan kelompok nelayan
persentasenya mengalami penurunan dari 60,90% tahun 2011 menjadi berkurang 42,82%
tahun 2016.
Tabel 2.48
Perkembangan Indikator Urusan Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Capaian produksi
% 97,12 97,13 92,02 104,74 98,70 64,17
perikanan
2 Produksi Perikanan Ton 337 012,00 388 511,00 416 911,49 488 062,11 502 170,98 344 106,08
3 Cakupan bina
% 1,52 6,58 5,29 6,16 0,81
kelompok nelayan 0,05
Cakupan bina
perikanan
(pembudidayaan, % 2,33 2,87 4,33 3,49 0,55 0,05
nelayan, pengolah
dan pemasaran)
4 Produksi perikanan
kelompok nelayan % 60,90 53,51 51,69 51,24 42,82 42,82
Urusan Pariwisata
Perkembangan dari urusan pariwisata berdasarkan data indikator yang ada, maka
kunjungan Wisata Mancanegara dan kunjungan Wisata Nusantara mengalami kenaikan dalam
kurun waktu 2011-2016.
Tabel 2.49
Perkembangan Indikator Urusan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kunjungan
Wisata Orang 47 962 50 393 62 023 69 541 78 274 78 274
Mancanegara
Kunjungan
2 Wisata Orang 5 106 321 5 850 033 6 261 364 6 605 738 6 973 678 6 973 678
Nusantara
Sumber : Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Barat
Perkembangan industri pariwisata tidak lepas dari jumlah kunjungan wisatawan, Tingkat
Penghunian Kamar Hotel (TPK) dan rata-rata lama menginap untuk tamu mancanegara dan
tamu dalam negeri. Dari tiga indikator tersebut dapat mencerminkan perkembangan pariwisata
di Sumatera Barat.
Tabel 2.50
Wisman Yang Berkunjung ke Sumatera Barat Menurut Kebangsaan
Tahun 2015-2016 (Orang)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-38
NO KEBANGSAAN 2015 2016 PERUBAHAN (%) %
1 Malaysia 31 743 3 965 -87,51 77,52
2 Australia 1 654 130 -92,14 2,54
3 Prancis 413 29 -92,98 0,57
4 Tiongkok 325 22 -93,23 0,43
5 Inggris 326 13 -96,01 0,25
6 Amerika 252 22 -94,05 0,29
7 Thailand 199 12 -93,97 0,23
8 Jepang 201 10 -95,02 0,20
9 Singapura 192 10 -94,79 0,20
10 Jerman 160 9 -94,38 0,18
11 Lainnya 7 988 40 246 403,83 17,60
TOTAL WISMAN 43 453 44 461 2,32 100
Sumber : Berita Resmi Statistik No.08/02/13/Th.XIX, 1 Februari 2016
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Desember
2015 mencapai rata-rata 59,73% atau sebesar 57,10%. Kota Bukittinggi menempati TPK
tertinggi sebesar 61,37% dan disusul Kota Padang 59,53%. TPK terendah terjadi di Kab. Tanah
Datar sebesar 12,51%. Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel
berbintang bulan Desember 2015 tercatat selama 1,33 hari, turun 0,18 hari bila dibandingkan
dengan November 2015 yang tercatat 1,51 hari. Rata-rata lama menginap tamu asing dan
Indonesia pada akomodasi lainnya bulan Desember 2015 tercatat selama 2,02 hari, naik 0,37
hari dibandingkan dengan November 2015.
Urusan Pertanian
Berdasarkan indikator urusan pertanian selama periode 2011-2016, sesuai dengan tabel
berikut ini memperlihatkan bahwa produktivitas padi sawah dan padi ladang, kontribusi sektor
pertanian/perkebunan terhadap PDRB dan kontribusi sektor pertanian (palawija) terhadap
PDRB terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun dan hal ini mengindikasikan bahwa
pelayanan dalam urusan pertanian samakin meningkat.
Tabel 2.51
Perkembangan Indikator Urusan Pertanian Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produktivitas padi atau bahan
pangan utama lokal lainnya % - - - -
1 per hektar
Padi Sawah Kwt/Ha 49,84 50,04 50,17 50,58 50,58 50,58
Padi Ladang Kwt/Ha 26,87 32,28 30,69 28,19 30,80 30,80
Kontribusi sektor
2 pertanian/perkebunan % 11,44 10,99 10,67 11,09
terhadap PDRB
Kontribusi sektor pertanian
3 % 7,20 7,33 7,22 7,57
(palawija) terhadap PDRB
Kontribusi sektor perkebunan
4 % 7,23 7,03 7,22 7,57
terhadap PDRB
Kontribusi Produksi kelompok
5 % 10,456 10,456 10,456 10,456 10,456*
petani terhadap PDRB
Cakupan Bina kelompok
6 %
petani
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat dan BPS Provinsi Sumatera Barat
Urusan Kehutanan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-39
Indikator rehabilitasi hutan dan lahan kritis dalam skala luas dari tahun 2011-2016
mengalami fluktuasi setiap tahunnya pada setiap indikator, seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.52
Perkembangan Indikator Urusan Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rehabilitasi hutan %/tahun 2,97 5,12 4,96 5,81 2,58 0,36
1
dan lahan kritis % 4,97 10,09 15,04 20,86 23,44 0,36
Luas lahan hutan
2 dan lahan kritis Ha 11 050 19 058 18 456 21 641 9 616 2 250
yang rehabilitasi
Kerusakan
3 % 11,26 0,45 0,41 0,40 0,40 0,40
Kawasan Hutan
Kontribusi sektor
4 kehutanan % 1,48 1,44 1,37 1,35 1,35 1,35*
terhadap PDRB
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertambangan tanpa % 7,15 7,09 6,98 5,47 5,00 5,00
1
izin Orang 7,151 7,093 7,15 7,15 - -
Kontribusi sektor
2 pertambangan % 4,46 4,44 4,60 4,86 4,86 4,86
terhadap PDRB
Sumber : Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat
Urusan Perdagangan
Perkembangan urusan perdagangan memperlihatkan angka yang menurun dari tahun
2011-2016, seperti terlihat dari indikator tabel di bawah ini, di mana kontribusi sektor
perdagangan terhadap PDRB persentasenya tahun 2011 sebesar 15,05% menurun menjadi
14,90% tahun 2016, dan indikator ekspor bersih perdagangan dari US$ 1.955 juta tahun 2011
berkurang menjadi US$ 1.142 juta tahun 2014, hal ini mengindikasikan penurunan pendapatan
daerah dan berkurangnya ekspor sektor perdagangan selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Tabel 2.54
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-40
Perkembangan Indikator Urusan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kontribusi sektor
1 % 15,05 15,11 14,77 14,38 14,64 14,90
Perdagangan terhadap PDRB
2 Ekspor Bersih Perdagangan US$ Juta 1 955,08 1 120,70 1 174,00 1 071,00 1 117,00
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat
Urusan Perindustrian
Kontribusi sektor industri terhadap PDRB menunjukkan peranan yang berkurang pada
pendapatan daerah selama periode 2011-2016 yakni 11,71% pada tahun 2011 menjadi
10,11% tahun 2016, sebaliknya indikator laju pertumbuhan industri dalam kurun waktu yang
sama semakin meningkat dari 4,74% tahun 2011 meningkat menjadi 5,40% tahun 2014, hal
ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan industri masih kurang dibandingkan laju
pertumbuhan sektor pendapatan daerah lainnya.
Tabel 2.55
Perkembangan Indikator Urusan Perindustrian
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kontribusi sektor industri
1 % 11,71 11,53 11,02 10,56 10,21 10,11
terhadap PDRB
Kontribusi industri rumah
2 tangga terhadap PDRB % NA NA NA NA NA NA
sektor industrI
3 Laju pertumbuhan industri % 4,74 6,46 5,1 5,22 1,84 NA
Cakupan Bina kelompok
4 % - - - - -
Pengrajin
Sumber : Aspek Fokus Sumatera Barat
Urusan Transmigrasi
Sejak tahun 2011-2016 transmigrasi swakarsa dan swakelola tidak ada di Sumatera Barat
seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.56
Perkembangan Indikator Urusan Transmigrasi Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Transmigran swakarsa % - - - - -
Kontribusi transmigrasi
2 % - - - - -
terhadap PDRB
Sumber : Aspek Fokus Sumatera Barat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-42
Kemudian jika dibandingkan dengan kondisi nasional, ternyata tingkat PDRB per kapita
penduduk Sumatera Barat, rata-rata lebih rendah daripada nasional. Untuk daerah Sumatera
Barat, sektor pertanian masih memegang peranan yang dominan sebagai sektor penyumbang
terbesar PDRB Sumatera Barat, karena itu kinerja sektor pertanian akan sangat besar sekali
dampaknya terhadap peningkatan output daerah.
Pada tahun 2016 rata-rata lama sekolah penduduk di Sumatera Barat baru mencapai
8,59 tahun, artinya belum tamat SMP. Rata-rata lama sekolah per tahun baru mencapai 0,9 s/d
0,11 persen, lebih tinggi dari rata-rata lama sekolah tingkat nasional. Faktor yang mendukung
meningkatnya lama sekolah antara lain dapat ditekannya angka putus sekolah melalui bantuan
dari berbagai lembaga seperti bantuan biaya sekolah dari BOS, dan lembaga beasiswa lainnya.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-43
Kinerja sektor pertanian tercermin pada capaian indikator pertanian di antaranya adalah
Nilai Tukar Petani (NTP) dan produktivitas tanaman pertanian. NTP merupakan perbandingan
antara nilai yang diterima dengan nilai yang dibayarkan oleh petani dalam melaksanakan usaha
taninya. Mencermati komponen perhitungan NTP yaitu Indeks yang diterima (IT) dan indeks
yang harus dibayar (IB), tampak bahwa terdapat faktor-faktor harga maupun biaya yang
berada di luar jangkauan petani untuk mengendalikannya. NTP mencerminkan efisiensi usaha
tani dan daya beli petani (Tabel 2.59).
Tabel 2.58
Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2010 - 2016
Provinsi Sumatera Barat
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks yang diterima petani
1. 132,98 141,05 144,54 150,29 112,54 115,09 119,62
(lt)
Indeks yang dibayar petani
2. 126,07 132,75 137,63 144,23 111,87 117,76 122,48
(lb)
3. NTP 105,48 106,25 105,03 104,21 100,66 97,74 97,67
Data perkembangan NTP selama 2010-2016 menunjukkan bahwa NTP cukup fluktuatif, di
mana di Sumatera Barat untuk semua sub sektor pertanian kecuali peternakan. Pada tahun
2015, NTP sebesar 97.74 dengan Indeks yang diterima petani sebesar 115.09 dan indeks yang
dibayar petani sebesar 117,76, dan sub sektor perikanan merupakan subsektor yang memiliki
NTP tertinggi (106,86) disusul NTP sub sektor peternakan (102,49). Fluktuatifnya NTP ini
menggambarkan bahwa derajat kesejahteraan petani yang belum baik yang terlihat dari
masih rendahnya daya beli petani dipicu oleh faktor produktivitas yang belum stabil atau
cenderung menurun, serta permintaan yang masih rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahwa sebahagian besar mata pencaharian
penduduk masih berada sektor pertanian, namun belum merupakan pilihan mata pencarian
yang menguntungkan bagi masyarakat Sumatera Barat, sehingga perlu penajaman peran
subsistem agribisnis hilir (pascapanen, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian) yang
mampu memberikan nilai tambah sangat signifikan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani.
Tabel 2.59
Nilai Tukar Petani dan Sub Sektor Pendukungnya
di Sumatera Barat 2011-2015 (%)
Tahun
NTP Sektor/Sub Sektor
2011 2012 2013 2014 2015
NTP 106,25 105,03 104,21 100,61 97,74
NTP Tanaman Pangan 97,82 95,29 93,07 100,11 96,18
NTP Hortikultura 105,84 104,87 102,47 96,24 96,22
NTP Perkebunan Rakyat 129,02 130,06 132,63 102,87 96,02
NTP Peternakan 100,39 100,29 97,94 101,00 102,49
NTP Perikanan 110,75 110,38 113,32 104,49 106,86
Tabel 2.60
Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan menurut Kelompok Komoditas
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-44
di Sumatera Barat Tahun 2010-2015
Tahun
Kelompok 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Komoditas
Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %
Makanan 302 475,37 56,87 348 234,14 56,77 376 350,64 54,04 434 291,57 56,52 455 098,09 56,85 472 428,00 52,80
Bukan 229 398,22 43,13 265 200,41 43,23 320 071,08 45,96 334 154,48 43,48 345 417,72 43,15 422 275,00 47,20
Makanan
Jumlah 531 873,59 100,00 613 434,55 100,00 696 421,72 100,00 768 446,05 100,00 800 515,81 100,00 894 703,00 100,00
Tabel 2.61
Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan
PengeluaranKelompok
Menurut Rata-rata per Kapita
BukansebulanMakanan
Menurut Kelompok Bukan Makanan
di Sumatera di Sumatera
Barat TahunBarat Tahun 2010-2014
2010-2014
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-46
Klaster secara signifikan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah untuk membangun
kekayaan masyarakat Klaster mampu bertindak sebagai pendorong inovasi, dimana
keberadaan unsur-unsur dalam klaster diperlukan untuk mengubah gagasan menjadi
kenyataan Unsur universitas atau pusat riset merupakan tulang punggung dalam menciptakan
berbagai temuan baru yang kemudian ditransformasikan oleh perusahaan ke dalam berbagai
produk atau jasa baru Unsur pemasok menyediakan perlengkapan atau komponen penting
Unsur perusahaan pemasaran dan distribusi membawa produk itu ke pelanggan Hasilnya
adalah kawasan dengan klaster yang tumbuh dan bekerja dengan baik akan menikmati upah,
produktivitas, pertumbuhan usaha, dan inovasi yang lebih tinggi Kajian lebih lanjut mengenai
pengembangan klaster di Indonesia sangat diperlukan untuk mendalami fenomena
terbentuknya klaster-klaster tersebut dan menemukan upaya-upaya pengembangan yang
dapat serta perlu dilakukan
Ke depan, dalam rangka membangun daya saing daerah, pemerintah daerah perlu
melakukan beberapa hal, antara lain: (a) Memetakan potensi daerah berikut supply dan
demand, (b) Memperkuat seluruh infrastruktur ekonomi untuk mendorong potensi daerah,
termasuk SDM-nya, (c) Menguasai rantai pasokan (hulu-hilir) untuk menekan inefisiensi
(sinergi provinsi dan kabupaten/kota), (d) Menciptakan inovasi produk, serta (e) Mendorong
ekonomi rakyat dengan terus meningkatkan penggunaan produksi lokal Akhirnya, kesiapan
kapabilitas pemerintah daerah perlu didukung oleh peningkatan kemampuan dalam mengelola
keuangan daerahnya Kualitas sumber daya manusia perlu dipersiapkan, sehingga dana yang
dimiliki dapat dikelola dengan efektif dan secara bertahap dapat membangun daya saing
pemerintah daerah di Indonesia
Tabel 2.62
Evaluasi Hasil Pelaksanaan Perencanaan Daerah sampai dengan Tahun Berjalan Provinsi
Sumatera Barat (Terlampir)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-47
2.3.1. Permasalahan daerah yang berhubungan dengan prioritas dan sasaran
pembangunan daerah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-48
Secara umum terdapat beberapa permasalahan di sektor pendidikan, antara lain :
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat
2. Belum tuntasnya relevansi pendidikan kejuruan/ketrampilan dengan lapangan kerja
3. Profesional dan kuantitas guru sebagai pendidik pada pendidikan formal dan non formal
perlu ditingkatkan lagi
4. Belum tuntasnya peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan
5. Perlu peningkatan profesional pengelola dan kualitas manajemen pendidikan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-49
5. Peningkatan Produksi Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional dan
Pengembangan Agribisnis
1) Urusan Pangan
Permasalahan utama Urusan Pangan adalah :
1. Ketersediaan dan keterjangkauan sembilan bahan pokok serta distribusi pangan belum
terlaksana dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
2. Penganekaragaman/diversifikasi pangan masih terbatas
3. Masih rendahnya ketahanan pangan rumah tangga di wilayah rawan pangan yang
disebabkan kemiskinan dan berbagai bencana (kronis dan transien)
4. Masih tingginya tingkat ketergantungan pada pangan beras (107,68
Kg/kapita/tahun)
5. Pola konsumsi masyarakat belum berimbang (skor PPH 83,00)
6. Harga bahan pangan masih fluktuatif dengan inflasi yang masih cukup tinggi
7. Keamanan pangan yang masih memerlukan penanganan serius terutama bahan addiktif
dan cemaran (bahan kimia, mikro organisme dan fisik) yang membahayakan bagi
kesehatan masyarakat
2) Urusan Pertanian
Permasalahan utama adalah :
1. Daya saing produk pertanian relatif masih rendah
2. Belum berkembangnya nilai tambah produk pertanian
3. Produktivitas, pertanian, perkebunan dan populasi peternakan dan perikanan masih
perlu peningkatan
4. Aksesibilitas petani terhadap sarana produksi, pemasaran dan permodalan terbatas;
5. Masih tingginya kehilangan hasil produksi pertanian
6. Masih ditemui permasalahan ketersediaan dan keterjangkauan sarana produksi seperti
bibit, pupuk, obat-obatan, dan pakan ternak
7. Belum optimalnya sarana dan prasarana UPTD pertanian
8. Rendahnya kemampuan petani dalam akses teknologi, informasi, pasar dan permodalan
9. Masih banyak kelembagaan petani yang belum berbentuk badan hukum (90%)
10. Masih terbatasnya tenaga penyuluh pertanian serta kuantitas dan kualitas tenaga
penyuluh polivalen masih kurang
2) Urusan Industri
Permasalahan utama adalah :
1. Inovasi dan diversifikasi produk industri mikro kecil masih rendah
2. Kapasitas SDM dan penguasaan teknologi rendah
3. Masih rendanya daya saing, kualitas dan design produk
4. Hambatan peningkatan efisiesi produksi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-50
5. Masih banyak produk industri mikro kecil dan menegah yang belum memenuhi
standarisasi dan sertifikasi
6. Keterbatasan akses pembiayaan untuk pengembangan industri
7. Masih terbatasnya jejaring kerjasama pemasaran produk industri, terutama industri
rumah tangga
3) Urusan Perdagangan
Permasalahan utama adalah :
1. Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor
2. Terbatasnya sarana perdagangan dan distribusi
3. Belum optimalnya jaringan pasar dalam dan luar negeri
4. Kurangnya promosi dan kerjasama ekonomi antar swasta dengan swasta maupun
swasta dengan pemerintah serta pemerintah dengan pemerintah
5. Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya beli
6. Masih lemahnya pengawasan tata niaga komoditas dan jasa yang diperdagangkan
Surplus Neraca Perdagangan mengalami penurunan
7. Belum efisiensinya arus barang dan konektivitas (logistik, distribusi, dan fasilitasi
perdagangan)
8. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen serta belum optimalnya pengawasan
barang dan jasa
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-51
5. Mutu dan pengolahan hasil produk perikanan masih rendah
6. Penanganan mutu komoditas ekspor dengan Cold Chain System (CCS) belum optimal
7. Masih maraknya kegiatan illegal unreported dan unregulated fishing
8. Konsumsi ikan masyarakat masih potensial untuk ditingkatkan
9. Kualitas SDM (nelayan dan pembudidaya ikan) yang masih perlu ditingkatkan
10. Kurangnya kapasitas kelembagaan produksi dan pemasaran
11. Keterbatasan tenaga penyuluh
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-52
4. Pengelolaan dan penanganan dampak bencana alam belum memadai
5. Masalah terkait kuantitas/ketersediaan air
6. Terjadi perbedaan debit air sungai antara musim kemarau dan musim hujan yang
sangat menyolok di beberapa sungai
7. Terjadi perbedaan tinggi permukaan air yang signifikan pada danau untuk PLTA
8. Terjadi kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA) sebagai
sumber dari ketersediaan air
Masalah terkait kualitas air :
1. Sungai-sungai yang alirannya melewati pusat kota masih mengalami masalah
pencemaran yang cukup tinggi, hal ini disebabkan limbah industri (industri Rumah
Tangga seperti pembuatan tahu) yang langsung masuk ke dalam badan perairan
(kasus batang lembang di Kota Solok) dan Batang Agam juga menunjukan hal yang
sama.
2. Pada sungai-sungai di pedesaan yang terdapat aktifitas penambangan emas,
cenderung terdapat logam-logam lainnya yang menyebabkan kualitas air menurun.
3. Permasalahan kualitas air danau terkait dengan sistim perikanan dan limbah domestik.
Di mana salah satu danau yang menjadi perhatian adalah Danau Maninjau, di sana
sudah lebih 22 ribu lebih keramba yang diusahakan oleh masyarakat dan ini akan
bertambah terus. Untuk itu dari koordinasi kita dengan pemda Agam, akan
dikeluarkan perda tentang pengaturan kawasan ini. Secara RTRW Provinsi Sumatera
Barat, danau ini merupakan Kawasan Strategis Provinsi untuk pemulihan lingkungan.
Masalah terkait kualitas udara dan Lahan hutan :
1. Kualitas udara kabupaten kota masih baik kecuali beberapa titik di Kota Padang dan
Bukitinggi
2. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan perkembangan industri pabrik kelapa
sawit akan salah satu penyumbang pencemaran udara yang potensial ke depannya
3. Masalah terkait dari lahan dan hutan
4. Terjadi perubahan fungsi lahan akibat perubahan fungsi lahan ke perkebunan dan
pemukiman serta peruntukan lainnya
5. Terjadi peningkatan lahan kritis di penambangan, pembalakan hutan secara illegal
6. Masalah terkait keanekaragaman hayati
7. Perkembangan status keanekaragaman hayati belum terdata secara kuantitatif
8. Kecendrungan peningkatan tekanan terhadap kawasan cagar alam terutama yang
dilintasi jalan utama
9. Masalah terkait wilayah pesisir dan laut
10. Kerusakan mangrove akibat laju erosi yang tinggi
11. Kerusakan terumbu karang akibat penggunaan sistim penangkapan yang tidak ramah
lingkungan
12. Terjadi abrasi pantai pada daerah-daerah pesisir yang tekanan pada pada sempadan
pantainya tinggi
13. Di samping hal diatas, pendanaan untuk mengantisipasi dan pemulihan sangat kecil,
sehingga tidak bisa secara cepat terkendalikan
14. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan konflik penggunaan kawasan hutan
masih sangat tinggi
15. Keberadaan kawasan hutan (termasuk batas-batasnya) belum seluruhnya diakui oleh
para pihak/masyarakat
16. Belum tersedianya data hasil potensi kawasan hutan (flora dan fauna) sebagai dasar
perencanaan kehutanan dan penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan Provinsi
17. Belum tersedianya data kondisi dan potensi kawasan hutan (baik kayu dan non kayu)
sebagai dasar penyusunan rencana makro kehutanan
18. Peningkatan Luas Lahan Kritis
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-53
2.3.2 Identifikasi Permasalahan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah
2.3.2.1 Urusan Wajib
1. Urusan Pendidikan
1. Pencapaian Indek Pembangunan Manusia (IPM) selama periode 2010-2016 telah
menempatkan Sumatera Barat masih di rangking ke-9 di Indonesia. Di antara
komponen IPM yang dinilai, rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat menunjukkan
bahwa masih belum memenuhi wajib belajar 9 tahun.
2. Penyelenggaraan pendidikan belum seluruhnya dapat menjangkau seluruh anak usia
sekolah, terutama anak usia sekolah yang berada pada daerah terisolir, daerah pantai,
daerah tepian hutan, daerah perkebunan, dan rumah tangga miskin.
3. Kondisi teknologi dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan belum berjalan secara
optimal.
4. Peran pelaku pembangunan pendidikan belum optimal.
5. Belum semua anak usia 16-18 tahun memperoleh layanan pendidikan yang
berkualitas, sebagaimana ditunjukkan pada Capaian APK SMA/MA/SMK yang masih
rendah yaitu sebesar 80% pada tahun 2014 yang mengalami penurunan sebesar
73,15%. Sedangkan di sisi lain kualitas layanan pendidikan menengah belum merata
antara SMA dan SMK Saat ini sebanyak 73,5% SMA/MA sudah terakreditasi minimal B
sementara hanya 48,2% kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B serta
belum tersedianya SPM pendidikan menengah mengakibatkan daerah belum memiliki
acuan dalam memenuhi urusan wajib pengelolaan pendidikan menengah.
6. Hasil layanan pendidikan SMK belum seperti yang diharapkan, sebagaimana
ditunjukkan oleh tingkat pengangguran lulusan SMK yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan lulusan SMA yaitu 9,10% untuk SMA dan 7,21% untuk SMK
pada bulan Februari tahun 2014 Selain itu, juga karena jumlah rata-rata penghasilan
yang tidak terlalu berbeda antara lulusan SMA dan SMK Permasalahn lainnya yakni
belum signifikannya persepsi dunia kerja antara lulusan SMK dan SMA serta
ketidakselarasan antara dunia kerja dan kualitas lulusan SMK merupakan salah satu
faktor yang mendorong rendahnya penyerapan lulusan SMK pada dunia kerja
2. Urusan Kesehatan
Permasalahan dan faktor penghambat yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan
urusan kesehatan, sebagai berikut:
1. Kompetensi, jumlah dan distribusi SDM kesehatan yang kurang merata, kurangnya
jumlah tenaga perawatan bila dibandingkan dengan jumlah tempat tidur yang harus
dilayani (rendahnya rasio perawat dibandingkan dengan jumlah tempat tidur yang
tersedia)
2. Masih terdapat kekurangan jumlah tenaga medis saat ini terutama untuk spesialis
Obgyn, Anak, kulit/kelamin, PA, serta tenaga sub spesialis Begitu juga dari sisi
perawat, jumlah perawat yang ada saat ini masih belum sesuai dengan standar
ketenagaan Akibat dari kekurangan tenaga ini menyebabkan pelayanan yang
diberikan masih belum optimal
3. Masih terbatasnya jam pelayanan dokter spesialis khususnya sesialis Non Jiwa karena
sampai saat ini RS Jiwa Prof HB Saanin Padang masih memakai Dr Referal sementara
tenaga tenaga fungsional khusus masih kurang seperti dan perawat Anastesi, tenaga
fungsional terapi Wicara dan dokter Patologi Anatomi
4. Masih kurangnya jumlah beberapa jenis dokter spesialis /sub spesialis dari standar
Kementerian Kesehatan terhadap jumlah ketenagaan di RS
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-54
5. Tingginya tuntutan masyarakat terhadap Rumah Sakit agar memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai standar yang telah ada yaitu standar Pelayanan Minimal maupun
Standar Akreditasi
6. Masih terbatasnya sarana/prasarana dan peralatan kesehatan sehingga menghambat
kelancaran pelayanan yang diberikan, kondisi sarana dan prasarana yang tidak
sebanding dengan tuntutan pengembangan pelayanan mengharuskan RS untuk
mengoptimalkan saran/prasarana dan alat kesehatan yang ada dan perlu
pengembangan dan pengadaan sarana/ prasarana dan alat kesehatan yang baru
7. Peningkatan kelas Rumah Sakit perlu disikapi dengan peningkatan sarana dan
prasarana Rumah Sakit, di mana sarana dan prasarana yang ada saat ini belum lagi
memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari pelayanan
8. Masih kurangnya kinerja dan motivasi kerja pegawai yang berdampak kepada capaian
kinerja dan pengembangan kualitas pelayanan RS Pengembangan SDM yang belum
optimal sangat perlu dilakukan baik melalui pendidikan maupun pelatihan dan
pengembangan budaya kerja di lingkungan internal RS
9. Belum terintegrasi dan optimalnya SIM RS yang dapat menyediakan seluruh data
pelayanan dengan cepat dan akurat yang berakibat kurang optimalnya pelayanan,
pelaporan, transparansi, akuntanbilitas serta responsibilitas
10. Kurangnya daya tampung rawat inap, khususnya klas III yang dipergunakan untuk
pelayanan masyarakat miskin dan terlantar sebagai akibat dari peningkatan populasi
Orang Dengan Gangguan Jiwa dan Waktu Rawat Rata Rata yang panjang,
mengharuskan RS menampung pasien melebihi kapasitas sesuai klasifikasinya
11. Terjadinya peningkatan penyakit non jiwa yang mengiringi penyakit jiwa dan
terjadinya peningkatan penderita ketergantungan NAPZA mengharuskan RS Jiwa Prof
HB Saanin mengembangkan pelayanan Non Jiwa yang menunjang pelayanan jiwa
prima
12. Konsumsi/asupan zat gizi yang masih rendah di tambah dengan adanya penyakit
infeksi yang mendorong balita kekurangan gizi/menjadi gizi buruk
13. Akses layanan yang terhambat karena terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan dan hambatan dalam sistem rujukan untuk penyakit tertentu
14. Pola hidup yang tidak sehat menyebabkan peningkatan risiko penyakit menular
15. Ketersediaan obat dan logistik program yang belum terpenuhi secara terus menerus
16. Pelayanan Rumah Sakit yang bermutu adalah pelayanan yang sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan Pelayanan yang bermutu adalah harapan dari pasien dalam
memperoleh pelayanan, untuk itu standarisasi Rumah sakit merupakan isu yang
strategis yang perlu dikembangkan melalui akreditasi Rumah Sakit
4. Urusan Sosial
Permasalahan Kesejahteraan Sosial
1. Terbatasnya penyediaan aksesibilitas pelayanan
2. Terbatasnya penyediaan aksesibilitas dalam pemberdayaan partisipasi masyarakat
3. Terbatasnya akssesibilitas dalam pemberdayaan partisipasi masyarakat
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-55
4. Daya dukung dinas sosial kab/kota yang belum optimal dalam mengembangkan nilai
kesetiakawanan social
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-56
11. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang layanan menjadi salah satu penyebab
kasus kekerasan terhadap anak tidak mendapatkan penanganan sebagaimana
mestinya
12. Anak berkebutuhan khusus (ABK) belum ditangani dengan baik, pengetahuan yang
terbatas dari keluarga/orangtua yang memiliki ABK
13. Belum optimalnya serta belum sinerginya penuntasan permasalahan sosial anak
mencakup area yang cukup luas dan merupakan isu lintas sektor, antara lain anak
mengalami eksploitasi ekonomi (pekerja anak), anak korban penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif, anak dalam keadaan darurat (konflik, bencana,
pengungsian), anak terlantar, anak dengan HIV/AIDs, perkawinan usia anak dan anak
di daerah minoritas/terisolasi
14. Masih kurangnya kapasitas lembaga perlindungan anak dalam mengimplementasikan
berbagai perundang-undangan dan kebijakan yang ada
15. Masih tingginya angka usia pernikahan anak,
16. Terbatasnya lembaga konsultasi bagi orang tua dalam pengasuhan anak
17. Belum semua provinsi dan kabupaten/kota memfasilitasi partisipasi anak dalam bentuk
Forum Anak
18. Belum semua kabupaten/kota menginisiasi menuju Kota Layak Anak dan rendahnya
komitmen dan pemahaman terhadap kota layak anak
19. Belum optimalnya koordinasi penyusunan dan pemanfaatan data terpilah termasuk
data anak
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-57
9. Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
1. Masih lemahnya komitmen dan dukungan stakeholders terhadap Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), terkait
kelembagaan, kebijakan, perencanaan program dan penganggaran
2. Masih tingginya jumlah anak yang diinginkan dari setiap keluarga, yaitu sekitar 2,7
sampai dengan 2,8 anak atau di atas angka kelahiran total sebesar 2,6 (SDKI 2012),
angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2002 (TFR 2,6; SDKI 2002-2003)
3. Pelaksanaan advokasi dan KIE belum efektif, ditandai dengan pengetahuan tentang KB
dan alat kontrasepsi sangat tinggi (98% dari Pasangan Usia Subur/PUS), namun tidak
diikuti dengan perilaku untuk menjadi peserta KB 57,9% (SDKI 2012);
4. Masih terjadinya kesenjangan dalam memperoleh informasi tentang program KKBPK
baik antar provinsi, antara wilayah perdesaan-perkotaan maupun antar tingkat
pendidikan dan pengeluaran keluarga
5. Pelaksanaan advokasi dan KIE mengenai KB yang belum responsif gender, tergambar
dengan masih dominannya peran suami dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB
6. Angka pemakaian kontrasepsi cara modern tidak meningkat secara signifikan,
7. Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi, yaitu sebesar 8,5
persen atau 11,4 persen apabila dengan menggunakan metode formulasi baru
8. Masih terdapat kesenjangan dalam kesertaan ber-KB (contraceptive prevalence
rate/CPR) dan kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need), baik antar
provinsi, antar wilayah, maupun antar tingkat pendidikan, dan antar tingkat
pengeluaran keluarga
9. Tingkat putus pakai penggunaan kontrasepsi (drop out) masih tinggi, yaitu 27,1
persen
10. Penggunaan alat dan obat Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non MKJP) terus
meningkat dari 46,5 persen menjadi 47,3 persen (SDKI 2007 dan 2012), sementara
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9 persen
menjadi 10,6 persen (atau 18,3 persen dengan pembagi CPR modern)
11. Rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar 2,0 persen (SDKI 2007 dan 2012);
12. Kualitas pelayanan KB (supply side) belum sesuai standar, yaitu berkaitan dengan
ketersediaan dan persebaran fasilitas kesehatan/klinik pelayanan KB, ketersediaan dan
persebaran tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, kemampuan bidan
dan dokter dalam memberikan penjelasan tentang pilihan metode KB secara
komprehensif termasuk mengenai efek samping alokon dan penanganannya, serta
komplikasi dan kegagalan
13. Belum optimalnya ketersediaan dan distribusi alokon di fasilitas kesehatan
(faskes)/klinik pelayanan KB (supply chains)
14. Angka kelahiran pada perempuan remaja usia 15-19 tahun masih tinggi, yaitu 48 per 1
000 perempuan usia 15-19 tahun (SDKI 2012), dan remaja perempuan 15-19 tahun
yang telah menjadi ibu dan atau sedang hamil anak pertama meningkat dari sebesar
8,5 persen menjadi sebesar 9,5 persen (SDKI 2007 dan SDKI 2012)
15. Masih banyaknya perkawinan usia muda, ditandai dengan median usia kawin pertama
perempuan yang rendah yaitu 20,1 tahun (usia ideal pernikahan menurut kesehatan
reproduksi adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi pria)
16. Terdapat kesenjangan dalam pembinaan pemahaman remaja tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) yang tergambar pada tingkat kelahiran remaja (angka
kelahiran remaja kelompok usia 15-19 tahun)
17. Tingginya perilaku seks pranikah di sebagian kalangan remaja, berakibat pada
kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi
18. Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih
rendah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-58
19. Cakupan dan peran Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M)
belum optimal
20. Pengetahuan orang tua mengenai cara pengasuhan anak yang baik dan tumbuh
kembang anak masih rendah
21. Partisipasi, pemahaman dan kesadaran keluarga/orang tua yang memiliki remaja
dalam kelompok kegiatan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga masih
rendah
22. Kualitas hidup Lanjut usia (lansia) dan kemampuan keluarga dalam merawat lansia
masih belum optimal
23. Pelaksanaan program ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan peran dan fungsi
kelompok kegiatan belum optimal dalam mendukung pembinaan kelestarian
kesertaanber-KB
24. Kelompok Kegiatan/Pokta, yang terdiri dari: Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga
Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera (UPPKS) belum optimal dalam memberikan pengaruh kepada
masyarakat akan pentingnya ber-KB/pelestarian Peserta KB Aktif (PA)
25. Komitmen dan dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan
pembangunan bidang KKB masih rendah, yaitu kurangnya pemahaman pemerintah
pusat dan daerah tentang program KKBPK, dan belum semua kebijakan perencanaan
program dan penganggaran yang terkait dengan bidang KKB dimasukan dalam
perencanaan daerah, serta peraturan perundangan yang belum sinergis dalam
penguatan kelembagaan pembangunan bidang KKB
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-59
12. Urusan Perpustakaan
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dalam memberikan pelayanan publik setiap
harinya dan layanan pada hari libur dan Sabtu dan Minggu, Motivasi dan Moralitas PNS
dalam melakukan pelayanan sepenuh hati dan quick responsive masih rendah.
2. Kurangnya kajian dan analisa dalam memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan budaya baca ataupun
kajian dan analisa kebutuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk pencapaian sasaran.
3. Jumlah SDM di layanan umum sebanyak 8 orang sementara standar kebutuhan SDM
di layanan adalah sebanyak 24 orang.
Selanjunya untuk Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, terkait dengan pemeliharaan
bahan pustaka dalam bentuk koleksi karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam dalam
berbagai bentuk pada Perpustakaan Provinsi sesuai dengan pasal 12 undang–undang no
43 Tahun 2007 tentang perpustakaan berbunyi : 1) Koleksi perpustakaan diseleksi,
diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka
dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, (2)
Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan standar nasional perpustakaan, maka yang menjadi permasalahan adalah
sampai saat ini belum terakomodir di dalam Renstra.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-60
16. Urusan Pangan
1. Terbatasnya kapasitas produksi pangan daerah yang disebabkan oleh Berkurangnya
lahan pertanian produktif karena alih fungsi lahan untuk perumahan dan peruntukan
lainnya; Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada proses produksi, penanganan
hasil panen dan pengolahan serta pemasaran hasil pertanian, masih menjadi kendala
yang menyebabkan penurunan kemampuan penyediaan pangan
2. Diversifikasi pangan masyarakat maka ketergantungan pada pangan beras sampai
saat ini konsumsi beras per kapita masih tergolong tinggi, yaitu sekitar (107,68
Kg/kapita/tahun) perlu diseimbangkan minimal sama dengan rata-rata nasional
dengan metode pola penganekaragaman konsumsi pangan (skor pola pangan
harapan)
3. Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagian besar masyarakat masih rendah
yang dicirikan dengan pola konsumsi pangan yang belum beragam, bergizi, seimbang
dan aman
4. Masih ditemukan pangan yang belum aman dikonsumsi terutama pangan yang aman,
sehat, utuh dan halal atau asuh,antara lain (1) masih terdapat pangan yang beredar
belum memenuhi standar keamanan pangan, (2) penambahan pengawet pada bahan
makanan (sept Formalin), (3) dari udara yang tercemar oleh gas dan debu knalpot
kendaraan bermotor,(4) masih banyak pangan tidak segar beredar di pasaran, dan (5)
lahan untuk produksi pangan utama terkontaminasi pestisida yang berlebihan
5. Masih ada daerah yang mengalami kerawanan pangan yang disebabkan (1)
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum dan (2) ketersedian
pangan untuk penanganan daerah rawan pangan belum optimal
6. Pendistribusian pangan belum merata kepada masyarakat terutama miskin,peta
distribusi pangan strategis yang akurat masih terbatas
7. Tidak stabilnya harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran hasil-hasil pangan
disebabkan belum ada jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali gabah/beras
8. Belum terpenuhinya kondisi pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau
9. Belum berperannya kelembagaan pangan secara baik dalam menyangga kestabilan
distribusi dan harga pangan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-61
19. Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan (BPBD)
Permasalahan di Kebencanaan
1. Banyaknya macam kebencanaan di Sumatera Barat
2. Masih kurangnya kapasitas kelembagaan di daerah
3. Masih kurangnya data dan informasi kebencanaan
4. Masih kurangnya sarana dan prasarana pengurangan kebencanaan
2. 3. 2. 2 Urusan Pilihan
1. Urusan Transmigrasi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-62
1. Penempatan transmigrasi tenaga kerja sering tertunda karena proses
pembangunannya banyak terkendala
2. Masih rendahnya kemampuan masyarakat transmigran dalam pengembangan sosial
budaya dan sosial ekonomi
3. Pelaksanaan program transmigrasi belum optimal
3. Urusan Pariwisata
1. Masih terbatasnya sarana prasarana pendukung destinasi wisata
2. Belum terintegrasinya paket dan ikon wisata sehingga berdampak terhadap rendahnya
daya saing wisata
3. Belum maksimalnya kelembagaan pengelolaan pariwisata
4. Belum optimalnya tata kelola wisata, ditandai masih kurangnya koordinasi antar
stakeholder terkait dan minimnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan wisata
5. Masih terbatasnya pengembangan ekonomi kreatif
6. Masih lemahnya promosi dan informasi pariwisata, termasuk dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk peningkatan promosi (advertising) dan pemasaran (selling)
7. Masih belum optimalnya investasi sektor wisata
4. Urusan Pertanian
1. Daya saing produk pertanian relatif masih rendah
2. Belum berkembangnya nilai tambah produk pertanian
3. Produktivitas, pertanian, perkebunan dan populasi peternakan dan perikanan masih
perlu peningkatan
4. Aksesibilitas petani terhadap sarana produksi, pemasaran dan permodalan terbatas
5. Masih tingginya kehilangan hasil produksi pertanian
6. Masih ditemui permasalahan Ketersediaan dan keterjangkauan sarana produksi
sepertibibit, pupuk, obat-obatan, pakan ternak
7. Belum optimalnya sarana dan prasarana UPTD pertanian
8. Rendahnya kemampuan petani dalam akses teknologi, informasi, pasar dan
permodalan
9. Masih banyak Kelembagaan petani yang belum berbentuk badan hukum (90%)
10. Masih terbatasnya tenaga penyuluh pertanian serta kuantitas dan kualitas tenaga
penyuluh polivalen masih kurang
5. Urusan Kehutanan
1. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan konflik penggunaan kawasan hutan
masih sangat tinggi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-63
2. Keberadaan kawasan hutan (termasuk batas-batasnya) belum seluruhnya diakui oleh
para pihak/masyarakat
3. Belum tersedianya data hasil potensi kawasan hutan (flora dan fauna) sebagai dasar
perencanaan
4. Belum tersedianya data kondisi dan potensi kawasan hutan (baik kayu dan non kayu)
sebagai dasar penyusunan rencana makro kehutanan
5. Semakin luasnya kerusakkan hutan dan ternganggunya fungsi hutan
6. Berkurangnya sumber daya bahan baku untuk industri
7. Masih kurangnya kapasitas kelembagaan
8. Masih kurangngnya penegakan hukum
9. Masih kurangnya data dan informasi kehutanan
7. Urusan Perdagangan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-64
1.Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor
2.Terbatasnya sarana perdagangan dan distribusi
3.Belum optimalnya jaringan pasar dalam dan luar negeri
4.Kurangnya promosi dan kerjasama ekonomi antar swasta dengan swasta maupun
swasta dengan pemerintah serta pemerintah dengan pemerintah
5. Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya beli
6. Masih lemahnya pengawasan tata niaga komoditas dan jasa yang diperdagangkan
Surplus Neraca Perdagangan mengalami penurunan
7. Belum efisiensinya arus barang dan konektivitas (logistik, distribusi, dan fasilitasi
perdagangan)
8. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen serta belum optimalnya pengawasan
barang dan jasa
8. Urusan Perindustrian
1. Inovasi dan diversifikasi produk industri mikro kecil masih rendah;
2. Kapasitas SDM dan Penguasaan teknologi rendah;
3. Masih rendanya daya saing, kualitas dan design produk
4. Hambatan peningkatan efisiesi produksi,
5. Masih banyak produk industri mikro kecil dan menegah yang belum memenuhi
standarisisai dan sertifikasi
6. Keterbatasan akses pembiayaan untuk pengembangan industry
7. Masih terbatasnya jejaring kerjasama pemasaran produk industri, terutama industri
rumah tangga
2. Fungsi Kepegawaian
Adapun permasalahan penyelenggaraan fungsi kepegawaian adalah sebagai berikut:
1. Manajemen kepegawaian yang belum dilaksanakan secara optimal untuk
meningkatkan profesionalisme
2. Alokasi dalam hal kuantitas dan distribusi PNS yang belum seimbang
3. Masih rendahnya tingkat pendayagunaan aparatur setelah diklat teknis dan fungsional
4. Ketersediaan data PNS yang belum lengkap dan terkini (up to date)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-65
6. Tingkat produktivitas PNS masih rendah
7. Tingkat kedisiplinan aparatur yang belum maksimal
8. Tunjangan kinerja belum sepenuhnya dikaitkan dengan prestasi kerja dan beban kerja
serta belum seragam di antara masing-masing aparatur
9. Kualitas pelayanan publik yang masih rendah
5. Fungsi Pengawasan
1. Hasil Koordinasi pengawasan berupa Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
belum dapat sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten
2. Rendahnya respon auditan untuk menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan
Inspektorat Provinsi Sumatera Barat
3. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah belum berjalan sebagaimana mestinya
4. Jumlah dan kualitas aparat pengawas yang profesional belum memadai Keterbatasan
tenaga/aparat pengawas yang profesional sangat mempengaruhi kinerja dan kualitas
pengawasan
5. Masih rendahnya upaya peningkatan integritas dalam penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih, terutama pada upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi
6. Fokus pengawasan masih pada pemeriksaan (audit) pertanggungjawaban keuangan
sehingga membutuhkan perubahan paradigma pengawasan menuju akuntabilitas
kinerja
6. Fungsi Lainnya
1) Sekretariat DPRD
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara lain :
1. Belum optimalnya pemanfaatan sarana teknologi informasi yang tersedia
2. Masih lemahnya kualitas dan kuantitas koordinasi, integrasi, sinkronisasi tugas
dan fungsi DPRD dengan lembaga pemerintahan daerah dan lembaga sosial
kemasyarakatan lainnya termasuk LMS
3. Masih rendahnya dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-66
4. Belum optimalnya ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan parasarana serta
pengembangan kelembagaan kesekretariatan DPRD untuk mengantisipasi
hambatan hambatan eksternal dalam rangka perwujudan Reformasi Birokrasi
secara menyeluruh
5. Peningkatan hubungan yang hamonis dengan DPRD untuk mewujudkan
pelayanan terhadap penyaluran aspirasi masyarakat secara dinamis dan
demokratis
3) Organisasi
1. Ukuran organisasi tidak seimbang dengan beban urusan pemerintahan yang
dilaksanakan
2. Tumpang tindih tupoksi antar OPD
3. Masih ada organisasi dan tata kerja di kab/kota yang belum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Belum semua OPD Provinsi menyusun SOP sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan
5. Tata hubungan kerja dan ketatalaksanaan pemerintahan belum sesuai ketentuan
6. Belum semua OPD dan UPTD Prov serta kab / kota memahami dengan baik
tentang anjab, ABK, standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan
7. Belum tersusunnya standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan pada OPD
dan UPTD Provinsi maupun kab/kota
8. Masih belum sempurnanya pelaksanaan IKM PNS
9. Belum semuanya baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki Tim Sakip
4) Hukum
1. Masih perlunya Peningkatan kapasitas aparatur perancang kebijakan daerah
2. Masih perlunya kualitas aparatur dalam memberikan pendapat dan konsultasi
hukum bagi pemerintah daerah
3. Belum optimalnya kualitas produk hokum daerah
5) Penghubung
1. Kurang berfungsinya sarana dan prasarana promosi kebudayaan dan pariwisata
daerah Sumatera Barat
2. Belum optimalnya peran lembaga dalam pelayanan koordinasi dan protokoler di
Jakarta
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-67