You are on page 1of 67

BAB II

EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU


DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

2.1. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH


2.1.1. Aspek Geografi dan Demografi
A. Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah
Provinsi Sumatera Barat terletak antara 00 54’ Lintang Utara (LU) sampai dengan 30 30’
Lintang Selatan (LS), dan 980 36’ sampai 1010 53’ Bujur Timur (BT), mempunyai luas daerah
daratan ± 42.297,30 km² dan luas perairan (laut) ± 52.882,42 km² dengan panjang pantai
wilayah daratan ± 375 km ditambah panjang garis pantai Kepulauan Mentawai ± 1.003 km,
sehingga total garis pantai keseluruhan ± 1.378 km. Perairan laut ini memiliki 391 pulau-pulau
kecil dengan jumlah pulau terbanyak yaitu 323 pulau berada di Kabupaten Kepulauan
Mentawai. Secara administratif, wilayah Sumatera Barat berbatasan sebelah Utara dengan
Provinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan
Samudera Hindia dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi.
Sumatera Barat mempunyai 19 Kabupaten/Kota dengan Kabupaten Kepulauan Mentawai
memiliki wilayah terluas, yaitu 6,01 ribu Km² atau sekitar 14,21% dari luas Provinsi Sumatera
Barat. Sedangkan Kota Padang Panjang, memiliki luas daerah terkecil, yakni 23,0 Km²
(0,05%).
Sumatera Barat berdasarkan letak geografisnya tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis
lintang nol derajat) tepatnya di Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman. Karena itu Sumatera
Barat mempunyai iklim tropis dengan rata‐rata suhu udara 25,780C dan rata‐rata kelembaban
yang tinggi yaitu 86,67% dengan tekanan udara rata‐rata berkisar 994,69 mb. Pengaruh letak
ini pula, maka ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Barat sangat bervariasi,
sebagian daerahnya berada pada dataran tinggi kecuali Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten
Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman dan Kota Padang. Provinsi Sumatera
Barat sama dengan provinsi lainnya di Indonesia mempunyai musim penghujan. Namum dalam
tahun‐tahun terakhir ini, keadaan musim di Sumatera Barat kadang tidak menentu pada
bulan‐bulan yang seharusnya musim kemarau terjadi hujan atau sebaliknya.
Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya daratan dari permukaan laut dan jaraknya
dari pantai. Secara umum daerah Sumatera Barat pada tahun 2016 beriklim panas dengan
suhu udara berkisar dari 15,60C sampai 34,20C serta tekanan udara minimum 989 mbar dan
maksimum 1.000,7 mbar dengan kelembaban relatif minimum 43% dan kelembaban relatif
maksimum 100%.
Alam Sumatera Barat meliputi kawasan lindung yang mencapai sekitar 45,17% dari luas
keseluruhan. Sedangkan lahan yang sudah termanfaatkan untuk budidaya baru tercatat
sebesar 23.190,11 Km² atau sekitar 54,83% dari kawasan seluruhnya. Sumatera Barat juga
memiliki empat danau yang indah, satu berada di Kabupaten Agam yaitu Danau Maninjau dan
tiga lainnya di Kabupaten Solok yaitu Danau Singkarak, Danau Diatas dan Danau Dibawah.
Daratan Sumatera Barat tidak terlepas dari gugusan gunung yang terdapat di semua
Kabupaten/Kota. Gunung yang paling tinggi di Sumatera Barat yaitu Gunung Talamau dengan
ketinggian 2.913 meter dari permukaan laut yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat.
Ketinggian permukaan wilayah di Provinsi Sumatera Barat sangat bervariasi mulai dari
dataran rendah di pantai dengan ketinggian 0 m hingga dataran tinggi (pegunungan) dengan
ketinggian > 3.000 m di atas permukaan laut (dpl). Luas areal yang mempunyai ketinggian 0
sampai 100 m dpl meliputi 1.286.793 ha (30.41%), daerah dengan ketinggian 100 – 500 m dpl

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-1
mencapai 643.552 ha (15,21%), antara 500 – 1.000 m dpl seluas 1.357.045 ha (32,07%),
antara 1.000 – 1.500 m dpl terdapat 767.117 ha (18,13%), daerah dengan ketinggian 1.500 –
2.000 m dpl tercatat 113.116,6 Ha (2,67%) dan sisanya daerah dengan ketinggian di atas
2.500 m dpl.
Dengan kondisi topografi tersebut di atas, potensi sumber daya alam yang terdapat di
Sumatera Barat dengan berbagai variasi intensitas dan penggunaannya. Pada dataran rendah
intensitas penggunaan dapat lebih maksimal, sementara itu pada dataran tinggi intensitas
penggunaan akan dihadapkan pada faktor pembatas lahan. Untuk itu diharapkan pemanfaatan
lahan agar dapat dikelola secara seksama dengan memperhatikan dampak lingkungan,
sehingga tidak terjadi kerusakan berdampak negatif untuk masa kini dan yang akan datang.
Dataran tinggi di wilayah Sumatera Barat sebagian besar merupakan jajaran perbukitan dan
pegunungan termasuk rantai Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara hingga
Selatan Pulau Sumatera. Lahan yang ada pada kawasan perbukitan dan pegunungan tersebut
dengan kelerengan di atas 40% tercatat 1.017.000 Ha.

B. Potensi Pengembangan Ekonomi Wilayah


Analisis potensi pengembangan ekonomi wilayah diperlukan untuk dapat mengetahui
secara konkrit menggunakan indikator tertentu tentang kategori dan subkategori yang
mempunyai potensi pengembangan yang baik. Analisis ini diperlukan mengingat masing-
masing daerah mempunyai potensi pengembangan yang bervariasi sesuai dengan kondisi
daerah bersangkutan. Informasi ini diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan
daerah guna dapat menentukan arah dan prioritas pembangunan sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh daerah bersangkutan sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat diwujudkan
secara optimal. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menjadi lebih
maksimal.
Potensi pengembangan suatu wilayah dapat dilihat berdasarkan 2 indikator utama yaitu :
1. Struktur/Kontribusi kategori dan subkategori yang terkait dalam perekonomian daerah. Hal
yang menjadi pertimbangan adalah bahwa suatu kategori dan subkategori mempunyai
potensi pembangunan yang cukup besar bilamana kontribusinya terhadap perekonomian
daerah cukup besar pula;
2. Laju pertumbuhan kategori dan subkategori bersangkutan dalam perekonomian daerah.
Indikator ini diperlukan untuk pengembangan kategori dan subkategori yang mempunyai
potensi yang cukup tinggi sehingga dapat diketahui laju pertumbuhannya.

Kedua indikator ini dapat mengetahui potensi pengembangan ekonomi wilayah menurut
sektor dan subsektor di Provinsi Sumatera Barat adalah seperti digambarkan pada Tabel 2.1
berikut ini.
Tabel 2.1
Struktur Ekonomi Dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (%)
Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 – 2016
Rata-rata
Laju
No Kategori 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan
(%)
1. Pertanian, Kehutanan, 25,74 25,02 24,68 24,99 24,77 24,06 3,85
Perikanan
2. Pertambangan dan 4,46 4,44 4,60 4,88 4,84 4,54 4,63
Penggalian
3. Industri Pengolahan 11,71 11,53 11,02 10,56 10,21 10,11 4,71
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,08 0,07 0,06 0,07 0,10 0,11 7,89
5. Pengadaan Air, Pengelolaan 0,10 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09 4,85
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6. Kontruksi 8,04 8,37 8,77 9,09 9,41 9,31 8,00

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-2
Rata-rata
Laju
No Kategori 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Pertumbuhan
(%)
7. Pedagang Besar & Eceran; 15,05 15,11 14,77 14,38 14,64 14,90 6,17
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
8. Transportasi dan 10,62 10,58 11,32 11,76 12,07 12,26 8,14
Pergudangan
9. Penyediaan Akomodasi dan 1,03 1,05 1,07 1,13 1,23 1,33 6,73
Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi 5,40 5,56 5,26 5,13 4,74 4,87 9,41
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,94 3,16 3,15 3,10 3,11 3,18 6,91
12. Real Estate 1,98 1,92 1,93 1,97 2,01 2,01 5,06
13. Jasa Perusahaan 0,42 0,42 0,43 0,42 0,43 0,44 6,16
14. Administrasi Pemerintahan, 6,37 6,39 6,29 5,89 5,71 5,84 3,81
Pertahanan & Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 3,32 3,46 3,69 3,62 3,71 3,91 8,53
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,23 1,32 1,34 1,28 1,25 1,26 7,56
Sosial
17. Jasa Lainnya 1,51 1,51 1,62 1,63 1,69 1,79 7,58
Produk Domestik 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 5,90
Regional Bruto
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Tabel 2.1 menggambarkan bahwa dari tahun 2011-2016 secara terus-menerus terlihat
bahwa peran dari kategori pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan masih
mendominasi potensi ekonomi wilayah yang cukup penting bagi pembangunan daerah Provinsi
Sumatera Barat. Kondisi ini dapat dilihat dari struktur ekonomi menurut lapangan usaha,
peranan/kontribusi sektor ini terhadap pembangunan ekonomi daerah adalah sebesar 25,74%
tahun 2011 dan sampai tahun 2016 sebesar 24,06%. Peranan kategori pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan, walaupun masih mendominasi potensi ekonomi daerah namun
cenderung menurun selama periode tahun 2011-2016. Laju pertumbuhan kategori ini secara
rata-rata sebesar 3,85%.
Kategori Pertambangan dan Penggalian, dalam kurun waktu tahun yang sama selalu
mengalami peningkatan, walaupun kontribusi keekonomian daerahnya sangat kecil, namun
pertumbuhannya terlihat meningkat, hal ini dapat dilihat dari angka perannya pada tahun 2011
hanya sebesar 4,46% meningkat menjadi 4,68% tahun 2016, dan kalau diambil rata-rata laju
pertumbuhan setiap tahunnya menunjukkan hasil yang positif yaitu sebesar 4,63%.
Sebaliknya pada kategori Industri Pengolahan yang diharapkan menjadi salah satu
penggerak ekonomi daerah, berdasarkan data yang terlihat pada tabel di atas, kontribusinya
sedikit mengalami penurunan dalam kurun waktu tahun 2011-2016, hal ini terlihat bahwa
tahun 2011 sebesar 11,71% menurun menjadi 10,11% pada tahun 2016, dengan rata-rata laju
pertumbuhan pertahunnya sebesar 4,71%.
Selanjutnya untuk kategori Pengadaan Listrik dan Gas dan Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang merupakan kategori yang kontribusinya paling kecil di
pembentukan struktur ekonomi daerah. Namun demikian, berdasarkan rata-rata laju
pertumbuhannya selama periode waktu tersebut menunjukkan ke arah yang positif yakni
sebesar 7,89% dan 4,85% berturut-turut.
Berbeda halnya dengan kategori Konstruksi, selama periode 2011-2016 peranannya
menunjukan angka yang meningkat dari tahun ke tahun yakni 8,04% tahun 2011 menjadi
9,31% tahun 2016, rata-rata laju pertumbuhannya dalam periode waktu tersebut merupakan
laju keempat terbesar yakni sebesar 8,00%. Hal ini bisa diartikan adanya pembangunan daerah

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-3
yang cukup signifikan terutama setelah gempa 2009. Namun tidak demikian halnya dengan
kategori Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, yang merupakan
kategori yang mempunyai peranan cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi daerah,
memperlihatkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun yakni dari 15,05% di tahun 2011
menurun menjadi 14,90% tahun 2016, dengan rata-rata laju pertumbuhannya memperlihatkan
angka positif yakni sebesar 6,17%.
Kemudian kategori Transportasi dan Pergudangan yang juga peranannya cukup besar
dalam pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan ke arah yang lebih baik yakni 10,62%
tahun 2011 meningkat menjadi 12,26% tahun 2016, dan rata-rata laju pertumbuhannya
selama periode waktu tersebut cukup besar yakni 8,14%, sama juga halnya dengan kategori
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum walaupun perannya dalam pertumbuhan ekonomi
daerah relatif kecil hanya sebesar 1,03% tahun 2011 meningkat menjadi 1,33% tahun 2016,
dan rata-rata laju pertumbuhannya dalam periode waktu tersebut sebesar 6,73%.
Untuk kategori Informasi dan Komunikasi sedikit berfluktuasi peranannya dalam
pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahun 2011 sebesar 5,40% kemudian meningkat di tahun
berikutnya, namun kemudian menurun dan kembali naik menjadi 4,87 tahun 2016. Namun
demikian, kategori ini mempunyai rata-rata laju pertumbuhan tertinggi yakni 9,41%.
Untuk kategori Jasa-jasa pada umumnya cenderung mengalami peningkatan peranan
dalam pertumbuhan ekonomi daerah selama periode tahun 2011-2016, seperti halnya kategori
Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial, Jasa Lainnya dan juga terlihat dari rata-rata laju pertumbuhannya
pertahun menunjukkan ke arah angka yang positif atau meningkat. Namun untuk kategori
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib berdasarkan Tabel 2.1
cenderung mengalami penurunan meskipun ada kenaikan sedikit di tahun 2016. rata-rata laju
pertumbuhan selama periode waktu tersebut tidak sebesar kategori Jasa yang lain.
Potensi pembangunan wilayah Sumatera Barat dapat dikelompokkan atas beberapa
wilayah atau kawasan. Dalam hal ini pengelompokkan didasarkan pada kandungan potensi
sumberdaya alam pada masing-masing wilayah. Analisis ini diperlukan untuk dapat
merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan wilayah sesuai dengan potensi yang dimiliki
oleh wilayah dan kawasan bersangkutan, antara lain:
Kawasan Perikanan dan Kelautan : terbagi dalam 2 aktivitas yaitu perikanan air tawar (di
daratan) dan perikanan laut/air payau (di wilayah laut). Akitivitas perikanan laut antara lain
Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pasaman
Barat. Sebagai daerah lautan (termasuk kawasan pantai), maka potensi pembangunan yang
dimiliki adalah dalam aktivitas budidaya pembesaran dan penangkapan. Dewasa ini daerah-
daerah perikanan laut yang cukup potensial untuk dikembangkan guna mendorong proses
pembangunan daerah adalah Painan di Kabupaten Pesisir Selatan, Kecamatan Bungus di Kota
Padang, Kota Pariaman dan Kecamatan Sasak di Kabupaten Pasaman Barat. Kawasan Bungus
sudah sejak beberapa tahun yang lalu ditetapkan sebagai pusat perikanan laut untuk kawasan
Pantai Barat Pulau Sumatera ini. Hal ini dilakukan mengingat hasil penelitian terdahulu
memperlihatkan bahwa Samudra Indonesia yang terletak di kawasan Pantai Barat Sumatera
Barat ini ternyata mempunyai potensi ikan tuna yang besar dengan kualitas yang sangat baik,
sementara aktivitas perikanan air tawar dalam bentuk pembenihan, pembesaran hampir
seluruh kabupaten/kota memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Kawasan Tanaman Pangan antara lain Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman. Daerah ini merupakan
daerah subur yang sejak lama berfungsi sebagai “lumbung pangan” Sumatera Barat dengan
produksi utama adalah padi, palawija dan tanaman pangan lainnya. Untuk meningkatkan
produktivitas lahan, daerah ini sudah sejak lama dilengkapi dengan fasilitas irigasi yang cukup
memadai. Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, kedepan daerah ini akan terus

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-4
dikembangkan sebagai penghasil utama komoditi pangan untuk daerah Sumatera Barat
maupun provinsi tetangga terutama Riau.
Kawasan Perkebunan antara lain Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok Selatan dan
Pasaman Barat. Produk utama daerah ini adalah karet, kelapa sawit dan teh yang merupakan
komoditi ekspor utama Sumatera Barat. Untuk meningkatkan nilai tambah telah dibangun pula
industri karet remah (crumb-rubber) terutama di kota Padang dan pabrik minyak sawit (crude
palm oil/CPO) terutama di daerah Pasaman Barat dan Dharmasraya. Untuk kedepan kawasan
ini akan terus dikembangkan sebagai daerah perkebunan besar dalam rangka mendukung
peningkatan ekspor daerah Sumatera Barat.
Kawasan Pertambangan, antara lain Kota Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung dengan
produksi utama adalah batubara. Walaupun sejak beberapa tahun terakhir ini terjadi
penurunan jumlah produksi karena berkurangnya produksi tambang luar, namun demikian
potensi tambang dalam sebenarnya masih sangat besar. Di samping itu kualitas batu bara
produksi daerah ini terkenal cukup baik dan mempunyai harga yang relatif cukup tinggi.

C. Wilayah Rawan Bencana


Dengan banyaknya jenis bencana alam yang mengancam, Provinsi Sumatera Barat dapat
disebut sebagai wilayah “Etalase Bencana Alam”. Selain potensi bencana yang disebabkan oleh
aktivitas alam, provinsi ini juga memiliki potensi bencana yang disebabkan oleh manusia seperti
konflik sosial dan epidemi wabah penyakit.
Posisi Sumatera Barat yang terletak dekat dengan pertemuan lempeng Indo-Australia
dan Euro Asia di Samudera Hindia sebelah barat Mentawai serta dilalui jalur patahan Semangka
dari Solok Selatan sampai Pasaman menjadikannya sebagai daerah rawan gempa. Sejarah
telah mencatat beberapa bencana yang ditimbulkan oleh gempa bumi di Provinsi Sumatera
Barat. Pada tanggal 28 Juni 1926, terjadi gempa bumi di Padang Panjang dengan kekuatan 7
Skala Richter yang merenggut 354 korban meninggal dunia dan lebih kurang 3000 rumah
rusak. Gempa ini sangat populer di antara para orang-orang tua masyarakat yang berada di
wilayah yang terkena gempa dan menjadikan kejadian ini sebagai referensi penunjuk waktu
untuk mencatat sesuatu kejadian. Pada tanggal 6 Maret 2007, siklus gempa yang sama terjadi
lagi dengan kekuatan 6,3 Skala Richter dan merenggut 66 korban meninggal dunia dan lebih
kurang 35.000 rumah rusak di 10 kabupaten/kota yang berdekatan dengan pusat gempa ini.
Begitu juga gempa bumi pada tanggal 30 September 2009 yang berdampak pada 10
kabupaten/kota. Jumlah korban 1.195 orang meninggal. Kerusakan rumah lebih dari 249.000
dan termasuk kerusakan infrastruktur sosial ekonomi yang parah. Setelah gempa dan tsunami
Aceh pada bulan Desember 2004, bencana gempa bumi telah menjadi momok bagi masyarakat
di Provinsi Sumatera Barat.
Di samping itu, Peraturan Gempa Indonesia (SNI-1726, 2002) menempatkan Provinsi
Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang memiliki percepatan gempa maksimum (PGA)
tertinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Barat bisa dipastikan
adalah daerah yang rawan terhadap bencana gempa bumi. Hasil kajian yang dilakukan para
ahli geologi dan juga didukung oleh dokumen dari Pemerintahan Belanda menunjukkan bahwa
di Kota Padang telah terjadi tsunami yang cukup besar yang terjadi pada tanggal 10 Februari
1797 dan 24 November 1833. Dilaporkan ketinggian tsunami saat itu lebih kurang 3 sampai 4
meter dan landaannya menjangkau lebih kurang 1 km. Disamping itu, Provinsi Sumatera Barat
memiliki gunung api seperti Gunung Merapi, Gunung Tandikat, Gunung Talang dan Gunung
Kerinci yang berpotensi menimbulkan bencana terhadap wilayah di sekitarnya. Tahun 2006,
aktifitas Gunung Talang yang sempat menyemburkan lahar meskipun tidak sampai
menimbulkan bencana besar dan telah menarik para ahli nasional maupun internasional untuk
mengkaji lebih lanjut karakteristik gunung untuk memprediksi aktifitasnya dimasa yang akan
datang.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-5
Begitu juga Gunung Merapi masih terus mengeluarkan asap pada beberapa tahun
belakang ini, sehingga potensi bencana yang ditimbulkannya terhadap penduduk di sekitar
gunung yang cukup besar. Provinsi Sumatera Barat juga memiliki sungai-sungai besar yang
mengalir dari wilayah pegunungan di sebelah timur menuju ke arah pantai di bagian barat.
Wilayah yang berada di sekitar sungai berpotensi terjadinya banjir terutama pada saat musim
hujan. Telah dilaporkan bahwa banyak korban dan infrastruktur rusak ketika bencana banjir
terjadi. Bencana lainnya adalah bencana longsor yang telah terjadi pada tanggal 4 Mei 1987 di
Padang Panjang. Bencana ini telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 143 orang meninggal
dunia, 49 rumah rusak, dan 1 buah bangunan sekolah tertimbun. Bencana ini diperkirakan
merupakan bencana longsor terbesar di Provinsi Sumatera Barat.
Provinsi Sumatera Barat juga berpotensi terhadap terjadinya abrasi pantai, khususnya
wilayah yang berbatasan dengan laut terbuka. Dilaporkan telah terjadi perubahan garis pantai
akibat abrasi yang menyebabkan bangunan-bangunan yang ada di atasnya runtuh.

D. Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 sebanyak 4.933.112 jiwa.
Sedangkan berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2016, jumlah penduduk Provinsi
Sumatera Barat sementara adalah sebanyak 5.259.528 jiwa. Aspek kependudukan merupakan
hal paling mendasar dalam pembangunan, yang secara universal penduduk merupakan pelaku
dan sasaran pembangunan dan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Berkenaan
dengan peran penduduk tersebut, maka tentu saja perlu peningkatan kualitas penduduk dan
pengendalian pertumbuhan serta mobilitasnya.

Gambar 2.1
Grafik Penduduk Sumatera Barat Tahun 2011-2016

5,300,000 5,259,528
5,196,289
5,200,000 5,131,882
5,066,476
5,100,000
5,000,184
5,000,000 4,933,112

4,900,000

4,800,000

4,700,000
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Pada umumnya penduduk Sumatera Barat terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal
tersebut dapat dicermati pada tahun 1971 jumlah penduduk Sumatera Barat berjumlah 2,80
juta jiwa, pada tahun 1980 telah bertambah menjadi 3,05 juta jiwa, tahun 1990 meningkat
terus menjadi 4,00 juta jiwa, tahun 2009 sebanyak 4,82 juta jiwa, tahun 2011 sebanyak 4,90
juta jiwa dan pada tahun 2016 sudah mencapai 5.259.528 jiwa.
Berdasarkan jumlah penduduk 2016 tersebut, tampak bahwa sebaran penduduk
Sumatera Barat 72,72 persen berada di daerah Kabupaten dan 27,28 persen berada di Kota.
Kota Padang, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-6
Kabupaten Padang Pariaman merupakan 5 (lima) daerah dengan jumlah penduduk terbesar di
Sumatera Barat dan Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto dan Kota Solok merupakan daerah
dengan jumlah penduduk yang relatif paling kecil. Seperti terlihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2
Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kabupaten 3.602.538 3.648.369 3.693.207 3.737.895 3.781.545 3.824.550
1 Kep. Mentawai 78.215 79.976 81.840 83.603 85.295 86.981
2 Pesisir Selatan 434.884 438.891 442.681 446.479 450.186 453.822
3 Solok 352.814 355.628 358.383 361.095 363.684 366.213
4 Sijunjung 206.584 210.675 214.560 218.588 222.512 226.300
5 Tanah Datar 340.906 341.911 342.864 343.875 344.828 345.706
6 Padang Pariaman 395.420 398.223 400.890 403.530 406.076 408.612
7 Agam 460.818 465.018 468.970 472.995 476.881 480.722
8 Lima Puluh Kota 353.915 357.772 361.645 365.389 368.985 372.568
9 Pasaman 257.511 260.674 263.838 266.888 269.883 272.804
10 Solok Selatan 147.884 150.885 153.943 156.901 159.796 162.724
11 Dharmasraya 198.273 204.510 210.686 216.928 223.112 229.313
12 Pasaman Barat 375.314 384.206 392.907 401.624 410.307 418.785
Kota 1.330.574 1.351.815 1.373.269 1.393.987 1.414.744 1.434.978
1 Padang 850.306 863.401 876.670 889.561 902.413 914.968
2 Solok 60.904 62.198 63.541 64.819 66.106 67.307
3 Sawahlunto 57.681 58.419 58.972 59.608 60.186 60.778
4 Padang Panjang 47.982 48.719 49.536 50.208 50.883 51.712
5 Bukittinggi 113.903 116.075 118.260 120.491 122.621 124.715
6 Payakumbuh 119.372 121.502 123.654 125.690 127.826 129.807
7 Pariaman 80.426 81.501 82.636 83.610 84.709 85.691
Provinsi Sumatera Barat 4.933.112 5.000.184 5.066.476 5.131.882 5.196.289 5.259.528
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016

JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota Laki-Laki + Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan
Perempuan
Kabupaten
1 Kep. Mentawai 45.210 41.771 86.981 108,23
2 Pesisir Selatan 225.040 228.782 453.822 98,36
3 Solok 180.992 185.221 366.213 97,72
4 Sijunjung 113.307 112.993 226.300 100,28
5 Tanah Datar 168.772 176.934 345.706 95,39
6 Padang Pariaman 201.130 207.482 408.612 96,94
7 Agam 236.418 244.304 480.722 96,77
8 Lima Puluh Kota 184.995 187.573 372.568 98,63
9 Pasaman 135.178 137.626 272.804 98,22
10 Solok Selatan 82.126 80.598 162.724 101,90
11 Dharmasraya 118.801 110.512 229.313 107,50
12 Pasaman Barat 211.582 207.203 418.785 102,11
Kota
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-7
JUMLAH PENDUDUK
Kabupaten/Kota Laki-Laki + Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan
Perempuan
1 Padang 457.090 457.878 914.968 99,83
2 Solok 33.308 33.999 67.307 97,97
3 Sawahlunto 30.203 30.575 60.778 98,78
4 Padang Panjang 25.812 25.900 51.712 99,66
5 Bukittinggi 60.503 64.212 124.715 94,22
6 Payakumbuh 64.521 65.286 129.807 98,83
7 Pariaman 42.285 43.406 85.691 97,42
Provinsi Sumatera Barat 2.617.273 2.642.255 5.259.528 99,05
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat (Proyeksi Statis)

Berdasarkan jumlah penduduk dari data BPS sampai dengan tahun 2016 dapat dilihat
bahwa pertumbuhan penduduk Sumatera Barat adalah sebesar 1,22% per tahun secara rata-
rata jika dibandingkan dengan penduduk pada tahun 2000. Laju pertumbuhan penduduk
secara terperinci tahun 2011-2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4
Laju Pertumbuhan dan Jumlah Penduduk Tahun 2011 – 2016

Tahun
No Uraian
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laju Pertumbuhan
1. 1,39 1,36 1,33 1,29 1,26 1,22
Penduduk (%)
Jumlah Penduduk 4 933 5 000 5 066 5 131 5 196 5 259
2.
(jiwa) 112 184 476 882 289 528
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat

Laju pertumbuhan penduduk sangat dipengaruhi oleh struktur umur penduduk. Struktur
umur penduduk pada suatu daerah sangat ditentukan oleh perkembangan tingkat kelahiran,
kematian dan migrasi. Oleh karena itu, jika angka kelahiran pada suatu daerah cukup tinggi,
maka dapat mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia
muda dan kecenderungan laju pertumbuhan penduduknya tinggi. Kendali yang dilakukan
selama ini adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB) melalui akseptor KB dengan
jumlah akseptor KB tahun 2011 sebesar 164.701, tahun 2013 sebesar 574.463, tahun 2015
sebesar 157.096 dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 1,57%.

2.1.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat


Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Kondisi
perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2016 mencapai Rp. 195,68 triliun dan PDRB
perkapita mencapai Rp. 37,21 juta atau US$ 2.783,07. Ditinjau dari laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sumatera Barat, tampak bahwa selama kurun waktu 6 (enam) tahun cenderung
mengalami perlambatan, yaitu dari sebesar 6,34% tahun 2011 sampai dengan tahun 2015
sebesar 5,52% dan 2016 mencapai 5,26%. Dari jenis lapangan usaha, sektor pertanian yang
merupakan kontributor terbesar dalam perekonomian Sumatera Barat cenderung mengalami
perlambatan 4,36% tahun 2015 menjadi 1,96% di tahun 2016. Dari sisi pengeluaran,
perlambatan disebabkan oleh melemahnya pengeluaran konsumsi pemerintah dari 4,36% di
tahun 2015 menjadi 1,20% di tahun 2016, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.5

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2011-2016 (Persen)
Pertumbuhan Ekonomi
Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. Pertanian,Kehutanan & Perikanan 4,61 2,63 3,72 5,86 4,36 1,96
2. Pertambangan dan Penggalian 5,15 5,82 7,55 3,51 3,73 2,00
3. Industri Pengolahan 4,74 6,46 5,10 5,22 1,84 4,90
4. Pengadaan Listrik & Gas 4,90 8,14 3,42 15,87 4,05 10,94
5. Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah 4,22 3,69 4,92 3,89 5,99 6,40
dan Daur Ulang
6. Konstruksi 7,80 9,96 10,30 6,45 6,87 6,59
7. Perdagangan Besar dan Eceran dan 5,92 8,62 6,31 5,56 5,30 5,32
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 8,53 7,77 8,47 7,58 8,85 7,65
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan 4,76 5,29 5,90 6,44 6,85 11,15
Minum
10. Informasi dan Komunikasi 9,24 11,75 9,11 8,42 8,77 9,17
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 9,30 9,79 5,91 4,79 3,63 8
12. Real Estate 4,05 4,60 5,50 5,56 5,30 8,03
13. Jasa Perusahaan 4,93 5,96 7,30 6,97 6,15 5,37
14. Administrasi Pemerintahan, 8,85 0,16 1,75 2,01 5,12 5,63
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 8,45 10,13 8,39 6,8 8,81 4,96
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,11 10,55 7,76 7,97 6,42 4,58
17. Jasa Lainnya 5,98 6,79 5,30 7,75 9,72 9,95
PDRB SUMATERA BARAT 6,34 6,31 6,08 5,88 5,52 5,26
Sumber : BPS Sumatera Barat

Jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dengan provinsi se Sumatera


pada tahun 2016, tampak bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat berada di peringkat
ke dua setelah Provinsi Bengkulu. Selanjutnya jika dibandingkan dengan nasional, tampak
bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 berada di atas
pertumbuhan ekonomi nasional, seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.6
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi se Sumatera
Tahun 2011-2016 (Persen)

PROVINSI/NASIONAL 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1. Aceh 3,28 3,85 2,61 1,55 -0,73 3,31


2. Sumatera Utara 6,66 6,45 6,07 5,23 5,10 5,18
3. Sumatera Barat 6,34 6,31 6,08 5,86 5,52 5,26
4. Riau 5,57 3,76 2,48 2,70 0,22 2,23
5. Jambi 7,86 7,03 6,84 7,35 4,20 4,37
6. Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,31 4,70 4,42 5,03
7. Bengkulu 6,85 6,83 6,07 5,48 5,13 5,30
8. Lampung 6,56 6,44 5,78 5,08 5,13 5,15
9. Kep.Bangka Belitung 6,90 5,40 5,20 4,67 4,08 4,11
10. Kep.Riau 6,96 7,63 7,11 7,32 6,01 5,03
NASIONAL 6,49 6,26 5,56 5,01 4,88 5,02
Sumber : Indikator Sosial Ekonomi se Sumatera

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-9
Ditinjau dari PDRB per kapita atas dasar harga berlaku secara regional 10 provinsi di
Pulau Sumatera, tampak bahwa Provinsi Sumatera Barat berada pada peringkat ke tujuh di
atas Lampung, Bengkulu dan Aceh. Provinsi yang memiliki potensi sumber minyak, gas,
mineral dan pertambangan yang tinggi cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi pula,
seperti Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi (terlihat pada tabel berikut ini).
Tabel 2.7
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi se Sumatera
Tahun 2011-2016 (Juta Rupiah)

PROVINSI 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**


1. Aceh 23,43 24,29 25,22 26,07 25,79 26,94
2. Sumatera Utara 28,52 31,11 34,54 37,91 41,02 44,56
3. Sumatera Barat 24,06 26,29 28,99 32,13 34,41 37,21
4. Riau 84,81 95,00 100,69 109,78 102,83 104,96
5. Jambi 32,68 35,66 39,55 43,30 45,59 49,64
6. Sumatera Selatan 29,83 32,83 36,02 38,58 41,34 43,55
7. Bengkulu 18,37 20,30 22,36 24,60 26,85 29,09
8. Lampung 21,98 23,91 25,77 28,78 31,19 34,26
9. Kep.Bangka Belitung 32,47 35,29 38,31 41,95 44,43 46,46
10. Kep.Riau 72,57 80,24 87,71 94,73 101,13 106,79
Sumber : Indikator Sosial Ekonomi se Sumatera Tahun 2016
*) angka sementara
**) angka sangat sementara

Struktur perekonomian Sumatera Barat berdasarkan lapangan usaha tahun 2016


didominasi oleh 3 (tiga) lapangan usaha utama, yaitu : Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
sebesar 24,06%, Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor (14,90 %),
serta Transportasi dan Pergudangan sebesar 12,26%. Untuk Transportasi dan Pergudangan,
tampak bahwa dari tahun ke tahun share terhadap perekonomian Sumatera Barat terus
meningkat, yaitu dari 10,62% tahun 2011 menjadi 12,26% pada tahun 2016, seperti terlihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.8
Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
Di Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Struktur Ekonomi (Persen)


No Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. Pertanian, Kehutanan & 25,74 25,02 24,68 24,99 24,77 24,06
Perikanan
2. Pertambangan dan 4,46 4,44 4,60 4,88 4,84 4,54
Penggalian
3. Industri Pengolahan 11,71 11,53 11,02 10,56 10,21 10,11
4. Pengadaan Listrik & Gas 0,08 0,07 0,06 0,07 0,10 0,11
5. Pengadaan Air 0,10 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09
6. Konstruksi 8,04 8,37 8,77 9,09 9,41 9,31
7. Perdagangan Besar dan 15,05 15,11 14,77 14,38 14,64 14,90
Eceran dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan 10,62 10,58 11,23 11,76 12,07 12,26
Pergudangan
9. Penyediaan Akomodasi dan 1,03 1,05 1,07 1,13 1,23 1,33
Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi 5,40 5,56 5,26 5,13 4,74 4,87
11. Jasa Keuangan dan 2,94 3,16 3,15 3,10 3,11 3,18
Asuransi
12. Real Estate 1,98 1,92 1,93 1,97 2,01 2,01

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-10
Struktur Ekonomi (Persen)
No Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015 2016
13. Jasa Perusahaan 0,42 0,42 0,43 0,42 0,43 0,44
14. Administrasi Pemerintahan, 6,37 6,39 6,29 5,89 5,71 5,84
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan 3,32 3,46 3,69 3,62 3,71 3,91
16. Jasa Kesehatan dan 1,23 1,32 1,34 1,28 1,25 1,26
Kegiatan Sosial
17. Jasa Lainnya 1,51 1,51 1,62 1,63 1,69 1,79
PDRB SUMATERA BARAT 100 100 100 100,00 100 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016

Ditinjau dari sisi pengeluaran, terlihat bahwa stimulus fiskal pemerintah baik berupa
konsumsi maupun investasi pemerintah menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi. Jika
dibandingkan dengan tahun 2015, pertumbuhan dari komponen konsumsi rumah tangga
mengalami kenaikan dari 4,30% dan 4,39% pada tahun 2016. Sedangkan pada pengeluaran
konsumsi pemerintah mengalami pelambatan dari 4.36% tahun 2015 menjadi 1.20% tahun
2016. Selanjutnya untuk pengeluaran konsumsi lembaga non profit naik dari 3.39% dari tahun
2015 menjadi 4.67% tahun 2016, dan diikuti oleh kinerja ekspor luar negeri yang mengalami
kontraksi cukup dalam dari 4.62% menjadi -12.84% pada tahun 2016.
Dilihat dari pola distribusi penggunaan tahun 2016, pengeluaran konsumsi rumah tangga
masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Barat
sebesar 53.04%, yang mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2015 (53,81%).
Penyumbang kedua adalah pembentukan modal tetap bruto sebesar 30.10% dan pengeluaran
konsumsi pemerintah sebesar 12.85% yang juga mengalami pelambatan dibandingkan tahun
2015 masing-masing sebesar 31.07% dan 13,52%. Laju pertumbuhan komponen-komponen
PDRB penggunaan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.9
Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi Menurut Pengeluaran
di Sumatera Barat, Tahun 2013-2016

Pertumbuhan Ekonomi (Persen) Struktur Ekonomi (Persen)


Komponen Pengeluaran
2013 2014 2015 2016 2013 2014 2015 2016
Pengeluaran Konsumsi Rumah 4,48 4,21 4,30 4,39 54,64 53,52 53,81 53,04
Tangga
Pengeluaran Konsumsi Lembaga 12,05 13,42 3,39 4,67 1,08 1,12 1,11 1,12
Non Profit
Pengeluaran Konsumsi 4,83 2,56 4,36 1,20 13,40 13,11 13,52 12,85
Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,62 5,07 4,33 3,36 29,75 30,12 31,07 30,10
Perubahan Inventori -59,36 -67,38 105,80 -2,34 0,52 0,09 0,18 0,15

Ekspor Luar Negeri 9,83 3,32 4,62 -12,84 14,30 14,14 12,69 10,88
Impor Luar Negeri -14,44 4,67 -1,51 -23,04 8,35 8,39 5,49 3,32
Net Ekspor Antar Daerah 11,35 -27,73 -13,10 -68,32 -5,35 -3,71 -6,90 -4,81

PDRB SUMATERA BARAT 6,08 5,88 5,52 5,26 100 100 100 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016

Laju Inflasi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-11
Perekonomian di Sumatera Barat juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi, di mana barometer
inflasi di Sumatera Barat adalah Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Laju inflasi tahun kalender
Kota Padang sampai Desember 2016 adalah sebesar 5.02% dengan angka yang sama untuk
laju inflasi year on year (Desember 2016 terhadap Desember 2015). Sedangkan di Kota
Bukittingi laju inflasi tahun kalender sampai Desember 2016 adalah 3.93% dan angka yang
sama untuk inflasi year on year, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.10
Inflasi Bulanan, Tahun Kalender dan Year on Year Kota Padang dan Kota Bukittinggi
Bulan Desember 2016 (Persen)

Inflasi Padang Bukittinggi


Desember 0,07 -0,57
Desember (Tahun Kalender) 5,02 3,93
Desember (Tahun n) terhadap Desember
5,02 3,93
(Tahun n-1) (Year on Year)
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.01/01/13/Th.XX, 3 Januari 2017

Berdasarkan data dari Bank Indonesia bahwa laju inflasi di Sumatera Barat secara
akumulatif year on year selama 5 (lima) tahun terakhir cenderung berfluktuasi. Kondisi ini
tampaknya juga tidak jauh berbeda dengan laju inflasi di tingkat nasional.

Tabel 2.11
Laju Inflasi Provinsi Sumatera Barat dan Nasional Tahun 2011 – 2016 (%)

TAHUN
URAIAN 2015 2016
2012 2013 2014
Sumatera Barat 4,16 10,87 11,90 0,85 5,02
Nasional 4,30 8,38 8,36 3,35 3,02
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016

Indeks Gini
Indeks Gini atau Koefisien Gini merupakan indikator lain yang bisa menggambarkan
tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai Koefisien Gini berada pada kisaran 0
hingga 1. Koefisien Gini yang bernilai 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang
sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. Sedangkan, Koefisien Gini yang
bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna, atau satu orang memiliki segalanya
sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa. Dengan kata lain bahwa untuk
menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk, maka Koefisien Gini
diupayakan agar mendekati 0. Kondisi Indeks Gini di Sumatera Barat Selama 6 (enam) tahun
terakhir menunjukan ketimpangan distribusi pendapatan dalam level sedang, atau gap
pendapatan penduduk miskin dan kaya di wilayah Sumatera Barat tergolong sedang, dengan
kisaran 0,3  G  0,5. Namun nilai koefisien gini ini masih lebih kecil dari koefisien Gini nasional
seperti diagram berikut ini.

Gambar 2.2

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-12
Grafik Gini Ratio Sumatera Barat dan Nasional Tahun 2011-2016

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016

Ukuran Kemiskinan Bank Dunia (World Bank)


Dalam upaya mengukur ketimpangan pendapatan Bank Dunia, membagi penduduk
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah, kelompok 40
persen penduduk berpendapatan menengah, dan kelompok 20 persen penduduk
berpendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan ditentukan berdasarkan besarnya jumlah
pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah, dengan
kriteria sebagai berikut:
a) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan
rendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan pendapatan
tinggi.
b) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan
rendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan
pendapatan moderat/sedang/ menengah.
c) Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40% penduduk berpendapatan
rendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan pendapatan
rendah.
Tabel 2.12
Ketimpangan Pendapatan Sumatera Barat menurut Kriteria Bank Dunia

40% 40% 20%


Tahun berpengeluaran berpengeluaran berpengeluaran
rendah sedang tinggi
2014 21,31 37,23 41,46
2015 20,50 36,18 43,33
2016 20,82 36,86 42,32

Ketimpangan pendapatan di Sumatera Barat menurut kriteria Bank Dunia, 40%


penduduk yang berpengeluaran rendah tahun 2016 meningkat dibandingkan 2016 sebesar
20,82 persen, 40 % penduduk yang berpengeluaran sedang tahun 2016 meningkat
dibandingkan tahun 2015 sebesar 36,86 persen dan penduduk yang berada di 20%
berpendapatan tinggi turun dibandingkan tahun 2012 yakni 42,32%. Kondisi Sumatera Barat
berdasarkan Kriteria Bank Dunia ini berada pada posisi ketimpangan pendapatan rendah,
dimana 40% penduduk berpendapatan rendah lebih besar dari 17%.

Indeks Pembangunan Manusia


Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-13
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statisik terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan metode baru yang dirilis tahun 2015, IPM
merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia (masyarakat/penduduk). Dalam hal ini IPM bisa menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat (a
long and healthy life), pengetahuan (knowledge) serta standar hidup layak (decent standard of
living).
IPM di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
metode baru pada tahun 2016 adalah 70,73. Jika dilihat dari masing-masing komponen tampak
Angka Harapan Hidup saat lahir adalah sebesar 68,73 tahun, Harapan Lama Sekolah 13,79
tahun, Rata-rata Lama sekolah 8,59 tahun dan Pengeluaran Perkapita disesuaikan Rp.
10.126.000 (Orang/Tahun), seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.13
Komponen Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

TAHUN
NO KOMPONEN IPM SATUAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Harapan Hidup 68.73
Tahun 67,79 68,00 68,21 68,32 68,66
Saat Lahir
2 Harapan Lama Sekolah
Tahun 12,52 12,81 13,16 13,48 13,60 13.79
3 Rata-rata Lama Sekolah
Tahun 8,20 8,27 8,28 8,29 8,42 8.59
4 Pengeluaran Per Kapita
Ribu
9 409 9 479 9 570 9 621 9 804 10 126
Disesuaikan Rp/Org/Th
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
67,81 68,36 68,91 69,36 69,98 70.73
PROV.SUMATERA BARAT
PERTUMBUHAN IPM % 0,83 0,81 0,80 0,65 0,90 1,07
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2017

Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian. Secara umum, pembangunan manusia
Sumatera Barat terus mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2016. IPM Sumatera
Barat meningkat dari 67,25 pada tahun 2010 menjadi 70,73 pada tahun 2016. Selama periode
tersebut, IPM Sumatera Barat rata-rata tumbuh sebesar 0,84 persen per tahun. Pada periode
2015-2016, IPM Sumatera Barat tumbuh 1,07 persen. Pertumbuhan pada periode tersebut
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kenaikan pada perode 2014-2015, hanya tumbuh
sebesar 0,90 persen. Pertumbuhan ini menunjukkan kemajuan dimana selama periode 2010
hingga 2015 IPM Sumatera Barat masih bertatus “sedang” dan pada tahun 2016 meningkat
menjadi berstatus “tinggi”.
Kondisi IPM Sumatera Barat secara nasional sejak tahun 2011 sampai tahun 2016 berada
pada rangking 9 (sembilan) setelah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan
Riau, Bali, Riau, Sumatera Utara dan Banten. Jika dibandingkan dengan IPM Nasional, maka
IPM Sumatera Barat sejak 6 (enam) tahun terakhir, selalu berada di atas nasional, yaitu
sebesar 67,25% tahun 2010 meningkat terus menjadi 70,73%% pada tahun 2016, sedangkan
IPM nasional pada tahun 2016 adalah sebesar 70,18% seperti terlihat pada grafik berikut ini.

Gambar 2.3
Grafik Perbandingan IPM Provinsi Sumatera Barat dengan Nasional
Tahun 2011-2016

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-14
70.73
69.98
69.36
68.91 70.18
68.36 69.55
67.81 68.90
67.25
68.31
67.70
67.09
66.53

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumatera Barat Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016

Tingkat Kemiskinan
Menurut data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dikeluarkan oleh
BPS Provinsi Sumatera Barat, dan dirilis dalam Berita Resmi Statistik Nomor 04/01/13/Th XIX/
3 Januari 2017, bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Berdasarkan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan, dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dalam hal ini penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan. Berdasarkan data SUSENAS (dikeluarkan 2 kali setahun yaitu pada bulan Maret
dan September, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada kondisi September
2016 adalah 376.510 jiwa, dan mengalami penurunan sebesar 0,6% dibandingkan kondisi
Maret 2015. Selanjutnya jika dilihat dari proporsi jumlah penduduk miskin, maka tampak
bahwa proporsi terbesar yaitu sebesar 67,98% atau lebih dari dua per tiga penduduk miskin
bertempat tinggal di daerah perdesaan, sedangkan sisanya yang sekitar 32,02% penduduk
miskin tinggal di perkotaan, seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.14
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Maret 2011 – September 2016

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin


Tahun
Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah
Maret 2011 141 240 303 198 444 438 7,42 10,07 9,04
Sept 2011 145 988 298 782 444 770 7,61 9,85 8,99
Maret 2012 128 817 279 138 407 955 6,67 9,14 8,19
Sept 2012 125 388 276 133 410 521 6,45 8,99 8,00
Maret 2013 120 604 290 518 411 121 6,16 9,39 8,14
Sept 2013 126 024 258 061 384 085 6,38 8,30 7,56
Maret 2014 108 076 271 120 379 196 5,43 8,68 7,41
Sept 2014 108 532 246 206 354 738 5,41 7,84 6,89
Maret 2015 118 034 261 575 379 609 5,73 8,35 7,31

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-15
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin
Tahun
Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah
Sept 2015 118 481 231 048 349 529 5,73 7,35 6,71
Maret 2016 118 962 252 593 371 555 5,54 8,16 7,69
Sept 2016 119 510 257 000 376 510 5,52 8,27 7,14
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.04/01/13/Th XIX/3 Januari 2017

Persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat cenderung mengalami


penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari 9,04% di Bulan Maret 2011 menjadi 7,69% pada
Bulan Maret 2016, sedangkan kondisi pada saat Bulan September 2011 sebesar 8,99%
mengalami penurunan menjadi 7,14% di Bulan September 2016, seperti terlihat pada Grafik
berikut:
Gambar 2.4
Grafik Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Kondisi Maret dan September 2011-2016

10

0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Maret 9.04 8.19 8.14 7.41 7.31 7.09
September 8.99 8 7.56 6.89 6.71 7.14

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2017

Jika dibandingkan tingkat kemiskinan di Sumatera Barat dengan Nasional sejak tahun
2011 sampai 2016, data dari BPS tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
Sumatera Barat lebih rendah daripada nasional yaitu sejak tahun 2011 sebesar 8,99% dan
sampai dengan tahun 2016 cenderung menurun menjadi 7,14%, sedangkan tingkat kemiskinan
nasional tahun 2011 sebesar 12,49%, dan mengalami penurunan sampai dengan sebesar
10,86% tahun 2016.
Tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan merupakan dimensi lain yang perlu
juga mendapatkan perhatian selain jumlah dan persentase penduduk miskin. Upaya
pengentasan kemiskinan bukan hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin,
tetapi juga mengurangi keparahan dan kedalaman kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan
(P1) memberikan gambaran seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif
terhadap garis kemiskinan. Penurunan pada P1 mengindikasikan adanya perbaikan secara rata-
rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan dengan garis
kemiskinan. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengilustrasikan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin. Indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan
kemiskinan di Sumatera Barat dapat terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.15

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-16
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

TAHUN KOTA DESA KOTA+DESA


P1
Maret 2012 0,942 1,248 1,129
September 2012 1,132 1,300 1,235
Maret 2013 0,999 1,019 1,011
September 2013 1,117 1,363 1,267
Maret 2014 0,654 1,122 0,940
September 2014 0,536 0,888 0,751
Maret 2015 0,785 1,104 0,977
September 2015 1,056 1,392 1,259
Maret 2016 0,752 1,334 1,096
September 2016 1,038 1,180 1,122
P2
Maret 2012 0,213 0,343 0,293
September 2012 0,296 0,322 0,312
Maret 2013 0,238 0,191 0,209
September 2013 0,292 0,313 0,305
Maret 2014 0,125 0,278 0,219
September 2014 0,096 0,181 0,148
Maret 2015 0,161 0,224 0,211
September 2015 0,245 0,320 0,290
Maret 2016 0,153 0,304 0,242
September 2016 0,249 0,299 0,278
Sumber Data :Berita Resmi Statistik No.04/01/13/Th XX/3 Januari 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Provinsi


Sumatera Barat mengalami peningkatan dari Maret 2016 ke September 2016. Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk miskin
cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan. Kondisi tersebut bersifat negatif bagi upaya
pengentasan kemiskinan. Begitu juga jika dikelompokkan menurut perkotaan dan perdesaan,
maka indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan mengalami peningkatan.
Sementara untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) tampak bahwa ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin juga mengalami kenaikan. Indeks untuk daerah perkotaan dan
pedesaan menunjukan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga cenderung meningkat.

Tingkat Pengangguran
Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 66/11/13/Th XIX yang diterbitkan Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Barat tanggal 7 November 2016, kondisi ketenagakerjaan di
Sumatera Barat pada Agustus 2016 menunjukan proses dinamis di pasar tenaga kerja
Sumatera Barat, yang digambarkan dengan fluktuasi jumlah angkatan kerja maupun jumlah
penduduk bekerja dan tingkat pengangguran (dihitung dua kali setahun yaitu bulan Februari
dan Agustus). Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 sebanyak 2,47 juta orang, turun
103,23 ribu orang dibanding keadaan Februari 2016. Namun, bila dibandingkan dengan
keadaan Agustus 2015 bertambah sebanyak 127,65 ribu. Penduduk yang bekerja pada Agustus
2016 sebanyak 2,35 juta orang berkurang sebesar 3,27% dibanding keadaan Februari 2016
namun jika dibandingkan dengan Agustus 2015, mengalami peningkatan 7,48%.
Kondisi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Barat pada Agustus 2016
mencapai 5,09% yang mengalami penurunan dibandingkan dengan TPT Februari 2016
(5,81%) dan TPT Agustus 2015 sebesar 6,89%. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pada Agustus 2016 mencapai 67,08 persen, turun dibandingkan angka TPAK Februari
2016 (70,34 %), namun naik jika di bandingkan angka Februari 2016 (64,56 %).
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-17
Selanjutnya persentase tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Barat mengalami
penurunan dari 7,57% pada Februari 2010 menjadi 5,81% pada Februari 2016, sedangkan
kondisi Agustus 2010 sebesar 6,95% turun menjadi 5,09% di Agustus 2016, seperti terlihat
pada Grafik berikut ini:
Gambar 2.5
Grafik Perkembangan Persentase Tingkat Pengangguran di Provinsi
Sumatera Barat Kondisi Februari dan Agustus 2010-2016

9
8
7
6
Persentase

5
4
3
2
1
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Februari 7.57 7.51 6.49 6.35 6.32 5.99 5.81
Agustus 6.95 8.02 6.65 7.02 6.5 6.89 5.09

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016

Selanjutnya struktur lapangan pekerjaan hingga Agustus 2016 tidak mengalami


perubahan, di mana Sektor Pertanian, Perdagangan, Sektor Industri, Konstruksi, Transportasi,
Pergudangan dan Komunikasi Jasa Kemasyarakatan, serta Keuangan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat. Selama setahun terakhir
(Agustus 2015- Agustus 2016) jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan pada
sebagian besar sektor lapangan pekerjaan utamanya, terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan
sebanyak 42,97 ribu orang (10,26%), Sektor lainnya (Pertambangan, Listrik, Gas dan Air)
sebanyak 8,80 ribu orang (18,56%), dan Sektor Industri sebanyak 3,41 ribu orang (2,28%).
Sedangkan sektor yang mengalami kenaikan yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan
yang mengalami kenaikan jumlah penduduk bekerja pada lapangan pekerjaan tersebut
masing-masing sebesar 4,61% dan 4,95%. Untuk melihat penduduk usia 15 tahun ke atas
yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.16
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi Agustus 2011 - 2016
di Provinsi Sumatera Barat (ribu orang)

Lapangan Agustus
No
Pekerjaan Utama 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian 813,7 827,3 817,9 818,7 856,4 855,58
2 Industri 153,1 159,0 132,3 149,5 146,0 206,06
3 Perdagangan 441,8 431,8 472,8 487,1 511,1 517,57
4 Jasa Kemasyarakatan 347,7 325,9 354,4 419,0 376,0 414,89
5 Lainnya*) 314,4 293,6 283,7 306,1 295,1 353,81
Total 2 070,7 2 037,6 2 061,1 2 180,3 2 184,6 2 347,91
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th XIX, 07 November 2016
Ket : *) Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Konstruksi, Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi, Keuangan.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-18
Gambar 2.6
Grafik Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kondisi Agustus 2015 di Sumatera Barat

3.19 Pertanian
17.67
36.44 Industri

Konstruksi
2.53
4.43 Perdagangan

Transportasi, Pergudangan dan


komunikasi
Keuangan
22.04 Jasa kemasyarakatan

Lainnya
8.78
4.91
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th XIX, 07 November 2016

Status pekerjaan utama dari 2.347,91 ribu orang yang bekerja pada Agustus 2016 yang
terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan sebesar 788,28 ribu orang (33,57%), diikuti
berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap masing-masing sebesar 411,26 ribu
orang (17,52%) dan 402,99 ribu orang (17,16%), sedangkan yang terkecil adalah pekerja
berusaha dibantu buruh tetap atau buruh dibayar sebesar 108,63 ribu orang (4,63%).
Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dari enam status pekerjaan secara
sederhana dapat diidentifikasi 2 kelompok utama terkait kegiatan ekonomi formal dan informal.
Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan
buruh/karyawan, sementara sisanya termasuk kegiatan informal. Pada Agustus 2016 terdapat
896,91 ribu orang atau 38,2% pekerja bergerak pada kegiatan ekonomi formal dan sisanya
sebesar 1,45 juta orang atau 61,8% termasuk kegiatan informal, seperti terlihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.17
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan Utama di Provinsi Sumatera Barat
Kondisi Agustus 2011-Agustus 2016 (ribu orang)
Status Pekerjaan Agustus
No
Utama 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Berusaha Sendiri 459,3 442,4 475,4 524,63 464,55 411,26
(22,18%) (21,71%) (23,07%) (24,06%) (21,26%) (17,52%)
2 Berusaha Dibantu 352,1 345,1 364,7 383,16 382,43 402,99
Buruh Tidak Tetap (17,00%) (16,94%) (17,69%) (17,57%) (17,51%) (17,16%)
3 Berusaha Dibantu 114,7 97,8 96,1 95,46 80,28 108,63
Buruh Tetap (5,54%) (4,80%) (4,66%) (4,38%) (3,67%) (4,63%)
4 Buruh/Karyawan 622,6 629,3 636,3 678,41 697,14 788,28
(30,07%) (30,88%) (30,87%) (31,11%) (31,91%) (33,57%)
5 Pekerja Bebas 220,8 230,5 198,7 216,54 260,23 280,26
(10,66%) (11,31%) (9,64%) (9,93%) (11,91%) (11,94%)
6 Pekerja Tak Dibayar 301,2 292,5 289,9 282,14 299,97 356,49
(14,55%) (14,36%) (14,07%) (12,94%) (13,73%) (15,18%)
2.070,7 2.037,6 2.061,1 2.180,34 2.184,60 2.347,91
TOTAL
(100%) (100%) (100%) (100%) (100%) (100%)
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016
Sementara itu, penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2016 masih didominasi oleh
penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu Sekolah Dasar ke bawah sebanyak 37,21% dan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-19
Sekolah Menengah Atas sebanyak 18,15%, Diploma sebanyak 4,27% serta sebanyak 10,51%
berpendidikan Universitas.
Perbaikan kualitas penduduk yang bekerja ditunjukan oleh kecenderungan menurunnya
penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) dan meningkatnya penduduk bekerja
berpendidikan tinggi (Diploma dan Universitas), seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.18
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan di Sumatera Barat Kondisi
Agustus 2011-Agustus 2016 (Persen)

Agustus
No Pendidikan Tertinggi
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 SD ke Bawah 42,24 42,59 42,26 41,34 39,34 37,21
2 Sekolah Menengah Pertama 20,64 19,36 19,40 19,40 19,12 17,95
3 Sekolah Menengah Atas 18,37 17,97 17,29 18,01 19,52 18,15
4 Sekolah Menengah Kejuruan 8,52 9,22 9,32 9,43 9,47 11,90
5 Diploma I/II/III 4,23 3,50 3,52 3,47 3,08 4,27
6 Universitas 6,01 7,35 8,22 8,35 9,47 10,51
JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016
Sedangkan tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan pada Agustus 2016 yang
tertinggi adalah tamatan Sekolah Menengah Atas sebesar 8,17%, Sekolah Menengah Kejuruan
7,46%, dan tamatan Diploma sebesar 6,71%, secara lengkap terlihat datanya pada tabel
berikut.
Tabel 2.19
Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan di Sumatera Barat
Kondisi Agustus 2011-Agustus 2016 (Persen)

Agustus
No Pendidikan Tertinggi
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 SD ke Bawah 3,34 3,87 3,85 3,90 2,98 2,63
2 Sekolah Menengah Pertama 7,12 6,42 6,13 6,19 3,80 4,43
3 Sekolah Menengah Atas 10,98 10,58 11,23 9,22 12,30 8,17
4 Sekolah Menengah Kejuruan 9,59 9,54 13,00 11,15 13,32 7,46
5 Diploma I/II/III 4,09 5,15 6,98 5,79 11,25 6,71
6 Universitas 7,75 8,07 8,30 8,46 8,23 5,76
JUMLAH 6,45 6,52 7,02 6,50 6,89 5,09
Sumber Data : Berita Resmi Statistik No.66/11/13/Th.XIX, Tanggal 07 November 2016

Jika dibandingkan tingkat pengangguran di Sumatera Barat dengan Nasional sejak tahun
2010 sampai 2016, terlihat tingkat pengangguran Sumatera Barat lebih tinggi sedikit daripada
nasional, seperti Grafik berikut :
Gambar 2.7.
Grafik Perbandingan Persentase Tingkat Pengangguran di
Provinsi Sumatera Barat Dengan Nasional Kondisi Agustus 2010-2016

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-20
2016 5.61
5.09
6.18
2015 6.89
5.94
2014 6.50
6.17
2013 7.02

2012 6.13
6.65

2011 7.48
8.02
7.14
2010
6.95

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nasional Sumatera Barat

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2016

Fokus Seni Budaya dan Olahraga


Masyarakat Sumatera Barat telah berkembang menjadi masyarakat yang heterogen dan
multikultur. Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tersebut antara lain keterbukaan
wilayah dan komunikasi bagi pendatang untuk bermukim tetap dalam wilayah Sumatera Barat,
perbedaan tingkat kesejahteraan berbasis ekonomi di kabupaten dan kota, perbedaan tingkat
pendidikan dalam masyarakat, perbedaan orientasi dan gaya hidup anggota masyarakat, dan
efek pembangunan fisik, infrastruktur yang tidak seimbang dalam masyarakat. Di tengah
perbedaan yang begitu menggejala, karaksteristik umum masyarakat Sumatera Barat masih
dominan berbasis Adat Minangkabau dan praktek ajaran Agama Islam.

Tabel 2.20
Perkembangan Seni, Budaya dan OLah Raga Tahun 2011-2016

No CAPAIAN PEMBANGUNAN 2011 2012 2013 2014 2015 2016


1. Jumlah group kesenian per 10.000 1.470 1.013 930 1.080 1.080 1.080
penduduk
2. Jumlah gedung kesenian per 10.000 14 14 14 14 14 14
penduduk
3. Jumlah klub olahraga per 10.000 57 10 10 10 10 10
penduduk
4. Jumlah gedung olahraga per 10.000 2 4 9 9 9 9
penduduk
Sumber : Data Aspek Fokus Sumatera Barat

2.1.3. Aspek Pelayanan Umum


Berdasarkan undang-undang layanan urusan pemerintahan wajib daerah yang berkaitan
dengan pelayanan dasar ada 6 (enam) urusan dan urusan pemerintahan wajib daerah yang
tidak berkaitan dengan pelayanan dasar terdiri dari 18 (delapan belas) urusan, sedangkan
untuk layanan urusan pemerintahan pilihan daerah meliputi 8 (delapan) urusan.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-21
Fokus Layanan Urusan Wajib
Hasil pelaksanaan pembangunan berdasarkan fokus layanan urusan wajib yang berkaitan
dengan pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan langsung dengan pelayanan dasar selama
kurun waktu 2011-2016 secara umum memperlihatkan perkembangan kemajuan dan
peningkatan yang cukup berarti.

Urusan Wajib Pendidikan


Pendidikan Dasar
Perkembangan indikator pendidikan dasar dari tahun 2011-2016 di Sumatera Barat
antara lain dapat diukur berdasarkan indikator angka partisipasi sekolah, rasio ketersediaan
sekolah dengan penduduk usia sekolah, rasio guru dengan murid serta rasio guru/murid per
kelas rata-rata.
Angka partisipasi sekolah dasar merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan
terhadap penduduk usia sekolah dasar, Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan
penduduk terutama usia muda, Angka partisipasi sekolah dasar adalah jumlah murid kelompok
usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar
per 1.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Sedangkan rasio ketersediaan sekolah
adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan
dasar, rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung semua penduduk usia
pendidikan dasar, kondisi perkembangan pendidikan dasar di Sumatera Barat tahun 2011-2016
dapat terlihat seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.21
Perkembangan Pendidikan Dasar di Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Angka Partisipasi Sekolah 98,10 98,38 98,81 98,99 99,18 99,18

Rasio Ketersediaan Sekolah


2 1 : 0,74 1 : 0,66 1 : 0,68 1 : 0,67 1 : 0,67 1 : 0,67
terhadap Penduduk Usia Sekolah
3 Rasio Guru Terhadap Murid 1 : 8,82 1 : 8,87 1 : 7,84 1 : 7,83 1 : 6,91 1 : 6,91
Rasio Guru Terhadap Murid Per
4 1 : 1,77 1 : 2,23 1 : 2,17 1 : 3,78 1 : 4,55 1 : 4,55
Kelas Rata-rata
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Dari tabel di atas terlihat bahwa angka partisipasi sekolah pendidikan dasar mengalami
peningkatan setiap tahun dari 98,10 per 1000 jumlah penduduk pada tahun 2011 menjadi
99,18 per 1000 jumlah penduduk pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun
jumlah murid sekolah dasar menempuh pendidikan dasar mengalami peningkatan per 1.000
jumlah penduduk Sumatera Barat, sesuai dengan program wajib belajar pemerintah 12 tahun.
Sementara dari perbandingan guru terhadap murid dan murid per kelas rata-rata dari tahun
2011 sampai tahun 2016 jika dilihat dari trend data series tidak mengalami kekurangan guru
untuk pendidikan dasar, namun perlu diperhatikan lagi dari sisi pendistribusian guru antar
sekolah, antar daerah dan antar wilayah.

Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan di usia anak 16-19 tahun, yang
diukur dengan indikator yang sama dengan pendidikan dasar yaitu angka partisipasi sekolah,
rasio ketersediaan sekolah dengan penduduk usia sekolah, rasio guru dengan murid serta rasio
guru/murid per kelas rata-rata, seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.22

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-22
Perkembangan Pendidikan Menengah di Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Partisipasi Sekolah 89,64 90,79 92,22 99,27 99,28 99,28
2 Rasio Ketersediaan Sekolah
1 : 0,29 1 : 0,25 1 : 0,39 1 : 0,25 1 : 0,27 1 : 0,27
terhadap Penduduk Usia Sekolah
3 Rasio Guru Terhadap Murid 1 : 6,28 1 : 6,58 1 : 8,75 1 : 11,85 1 : 8,30 1 : 8,30
4 Rasio Guru Terhadap Murid Per
1 : 13,98 1 : 11,32 1 : 11,38 1 : 11,56 1 : 11,84 1 : 11,84
Kelas Rata-rata
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
Angka partisipasi sekolah pendidikan menengah juga mengalami peningkatan setiap
tahun dari 89,64 per 1.000 jumlah penduduk pada tahun 2011 menjadi 99,28 per 1.000
jumlah penduduk pada tahun 2016. Hal ini menunjukan bahwa setiap tahun jumlah murid
menempuh menengah mengalami peningkatan per 1.000 jumlah penduduk Sumatera Barat.
Indikator lainnya yakni Rasio Guru Terhadap Murid Per Kelas Rata-Rata, juga
memperlihatkan perkembangan yang cukup baik, pada tahun 2016, menunjukkan gambaran
bahwa 1 guru tingkat pendidikan menengah melayani oleh 11,84 murid atau 12 murid, artinya
bahwa guru yang mengajar di kelas tidak kekurangan dan melebihi dari kebutuhan, namun
kondisi yang terjadi adalah pendistribusian guru di pendidikan menengah belum merata.

Pendidikan Anak Usia Dini


Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar. Hal ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Pendidikan anak usia dini adalah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan kepada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 5 perkembangan, yaitu :
kecerdasan/kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi), bahasa dan
perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar) dan
komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan berdasarkan kelompok
usia yang dilalui oleh anak usia dini yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 58 tahun
2009.
Angka Partisipasi Kasar PAUD dan TK di Sumatera Barat pada tahun 2010 -2015
memperlihatkan trend yang meningkat, pada tahun 2011 sebesar 34,56 menjadi 67,27 pada
tahun 2015. Kab/Kota di Sumatera Barat yang paling tinggi APK PAUD dan TK adalah kota
Sawahlunto sebesar 96,53, diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Bukittinggi sebesar
95,41 dan 92,97.
Data jumlah satuan pendidikan anak usia dini pada tahun 2015 di Sumatera Barat
dengan jumlah lembaga PAUD sebanyak 3.332 unit, dengan murid sebanyak 73.927 orang
murid dan guru sebanyak 14.752 orang guru. Sedangkan jumlah taman kanak –kanak di
Sumatera Barat adalah sebanyak 2.292 sekolah dengan 4.803 jumlah lokal, 133.694 orang
murid dan 20.647 orang guru.

Angka Putus Sekolah


Angka Putus Sekolah (APS) pada tingkat SD/MI mengalami peningkatan selama lima
tahun terakhir dari 0,17% tahun 2011 dan 0,22% tahun 2016 dan berbeda halnya dengan APS
tingkat pendidikan SMP/MTs mengalami penurunan dari 0,49% menjadi 0,46%, serta APS

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-23
tingkat pendidikan SMA/SMK/MA mengalami peningkatan dari angka 0,87% menjadi 0,95%.
Seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.23
Perkembangan Angka Putus Sekolah di Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Angka Putus Sekolah
1 % 0,17 0,15 0,21 0,21 0,22 0,22
(APS) SD/MI
Angka Putus Sekolah
2 % 0,49 0,45 0,37 0,44 0,46 0,46
(APS) SMP/MTs
Angka Putus Sekolah
3 % 0,87 0,88 0,89 0,92 0,95 0,95
(APS) SMA/SMK/MA
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat

Angka Kelulusan
Pada tahun 2011-2016, angka kelulusan siswa di Sumatera Barat dari tahun ke tahun
memperlihatkan kondisi yang berfluktuasi. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat
memperlihatkan bahwa angka kelulusan siswa SD/MI pada tahun 2011 sebesar 99,53%
menjadi 96,07% pada tahun 2016, SMP/MTs sebesar 95,16% pada tahun 2011 naik menjadi
99,84% pada tahun 2016, sedangkan SMA/SMK/MA sebesar 95,25% pada tahun 2011 juga
mengalami kenaikan pada tahun 2016 yaitu sebesar 99,95%. Jika dibandingkan antara
kelulusan SD melanjutkan ke SMP dan kelulusan SMP melanjutkan ke SMA yang paling besar
adalah angka melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs sebesar 99,56% dan angka melanjutkan dari
SMP/MTs ke SMA/SMK/MA adalah sebesar 95,56%, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.24
Angka Kelulusan dan Angka Melanjutkan Per Jenjang Pendidikan di Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka Kelulusan (AL) SD/MI % 99,53 96,72 97,99 97,99 96,07 96,07
Angka Kelulusan (AL)
2 % 95,16 97,56 99,02 99,95 99,84 99,84
SMP/MTs
Angka Kelulusan (AL)
3 % 95,25 99,40 85,39 99,60 99,95 99,95
SMA/SMK/MA
Angka Melanjutkan (AM) dari
4 % 97,30 95,28 94,53 99,28 99,56 99,56
SD/MI ke SMP/MTs
Angka Melanjutkan (AM) dari
5 SMP/MTs ke % 88,90 90,81 99,13 98,49 95,56 95,56
SMA/SMK/MA
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Kesehatan


Urusan wajib kesehatan memperlihatkan perkembangannya sejak tahun 2011-2016
dengan indikator antara lain rasio pos pelayanan terpadu (posyandu) per satuan balita, rasio
puskesmas, poliklinik dan puskesmas pembantu per satuan penduduk, rasio rumah sakit per
satuan penduduk, rasio dokter per satuan penduduk, rasio tenaga medis per satuan penduduk
dan beberapa indikator cakupan.
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat
dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga
berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumberdaya manusia sejak
dini. Di Sumatera Barat jumlah Posyandu terus mengalami peningkatan sejak tahun 2011
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-24
sebanyak 6,999 unit menjadi 7.414 unit pada tahun 2016. Hal ini memperlihatkan bahwa
strategi untuk pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan anak dapat
berjalan dengan baik, dengan melihat angka rasio Posyandu per satuan balita adalah sebesar
1 : 71 pada tahun 2011 menjadi 1 : 74 pada tahun 2016, artinya pada tahun 2016 1 buah
posyandu bisa melayani 74 orang balita di Sumatera Barat.
Hal ini tentu saja seiring dengan tujuan penyelenggaraan Posyandu antara lain
menurunkan angka kematian bayi, angka kematian ibu serta meningkatkan peran serta dan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan
yang menunjang untuk mencapai masyarakat sehat sejahtera. Data indikator untuk kesehatan
dapat terlihat seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.25
Perkembangan Indikator Rasio Kesehatan di Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio posyandu per
1 : 71 1 : 71 1 : 72 1 : 73 1 : 74 1 : 74
satuan balita
2 Rasio Puskesmas,
poliklinik,pustu per 1:19.421 1:19.231 1:19.411 1:19.587 1:19.628 1:19.628
satuan penduduk
3 Rasio Rumah Sakit per
1:120.320 1:117.852 1:73.313 1:72.280 1:73.187 1:73.187
satuan penduduk
4 Rasio dokter per
1:4.928 1:4.821 1:4.119 1:4.582 1:4.348 1:4.348
satuan penduduk
5 Rasio tenaga medis
1:2.838 1:2.510 1:2.118 1:2.790 1:2.759 1:2.759
per satuan penduduk
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Pelayanan urusan kesehatan lainnya seperti halnya indikator: Cakupan Komplikasi
Kebidanan Yang Ditangani, Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang
Memiliki Kompetensi Kebidanan, Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan, Cakupan
Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit TBC BTA, Cakupan Penemuan Dan
Penanganan Penderita Penyakit DBD, Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien
Masyarakat Miskin dapat dikatakan dalam kurun waktu 2011-2016 secara umum sudah cukup
baik meskipun terjadi fluktuasi di beberapa tahun, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.26
Perkembangan Indikator Cakupan Kesehatan di Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cakupan Komplikasi Kebidanan Yang
1 70,00 82,00 71,50 74,74 75,73 75,73
Ditangani (%)
Cakupan Pertolongan Persalinan
2 Oleh Tenaga Kesehatan Yang 85,80 88,25 89,00 90,02 90,00 90,00
Memiliki Kompetensi Kebidanan (%)
Cakupan Desa/Kelurahan Universal
3 86,60 91,00 71,20 77,40 74,10 74,1
Child Immunization (UCI) %
Cakupan balita gizi buruk mendapat
4 100 100 100 100 100 100
perawatan (%)
Cakupan peneluan kasusu baru TB
5 59,55 58,94 60,97 63,97 57,25 57,25
BTA positif (CDR) (%)
Cakupan penemuan kasus baru TB
6 135,65 137,41 135,48 144,27 137,84 137,84
(CNR) (%)
7 Cakupan penemuan dan 100 100 100 100 100 100

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-25
Tahun
NO Indikator
2011 2012 2013 2014 2015 2016
penanganan penderita penyakit DBD
Cakupan pelayanan kesehatan
8 100 100 100 100 100 100
rujukan pasien masyarakat miskin
9 Cakupan kunjungan bayi 83,60 88,41 88,15 93,43 93,45 93,45
10 Cakupan puskesmas vistrate 144,32 147,73 145,81 146,37 147,49 147,49
11 Cakupan pembantu puskesmas 692,0 725,6 719,8 734,9 734,9 734,9
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang


Berdasarkan indikator-indikator data series pada tabel di bawah ini memperlihatkan
bahwa capaian kinerja dari pelaksanaan pembangunan daerah dalam lingkup urusan wajib
pekerjaan umum dan penataan ruang ke arah trend yang meningkat dari tahun ke tahun
selama periode 2011-2016. Hal ini tergambar dari data indikator rasio tempat ibadah per
satuan penduduk, persentase rumah tinggal bersanitasi, rasio Tempat Pemakaman Umum per
satuan penduduk, rasio Tempat Pembuangan Sampah (TPS) per satuan penduduk, rasio
permukiman layak huni, dan drainase dalam kondisi baik/pembuangan aliran air tidak
tersumbat, semua indikator ini rata-rata mengalami peningkatan.
Tabel 2.27
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Proporsi panjang jaringan jalan % 89 89 92 96 80,5 80,5
dalam kondisi baik
2 Rasio jaringan irigasi (Panjang % 1 : 36 1 : 36 1 : 36 1 : 45 1 : 105 1 : 89
jaringan (km) / luas sawah (ha)
3 Rasio tempat ibadah per satuan % 3,45 3,51 3,57 3,66 3,77 3,77
penduduk
4 Persentase rumah tinggal % 58,15 60,94 63,63 65,37 66,84 66,84
bersanitasi
5 Rasio tempat pemakaman umum % 32,70 33,05 33,05 34,02 34,02*) 34,02
per satuan penduduk
6 Rasio tempat pembuangan % 73,85 73,85 74,50 75,70 75,70*) 75,70
sampah (TPS) per satuan
penduduk
7 Rasio rumah layak huni Rasio 0,39 0,40 0,42 0,43 0,45 0,45
8 Rasio Permukiman layak huni Rasio 27,600 28,510 30,390 31,110 31,150 31,150
9 Panjang Jalan dilalui roda 4 Km 1 029,44 1 029,44 1 230,53 1 024,04 1 024,04 1 024,04
10 Panjang jalan yang memiliki % 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
trotoar dan drainase/saluran
pembuangan air (minimal1,5)
11 Sempadan jalan yang dipakai % 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00
pedagang kaki lima atau
bangunan rumah liar
12 Sempadan sungai yang dipakai % NA NA NA NA NA NA
bangunan liar
13 Drainase dalam kondisi M 5 347,09 5 499,80 6 348,12 6 859,38 6 859,39 6 859,39
baik/pembuangan aliran air tidak
tersumbat
14 Lingkungan Pemukiman Ha 1 532 1 532 1 532 1 532 1 532 1 532

Sumber : Dinas PU PR Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman


Dengan memperhatikan data perkembangan layanan urusan wajib perumahan rakyat
dan kawasan pemukiman, berdasarkan indikator-indikator yang ada, seperti halnya rumah
tangga pengguna air bersih, rumah tangga pengguna listrik (PLN + non PLN), rumah tangga
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-26
bersanitasi dan rumah layak huni dalam waktu lima tahun mengalami peningkatan di mana
pada indikator lingkungan permukiman kumuh persentasenya terus mengalami kenaikan dari
14,04% tahun 2011 menjadi 15,04% pada tahun 2016, seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.28
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Perumahan Rakyat dan Kawasan
PermukimanProvinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio rumah layak huni Rasio 0,39 0,40 0,42 0,43 0,45 0,45
Rumah tangga
2 pengguna listrik (PLN + % 91,40 93,70 93,70 94,00 95,00 95,00
non PLN)
Persentase rumah
3 % 58,15 60,94 63,63 65,37 66,84 66,84
tinggal bersanitasi
Lingkungan
4 Ha 1 532 1 532 1 532 1 532 1 532 1 532
permukiman
Lingkungan
5 Ha 14,04 13,25 14,57 15,03 15,04 15,04
permukiman kumuh
Luas kawasan 484 484 484 484 484 484
6 Ha
permukiman 978,09 978,09 978,09 978,09 978,09 978,09
Jumlah kawasan
7 Kawasan 1 145 1 145 1 145 1 145 1 145 1 145
pemukiman penduduk
8 Rumah layak huni % 70,01 73,57 74,30 75,00 76,00 76,00
Rasio permukiman
9 Rasio 27,60 28,51 30,39 31,11 31,15 31,15
layak huni
Sumber : Dinas PU PR Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat


Pelaksanaan dari pembangunan daerah dalam layanan urusan wajib Ketentraman,
Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat selama periode waktu 2011-2016 berdasarkan
Tabel 2.28 menunjukkan secara nominal pemerintah daerah terus meningkatkan anggarannya
dalam membiayai kepentingan masyarakat seperti pada indicator di bawah ini.

Tabel 2.29
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan
Masyarakat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kegiatan pembinaan
1 terhadap LSM, Ormas dan Kegiatan 1 1 1 1 1 1
OKP
Kegiatan pembinaan politik
2 Kegiatan 2 2 3 3 3 3
daerah
Rasio jumlah Polisi
Pamong Praja per 10,000 % 4,07 3,98 3,58 3,59 4,84 5,00
3 penduduk
Jumlah Polisi Pamong
personil 2 004 1 990 1 995 1 995 2 509 2 640
Praja
Rasio Jumlah Linmas per
4 % * * 51,72 30,02 30,08 25,59
Jumlah 10,000 Penduduk
Rasio Pos Siskamling per
5 % * * * 0,70 0,80 0,80
jumlah desa/kelurahan
Jumlah Pos Siskamling di
6 Unit * * * 1,139 1,139
Sumatera Barat
7 Penegakan PERDA % 90,20 90,20 90,30 92,00 95,00 95,00
8 Cakupan patroli petugas % 77,00 77,00 81,00 100 100 100

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-27
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Satpol PP
Tingkat penyelesaian
pelanggaran ketertiban
9 % 89,00 89,00 90,00 89,00 96,00 96,00
dan ketentraman di
Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Badan KesbangPol dan Satpol PP dan Damkar Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Sosial


Perkembangan indikator urusan wajib sosial berdasarkan data series 2011-2016
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana antara lain sarana sosial seperti panti asuhan, panti
jompo dan panti rehabilitasi mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir yaitu pada tahun
2011 jumlahnya sebanyak 135 unit, sedangkan tahun 2016 berkurang menjadi 130 unit. Hal ini
menandakan perlunya perhatian pemerintah daerah ke depan dalam meningkatkan layanan
pada pembangunan sararana dan prasarana panti.

Tabel 2.30
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Sosial Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sarana sosial seperti panti
1 asuhan, panti jompo dan Unit 135 112 109 110 123 130
panti rehabilitasi
PMKS yang memperoleh % 100 100 100 100 99,99 100
2
bantuan Orang 5 222 4 792 4 824 5 634 6 947 10 935
Penanganan penyandang % 1,19 1,73 1,87 1,88 2,40 0,61
3 masalah kesejahteraan
Orang 5 979 5 638 5 349 5 450 6 947 10 935
sosial/ Penanganan PMKS
4 Jumlah PMKS Orang 501 683 326 581 285 942 289 753 289 753 1 786 134
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Tenaga Kerja


Angka partisipasi angkatan kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
merupakan indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang
aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari dengan merujuk pada suatu waktu dalam
periode survey dan secara umum memperlihatkan persentase yang menurun dari tahun 2011
sampai tahun 2015 namun mengalami kenaikan di tahun 2016. Sedangkan indikator angka
sengketa pengusaha pekerja per tahun mengalami peningkatan dari 0,25% menjadi 1,52%
pada tahun 2016.
Pencari kerja yang ditempatkan memperlihatkan fluktuasi yang cukup signifikan, namun
pada tahun 2016 menunjukkan persentase yang menurun dari 6,58% pada tahun 2011
menjadi menjadi 60,63% pada tahun 2016. Tingkat pengangguran terbuka juga
memperlihatkan trend yang semakin menurun, namun kondisi inilah yang diinginkan dalam
pembangunan daerah. Keselamatan dan perlindungan kerja secara umum meningkat dari
tahun 2011 sebesar 11,74% menjadi 14,22% pada tahun 2016, sedangkan perselisihan buruh
dan pengusaha terhadap kebijakan pemerintah daerah di Sumatera Barat sejak tahun 2011-
2016 tidak pernah terjadi, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.31
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
No Indikator Satuan Tahun
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-28
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Angka partisipasi
1 % 66,19 64,47 62,92 65,19 64,56 70,34
angkatan kerja
Angka sengketa
2 pengusaha pekerja per % 0,25 0,31 0,36 0,47 1,49 1,52
tahun
Tingkat partisipasi
3 % 66,19 64,47 62,92 65,19 64,56 70,34
angkatan kerja
Pencari kerja yang
4 % 6,58 10,97 7,90 14,28 19,12 60,63
ditempatkan
Tingkat pengangguran
5 % 6,45 6,52 7,02 6,50 6,89 5,81
terbuka
Keselamatan dan
6 % 11,74 14,40 14,75 13,75 14,46 14,22
perlindungan kerja
Perselisihan buruh dan
% 0 0 0 0 0 0
pengusaha terhadap
7
kebijakan pemerintah
Unit 0 0 0 0 0 0
daerah
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan Dan Pelindungan Anak


Memperhatikan perkembangan Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan Dan
Pelindungan Anak berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa persentase jumlah tenaga kerja di bawah
umur semakin berkurang.
Sedangkan indikator partisipasi angkatan kerja perempuan pada periode tahun yang
sama menunjukkan persentase yang semakin bertambah. Hal ini dapat menggambarkan
bahwa pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sudah cukup
memadai, seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.32
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Pembangunan Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persentase partisipasi
1 perempuan di lembaga % 47,96 49,34 49,19 48,85 48,85 49,90
pemerintah
2 Rasio KDRT % 0,65 0,60 0,60 0,82 0,91 0,96
Persentase jumlah tenaga
3 % 8,90 1,69 1,69 0,01 0,01
kerja di bawah umur
Partisipasi angkatan kerja
4 % 25,49 56,01 56,01 50,65 50,65 50,65
perempuan
Penyelesaian pengaduan
perlindungan perempuan
5 Kasus 3 14 1 261 1 312 1 341
dan anak dari tindakan 48
kekerasan
Sumber : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pangan


Pada Urusan Wajib Pangan berbagai indikator yang terlihat pada tabel berikut ini
memperlihatkan perkembangan yang cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh adanya Regulasi
Ketahanan Pangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam mengatur ketersediaan
dan distribusi bahan pangan di daerah sejak tahun 2011 yaitu Peraturan Gubernur Sumatera
Barat Nomor 31 Tahun 2010 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-29
Berbasis Sumberdaya Lokal di Sumatera Barat, Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi pada tahun
2013 menjadi Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2013 dan pada tahun 2015 ditetapkan
juga Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kemandirian Pangan, dengan data
ketahanan pangan selama enam tahun sebagai berikut.
Tabel 2.33
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pangan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

TAHUN
NO INDIKATOR SATUAN
2011 2012 2013 2014 2015 2016
KETERSEDIAAN PANGAN UTAMA BERAS
1 Menurut Produksi Ton 1 170 732 1 389 956 1 395 819 1 384 570 1 433 975 1 231 806
2 Ketersediaan Beras Kg/kap/th 238,71 280,36 275,5 269,8 236,66 234,2

3 Konsumsi Beras Kg/kap/th 112,65 108,08 105,16 107,70 105,70 105,70


4 Kebutuhan Beras Ton 552 487 535 813 532 775 552 708 559 642 555 932
5 Surplus/Defisit Ton 618 245 854 143 863 044 831 864 680 500 675 874

6 Ketersediaan Energi 2 324


Kkal/kap/hr 2 374 2 773 2 734 2 677 2 348
Beras
7 Total Energi Ideal
kelompok bahan 2,40
% 2,20 2,20 2,40 2,40 2,40
makanan sesuai PPH
Ketersediaan
8 Persentase Angka
Kecukupan Energi
% 194,00 221,60 241,60 147,20 152,10 153,5
beras pd tkt.
ketersediaan
Sumber : Dinas Pangan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pertanahan


Berdasarkan data yang tersedia pada indikator Urusan Wajib Pertanahan bahwa
penyelesaian kasus tanah negara selama kurun waktu enam tahun menunjukkan angka yang
terus berkurang yaitu dari 379 kasus tahun 2011 berkurang menjadi 165 kasus pada 2016. Hal
ini mengindikasikan bahwa telah berkurangnya sengketa terhadap tanah-tanah negara di
daerah.
Tabel 2.34
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pertanahan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Penyelesaian kasus tanah Kasus 379 165 165 165 165 165
Negara
2 Penyelesaian izin lokasi Buah 4 0 0 0 0 0
Sumber : SDP2D

Urusan Wajib Lingkungan Hidup


Perkembangan dari Urusan Wajib Lingkungan Hidup selama tahun 2011-2016 seperti
terlihat pada tabel berikut ini memberikan arti bahwa perkiraan timbunan sampah per hari dan
indikator yang lain terjadi penurunan setiap tahunnya.
Tabel 2.35

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-30
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Lingkungan Hidup
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Perkiraan timbunan M3 n/a 856 575,60 809 408,53 680 605,69 546 277,19 546 277,19
sampah per hari
2 Cakupan pengawasan % 38,5 28,60 15,8 4,2 8,0 3,3
terhadap pelaksanaan
amdal (Skala Provinsi)
3 Jumlah cakupan Objek 5 4 3 1 2 1
pengawasan terhadap
pelaksanaan amdal
(Skala Provinsi)
4 Indeks Pencemaran indeks 61,90 59,29 52,71 53,71 73,18 69,18
Air (IPA)
5 Indeks Pencemaran Indeks 91,05 86,02 86,41 89,16 84,96 84,96
Udara (IPU)
6 Indeks Tutupan Indeks 67,24 65,51 65,13 65,13 65,13 65,13
Hutan (ITH)
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil


Berdasarkan angka yang terlihat pada tabel di bawah ini menunjukkan berbagai indikator
dalam urusan wajib administrasi kependudukan dan pencatatan sipil selalu mengalami
kenaikan selama kurun waktu 2011-2016. Hal ini dapat dilihat dari rasio penduduk ber KTP per
satuan penduduk mencapai 90%, dan pemilikan KTP tahun 2016 mencapai 3,3 juta orang,
demikian juga halnya ketersediaan database kependudukan skala provinsi, dan penerapan KTP
Nasional berbasis NIK sudah tersedia, dan ini menunjukkan bahwa tertib administrasi dukcapil
di daerah keadaannya semakin membaik.
Tabel 2.36
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rasio penduduk
1 ber KTP per % 26,05 57,02 57,18 88,00 90,87 90,00
satuan penduduk
Bayi berakte NA
2 77 163 122 531 31 015 2 139 623 NA
kelahiran Orang
Pasangan berakte
3 Pasangan 23 123 26 432 138 441 NA NA NA
nikah
4 Kepemilikan KTP Orang 1 373 813 2 999 213 3 127 188 3 263 584 3 334 690 NA
Kepemilikan akte
5 kelahiran per 1 2 304 2 304
Penduduk 77 122 31 1 943
000 penduduk
Ketersediaan
database
6 kependudukan Ada/Tidak Tidak Tidak Ada Ada Ada Ada
skala provinsi

Penerapan KTP
Sudah/
7 Nasional berbasis Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah Sudah
Belum
NIK
Sumber : Biro Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-31
Dalam Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, sesuai dengan data pada
tabel di bawah ini memperlihatkan indikator-indikator pelaksanaan pembangunan selama tahun
2011-2016 yang dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini ditandai meningkatnya jumlah
lembaga pemberdayaan masyarakat dari 912 tahun 2011 menjadi 1.139 pada tahun 2016, dan
juga pada indikator PKK aktif juga memperlihatkan peningkatan dari 1.224 kelompok dari
tahun 2011 menjadi 1.338 kelompok pada tahun 2016. Di samping itu pemeliharaan pasca
program pemberdayaan masyarakat juga meningkat dari 570 kelompok tahun 2011 menjadi
3.796 kelompok pada tahun 2016, namun pada indikator lainnya seperti Posyandu aktif dan
rata-rata jumlah kelompok binaan PKK menunjukkan angka yang berfluktuasi setiap tahunnya.
Tabel 2.37
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah lembaga
pemberdayaan LPM 912 912 1 139 1 139 1 139 1 139
masyarakat
2 Rata-rata jumlah
kelompok binaan % 38,81 35,58 35,37 35,50 35,50 35,50
PKK
3 Jumlah LSM Kelompok 312 341 341 341 341 349
4 LPM Berprestasi lembaga 0 0 0 3 3 3
5 PKK aktif Kelompok 1 224 1 335 1 343 1 338 1 338 1 338
6 Posyandu aktif % 93,78 95,63 86,5 93,79 95,59 95,59
7 Swadaya Masyarakat
terhadap program 115
Rp.Jt 17 668 106 578 110 685 113 980 115 275
pemberdayaan 275
masyarakat
8 Pemeliharaan pasca
program
pemberdayaan Kelompok 570 912 3 503 3 796 3 796 3 796
masyarakat
Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana


Selanjutnya perkembangan Urusan Wajib Pengendalian Penduduk Dan Keluarga
Berencana dapat dikatakan sudah mengalami kemajuan yang cukup berarti, seperti terlihat dari
tabel dibawah ini. Rata-rata jumlah anak per keluarga persentasenya mengalami penurunan
dari 3,95% tahun 2011 menjadi 2,8% tahun 2016, artinya pengendalian jumlah anak
perkeluarga sudah dapat ditekan. Cakupan peserta KB aktif juga mengalami peningkatan setiap
tahunnya, sedangkan Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I, memperlihatkan angka yang
menurun persentasenya yakni dari 30,90% tahun 2011 menurun menjadi 27,30% pada tahun
2016.
Tabel 2.38
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rata-rata jumlah
1 % 3,95 3,95 2,80 2,80 2,80
anak per keluarga 2,80
2 Rasio akseptor KB % 19,88 20,28 19,94 18,43 18,43 NA

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-32
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Cakupan peserta KB % 73,78 74,66 69,94 73,73 73,73 73,73
3
aktif Orang 611 415 626 414 629 348 624 473 642 263 642 263
Keluarga Pra % 30,90 30,40 27,80 27,30 27,30 27,30*
4 Sejahtera dan
Keluarga 370 951 369 287 342 836 338 902 338 902 338 902*
Keluarga Sejahtera I
a. Pra Sejahtera Keluarga 97 642 98 004 86 592 81 853 81 853 NA
b. Keluarga NA
Keluarga 273 309 271 282 256 244 257 069 257 069
Sejahtera I
Sumber : Badan Pemberdayaan Perempuan Anak dan KB Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Perhubungan


Memperhatikan tabel di bawah ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan urusan
wajib perhubungan tahun 2011-2016 terjadi penurunan pada indikator jumlah uji KIR angkutan
umum, namun data indikator biaya pengujian kelayakan angkutan umum memiliki
kecendrungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun selama kurun waktu 2011-2016.
Tabel 2.39
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Perhubungan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah arus penumpang 5 771 611
1 Orang 8 035 552 8 435 800 8 845 048 6 456 885 5 771 611
angkutan umum
2 Rasio Izin Trayek % 0,000078 0,000095 0,000105 0,000107 0,000106 0,000106
Jumlah uji KIR angkutan 632
3 Unit 2 867 2 890 2 398 1 952 1 187
umum
Jumlah pelabuhan
- Pelabuhan Penyeberangan
Pel, Penyeb 4 4 4 4 4
4 Lintas Padang Mentawai 4
- Udara Bandara 3 3 3 3 4 4
- Terminal Bis Terminal 11 11 11 11 11 11
5 Angkutan Darat % 0,000018 0,000019 0,000023 0,000025 0,000027 0,000027
Kepemilikan KIR % 16,75
6 14,90 15,09 15,75 15,75 21,01
angkutan umum
Jumlah kendaraan bermotor
7 Unit 60 568 61 362 64 045 64 045 65 924
wajib uji 69 690
Lama pengujian kelayakan
8 Menit 35 35 35 35 35
angkutan umum (KIR) 35
Biaya Pengujian Kendaraan
Bermotor
a. Mobil Bus Barang dan
Kendaraan Khusus
9 - Roda 4 Rupiah 111 000 113 000 113 000 113 000 163 000 163 000
- Roda 6 Rupiah 111 000 116 000 116 000 116 000 165 000 165 000
b. Mobil Penumpang
Umum, Kereta Rupiah 101 000 103 000 103 000 103 000 153 000
Gandengan/ Tempelan 153 000
% 9,59 9,78 14,03 15,86 28,91 28,91
10 Pemasangan rambu-rambu
Buah 410 418 600 678 756 756
Sumber : Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Komunikasi Dan Informatika


Memperhatikan indikator urusan wajib komunikasi dan informatika pada tabel berikut ini
maka jumlah jaringan komunikasi secara umum tidak mengalami penambahan atau stagnan,
demikian juga dengan website milik pemerintah daerah. Pada indikator jumlah surat kabar

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-33
nasional/lokal dan jumlah penyiaran radio/TV lokal mengalami kenaikan, dan lain halnya pada
pameran/expo mengalami penurunan.
Tabel 2.40
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Komunikasi Dan Informatika
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan 3 (Astinet dan
Jumlah jaringan
1 Unit jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda jarkompuda
komunikasi
telepresence) telepresence) telepresence) telepresence) telepresence) telepresence)
Jumlah surat 30 Lokal 33 Lokal 38 Lokal 41 Lokal 41 Lokal 41 Lokal
Lokal/
2 kabar
Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional 10 Nasional
nasional/lokal
Jumlah 39 Radio 83 Radio 116 Radio 101 Radio 101 Radio 101 Radio
Radio/
3 penyiaran
TV 33 TV 35 TV 38 TV 7 TV 15 TV 15 TV
radio/TV Lokal
Web site milik 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi
1 Provinsi dan
4 Pemerintah Web dan 19 dan 19 dan 19 dan 19 dan 19
19 Kab/Kota
Daerah Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota
5 Pameran/expo Pameran 27 40 25 25 NA
NA
Sumber : KPID Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Koperasi, Usaha Kecil, Dan Menengah


Perkembangan indikator urusan wajib koperasi, usaha kecil dan menengah, untuk
persentase koperasi aktif meningkat dari 66,31% tahun 2011 menjadi 71,44% tahun 2016, dan
sebaliknya Jumlah BPR/BPRS mengalami penurunan dari 99 unit tahun 2011 berkurang
menjadi 96 unit tahun 2016, pada indikator usaha mikro dan kecil belum menunjukkan
kenaikan dalam jumlah dan hal ini mengisyaratkan bahwa belum adanya perkembangan yang
berarti dalam pelayanan koperasi, usaha kecil dan menengah di daerah.
Tabel 2.41
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Koperasi, Usaha Kecil, Dan Menengah
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Persentase
% 66,31 69,36 70,48 69,03 69,96
koperasi aktif 71,44
1 Jumlah Koperasi
Unit 2 482 2 628 2 641 2 628 2 723 2 891
Aktif
Jumlah Koperasi Unit 3 743 3 789 3 747 3 807 3 892 4 047
3 Jumlah BPR/BPRS Unit 99 98 96 96 96 96
Usaha Mikro dan
% 99,69 99,78 99,83 99,82 99,62 99,62
Kecil
Usaha Mikro, Kecil, %
Menengah dan 99,26 99,26 99,26 99,26 99,26 99,26
4 Besar
Usaha Mikro Unit 423 280 423 280 423 280 423 280 423 280 423 280
Usaha Kecil Unit 74 410 74 410 74 410 74 410 74 410 74 410
Usaha Menengah
3 720 3 720 3 720 3 720 3 720
dan Besar Unit 3 720
Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Penanaman Modal


Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) pada indikator urusan wajib penanaman
modal dari tahun 2011-2016 terus meningkat setiap tahunnya dan berdasar data pada tabel di

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-34
bawah ini, untuk investor PMDN/PMA yang mendapat persetujuan sebanyak 344 untuk PMDN
dan 309 untuk PMA pada tahun 2016. Hal ini meningkat dibandingkan tahun 2011 hanya
sebanyak 165 untuk PMDN dan 207 untuk PMA, dengan realisasi pada periode tahun 2016
sebanyak 227 untuk PMDN dan 202 untuk PMA, di mana meningkat dibandingkan dengan
tahun 2011 hanya sebanyak 109 untuk PMDN dan 87 bagi investor PMA.
Jumlah realisasi investasi berskala nasional (PMDN/PMA), menunjukkan nilai yang terus
meningkat dari tahun 2011 untuk PMDN hanya sebesar 8,9 triliun sedang tahun 2016
bertambah menjadi 18,2 triliun, demikian juga untuk PMA tahun 2011 nilai investasi sekitar
US$ 9,95 Juta, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi sekitar US$ 1,3 milyar.
Indikator Rasio daya serap tenaga kerja dan Rasio penyerapan tenaga kerja, selama
kurun waktu 2011-2016, terus menerus mengalami penurunan pada PMDN maupun PMA, hal
ini mengindikasikan bahwa penyerapan tenaga kerja untuk PMDN maupun PMA semakin
bertambah.
Tabel 2.42
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Penanaman Modal
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA)


a, Persetujuan
- PMDN Investor 165 171 189 225 280 344
1
- PMA Investor 207 237 246 264 299 309
b, Realisasi
- PMDN Investor 109 114 121 140 165 227
- PMA Investor 87 115 119 139 163 202
Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA)
16 261 18 171 98 005 100 245 106 160 114 708
a. PMDN Rp. Juta
490,98 409,50 972,60 108,46 486,65 338,68
12 066 6 801 022 6 813 182
b. PMA US$ Ribu 1 294 854,03 1 576 168,55 1 866 230,37
2 834,56 454,63 202,43
Jumlah Realisasi investasi berskala nasional (PMDN/PMA)
10 613 11 846 15 031 18 209
a. PMDN Rp. Juta 8 990 134,21 9 740 068,84
830,74 852,57 928,39 696,29
b. PMA US$ Ribu 955 310,95 1 041 505,88 1 177 627,31 1 207 195,45 1 246 949,77 1 312 538,00
a. Rasio daya serap tenaga kerja

- PMDN Orang/Proyek 1 : 731 1 : 719 1 : 946 1 : 833 1 : 735 1 : 589

- PMA Orang/Pryek 1 : 540 1 : 471 1 : 464 1 : 453 1 : 396 1 : 385

b. Rasio Penyerapan Tenaga Kerja


- PMDN Orang/Pryek 1 : 452 1 : 476 1 : 463 1 : 455 1 : 388 1 : 179

- PMA Orang/Pryek 1 : 240 1 : 218 1 : 203 1 : 204 1 : 200 1 : 161


3
a. Nilai Realisasi Investasi
- PMDN Rp. Juta 1 678 383,80 749 934,63 873 761,90 1 233 021,83 3 185 075,82 3 177 766,90

- PMA US$ Ribu 65 456,99 86 194,93 136 121,43 29 568,14 39 754,32 65 588,3

b,Rasio Penyerapan Tenaga Kerja


- PMDN Orang 880 111 1 392 1 473 2 039 1 611
- PMA Orang 382 416 656 15 4 380 1 027

Kenaikan/penurunan nilai realisasi


- PMDN Rp, Juta 1 280 114,74 -928 449,17 123 827,27 359 259,93 1 952 053,99 -7 308,92
4
-(%) % 321,42 -55,32 16,51 41,12 158,31 -0,23

- PMA US $ Ribu 47 649,03 20 737,94 49 926,50 -106 553,29 10 186,18 55 402,12

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-35
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016

-(%) % 267,57 31,68 57,92 -78,28 34,44 139,36

- Ratio Penyerapan Tenaga Kerja Tahunan

- PMDN Orang/Proyek 1 : 52 1:6 1 : 82 1 : 87 1 : 82 1 :26

- PMA Orang/Proyek 1 : 31 1 : 17 1 : 23 18 : 15 1 : 183 1 : 27

Sumber : BKPM & PPT Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Kepemudaan Dan Olah Raga


Urusan wajib kepemudaan dan olahraga dari data pada tabel berikut ini, secara umum
dapat memberikan gambaran bahwa indikator menunjukkan keberhasilan yang cukup baik dan
terus meningkat selama periode 2011-2016. Hal ini terlihat dari jumlah organisasi pemuda,
jumlah organisasi olahraga, jumlah kegiatan olahraga dan lapangan olahraga mengalami
peningkatan.
Tabel 2.43
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Kepemudaan Dan Olah Raga
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah organisasi 151
1 Organisasi 128 133 134 134 151
pemuda
Jumlah organisasi 58
2 Organisasi 1 48 48 55 58
olahraga
Jumlah kegiatan
3 Kegiatan 9 17 13 12 14 14
kepemudaan
4 Jumlah kegiatan olahraga Kegiatan 15 20 21 27 23 23
Gelanggang / balai
5 remaja (selain milik Unit 3 3 3 3 3 3
swasta)
6 Lapangan olahraga Unit 8 8 8 34 34 34
Sumber : Dinas Pemuda dan Olah Raga Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Statistik


Perkembangan dari indikator urusan wajib statistik, secara umum dapat dikatakan sudah
memenuhi standar pelayanan umum daerah, hal ini tercermin dari tersedianya Buku Provinsi
Dalam Angka dan Buku PDRB Provinsi setiap tahunnya dari tahun 2011-2016.
Tabel 2.44
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Statistik Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Buku “Provinsi dalam Ada/Tida
1 Ada Ada Ada Ada Ada Ada
angka” k
Ada/Tida
2 Buku ”PDRB Provinsi” Ada Ada Ada Ada Ada Ada
k
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Kebudayaan


Melihat dari perkembangan periode waktu 2011-2016 dan berdasarkan indikator yang
ada bahwa penyelenggaraan festival seni dan budaya, benda situs budaya yang dilestarikan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-36
selalu mengalami kenaikan, namun indikator sarana penyelenggaraan seni dan budaya
memerlukan peningkatan untuk tahun berikutnya.
Tabel 2.45
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Penyelenggaraan festival seni
1 Kali 14 14 32 37 72 72
dan budaya
Sarana penyelenggaraan seni
2 Unit 8 8 8 8 8 8
dan budaya
Benda, Situs dan Kawasan % 85,82 90,45 90,45 90,45 99,54 99,54
3
Cagar Budaya yang dilestarikan Buah 557 587 587 587 646 646
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Perpustakaan


Urusan wajib perpustakaan berdasarkan indikator yang ada, menunjukkan
perkembangan yang baik terutama dari jumlah pengelola perpustakaan yang dibina, jumlah
pengunjung perpustakaan per tahun, dan koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah
dari tahun ke tahun selalu mengalami pertambahan atau kenaikan dan hal ini dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.46
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Pengelola
1 Orang 145 127 183 213 243
perpustakaan yang dibina 273
Jumlah pengunjung
2 Orang 31 543 63 186 54 309 54 819 64 220
perpustakaan per tahun 79 835
Koleksi buku yang tersedia
3 Eksemplar 168 146 181 146 191 391 201 791 212 037 225 037
di perpustakaan daerah
Sumber : Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Wajib Kearsipan


Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa indikator Jumlah OPD yang telah menerapkan
arsip secara baku dan jumlah SDM pengelola kearsipan menunjukkan perkembangan yang baik
dari tahun 2011-2016.
Tabel 2.47
Perkembangan Indikator Urusan Wajib Kearsipan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pengelolaan arsip secara
1 % 11,63 17,78 21,74 30,61 97,96 97,96
baku
Jumlah SDM pengelola
2 Orang 145 127 183 213 243 273
kearsipan yang di bina
Sumber : Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Barat

Fokus Layanan Urusan Pilihan


Urusan Kelautan Dan Perikanan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-37
Melihat data indikator pada tabel di bawah ini tahun 2011-2016, urusan kelautan dan
perikanan, persentase produksi perikanan, konsumsi ikan dan cakupan bina kelompok nelayan
menunjukkan perkembangan yang meningkat. Namun produksi perikanan kelompok nelayan
persentasenya mengalami penurunan dari 60,90% tahun 2011 menjadi berkurang 42,82%
tahun 2016.
Tabel 2.48
Perkembangan Indikator Urusan Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Capaian produksi
% 97,12 97,13 92,02 104,74 98,70 64,17
perikanan
2 Produksi Perikanan Ton 337 012,00 388 511,00 416 911,49 488 062,11 502 170,98 344 106,08
3 Cakupan bina
% 1,52 6,58 5,29 6,16 0,81
kelompok nelayan 0,05
Cakupan bina
perikanan
(pembudidayaan, % 2,33 2,87 4,33 3,49 0,55 0,05
nelayan, pengolah
dan pemasaran)
4 Produksi perikanan
kelompok nelayan % 60,90 53,51 51,69 51,24 42,82 42,82

5 Produksi tuna Ton 586,60 1 225,75 1 151,35 1 494,56 936,83 370,8


6 Produksi kerapu Ton 56,77 96,24 310,04 186,20 218,30 81,51
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Pariwisata
Perkembangan dari urusan pariwisata berdasarkan data indikator yang ada, maka
kunjungan Wisata Mancanegara dan kunjungan Wisata Nusantara mengalami kenaikan dalam
kurun waktu 2011-2016.
Tabel 2.49
Perkembangan Indikator Urusan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Kunjungan
Wisata Orang 47 962 50 393 62 023 69 541 78 274 78 274
Mancanegara
Kunjungan
2 Wisata Orang 5 106 321 5 850 033 6 261 364 6 605 738 6 973 678 6 973 678
Nusantara
Sumber : Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumatera Barat
Perkembangan industri pariwisata tidak lepas dari jumlah kunjungan wisatawan, Tingkat
Penghunian Kamar Hotel (TPK) dan rata-rata lama menginap untuk tamu mancanegara dan
tamu dalam negeri. Dari tiga indikator tersebut dapat mencerminkan perkembangan pariwisata
di Sumatera Barat.

Tabel 2.50
Wisman Yang Berkunjung ke Sumatera Barat Menurut Kebangsaan
Tahun 2015-2016 (Orang)

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-38
NO KEBANGSAAN 2015 2016 PERUBAHAN (%) %
1 Malaysia 31 743 3 965 -87,51 77,52
2 Australia 1 654 130 -92,14 2,54
3 Prancis 413 29 -92,98 0,57
4 Tiongkok 325 22 -93,23 0,43
5 Inggris 326 13 -96,01 0,25
6 Amerika 252 22 -94,05 0,29
7 Thailand 199 12 -93,97 0,23
8 Jepang 201 10 -95,02 0,20
9 Singapura 192 10 -94,79 0,20
10 Jerman 160 9 -94,38 0,18
11 Lainnya 7 988 40 246 403,83 17,60
TOTAL WISMAN 43 453 44 461 2,32 100
Sumber : Berita Resmi Statistik No.08/02/13/Th.XIX, 1 Februari 2016
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Desember
2015 mencapai rata-rata 59,73% atau sebesar 57,10%. Kota Bukittinggi menempati TPK
tertinggi sebesar 61,37% dan disusul Kota Padang 59,53%. TPK terendah terjadi di Kab. Tanah
Datar sebesar 12,51%. Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel
berbintang bulan Desember 2015 tercatat selama 1,33 hari, turun 0,18 hari bila dibandingkan
dengan November 2015 yang tercatat 1,51 hari. Rata-rata lama menginap tamu asing dan
Indonesia pada akomodasi lainnya bulan Desember 2015 tercatat selama 2,02 hari, naik 0,37
hari dibandingkan dengan November 2015.

Urusan Pertanian
Berdasarkan indikator urusan pertanian selama periode 2011-2016, sesuai dengan tabel
berikut ini memperlihatkan bahwa produktivitas padi sawah dan padi ladang, kontribusi sektor
pertanian/perkebunan terhadap PDRB dan kontribusi sektor pertanian (palawija) terhadap
PDRB terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun dan hal ini mengindikasikan bahwa
pelayanan dalam urusan pertanian samakin meningkat.
Tabel 2.51
Perkembangan Indikator Urusan Pertanian Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produktivitas padi atau bahan
pangan utama lokal lainnya % - - - -
1 per hektar
Padi Sawah Kwt/Ha 49,84 50,04 50,17 50,58 50,58 50,58
Padi Ladang Kwt/Ha 26,87 32,28 30,69 28,19 30,80 30,80
Kontribusi sektor
2 pertanian/perkebunan % 11,44 10,99 10,67 11,09
terhadap PDRB
Kontribusi sektor pertanian
3 % 7,20 7,33 7,22 7,57
(palawija) terhadap PDRB
Kontribusi sektor perkebunan
4 % 7,23 7,03 7,22 7,57
terhadap PDRB
Kontribusi Produksi kelompok
5 % 10,456 10,456 10,456 10,456 10,456*
petani terhadap PDRB
Cakupan Bina kelompok
6 %
petani
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat dan BPS Provinsi Sumatera Barat

Urusan Kehutanan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-39
Indikator rehabilitasi hutan dan lahan kritis dalam skala luas dari tahun 2011-2016
mengalami fluktuasi setiap tahunnya pada setiap indikator, seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2.52
Perkembangan Indikator Urusan Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016

Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rehabilitasi hutan %/tahun 2,97 5,12 4,96 5,81 2,58 0,36
1
dan lahan kritis % 4,97 10,09 15,04 20,86 23,44 0,36
Luas lahan hutan
2 dan lahan kritis Ha 11 050 19 058 18 456 21 641 9 616 2 250
yang rehabilitasi
Kerusakan
3 % 11,26 0,45 0,41 0,40 0,40 0,40
Kawasan Hutan
Kontribusi sektor
4 kehutanan % 1,48 1,44 1,37 1,35 1,35 1,35*
terhadap PDRB
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Energi Dan Sumber Daya Mineral


Dalam urusan energi dan sumber daya mineral seperti terlihat dari dua indikator pada
tabel berikut ini, bahwa pertambangan tanpa izin persentasenya semakin berkurang dari tahun
yakni 5,0% tahun 2016 menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 7,15%, dan Kontribusi
sektor pertambangan terhadap PDRB semakin meningkat dan mengindikasikan bahwa usaha
pertambangan yang ilegal dapat ditekan dan kontribusi sektor pertambangan semakin
meningkat dalam pendapatan daerah.
Tabel 2.53
Perkembangan Indikator Urusan Energi Dan Sumber Daya Mineral
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016

Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertambangan tanpa % 7,15 7,09 6,98 5,47 5,00 5,00
1
izin Orang 7,151 7,093 7,15 7,15 - -
Kontribusi sektor
2 pertambangan % 4,46 4,44 4,60 4,86 4,86 4,86
terhadap PDRB
Sumber : Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat

Urusan Perdagangan
Perkembangan urusan perdagangan memperlihatkan angka yang menurun dari tahun
2011-2016, seperti terlihat dari indikator tabel di bawah ini, di mana kontribusi sektor
perdagangan terhadap PDRB persentasenya tahun 2011 sebesar 15,05% menurun menjadi
14,90% tahun 2016, dan indikator ekspor bersih perdagangan dari US$ 1.955 juta tahun 2011
berkurang menjadi US$ 1.142 juta tahun 2014, hal ini mengindikasikan penurunan pendapatan
daerah dan berkurangnya ekspor sektor perdagangan selama kurun waktu lima tahun terakhir.

Tabel 2.54
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-40
Perkembangan Indikator Urusan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kontribusi sektor
1 % 15,05 15,11 14,77 14,38 14,64 14,90
Perdagangan terhadap PDRB
2 Ekspor Bersih Perdagangan US$ Juta 1 955,08 1 120,70 1 174,00 1 071,00 1 117,00
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat

Urusan Perindustrian
Kontribusi sektor industri terhadap PDRB menunjukkan peranan yang berkurang pada
pendapatan daerah selama periode 2011-2016 yakni 11,71% pada tahun 2011 menjadi
10,11% tahun 2016, sebaliknya indikator laju pertumbuhan industri dalam kurun waktu yang
sama semakin meningkat dari 4,74% tahun 2011 meningkat menjadi 5,40% tahun 2014, hal
ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan industri masih kurang dibandingkan laju
pertumbuhan sektor pendapatan daerah lainnya.
Tabel 2.55
Perkembangan Indikator Urusan Perindustrian
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011-2016
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kontribusi sektor industri
1 % 11,71 11,53 11,02 10,56 10,21 10,11
terhadap PDRB
Kontribusi industri rumah
2 tangga terhadap PDRB % NA NA NA NA NA NA
sektor industrI
3 Laju pertumbuhan industri % 4,74 6,46 5,1 5,22 1,84 NA
Cakupan Bina kelompok
4 % - - - - -
Pengrajin
Sumber : Aspek Fokus Sumatera Barat

Urusan Transmigrasi
Sejak tahun 2011-2016 transmigrasi swakarsa dan swakelola tidak ada di Sumatera Barat
seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.56
Perkembangan Indikator Urusan Transmigrasi Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2011-2016
Tahun
No. Indikator Satuan
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Transmigran swakarsa % - - - - -
Kontribusi transmigrasi
2 % - - - - -
terhadap PDRB
Sumber : Aspek Fokus Sumatera Barat

2.1.4. Aspek Daya Saing Daerah


Daya saing daerah adalah “Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai tingkat
pertumbuhan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
persaingan domestik dan internasional”. Dan untuk meningkatkan daya saing daerah ada dua
strategi untuk mengembangkan daya saing yaitu: Strategi pertama adalah dengan
memproduksi barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan oleh manusia dengan
tingkat permintaan yang tinggi (high demand), dimana barang dan jasa tersebut sudah
diproduksi oleh bangsa-bangsa lain, tetapi dengan sentuhan teknologi dan etos kerja yang
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-41
lebih baik, maka suatu daerah akan mampu memproduksi barang dan jasa tersebut lebih
kompetitif dibandingkan dengan yang telah dihasilkan oleh produsen terdahulu. Barang dan
jasa yang kompetitif adalah yang kualitasnya unggul, harganya relatif murah dan pasokan
(delivery)nya dapat memenuhi kebutuhan serta selera (preference) konsumen baik di pasar
domestik maupun global (Porter, 2009).
Strategi kedua adalah memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
dunia, tetapi karena kondisi alam atau faktor lainnya, bangsa-bangsa lain tidak bisa
menghasilkannya atau hanya sedikit bangsa yang dapat memproduksinya (blue ocean
strategy). Contohnya adalah produk-produk yang dihasilkan dari SDA. Misalnya minyak sawit
(CPO) dan puluhan produk hilirnya hanya bisa dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia.
Demikian juga halnya komoditas-komoditas perikanan tropis, seperti rumput laut beserta
ratusan produk hilirnya, ikan kerapu, dan kerang mutiara, Indonesia memiliki potensi produksi
terbesar di dunia, dan hanya sedikit negara lain yang bisa memproduksinya.

Aspek-aspek Penting Dalam Peningkatan Daya Saing


A. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia tahun 2015 yang dikeluarkan Badan PBB urusan
Pembangunan (UNDP) menyatakan Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami
kemajuan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statisik terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan metode baru yang dirilis tahun 2015,
dimana IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya
membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk), dimana IPM menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, pendidikan. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup
sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge) serta standar hidup layak (decent
standard of living).
Hasil perhitungan IPM di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan penghitungan
metode baru pada tahun 2016 adalah 70,73 dengan rincian komponen angka harapan hidup
saat lahir adalah 68,73 tahun, harapan lama sekolah 13,79 tahun, rata-rata lama sekolah 8,59
tahun dan pengeluaran perkapita disesuaikan Rp.10.126.000 (Orang/Tahun).
IPM Sumatera Barat secara regional pulau Sumatera, berada di posisi 3 (tiga) setelah
Kepulauan Riau dan Riau, seperti terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 2.8
Grafik Indeks Pembangunan Manusia Provinsi se Sumatera Tahun 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat Tahun 2017


PDRB perkapita Sumatera Barat selama tahun 2011-2016 mengalami kenaikan yang
cukup signifikan setiap tahunnya, hal ini sejalan dengan peningkatan ouput Sumatera Barat.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-42
Kemudian jika dibandingkan dengan kondisi nasional, ternyata tingkat PDRB per kapita
penduduk Sumatera Barat, rata-rata lebih rendah daripada nasional. Untuk daerah Sumatera
Barat, sektor pertanian masih memegang peranan yang dominan sebagai sektor penyumbang
terbesar PDRB Sumatera Barat, karena itu kinerja sektor pertanian akan sangat besar sekali
dampaknya terhadap peningkatan output daerah.
Pada tahun 2016 rata-rata lama sekolah penduduk di Sumatera Barat baru mencapai
8,59 tahun, artinya belum tamat SMP. Rata-rata lama sekolah per tahun baru mencapai 0,9 s/d
0,11 persen, lebih tinggi dari rata-rata lama sekolah tingkat nasional. Faktor yang mendukung
meningkatnya lama sekolah antara lain dapat ditekannya angka putus sekolah melalui bantuan
dari berbagai lembaga seperti bantuan biaya sekolah dari BOS, dan lembaga beasiswa lainnya.

B. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah


Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita selama periode 2010-2015, pengeluaran
riil per kapita atau angka konsumsi Rumah Tangga (RT) per kapita Sumatera Barat mengalami
kenaikan. Pengeluaran riil perkapita Sumatera Barat tahun 2015 sebesar 9.804ribu rupiah lebih
besar dari tahun 2014 yang sebesar 9.621 ribu rupiah. Sementara itu menurut
kabupaten/kota, pengeluaran riil per kapita terbesar berada di Kota Padang, yaitu sebesar
13.522 ribu rupiah dan terkecil berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu sebesar 5.684
ribu rupiah (Tabel 2.57).
Tabel 2.57
Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan di Sumatera Barat
Pengeluaran Riil per Kapita (Ribu Rupiah)
NO Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kabupaten
1 Kep. Mentawai 5 338 5 381 5 409 5 451 5 566 5 684
2 Pesisir Selatan 7 841 7 980 8 131 8 233 8 368 8 412
3 Solok 8 690 8 754 8 824 9 118 9 228 9 334
4 Sijunjung 8 868 9 146 9 359 9 599 9 726 9 796
5 Tanah Datar 9 424 9 567 9 719 9 893 10 014 10 103
6 Padang Pariaman 9 725 9 795 9 866 9 937 9 990 10 260
7 Agam 8 452 8 478 8509 8 637 8 692 8 859
8 Lima Puluh Kota 8 264 8 354 8 451 8 568 8 672 8 774
9 Pasaman 6 779 6 830 6 888 6 964 7 058 7 340
10 Solok Selatan 8 909 9 024 9 147 9 291 9 390 9 653
11 Dharmasraya 10 373 10 434 10 470 10 505 10 550 10 713
12 Pasaman Barat 7 549 7 624 7 707 7 809 7 897 8 109
Kota
13 Padang 13 197 13 237 13 280 13 339 13 387 13 522
14 Solok 10 503 10 596 10 689 10 784 10 927 11 350
15 Sawah Lunto 8 329 8 428 8 537 8 665 8 780 8 931
16 Padang Panjang 9 124 9 185 9 246 9 307 9 369 9 670
17 Bukittinggi 11 607 11 728 11 856 12 002 12 137 12 330
18 Payakumbuh 11 964 12 037 12 116 12 212 12 296 12 622
19 Pariaman 11 408 11 473 11 490 11 508 11 541 11 814
Sumatera Barat 9 339 9 409 9 479 9 570 9 621 9 804

C. Nilai Tukar Petani (NTP)

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-43
Kinerja sektor pertanian tercermin pada capaian indikator pertanian di antaranya adalah
Nilai Tukar Petani (NTP) dan produktivitas tanaman pertanian. NTP merupakan perbandingan
antara nilai yang diterima dengan nilai yang dibayarkan oleh petani dalam melaksanakan usaha
taninya. Mencermati komponen perhitungan NTP yaitu Indeks yang diterima (IT) dan indeks
yang harus dibayar (IB), tampak bahwa terdapat faktor-faktor harga maupun biaya yang
berada di luar jangkauan petani untuk mengendalikannya. NTP mencerminkan efisiensi usaha
tani dan daya beli petani (Tabel 2.59).
Tabel 2.58
Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2010 - 2016
Provinsi Sumatera Barat
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indeks yang diterima petani
1. 132,98 141,05 144,54 150,29 112,54 115,09 119,62
(lt)
Indeks yang dibayar petani
2. 126,07 132,75 137,63 144,23 111,87 117,76 122,48
(lb)
3. NTP 105,48 106,25 105,03 104,21 100,66 97,74 97,67

Data perkembangan NTP selama 2010-2016 menunjukkan bahwa NTP cukup fluktuatif, di
mana di Sumatera Barat untuk semua sub sektor pertanian kecuali peternakan. Pada tahun
2015, NTP sebesar 97.74 dengan Indeks yang diterima petani sebesar 115.09 dan indeks yang
dibayar petani sebesar 117,76, dan sub sektor perikanan merupakan subsektor yang memiliki
NTP tertinggi (106,86) disusul NTP sub sektor peternakan (102,49). Fluktuatifnya NTP ini
menggambarkan bahwa derajat kesejahteraan petani yang belum baik yang terlihat dari
masih rendahnya daya beli petani dipicu oleh faktor produktivitas yang belum stabil atau
cenderung menurun, serta permintaan yang masih rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahwa sebahagian besar mata pencaharian
penduduk masih berada sektor pertanian, namun belum merupakan pilihan mata pencarian
yang menguntungkan bagi masyarakat Sumatera Barat, sehingga perlu penajaman peran
subsistem agribisnis hilir (pascapanen, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian) yang
mampu memberikan nilai tambah sangat signifikan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani.
Tabel 2.59
Nilai Tukar Petani dan Sub Sektor Pendukungnya
di Sumatera Barat 2011-2015 (%)
Tahun
NTP Sektor/Sub Sektor
2011 2012 2013 2014 2015
NTP 106,25 105,03 104,21 100,61 97,74
NTP Tanaman Pangan 97,82 95,29 93,07 100,11 96,18
NTP Hortikultura 105,84 104,87 102,47 96,24 96,22
NTP Perkebunan Rakyat 129,02 130,06 132,63 102,87 96,02
NTP Peternakan 100,39 100,29 97,94 101,00 102,49
NTP Perikanan 110,75 110,38 113,32 104,49 106,86

D. Pengeluaran Konsumsi Makanan dan Non Makanan per Kapita


Pada tahun 2015, rata-rata pengeluaran perkapita Sumatera Barat sebesar Rp
894.703,00 mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar Rp
800.515,81. Kenaikan tersebut karena terjadi kenaikan baik dari pengeluaran komoditas
makanan maupun non makanan (Tabel 2.61)

Tabel 2.60
Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan menurut Kelompok Komoditas
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-44
di Sumatera Barat Tahun 2010-2015

Tahun
Kelompok 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Komoditas
Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %
Makanan 302 475,37 56,87 348 234,14 56,77 376 350,64 54,04 434 291,57 56,52 455 098,09 56,85 472 428,00 52,80
Bukan 229 398,22 43,13 265 200,41 43,23 320 071,08 45,96 334 154,48 43,48 345 417,72 43,15 422 275,00 47,20
Makanan
Jumlah 531 873,59 100,00 613 434,55 100,00 696 421,72 100,00 768 446,05 100,00 800 515,81 100,00 894 703,00 100,00

Pengeluaran rata-rata perkapita/bulan menurut kelompok bukan makanan selama tahun


2010-2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya Kelompok aneka barang dan jasa
mendominasi pengeluaran kelompok bukan makanan yaitu sebesar 40,36%, diikuti oleh
kelompok Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga sebesar 37,41%, sedangkan pengeluaran
kelompok non makanan terendah terdapat terletak pada kelompok Keperluan pesta dan
upacara kenduri sebesar 2,99%, diikuti kelompok pajak, pungutan dan asuransi sebesar 2,90%

Tabel 2.61
Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan
PengeluaranKelompok
Menurut Rata-rata per Kapita
BukansebulanMakanan
Menurut Kelompok Bukan Makanan
di Sumatera di Sumatera
Barat TahunBarat Tahun 2010-2014
2010-2014

2010 2011 2012 2013 2014


Kelompok Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
% % % % %
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
Perumahan, Bahan Bakar ,
83.054,23 36,21 95.273,15 36,01 117.366,37 38,85 125.831,67 37,66 129.224,32 37,41
Penerangan dan Air
Barang-barang dan Jasa 82.453,72 35,94 95.678,63 36,16 111.413,23 36,88 128.686,26 38,51 139.395,77 40,36
Pakaian, Alas Kaki % Tutup Kepala 23.469,76 10,23 26.207,55 9,91 24.995,53 8,27 26.455,73 7,92 31.050,42 8,99
Barang Tahan Lama 29.565,26 12,89 36.982,04 13,98 32.282,07 10,69 32.772,19 9,81 25.363,61 7,34
Pajak Pemakaian & Premi Asuransi 5.097,93 2,22 6.245,96 2,36 7.555,98 2,50 9.054,32 2,71 10.360,59 3,00
Keperluan Pesta dan Upacara 5.757,33 2,51 4.183,08 1,58 8.457,90 2,80 11.354,27 3,40 10.023,02 2,90
Jumlah 229.398,23 100,00 264.570,41 100,00 302.071,08 100,00 334.154,44 100,00 345.417,73 100,00

E. Tata Kelola Pemerintahan


Aspek penting lainnya dalam peningkatan daya saing yang perlu dibenahi dalam
peningkatan daya saing daerah Sumatera Barat adalah aspek Tata Kelola Pemerintah Daerah
Menurut Hos (2011) untuk meningkatkan daya saing daerah maka perlu menjadikan birokrasi
pemerintahan daerah lebih profesional dalam rangka mewujudkan good governance, untuk itu
beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemerintah daerah lebih konsentrasi pada aspek pengaturan dengan membuat kebijakan
dari pada sebagai pelaksana kebijakan Hal ini dimaksudkan untuk menggeser peran
birokrasi dari mengendalikan menjadi mengarahkan dan dari memberi menjadi
memberdayakan Dengan demikian birokrasi yang kerap minta dilayani bisa berubah
menjadi alat pemerintah yang bekerja untuk melayani kepentingan masyarakat
2. Mendorong partisipasi masyarakat secara luas dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dalam rangka meningkatkan bargainning position
mereka termasuk agar mampu melaksanakan perannya sebagai social control terhadap
tindakan-tindakan birokrasi Masyarakat luas hendaknya tetap berkesempatan
menyuarakan pesan moral dan budaya malu terhadap tindakan birokrat yang tercela
3. Membangun karakter aparat birokrasi agar terjaga keseimbangan antara kecerdasan
intelektual, emosi dan spiritual sehingga pengembangan SDM tidak hanya berorientasi
pada pendidikan dan pelatihan, tetapi juga pada pengembangan moralitas/karakter
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-45
F. Potensi Ekonomi Lain
Subowo (2009) seorang ahli ilmu sumber daya alam menyarankan, untuk pengaturan
produksi pertanian dengan memperhatikan daya dukung dan daya saing spesifik wilayah akan
dapat meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan nilai tambah dan harga jual produk.
Pengaturan tata ruang jenis komoditas dan perwilayahan yang tepat sesuai kebutuhan dan
kedekatan pasar akan meningkatkan daya saing dan kesejahteraan petani Pengembangan
pangan fungsional, pilihan jenis komoditas, pengaturan waktu panen, dan penentuan wilayah
sesuai komoditas unggulan akan merupakan pemicu daya saing produk pertanian di Indonesia
yang mutlak harus dilakukan sehingga setiap daerah akan memiliki komoditas unggul yang
berdaya saing tinggi.
Potensi ekonomi lainnya yang penting di Sumatera Barat adalah potensi pariwisata.
Potensi pariwisata Sumatera Barat sangat beragam dan tidak kalah dengan daerah lainnya di
Indonesia Budaya Minangkabau yang luhur dan agung adalah menjadi warisan mahakarya
agar bagaimana orang Minangkabau bisa bertahan melewati waktu dan pergantian zaman
Salah satu potensi pariwisata Sumatera Barat adalah potensi budaya karena budaya yang ada
di suatu akan menjadi semacam ciri dan karakter yang membedakan dari daerah lain sehingga
mampu menarik perhatian masyarakat atau pengunjung dari daerah dan negara lain untuk
datang berkunjung Dalam hal ini, Sumatera Barat jelas sudah memiliki budaya yang bisa
dibanggakan, yaitu budaya yang unik, eksotik, original, otentik dan tentu berbeda dari daerah
lain.
Untuk itu, pemerintah dan pelaku usaha pariwisata Sumatera Barat perlu melakukan
kegiatan promosi dan pameran secara berkelanjutan Memang kegiatan promosi dan pameran
ini membutuhkan dana yang cukup besar namun jika promosi ini berhasil maka pelaku usaha
pariwisata dan masyarakat Sumatera Barat yang akan memetik hasilnya Di samping
melakukan promosi dan pameran, pemerintah dan pelaku usaha kepariwisataan Sumatera
Barat perlu terus membenahi infrastruktur agar destinasi wisata yang ditawarkan bisa diakses
dan dijangkau dengan mudah Kemudian fasilitas dan sarana prasarana pendukung juga harus
disiapkan agar wisatawan betah dan bisa berwisata dengan nyaman dan berkesan Karena hal
ini akan mendorong wisatawan yang datang itu akan datang kembali dan mengunjungi
Sumatera Barat jika pariwisata Sumatera Barat mampu memberikan kesan yang positif kepada
mereka.
Untuk mendukung potensi sumber daya alam yang dimiliki, aspek penting yang harus
diperhatikan adalah sumber daya manusia, baik sebagai pengelola usaha, aparatur pemerintah
maupun masyarakat konsumen Jika dilihat dari indiator pembangunan sumber daya manusia
IPM Provinsi Sumatera Barat sudah berada di atas rata-rata IPM Pulau Sumatera dan Nasional
Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa masalah pembangunan SDM di daerah Sumatera
Barat sudah tidak ada lagi Untuk menghadapi era ekonomi yang semakin terbuka maka
diperlukan SDM yang tidak haya berkualitas dan trampil tetapi juga memiliki karakter yang
berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan adat serta norma sosial budaya Minangkabau
khususnya dan Indonesia pada umumnya yang juga memiliki kemampuan berbahasa asing
tanpa melupakan bahasa lokal dan nasional.
Satu hal yang dapat dikaji melalui penelitian institusi pendidikan tinggi adalah
pemberdayaan potensi daerah, selain itu pendampingan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) daerah dalam memasarkan produknya, karena banyak sekali hasil produksi UMKM dari
berbagai daerah yang masih belum dapat menembus pasar ekspor dengan kendala
keterbatasan informasi yang dimiliki oleh pelaku UMKM Saat ini konsep klaster sebagai suatu
pendekatan kebijakan baru dalam pengembangan wilayah telah semakin luas digunakan di
berbagai negara baik negara maju maupun negara berkembang, terutama dikaitkan dengan
kesiapan suatu wilayah meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi regionalisasi dan
globalisasi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-46
Klaster secara signifikan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah untuk membangun
kekayaan masyarakat Klaster mampu bertindak sebagai pendorong inovasi, dimana
keberadaan unsur-unsur dalam klaster diperlukan untuk mengubah gagasan menjadi
kenyataan Unsur universitas atau pusat riset merupakan tulang punggung dalam menciptakan
berbagai temuan baru yang kemudian ditransformasikan oleh perusahaan ke dalam berbagai
produk atau jasa baru Unsur pemasok menyediakan perlengkapan atau komponen penting
Unsur perusahaan pemasaran dan distribusi membawa produk itu ke pelanggan Hasilnya
adalah kawasan dengan klaster yang tumbuh dan bekerja dengan baik akan menikmati upah,
produktivitas, pertumbuhan usaha, dan inovasi yang lebih tinggi Kajian lebih lanjut mengenai
pengembangan klaster di Indonesia sangat diperlukan untuk mendalami fenomena
terbentuknya klaster-klaster tersebut dan menemukan upaya-upaya pengembangan yang
dapat serta perlu dilakukan
Ke depan, dalam rangka membangun daya saing daerah, pemerintah daerah perlu
melakukan beberapa hal, antara lain: (a) Memetakan potensi daerah berikut supply dan
demand, (b) Memperkuat seluruh infrastruktur ekonomi untuk mendorong potensi daerah,
termasuk SDM-nya, (c) Menguasai rantai pasokan (hulu-hilir) untuk menekan inefisiensi
(sinergi provinsi dan kabupaten/kota), (d) Menciptakan inovasi produk, serta (e) Mendorong
ekonomi rakyat dengan terus meningkatkan penggunaan produksi lokal Akhirnya, kesiapan
kapabilitas pemerintah daerah perlu didukung oleh peningkatan kemampuan dalam mengelola
keuangan daerahnya Kualitas sumber daya manusia perlu dipersiapkan, sehingga dana yang
dimiliki dapat dikelola dengan efektif dan secara bertahap dapat membangun daya saing
pemerintah daerah di Indonesia

2. 2. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI TAHUN


BERJALAN DAN REALISASI RPJMD

Tabel 2.62
Evaluasi Hasil Pelaksanaan Perencanaan Daerah sampai dengan Tahun Berjalan Provinsi
Sumatera Barat (Terlampir)

2. 3. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DAERAH

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-47
2.3.1. Permasalahan daerah yang berhubungan dengan prioritas dan sasaran
pembangunan daerah

1. Pengamalan Agama dan ABS-SBK dalam Kehidupan Masyarakat


Yang masih menjadi permasalahan serta sasaran yang belum tercapai dalam prioritas
Pengamalan Agama dan ABS-SBK dalam kehidupan masyarakat antara lain:
1. Belum optimalnya pengembangan seni dan budaya
2. Belum optimalnya pemanfaatan, peran dan fungsi pemangku dan lembaga adat dalam
penanaman dan pengamalan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau,
3. Belum optimalnya peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam pemahaman dan
pengamalan ajaran agama
4. Belum optimalnya apresiasi dan kebanggaan terhadap budaya daerah bagi generasi muda

2. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan


Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat Untuk menciptakan otonomi daerah yang berpihak kepada
masyarakat, di antaranya dengan menerapkan tata pemerintahan yang baik, karena dengan
hal tersebut akan membuka lebar kesempatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik
Reformasi Birokrasi berperan untuk merubah cara pandang aparatur negara agar mampu
memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan maksimal, aparatur negara jangan berpikir
untuk dilayani tetapi harus menyadari bahwa aparatur adalah yang melayani (abdi negara dan
abdi masyarakat), aparatur negara sebagai ujung tombak pelaksanaan setiap kebijakan
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam pemerintahan, merupakan bagian dan menjadi
prioritas dari agenda Pembangunan Provinsi Sumatera Barat yaitu “Perbaikan Tata Kelola
Pemerintahan Daerah” Berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana telah disampaikan pada
Bab II Sub Bab 2 2 2 Evaluasi pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Tahun lalu dan
Realisasi RPJMD untuk prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan, terlihat
pada beberapa target yang ada yang sudah tercapai dan juga ada yang melebihi target, tetapi
masih terdapat beberapa target program yang belum tercapai, dan khusus untuk ini perlu
menjadi perhatian bersama terutama oleh OPD terkait yang bertanggung jawab dalam
pencapaian target tersebut
Selanjutnya, penyelenggaraan Reformasi Birokrasi dalam pemerintahan perlu dievaluasi
secara terus menerus karena dinamikanya cukup kuat, dan juga masih terdapat beberapa
target program RPJMD yang belum tercapai, sebagaimana diketahui bahwa pencapaian target
program tersebut melibatkan beberapa OPD baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
Dari hasil evaluasi masih terdapat beberapa target indikator yang belum tercapai, dan
kalaupun tercapai, hal ini disebabkan masih terdapat beberapa kelemahan, diantaranya masih
terdapat tumpang tindih tugas serta penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan
manajemen organisasi, belum optimalnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, antara
lain disebabkan belum mantapnya pelaksanaan sistem perencanaan dan penganggaran
berbasis kinerja Misalnya, masih sulit untuk memastikan bahwa terdapat hubungan yang lebih
jelas antara tujuan, sasaran, program, dan kegiatan instansi pemerintah dengan anggaran
yang dikeluarkan Permasalahan lain yang setiap Tahunnya, yaitu program dan kegiatan pada
masing-masing OPD pada umumnya belum sepenuhnya disertai dengan indikator kinerja yang
jelas, sehingga sulit diukur pencapaian dan akuntabilitas kinerjanya.

3. Peningkatan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-48
Secara umum terdapat beberapa permasalahan di sektor pendidikan, antara lain :
1. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat
2. Belum tuntasnya relevansi pendidikan kejuruan/ketrampilan dengan lapangan kerja
3. Profesional dan kuantitas guru sebagai pendidik pada pendidikan formal dan non formal
perlu ditingkatkan lagi
4. Belum tuntasnya peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan
5. Perlu peningkatan profesional pengelola dan kualitas manajemen pendidikan

4. Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat


Secara umum permasalahan dan beberapa indikator kinerja yang perlu menjadi
perhatian untuk peningkatan kinerja pada perencanaan mendatang adalah sebagai berikut:
1. Masih tingginya tingkat kematian ibu dan bayi
2. Permasalahan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
3. Permasalahan Pengembangan dan Pencapaian indikator Program TB
4. Permasalahan Pengembangan dan Pencapaian indikator Program Malaria
5. Permasahan Penanggulangan HIV/AIDS
6. Permasalahan Imunisasi
Komitmen daerah tentang pentingnya imunisasi masih rendah di beberapa kab/kota
dan dukungan dana terhadap program imunisasi semakin berkurang
7. Permasalahan Penyehatan Lingkungan dimana masih rendahnya pencapaian Stop
Buang Air besar Sembarangan
8. Permasalahan Jaminan Kesehatan
9. Permasalahan Pelayanan Kesehatan dan Rujukan
Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal,
terutama pada daerah terpencil dan perbatasan yang perlu lebih ditingkatkan serta
akses ke sarana pelayanan di beberapa daerah kurang lancar sehingga menghambat
pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat sehinga visite rate dan BOR di
beberapa Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit belum sesuai target
10. Permasalahan Akreditasi
Terjadinya perubahan standar akreditasi RS dari standar tahun 2007 kepada standar
akreditasi rumah sakit versi 2012 Joint Commision Internasional (JCI)
11. SDM yang dimiliki terutama dokter spesialis, jumlah dan jenisnya sudah memadai
namun keterbatasan anggaran untuk melengkapi kebutuhan alat untuk dokter spesialis
tersebut mengakibatkan tidak semua dokter spesialis dapat berperan maksimal sesuai
dengan kompetensi yang mereka miliki dan hal ini mengakibatkan dampak kerugian
baik dari sisi pasien maupun rumah sakit
12. Pendapatan RSUP mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tapi lebih diutamakan
untuk membiayai operasional rutin RS Hal ini disebabkan dana BLUD juga harus
mensubsidi pasien Jamkesmas/Jamkesda/ dan Klas III lainnya 50% dari jumlah
kunjungan Sehingga dana BLUD tidak bisa diharapkan untuk membeli peralatan
kedokteran yang harganya mahal dan begitu juga pengembangan rumah sakit
13. Masih kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM)
Dilihat dari jumlah SDM yang ada masih banyak kekurangan tenaga, baik tenaga
dokter spesialis, sub spesialis maupun tenaga perawat serta tenaga kesehatan
lainnya Kondisi ini menyebabkan masih dirujuknya pasien ke Rumah Sakit lain terutama
untuk kasus–kasus yang berhubungan dengan bedah tulang, yang sekarang ini masih
kerja sama, serta kasus kasus yang berhubungan dengan onkologi
14. Masih kurang peningkatan kualitas sumber daya manusia
15. Masih kurangnya sarana dan prasarana Rumah Sakit

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-49
5. Peningkatan Produksi Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional dan
Pengembangan Agribisnis
1) Urusan Pangan
Permasalahan utama Urusan Pangan adalah :
1. Ketersediaan dan keterjangkauan sembilan bahan pokok serta distribusi pangan belum
terlaksana dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
2. Penganekaragaman/diversifikasi pangan masih terbatas
3. Masih rendahnya ketahanan pangan rumah tangga di wilayah rawan pangan yang
disebabkan kemiskinan dan berbagai bencana (kronis dan transien)
4. Masih tingginya tingkat ketergantungan pada pangan beras (107,68
Kg/kapita/tahun)
5. Pola konsumsi masyarakat belum berimbang (skor PPH 83,00)
6. Harga bahan pangan masih fluktuatif dengan inflasi yang masih cukup tinggi
7. Keamanan pangan yang masih memerlukan penanganan serius terutama bahan addiktif
dan cemaran (bahan kimia, mikro organisme dan fisik) yang membahayakan bagi
kesehatan masyarakat

2) Urusan Pertanian
Permasalahan utama adalah :
1. Daya saing produk pertanian relatif masih rendah
2. Belum berkembangnya nilai tambah produk pertanian
3. Produktivitas, pertanian, perkebunan dan populasi peternakan dan perikanan masih
perlu peningkatan
4. Aksesibilitas petani terhadap sarana produksi, pemasaran dan permodalan terbatas;
5. Masih tingginya kehilangan hasil produksi pertanian
6. Masih ditemui permasalahan ketersediaan dan keterjangkauan sarana produksi seperti
bibit, pupuk, obat-obatan, dan pakan ternak
7. Belum optimalnya sarana dan prasarana UPTD pertanian
8. Rendahnya kemampuan petani dalam akses teknologi, informasi, pasar dan permodalan
9. Masih banyak kelembagaan petani yang belum berbentuk badan hukum (90%)
10. Masih terbatasnya tenaga penyuluh pertanian serta kuantitas dan kualitas tenaga
penyuluh polivalen masih kurang

6. Pengembangan Pariwisata, Industri, Perdagangan, Koperasi, dan Investasi


1) Urusan pariwisata
Permasalahan utama adalah :
1. Sarana dan prasarana daerah destinasi pariwisata masih terbatas
2. Belum maksimalnya ikon wisata dan paket yang komprehensif dan daya saing
3. Tata kelola destinasi pariwisata masih bersifat parsial
4. Belum memadainya fasilitas pendukung kepariwisataan
5. Kelembagaan pengelolaan pariwisata belum maksimal
6. Belum melembaganya sadar wisata baik pada masyarakat lokal, pelaku pariwisata
maupun wisatawan
7. Kurangnya sinergi dengan pihak-pihak terkait di Sumatera Barat, menjadikan
tumpang tindih dengan instansi yang lain
8. Belum berkembangnya ekonomi kreatif

2) Urusan Industri
Permasalahan utama adalah :
1. Inovasi dan diversifikasi produk industri mikro kecil masih rendah
2. Kapasitas SDM dan penguasaan teknologi rendah
3. Masih rendanya daya saing, kualitas dan design produk
4. Hambatan peningkatan efisiesi produksi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-50
5. Masih banyak produk industri mikro kecil dan menegah yang belum memenuhi
standarisasi dan sertifikasi
6. Keterbatasan akses pembiayaan untuk pengembangan industri
7. Masih terbatasnya jejaring kerjasama pemasaran produk industri, terutama industri
rumah tangga

3) Urusan Perdagangan
Permasalahan utama adalah :
1. Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor
2. Terbatasnya sarana perdagangan dan distribusi
3. Belum optimalnya jaringan pasar dalam dan luar negeri
4. Kurangnya promosi dan kerjasama ekonomi antar swasta dengan swasta maupun
swasta dengan pemerintah serta pemerintah dengan pemerintah
5. Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya beli
6. Masih lemahnya pengawasan tata niaga komoditas dan jasa yang diperdagangkan
Surplus Neraca Perdagangan mengalami penurunan
7. Belum efisiensinya arus barang dan konektivitas (logistik, distribusi, dan fasilitasi
perdagangan)
8. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen serta belum optimalnya pengawasan
barang dan jasa

4) Urusan koperasi, usaha kecil, dan menengah


Permasalahan utama adalah :
1. Rendahnya tingkat partisipasi anggota dalam pengembangan kegiatan usaha
koperasi;
2. Rendahnya penggunaan teknologi tepat guna (TTG), informasi dan kelembagaan;
3. Rendahnya daya saing produk koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah dalam
hal kecepatan penguasaan teknologi dengan produk permintaan pasar (kepemilikan
sertifikat strandarisasi, jaminan mutu produk UMKM dan inovasi masih terbatas);
4. Rendahnya inovasi dan pengembangan produk;
5. Struktur koperasi yang melakukan RAT masih rendah
6. Rendahnya kemampuan akses permodalan bagi koperasi dan UKM kepada sumber-
sumber pembiayaan Kredit UMKM;
7. Kemitraan lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan dalam
pembiayaan koperasi dan umkm belum sepenuhnya terwujud;
8. Terbatasnya akses pemasaran produk UMKM ke konsumen;
9. Terbatasnya kelembagaan peningkatan kapasitas UMKM dalam menumbuhkan
wirausaha baru (inkubator bisnis);
10. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola koperasi dan UMKM
serta masih tingginya jumlah koperasi tidak aktif

5) Urusan penanaman modal


Permasalahan utama adalah :
1. Masih tingginya kesenjangan (lag) investasi antara ijin prinsip dan realisasi investasi
2. Kurang kondusifnya iklim & minat investasi;
3. Kurangnya dokumen informasi investasi seperti (FS, DED, dan lainnya) dalam satu
tahun hanya disusun 2 FS

7. Pengembangan Kemaritiman dan Kelautan


Permasalahan utama adalah:
1. Kualitas dan kuantitas benih dan induk masih rendah
2. Harga pakan ikan pabrikan tinggi
3. Menurunnya potensi ikan tangkap di perairan laut Sumatera Barat
4. Belum optimalnya sarana dan prasarana perikanan dan pelabuhan perikanan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-51
5. Mutu dan pengolahan hasil produk perikanan masih rendah
6. Penanganan mutu komoditas ekspor dengan Cold Chain System (CCS) belum optimal
7. Masih maraknya kegiatan illegal unreported dan unregulated fishing
8. Konsumsi ikan masyarakat masih potensial untuk ditingkatkan
9. Kualitas SDM (nelayan dan pembudidaya ikan) yang masih perlu ditingkatkan
10. Kurangnya kapasitas kelembagaan produksi dan pemasaran
11. Keterbatasan tenaga penyuluh

8. Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan, Pengangguran dan Daerah


Tertinggal
1. Masih belum optimalnya pelaksanaan koordinasi dan kerjasama perencanaan dengan
lembaga pemerintah, swasta dan lembaga terkait lainnya
2. Masih tinggi tingkat pengangguran
3. Masih rendahnya kapasitas dan kualitas SDM aparatur
4. Belum optimalnya fasilitas sarana prasarana pelatihan pada UPTD
5. Belum tersedianya data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang akurat dari seluruh Kab/Kota
6. Angka pengangguran relatif tinggi
7. Kurangnya tenaga muda potensial dan terdidik untuk mengabdi dan berusaha di
perdesaan
8. Kelembagaan pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintahan nagari dalam
proses pembangunan belum berfungsi dan difungsikan
9. Lembaga keuangan mikro di perdesaan belum mampu melayani kebutuhan modal
usaha produktif secara murah, ringan dan cepat

9. Pengembangan Energi dan Pembangunan Infrastruktur


1. Masih banyaknya masyarakat yang menempati rumah tidak layak huni yang tidak
didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai
2. Masih tingginya backlog perumahan, serta berubahnya indeks kegempaan sehingga
standar pembangunan rumah dan bangunan juga semakin mahal
3. Masih rendahnya akses terhadap air minum dan sanitasi (air limbah, pengelolaan
sampah dan drainase)
4. Belum optimalnya sistim perencanaan penyediaan air minum dan penanganan sampah
serta terbatasnya pendanaan untuk mendukung keseluruhan aspek penyediaan air
minum dan pengelolaan sampah
5. Masih rendahnya pencapaian target Universal Access,100% akses air minum, 0%
kawasan kumuh, dan 100% sanitasi layak(100-0-100) untuk tahun 2019

10. Pelestarian Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Alam


Bencana selalu berdampak terhadap aktifitas perekonomian suatu daerah. Provinsi
Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, baik berupa bencana alam, seperti
gempa, tanah longsor dan banjir. Dampak yang paling dirasakan dengan adanya bencana
adalah terganggunya aktivitas perekonomian masyarakat baik di lokasi bencana maupun
daerah tetangga. Sementara itu kualitas lingkungan Sumatera Barat terus menurun. Hal itu
ditunjukkan dengan meningkatnya pencemaran air, rusaknya daerah aliran sungai (DAS) dan
lahan yang telah menyebabkan menurunnya fungsi daya dukung lingkungan terhadap
kehidupan manusia. Berdasarkan hal di atas, permasalahan pembangunan daerah untuk
prioritas 10 tersebut antara lain :
Masalah terkait bencana alam :
1. Belum optimalnya informasi kebencanaan kepada masyarakat
2. Sarana prasarana penanggulangan bencana belum memadai
3. Masih rendahnya pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi bencana

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-52
4. Pengelolaan dan penanganan dampak bencana alam belum memadai
5. Masalah terkait kuantitas/ketersediaan air
6. Terjadi perbedaan debit air sungai antara musim kemarau dan musim hujan yang
sangat menyolok di beberapa sungai
7. Terjadi perbedaan tinggi permukaan air yang signifikan pada danau untuk PLTA
8. Terjadi kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA) sebagai
sumber dari ketersediaan air
Masalah terkait kualitas air :
1. Sungai-sungai yang alirannya melewati pusat kota masih mengalami masalah
pencemaran yang cukup tinggi, hal ini disebabkan limbah industri (industri Rumah
Tangga seperti pembuatan tahu) yang langsung masuk ke dalam badan perairan
(kasus batang lembang di Kota Solok) dan Batang Agam juga menunjukan hal yang
sama.
2. Pada sungai-sungai di pedesaan yang terdapat aktifitas penambangan emas,
cenderung terdapat logam-logam lainnya yang menyebabkan kualitas air menurun.
3. Permasalahan kualitas air danau terkait dengan sistim perikanan dan limbah domestik.
Di mana salah satu danau yang menjadi perhatian adalah Danau Maninjau, di sana
sudah lebih 22 ribu lebih keramba yang diusahakan oleh masyarakat dan ini akan
bertambah terus. Untuk itu dari koordinasi kita dengan pemda Agam, akan
dikeluarkan perda tentang pengaturan kawasan ini. Secara RTRW Provinsi Sumatera
Barat, danau ini merupakan Kawasan Strategis Provinsi untuk pemulihan lingkungan.
Masalah terkait kualitas udara dan Lahan hutan :
1. Kualitas udara kabupaten kota masih baik kecuali beberapa titik di Kota Padang dan
Bukitinggi
2. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan perkembangan industri pabrik kelapa
sawit akan salah satu penyumbang pencemaran udara yang potensial ke depannya
3. Masalah terkait dari lahan dan hutan
4. Terjadi perubahan fungsi lahan akibat perubahan fungsi lahan ke perkebunan dan
pemukiman serta peruntukan lainnya
5. Terjadi peningkatan lahan kritis di penambangan, pembalakan hutan secara illegal
6. Masalah terkait keanekaragaman hayati
7. Perkembangan status keanekaragaman hayati belum terdata secara kuantitatif
8. Kecendrungan peningkatan tekanan terhadap kawasan cagar alam terutama yang
dilintasi jalan utama
9. Masalah terkait wilayah pesisir dan laut
10. Kerusakan mangrove akibat laju erosi yang tinggi
11. Kerusakan terumbu karang akibat penggunaan sistim penangkapan yang tidak ramah
lingkungan
12. Terjadi abrasi pantai pada daerah-daerah pesisir yang tekanan pada pada sempadan
pantainya tinggi
13. Di samping hal diatas, pendanaan untuk mengantisipasi dan pemulihan sangat kecil,
sehingga tidak bisa secara cepat terkendalikan
14. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan konflik penggunaan kawasan hutan
masih sangat tinggi
15. Keberadaan kawasan hutan (termasuk batas-batasnya) belum seluruhnya diakui oleh
para pihak/masyarakat
16. Belum tersedianya data hasil potensi kawasan hutan (flora dan fauna) sebagai dasar
perencanaan kehutanan dan penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan Provinsi
17. Belum tersedianya data kondisi dan potensi kawasan hutan (baik kayu dan non kayu)
sebagai dasar penyusunan rencana makro kehutanan
18. Peningkatan Luas Lahan Kritis

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-53
2.3.2 Identifikasi Permasalahan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah
2.3.2.1 Urusan Wajib
1. Urusan Pendidikan
1. Pencapaian Indek Pembangunan Manusia (IPM) selama periode 2010-2016 telah
menempatkan Sumatera Barat masih di rangking ke-9 di Indonesia. Di antara
komponen IPM yang dinilai, rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat menunjukkan
bahwa masih belum memenuhi wajib belajar 9 tahun.
2. Penyelenggaraan pendidikan belum seluruhnya dapat menjangkau seluruh anak usia
sekolah, terutama anak usia sekolah yang berada pada daerah terisolir, daerah pantai,
daerah tepian hutan, daerah perkebunan, dan rumah tangga miskin.
3. Kondisi teknologi dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan belum berjalan secara
optimal.
4. Peran pelaku pembangunan pendidikan belum optimal.
5. Belum semua anak usia 16-18 tahun memperoleh layanan pendidikan yang
berkualitas, sebagaimana ditunjukkan pada Capaian APK SMA/MA/SMK yang masih
rendah yaitu sebesar 80% pada tahun 2014 yang mengalami penurunan sebesar
73,15%. Sedangkan di sisi lain kualitas layanan pendidikan menengah belum merata
antara SMA dan SMK Saat ini sebanyak 73,5% SMA/MA sudah terakreditasi minimal B
sementara hanya 48,2% kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B serta
belum tersedianya SPM pendidikan menengah mengakibatkan daerah belum memiliki
acuan dalam memenuhi urusan wajib pengelolaan pendidikan menengah.
6. Hasil layanan pendidikan SMK belum seperti yang diharapkan, sebagaimana
ditunjukkan oleh tingkat pengangguran lulusan SMK yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan lulusan SMA yaitu 9,10% untuk SMA dan 7,21% untuk SMK
pada bulan Februari tahun 2014 Selain itu, juga karena jumlah rata-rata penghasilan
yang tidak terlalu berbeda antara lulusan SMA dan SMK Permasalahn lainnya yakni
belum signifikannya persepsi dunia kerja antara lulusan SMK dan SMA serta
ketidakselarasan antara dunia kerja dan kualitas lulusan SMK merupakan salah satu
faktor yang mendorong rendahnya penyerapan lulusan SMK pada dunia kerja

2. Urusan Kesehatan
Permasalahan dan faktor penghambat yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan
urusan kesehatan, sebagai berikut:
1. Kompetensi, jumlah dan distribusi SDM kesehatan yang kurang merata, kurangnya
jumlah tenaga perawatan bila dibandingkan dengan jumlah tempat tidur yang harus
dilayani (rendahnya rasio perawat dibandingkan dengan jumlah tempat tidur yang
tersedia)
2. Masih terdapat kekurangan jumlah tenaga medis saat ini terutama untuk spesialis
Obgyn, Anak, kulit/kelamin, PA, serta tenaga sub spesialis Begitu juga dari sisi
perawat, jumlah perawat yang ada saat ini masih belum sesuai dengan standar
ketenagaan Akibat dari kekurangan tenaga ini menyebabkan pelayanan yang
diberikan masih belum optimal
3. Masih terbatasnya jam pelayanan dokter spesialis khususnya sesialis Non Jiwa karena
sampai saat ini RS Jiwa Prof HB Saanin Padang masih memakai Dr Referal sementara
tenaga tenaga fungsional khusus masih kurang seperti dan perawat Anastesi, tenaga
fungsional terapi Wicara dan dokter Patologi Anatomi
4. Masih kurangnya jumlah beberapa jenis dokter spesialis /sub spesialis dari standar
Kementerian Kesehatan terhadap jumlah ketenagaan di RS

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-54
5. Tingginya tuntutan masyarakat terhadap Rumah Sakit agar memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai standar yang telah ada yaitu standar Pelayanan Minimal maupun
Standar Akreditasi
6. Masih terbatasnya sarana/prasarana dan peralatan kesehatan sehingga menghambat
kelancaran pelayanan yang diberikan, kondisi sarana dan prasarana yang tidak
sebanding dengan tuntutan pengembangan pelayanan mengharuskan RS untuk
mengoptimalkan saran/prasarana dan alat kesehatan yang ada dan perlu
pengembangan dan pengadaan sarana/ prasarana dan alat kesehatan yang baru
7. Peningkatan kelas Rumah Sakit perlu disikapi dengan peningkatan sarana dan
prasarana Rumah Sakit, di mana sarana dan prasarana yang ada saat ini belum lagi
memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari pelayanan
8. Masih kurangnya kinerja dan motivasi kerja pegawai yang berdampak kepada capaian
kinerja dan pengembangan kualitas pelayanan RS Pengembangan SDM yang belum
optimal sangat perlu dilakukan baik melalui pendidikan maupun pelatihan dan
pengembangan budaya kerja di lingkungan internal RS
9. Belum terintegrasi dan optimalnya SIM RS yang dapat menyediakan seluruh data
pelayanan dengan cepat dan akurat yang berakibat kurang optimalnya pelayanan,
pelaporan, transparansi, akuntanbilitas serta responsibilitas
10. Kurangnya daya tampung rawat inap, khususnya klas III yang dipergunakan untuk
pelayanan masyarakat miskin dan terlantar sebagai akibat dari peningkatan populasi
Orang Dengan Gangguan Jiwa dan Waktu Rawat Rata Rata yang panjang,
mengharuskan RS menampung pasien melebihi kapasitas sesuai klasifikasinya
11. Terjadinya peningkatan penyakit non jiwa yang mengiringi penyakit jiwa dan
terjadinya peningkatan penderita ketergantungan NAPZA mengharuskan RS Jiwa Prof
HB Saanin mengembangkan pelayanan Non Jiwa yang menunjang pelayanan jiwa
prima
12. Konsumsi/asupan zat gizi yang masih rendah di tambah dengan adanya penyakit
infeksi yang mendorong balita kekurangan gizi/menjadi gizi buruk
13. Akses layanan yang terhambat karena terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan dan hambatan dalam sistem rujukan untuk penyakit tertentu
14. Pola hidup yang tidak sehat menyebabkan peningkatan risiko penyakit menular
15. Ketersediaan obat dan logistik program yang belum terpenuhi secara terus menerus
16. Pelayanan Rumah Sakit yang bermutu adalah pelayanan yang sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan Pelayanan yang bermutu adalah harapan dari pasien dalam
memperoleh pelayanan, untuk itu standarisasi Rumah sakit merupakan isu yang
strategis yang perlu dikembangkan melalui akreditasi Rumah Sakit

3. Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat


1. Belum Optimalnya Penegakan Peraturan Daerah
2. Masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menciptakan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat
3. Penyelenggaraan perlindungan masyarakat belum optimal
4. Masih terjadinya perbuatan maksiat di Provinsi Sumatera Barat
5. Pelaksanaan tata pemerintahan yang belum maksimal dan kurangnya sumber daya
aparatur mengikuti pendidikan dan pelatihan

4. Urusan Sosial
Permasalahan Kesejahteraan Sosial
1. Terbatasnya penyediaan aksesibilitas pelayanan
2. Terbatasnya penyediaan aksesibilitas dalam pemberdayaan partisipasi masyarakat
3. Terbatasnya akssesibilitas dalam pemberdayaan partisipasi masyarakat

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-55
4. Daya dukung dinas sosial kab/kota yang belum optimal dalam mengembangkan nilai
kesetiakawanan social

5. Urusan Tenaga Kerja


Permasalahan utama ketenagakerjaan yang masih dihadapi Provinsi Sumatera Barat
adalah pengangguran, yang antara lain disebabkan (1) tidak imbangnya pertumbuhan
angkatan kerja dengan kesempatan kerja, (2) terbatasnya kesempatan kerja yang dipengaruhi
oleh pertumbuhan ekonomi, (3) masih rendahnya kualitas pencari kerja, (4) kesenjangan
persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja, dan (5) motivasi dan jiwa
kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru masih rendah.
Daya saing produktifitas tenaga kerja di Sumatera Barat relatif rendah. Salah satu
penyebab utamanya adalah tingkat pendidikan tenaga kerja yang masih rendah, jumlah
pencari kerja lebih besar dari peluang kesempatan kerja. Kesenjangan antara keterampilan
pencari kerja dan kompetisi yang dibutuhkan pasar masih ada.
Provinsi Sumatera Barat memiliki 12 BLK yakni: BLKI Padang, BLK Padang Panjang, BLK
Payakumbuh, BLK Pariaman, BLK Lubuk Sikaping, BLK Sungai Dareh, BLK Solok, BLK Solok
Selatan, BLK Painan, BLK Sijunjung, BLK Tanah Datar dan BLK Agam. Jurusan yang tersedia
pada masing masing BLK yakni : 8 jurusan kecuali BLK Lubuk Sikaping yakni 5 Jurusan dan
BLK Sijunjung 4 jurusan. Kondisi tenaga instruktur Balai Latihan Kerja (BLK) di Sumatera Barat
dari sisi jumlah bervariasi, secara idealnya dari 12 BLK tersebut jumlah instrukturnya sesuai
dengan kapasitas adalah 192 orang namum tenaga instruktur yang ada adalah sebanyak 147
orang (dengan rincian 106 orang sudah pendidikan dasar, 26 orang sedang pendidikan dasar
dan 15 orang belum pendidikan dasar), kekurangan instruktur 38 orang. Di samping BLK,
pemerintah Sumatera Barat juga mempunyai 320 Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS).
Dari 320 ini baru 107 LPKS yang sudah terakreditasi yang secara aturan dapat melakukan
pelatihan berbasis kompetensi. Dengan kondisi inilah Sumatera Barat belum dapat
menyelenggarakan Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) secara optimal.

6. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


1. Masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan dan
anak korban kekerasan
2. Masih banyaknya kekerasan terhadap perempuan dan anak
3. Belum tersedia data yang representatif tentang kekerasan terhadap perempuan dan
anak
4. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
yang berbasis Unit Pelayanan Terpadu belum berjalan terpadu
5. Kasus tindak pidana perdagangan orang semakin meningkat
6. Masih tingginya permasalahan tenaga kerja perempuan dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja Perempuan masih jauh lebih rendah dari laki-laki
7. Terbatasnya pusat krisis terpadu (PKT) dan Gugus Tugas TPPPO untuk
penanggulangan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan
perdagangan orang
8. Keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan, maupun peran
dan partisipasi perempuan dalam politik belum maksimal
9. Belum memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber
daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis
kelamin dalam siklus pembangunan
10. Masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG
dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-56
11. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang layanan menjadi salah satu penyebab
kasus kekerasan terhadap anak tidak mendapatkan penanganan sebagaimana
mestinya
12. Anak berkebutuhan khusus (ABK) belum ditangani dengan baik, pengetahuan yang
terbatas dari keluarga/orangtua yang memiliki ABK
13. Belum optimalnya serta belum sinerginya penuntasan permasalahan sosial anak
mencakup area yang cukup luas dan merupakan isu lintas sektor, antara lain anak
mengalami eksploitasi ekonomi (pekerja anak), anak korban penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif, anak dalam keadaan darurat (konflik, bencana,
pengungsian), anak terlantar, anak dengan HIV/AIDs, perkawinan usia anak dan anak
di daerah minoritas/terisolasi
14. Masih kurangnya kapasitas lembaga perlindungan anak dalam mengimplementasikan
berbagai perundang-undangan dan kebijakan yang ada
15. Masih tingginya angka usia pernikahan anak,
16. Terbatasnya lembaga konsultasi bagi orang tua dalam pengasuhan anak
17. Belum semua provinsi dan kabupaten/kota memfasilitasi partisipasi anak dalam bentuk
Forum Anak
18. Belum semua kabupaten/kota menginisiasi menuju Kota Layak Anak dan rendahnya
komitmen dan pemahaman terhadap kota layak anak
19. Belum optimalnya koordinasi penyusunan dan pemanfaatan data terpilah termasuk
data anak

7. Urusan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil


Pentingnya dukungan sarana dan prasarana di bidang penyelenggaraan adminsitrasi
kependudukan dan catatan sipil terutama mencapai tujuan nasional penerapan kartu tanda
penduduk yang berbasis nomor induk kependudukan dan kegiatan lain yang bertujuan untuk
penataan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.

8. Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa


1. Masih tingginya Angka Kemiskinan di Sumatera Barat, dan kurangnya koordinasi antar
OPD, Swasta maupun Stakeholders dalam penanaganan kemiskinan
2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan cenderung menurun, bahkan menganggap
bahwa pembangunan adalah tugas Pemerintah
3. Masih tingginya angka penggangguran dan angka ketergantungan sebagai akibat
kurangnya lapangan pekerjaan dan rendahnya kopetensi masyarakat dalam berusaha
4. Masih banyaknya Nagari/Desa tertinggal di Sumatera Barat
5. Masih minimnya Nagari/Desa dan Kelurahan di Sumatera Barat memfungsikan
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam pelaksanaan kegiatan dari seluru
SKPD, Swasta dan Stakeholders di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
6. Lemahnya kemampuan/kapasitas lembaga perkreditan simpan pinjam yang di kelola
oleh masyarakat dalam mendorong berkembangnya usaha mikro
7. Kelembagaan Pemberdayaan masyarakat sebagai mitra Pemerintahan Nagari dalam
proses pembangunan belum berfungsi dan difungsikan
8. Masih rendahnya kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam penguasaan
Teknologi Tepat Guna sehingga belum mampu menunjang penguatan ekonomi
masyarakat
9. Belum teridentifikasi dan terinfentarisasinya kebutuhan Teknologi Tepat Guna bagi
masyarakat baik teknologi baru maupun modifikasi teknologi
10. Pemanfaatan teknologi masih terbatas pada beberapa Nagari/Desa dan Kelurahan
yang relatif dekat dengan pusat-pusat fasilitas seperti kecamatan, kabupaten
sedangkan nagari dan kelurahan yang relatif jauh dari pusat fasilitas berbagai usaha
masih di tangani secara konvesional/tradisional

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-57
9. Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
1. Masih lemahnya komitmen dan dukungan stakeholders terhadap Program
Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), terkait
kelembagaan, kebijakan, perencanaan program dan penganggaran
2. Masih tingginya jumlah anak yang diinginkan dari setiap keluarga, yaitu sekitar 2,7
sampai dengan 2,8 anak atau di atas angka kelahiran total sebesar 2,6 (SDKI 2012),
angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2002 (TFR 2,6; SDKI 2002-2003)
3. Pelaksanaan advokasi dan KIE belum efektif, ditandai dengan pengetahuan tentang KB
dan alat kontrasepsi sangat tinggi (98% dari Pasangan Usia Subur/PUS), namun tidak
diikuti dengan perilaku untuk menjadi peserta KB 57,9% (SDKI 2012);
4. Masih terjadinya kesenjangan dalam memperoleh informasi tentang program KKBPK
baik antar provinsi, antara wilayah perdesaan-perkotaan maupun antar tingkat
pendidikan dan pengeluaran keluarga
5. Pelaksanaan advokasi dan KIE mengenai KB yang belum responsif gender, tergambar
dengan masih dominannya peran suami dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB
6. Angka pemakaian kontrasepsi cara modern tidak meningkat secara signifikan,
7. Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi, yaitu sebesar 8,5
persen atau 11,4 persen apabila dengan menggunakan metode formulasi baru
8. Masih terdapat kesenjangan dalam kesertaan ber-KB (contraceptive prevalence
rate/CPR) dan kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need), baik antar
provinsi, antar wilayah, maupun antar tingkat pendidikan, dan antar tingkat
pengeluaran keluarga
9. Tingkat putus pakai penggunaan kontrasepsi (drop out) masih tinggi, yaitu 27,1
persen
10. Penggunaan alat dan obat Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non MKJP) terus
meningkat dari 46,5 persen menjadi 47,3 persen (SDKI 2007 dan 2012), sementara
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9 persen
menjadi 10,6 persen (atau 18,3 persen dengan pembagi CPR modern)
11. Rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar 2,0 persen (SDKI 2007 dan 2012);
12. Kualitas pelayanan KB (supply side) belum sesuai standar, yaitu berkaitan dengan
ketersediaan dan persebaran fasilitas kesehatan/klinik pelayanan KB, ketersediaan dan
persebaran tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, kemampuan bidan
dan dokter dalam memberikan penjelasan tentang pilihan metode KB secara
komprehensif termasuk mengenai efek samping alokon dan penanganannya, serta
komplikasi dan kegagalan
13. Belum optimalnya ketersediaan dan distribusi alokon di fasilitas kesehatan
(faskes)/klinik pelayanan KB (supply chains)
14. Angka kelahiran pada perempuan remaja usia 15-19 tahun masih tinggi, yaitu 48 per 1
000 perempuan usia 15-19 tahun (SDKI 2012), dan remaja perempuan 15-19 tahun
yang telah menjadi ibu dan atau sedang hamil anak pertama meningkat dari sebesar
8,5 persen menjadi sebesar 9,5 persen (SDKI 2007 dan SDKI 2012)
15. Masih banyaknya perkawinan usia muda, ditandai dengan median usia kawin pertama
perempuan yang rendah yaitu 20,1 tahun (usia ideal pernikahan menurut kesehatan
reproduksi adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi pria)
16. Terdapat kesenjangan dalam pembinaan pemahaman remaja tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) yang tergambar pada tingkat kelahiran remaja (angka
kelahiran remaja kelompok usia 15-19 tahun)
17. Tingginya perilaku seks pranikah di sebagian kalangan remaja, berakibat pada
kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi
18. Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih
rendah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-58
19. Cakupan dan peran Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M)
belum optimal
20. Pengetahuan orang tua mengenai cara pengasuhan anak yang baik dan tumbuh
kembang anak masih rendah
21. Partisipasi, pemahaman dan kesadaran keluarga/orang tua yang memiliki remaja
dalam kelompok kegiatan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga masih
rendah
22. Kualitas hidup Lanjut usia (lansia) dan kemampuan keluarga dalam merawat lansia
masih belum optimal
23. Pelaksanaan program ketahanan dan kesejahteraan keluarga akan peran dan fungsi
kelompok kegiatan belum optimal dalam mendukung pembinaan kelestarian
kesertaanber-KB
24. Kelompok Kegiatan/Pokta, yang terdiri dari: Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga
Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera (UPPKS) belum optimal dalam memberikan pengaruh kepada
masyarakat akan pentingnya ber-KB/pelestarian Peserta KB Aktif (PA)
25. Komitmen dan dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan
pembangunan bidang KKB masih rendah, yaitu kurangnya pemahaman pemerintah
pusat dan daerah tentang program KKBPK, dan belum semua kebijakan perencanaan
program dan penganggaran yang terkait dengan bidang KKB dimasukan dalam
perencanaan daerah, serta peraturan perundangan yang belum sinergis dalam
penguatan kelembagaan pembangunan bidang KKB

10. Urusan Kepemudaan dan Olahraga


1. Rendahnya Pendidikan dan Keterampilan Pemuda
2. Tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka
3. Rentannya Karakter dan Jati Diri Pemuda
4. Rendahnya Keikutsertaan Pemuda dalam Kepramukaan
Bidang Olahraga :
1. Terbatasnya sarana dan prasarana olahraga
2. Rendahnya Kualitas Atlit dan Pelatih
3. Terbatasnya SDM Olahraga pada Sektor Pendidikan
4. Rendahnya kompetisi Olahraga
5. Rendahnya apresiasi terhadap Atlit dan Pelatih yang berprestasi

11. Urusan Kebudayaan


Secara umum permasalahan di sektor kebudayaan antara lain :
1. Semakin lunturnya nilai-nilai budaya di masyarakat
2. Semakin turunnya minat generasi muda terhadap budaya daerah
3. Belum optimalnya pelestarian nilai-nilai budaya dalam penyelamatan asset budaya
4. Nilai-nilai budaya lokal sebagai penghambat modernisasi
5. Belum optimalnya promosi budaya
6. Minimnya apresiasi seni dan kreatifitas karya budaya
7. Pembinaan lembaga adat
8. Pembinaan kesenian tradisonal
9. Pembinaan sejarah lokal
10. Penetapan dan pengelolaan cagar budaya
11. Pengelolaan museum daerah
12. Belum teriventarisasinya data budaya local termasuk lembaga, aset, SDM pelaku adat,
seni dan budaya

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-59
12. Urusan Perpustakaan
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dalam memberikan pelayanan publik setiap
harinya dan layanan pada hari libur dan Sabtu dan Minggu, Motivasi dan Moralitas PNS
dalam melakukan pelayanan sepenuh hati dan quick responsive masih rendah.
2. Kurangnya kajian dan analisa dalam memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan budaya baca ataupun
kajian dan analisa kebutuhan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk pencapaian sasaran.
3. Jumlah SDM di layanan umum sebanyak 8 orang sementara standar kebutuhan SDM
di layanan adalah sebanyak 24 orang.
Selanjunya untuk Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, terkait dengan pemeliharaan
bahan pustaka dalam bentuk koleksi karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam dalam
berbagai bentuk pada Perpustakaan Provinsi sesuai dengan pasal 12 undang–undang no
43 Tahun 2007 tentang perpustakaan berbunyi : 1) Koleksi perpustakaan diseleksi,
diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka
dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, (2)
Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan standar nasional perpustakaan, maka yang menjadi permasalahan adalah
sampai saat ini belum terakomodir di dalam Renstra.

13. Urusan Kearsipan


Terbatasnya ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya.

14. Urusan Komunikasi dan Informatika


1. Masih kurang optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
2. Belum meratanya akses informasi di kabupaten kota
3. Masih terbatasnya prasarana komunikasi dan informatika yang berdaya saing
khususnya akses pitaleb
4. Belum terintegrasinya sistem komunikasi dan informatika instansi pemerintah

15. Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang


Permasalahan urusan pekerjaan umum dan penataan ruang antara lain:
1. Masih tingginya tingkat kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, irigasi maupun
infrastruktur pengendali daya rusak air, hal ini berpengaruh terhadap tingginya biaya
pembangunan, operasional dan pemeliharaan yang harus dianggarkan
2. Belum terpadunya pengelolaan infrastruktur, baik untuk pengelolaan sumber daya air
maupun penanganan sistem dan jaringan jalan kabupaten, kota, provinsi dan nasional
3. Masih banyak ditemui kendala pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur
sehingga menghambat upaya percepatan pembangunan infrastruktur
4. Masih rendahnya pemahaman dan keterlibatan masyarakat serta swasta dalam
pembangunan dan pengelolaan infrastruktur
5. Masih banyaknya masyarakat yang menempati rumah tidak layak huni yang tidak
didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai,
6. Masih rendahnya akses terhadap air minum dan sanitasi (air limbah, pengelolaan
sampah dan drainase)
7. Belum optimalnya sistim perencanaan penyediaan air minum dan penanganan sampah
serta terbatasnya pendanaan untuk mendukung keseluruhan aspek penyediaan air
minum dan pengelolaan sampah
8. Masih belum optimalnya penataan bangunan dan lingkungan serta kawasan
pemukiman
9. Masih terkendalanya legalisasi rencana tata ruang
10. Masih ditemui pelaksanaan pembangunan tidak mengacu kepada Rencana Tata Ruang

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-60
16. Urusan Pangan
1. Terbatasnya kapasitas produksi pangan daerah yang disebabkan oleh Berkurangnya
lahan pertanian produktif karena alih fungsi lahan untuk perumahan dan peruntukan
lainnya; Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada proses produksi, penanganan
hasil panen dan pengolahan serta pemasaran hasil pertanian, masih menjadi kendala
yang menyebabkan penurunan kemampuan penyediaan pangan
2. Diversifikasi pangan masyarakat maka ketergantungan pada pangan beras sampai
saat ini konsumsi beras per kapita masih tergolong tinggi, yaitu sekitar (107,68
Kg/kapita/tahun) perlu diseimbangkan minimal sama dengan rata-rata nasional
dengan metode pola penganekaragaman konsumsi pangan (skor pola pangan
harapan)
3. Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagian besar masyarakat masih rendah
yang dicirikan dengan pola konsumsi pangan yang belum beragam, bergizi, seimbang
dan aman
4. Masih ditemukan pangan yang belum aman dikonsumsi terutama pangan yang aman,
sehat, utuh dan halal atau asuh,antara lain (1) masih terdapat pangan yang beredar
belum memenuhi standar keamanan pangan, (2) penambahan pengawet pada bahan
makanan (sept Formalin), (3) dari udara yang tercemar oleh gas dan debu knalpot
kendaraan bermotor,(4) masih banyak pangan tidak segar beredar di pasaran, dan (5)
lahan untuk produksi pangan utama terkontaminasi pestisida yang berlebihan
5. Masih ada daerah yang mengalami kerawanan pangan yang disebabkan (1)
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum dan (2) ketersedian
pangan untuk penanganan daerah rawan pangan belum optimal
6. Pendistribusian pangan belum merata kepada masyarakat terutama miskin,peta
distribusi pangan strategis yang akurat masih terbatas
7. Tidak stabilnya harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran hasil-hasil pangan
disebabkan belum ada jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali gabah/beras
8. Belum terpenuhinya kondisi pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau
9. Belum berperannya kelembagaan pangan secara baik dalam menyangga kestabilan
distribusi dan harga pangan

17. Urusan Pertanahan


Permasalahan yang selalu menjadi perhatian adalah penyelesaian kasus pengadaan
tanah untuk kepentingan umum, di mana selalu terjadi ketidaksepakatan harga atas tanah
atau ketidakjelasan kepemilikan tanah.

18. Urusan Lingkungan Hidup


Permasalahan Urusan Lingkungan Hidup :
1. Menurunnya kualitas air sungai segmen perkotaan
2. Penurunan kualitas air Danau
3. Peningkatan Limbah padat (sampah)
4. Belum terkelolanya Limbah B3 dan limbah cair Rumah Sakit serta Hotel
5. Sering terjadinya bencana Banjir, longsor dan kebakaran hutan
6. Terjadinya kerusakan terumbu karang dan padang lamun
7. Alih fungsi lahan dan Kerusakan Hutan
8. Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
9. Peningkatan Lahan kritis

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-61
19. Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan (BPBD)
Permasalahan di Kebencanaan
1. Banyaknya macam kebencanaan di Sumatera Barat
2. Masih kurangnya kapasitas kelembagaan di daerah
3. Masih kurangnya data dan informasi kebencanaan
4. Masih kurangnya sarana dan prasarana pengurangan kebencanaan

20. Urusan Perhubungan


Permasalahan urusan perhubungan antara lain:
1. Masih rendahnya kualitas pelayanan transportasi, yang disebabkan oleh belum
terbentukya kelembagaan pelayanan transportasi yang baik, belum maksimalnya
pemberian subsidi terhadap pelayanan transportasi, belum optimalnya pengawasan
standar pelayanan transportasi serta belum memadainya kualitas SDM dalam
perencanaan dan pengelolaan layanan tranportasi
2. Belum maksimalnya Jangkauan Pelayanan Sarana Transportasi dalam Membangun
Konektifitas Wilayah. Belum semua daerah kabupaten/kota memiliki transportasi
publik, di samping itu belum adanya keterpaduan intra dan antar modal transportasi
3. Masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas
4. Masih belum terwujudnya transportasi yang ramah lingkungan

21. Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah


Permasalahan utama adalah
1. Rendahnya tingkat partisipasi anggota dalam pengembangan kegiatan usaha koperasi
2. Rendahnya daya saing produk koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah dalam hal
kecepatan penguasaan teknologi dengan produk permintaan pasar (kepemilikan
sertifikat strandarisasi, jaminan mutu produk UMKM dan inovasi masih terbatas)
3. Rendahnya inovasi dan pengembangan produk
4. Struktur koperasi yang melakukan RAT masih rendah
5. Rendahnya kemampuan akses permodalan bagi koperasi dan UKM kepada sumber-
sumber pembiayaan Kredit UMKM
6. Kemitraan lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan dalam pembiayaan
koperasi dan umkm belum sepenuhnya terwujud
7. Terbatasnya akses pemasaran produk UMKM ke konsumen
8. Terbatasnya kelembagaan peningkatan kapasitas UMKM dalam menumbuhkan
wirausaha baru (inkubator bisnis)
9. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola koperasi dan UMKM serta
masih tingginya jumlah koperasi tidak aktif

22. Urusan Penanaman Modal


Permasalahan utama adalah
1. Masih tingginya kesenjangan (lag) investasi antara ijin prinsip dan realisasi investasi
2. Kurang kondusifnya iklim & minat investasi
3. Kurangnya dokumen informasi infestasi seperti (FS, DED, dan lainnya) dalam satu
tahun hanya disusun 2 FS

2. 3. 2. 2 Urusan Pilihan
1. Urusan Transmigrasi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-62
1. Penempatan transmigrasi tenaga kerja sering tertunda karena proses
pembangunannya banyak terkendala
2. Masih rendahnya kemampuan masyarakat transmigran dalam pengembangan sosial
budaya dan sosial ekonomi
3. Pelaksanaan program transmigrasi belum optimal

2. Urusan Kelautan dan Perikanan


1. Kualitas dan kuantitas benih dan induk masih rendah
2. Harga pakan ikan pabrikan tinggi
3. Menurunnya potensi ikan tangkap di perairan laut Sumatera Barat
4. Belum optimalnya sarana dan prasarana perikanan dan pelabuhan perikanan
5. Mutu dan pengolahan hasil produk perikanan masih rendah
6. Penanganan mutu komoditas ekspor dengan Cold Chain System (CCS) belum
optimal
7. Masih maraknya kegiatan illegal unreported dan unregulated fishing
8. Konsumsi ikan masyarakat masih potensial untuk ditingkatkan
9. Kualitas SDM (nelayan dan pembudidaya ikan) yang masih perlu ditingkatkan
10. Kurangnya kapasitas kelembagaan produksi dan pemasaran
11. Keterbatasan tenaga penyuluh

3. Urusan Pariwisata
1. Masih terbatasnya sarana prasarana pendukung destinasi wisata
2. Belum terintegrasinya paket dan ikon wisata sehingga berdampak terhadap rendahnya
daya saing wisata
3. Belum maksimalnya kelembagaan pengelolaan pariwisata
4. Belum optimalnya tata kelola wisata, ditandai masih kurangnya koordinasi antar
stakeholder terkait dan minimnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan wisata
5. Masih terbatasnya pengembangan ekonomi kreatif
6. Masih lemahnya promosi dan informasi pariwisata, termasuk dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk peningkatan promosi (advertising) dan pemasaran (selling)
7. Masih belum optimalnya investasi sektor wisata

4. Urusan Pertanian
1. Daya saing produk pertanian relatif masih rendah
2. Belum berkembangnya nilai tambah produk pertanian
3. Produktivitas, pertanian, perkebunan dan populasi peternakan dan perikanan masih
perlu peningkatan
4. Aksesibilitas petani terhadap sarana produksi, pemasaran dan permodalan terbatas
5. Masih tingginya kehilangan hasil produksi pertanian
6. Masih ditemui permasalahan Ketersediaan dan keterjangkauan sarana produksi
sepertibibit, pupuk, obat-obatan, pakan ternak
7. Belum optimalnya sarana dan prasarana UPTD pertanian
8. Rendahnya kemampuan petani dalam akses teknologi, informasi, pasar dan
permodalan
9. Masih banyak Kelembagaan petani yang belum berbentuk badan hukum (90%)
10. Masih terbatasnya tenaga penyuluh pertanian serta kuantitas dan kualitas tenaga
penyuluh polivalen masih kurang

5. Urusan Kehutanan
1. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan konflik penggunaan kawasan hutan
masih sangat tinggi

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-63
2. Keberadaan kawasan hutan (termasuk batas-batasnya) belum seluruhnya diakui oleh
para pihak/masyarakat
3. Belum tersedianya data hasil potensi kawasan hutan (flora dan fauna) sebagai dasar
perencanaan
4. Belum tersedianya data kondisi dan potensi kawasan hutan (baik kayu dan non kayu)
sebagai dasar penyusunan rencana makro kehutanan
5. Semakin luasnya kerusakkan hutan dan ternganggunya fungsi hutan
6. Berkurangnya sumber daya bahan baku untuk industri
7. Masih kurangnya kapasitas kelembagaan
8. Masih kurangngnya penegakan hukum
9. Masih kurangnya data dan informasi kehutanan

6. Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral


1. Masih rendahnya tingkat penggunaan dan pengembangan energi terbarukan
(renewable energy) untuk memenuhi kebutuhan energi yang cenderung meningkat
untuk segala sektor
2. Belum memadainya ketersediaan dan keterjangkauan infrastruktur kelistrikan di
sebagian besar daerah terisolir/terpencil/perbatasan
3. Terbatasnya pendanaan/investasi baik dari Pemerintah maupun swasta untuk
pengembangan potensi energi baru terbarukan
4. Hampir semua proses perizinan sektor energi dan sumber daya mineral sebelumnya
berada di kabupaten kota
5. Masih rendahnya Ratio Elektrifikasi dan cakupan layanan listrik
6. Banyaknya potensi energi baru terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal
7. Pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang bersumber dari energi baru dan
terbarukan masih terbatas
8. Masih terjadi kelangkaan BBM dan LPG bersubsidi terutama di wilayah kepulauan
9. Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi sumber daya mineral yang cukup besar
tetapi belum dimanfaatkan secara optimal
10. Banyak potensi mineral, dan bahan galian kontruksi yang belum diketahui nilai
depositnya secara akurat
11. Belum dimanfaatkannya sumber daya mineral, air tanah dan panas bumi secara
maksimal
12. Banyaknya pemegang IUP tidak memenuhi kewajibannya dalam melaksanakan
kegiatan usaha pertambangan mineral
13. Kontribusi sektor pertambangan pada PDRB masih rendah
14. Belum maksimalnya peningkatan nilai tambah hasil tambang
15. Belum semua pemegang IUP memenuhi kewajibannya serta menerapkan
pemberdayaan masyarakat
16. Masih terdapat pengelolaan kegiatan usaha pertambangan yang belum sesuai dengan
kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar
17. Kerusakan lahan dan pencemaran lingkungan akibat kegiatan pertambangan tanpa
izin (PETI) yang tersebar di Kabupaten/Kota
18. Sulitnya dilakukan penertiban terhadap kegiatan PETI yang dilakukan masyarakat
dikarenakan penambangan tanpa izin di beberapa daerah dilakukan oleh masyarakat
setempat dan sudah menjadi mata pencaharian
19. Belum tersedianya data dan informasi mengenai pengolahan air tanah,
20. Potensi air tanah di Sumatera Barat cukup besar tetapi penyediaan air bersih
bersumber dari pengeboran air tanah untuk kebutuhan masyarakat di daerah sulit air
belum maksimal dilaksanakan
21. Banyaknya permintaan masyarakat yang tinggal di daerah sulit air bersih untuk
dibangunkan sumur bor, tetapi belum semuanya dapat dipenuhi

7. Urusan Perdagangan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-64
1.Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor
2.Terbatasnya sarana perdagangan dan distribusi
3.Belum optimalnya jaringan pasar dalam dan luar negeri
4.Kurangnya promosi dan kerjasama ekonomi antar swasta dengan swasta maupun
swasta dengan pemerintah serta pemerintah dengan pemerintah
5. Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya beli
6. Masih lemahnya pengawasan tata niaga komoditas dan jasa yang diperdagangkan
Surplus Neraca Perdagangan mengalami penurunan
7. Belum efisiensinya arus barang dan konektivitas (logistik, distribusi, dan fasilitasi
perdagangan)
8. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen serta belum optimalnya pengawasan
barang dan jasa
8. Urusan Perindustrian
1. Inovasi dan diversifikasi produk industri mikro kecil masih rendah;
2. Kapasitas SDM dan Penguasaan teknologi rendah;
3. Masih rendanya daya saing, kualitas dan design produk
4. Hambatan peningkatan efisiesi produksi,
5. Masih banyak produk industri mikro kecil dan menegah yang belum memenuhi
standarisisai dan sertifikasi
6. Keterbatasan akses pembiayaan untuk pengembangan industry
7. Masih terbatasnya jejaring kerjasama pemasaran produk industri, terutama industri
rumah tangga

2. 3. 2. 3 Fungsi Penunjang Urusan Pemerintahan


1. Fungsi Perencanaan
Adapun permasalahan penyelenggaraan fungsi perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Terbatasnya ketersediaan dan belum optimalnya pemanfatan SDM Perencana baik
secara kuantitas dan kualitas
2. Belum optimalnya penyelenggaraan proses perencanaan menggunakan aplikasi
berbasis teknologi informasi
3. Belum optimalnya pemanfaatan data sebagai analisis untuk perencanaan
pembangunan
4. Belum optimalnya kegiatan pengendalian dan evaluasi program/kegiatan
pembangunan yang dilakukan dan pemanfaatannya sebagai dasar penyusunan
perencanaan yang akan datang
5. Belum optimalnya pengintegrasian sistem informasi perencanaan dengan sistem
informasi penganggaran dan sistem informasi pengendalian, monitoring dan evaluasi

2. Fungsi Kepegawaian
Adapun permasalahan penyelenggaraan fungsi kepegawaian adalah sebagai berikut:
1. Manajemen kepegawaian yang belum dilaksanakan secara optimal untuk
meningkatkan profesionalisme
2. Alokasi dalam hal kuantitas dan distribusi PNS yang belum seimbang
3. Masih rendahnya tingkat pendayagunaan aparatur setelah diklat teknis dan fungsional
4. Ketersediaan data PNS yang belum lengkap dan terkini (up to date)

5. Rendahnya kapasitas aparatur Rendahnya kinerja pegawai dan organisasi


Pemerintah melakukan pembenahan manajemen kinerja pada birokrasi pemerintah
melalui penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
Implementasi SAKIP dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas
akuntabilitas kinerja, dan penerapan manajemen berbasis kinerja

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-65
6. Tingkat produktivitas PNS masih rendah
7. Tingkat kedisiplinan aparatur yang belum maksimal
8. Tunjangan kinerja belum sepenuhnya dikaitkan dengan prestasi kerja dan beban kerja
serta belum seragam di antara masing-masing aparatur
9. Kualitas pelayanan publik yang masih rendah

3. Fungsi Pendidikan dan Pelatihan


1. Penyelenggaraan evaluasi pendidikan dan pelatihan aparatur belum dilaksanakan
secara konsisten dan berkelanjutan.
2. Penyelenggaran Pengembangan Sumber Daya Manusia aparatur belum sepenuhnya
berbasis kompetensi sesuai kebutuhan yang nyata
3. Rendahnya waktu lama diklat yang diikuti aparatur
4. Belum maksimalnya upaya pengembangan Widyaiswara
5. Masih kurangnya sumber daya kediklatan yang modern dan profesional
6. Belum optimalnya analisis kebutuhan diklat
7. Belum adanya sistem informasi kediklatan

4. Fungsi Penelitian dan Pengembangan


Adapun permasalahan penyelenggaraan fungsi penelitian dan pengembangan adalah
sebagai berikut:
1. Belum optimalnya SDM kelitbangan baik secara kuantitas, kapasitas maupun kualitas
2. Sarana dan prasarana kelitbangan yang masih minim
3. Jaringan kelitbangan yang masih terbatas
4. Minimnya pemanfaatan hasil penelitian dalam pengambilan kebijakan
5. Minimnya fasilitasi penyaluran hasil inovasi teknologi kepada pengguna

5. Fungsi Pengawasan
1. Hasil Koordinasi pengawasan berupa Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
belum dapat sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten
2. Rendahnya respon auditan untuk menindaklanjuti temuan hasil pemeriksaan
Inspektorat Provinsi Sumatera Barat
3. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah belum berjalan sebagaimana mestinya
4. Jumlah dan kualitas aparat pengawas yang profesional belum memadai Keterbatasan
tenaga/aparat pengawas yang profesional sangat mempengaruhi kinerja dan kualitas
pengawasan
5. Masih rendahnya upaya peningkatan integritas dalam penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih, terutama pada upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi
6. Fokus pengawasan masih pada pemeriksaan (audit) pertanggungjawaban keuangan
sehingga membutuhkan perubahan paradigma pengawasan menuju akuntabilitas
kinerja

6. Fungsi Lainnya
1) Sekretariat DPRD
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara lain :
1. Belum optimalnya pemanfaatan sarana teknologi informasi yang tersedia
2. Masih lemahnya kualitas dan kuantitas koordinasi, integrasi, sinkronisasi tugas
dan fungsi DPRD dengan lembaga pemerintahan daerah dan lembaga sosial
kemasyarakatan lainnya termasuk LMS
3. Masih rendahnya dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-66
4. Belum optimalnya ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan parasarana serta
pengembangan kelembagaan kesekretariatan DPRD untuk mengantisipasi
hambatan hambatan eksternal dalam rangka perwujudan Reformasi Birokrasi
secara menyeluruh
5. Peningkatan hubungan yang hamonis dengan DPRD untuk mewujudkan
pelayanan terhadap penyaluran aspirasi masyarakat secara dinamis dan
demokratis

2) Bina Mental dan Kesra


1. Lemahnya koordinasi bidang kesejahteraan masyarakat, kebudayaan, agama,
pendidikan, serta pemuda dan olahraga baik antar instansi pemerintah maupun
instansi non pemerintah
2. Kurangnya fasilitasi sarana dan prasarana pembangunan bidang keagamaan,
kebudayaan, pendidikan, pemuda dan olahraga serta kesejahteraan masyarakat
3. Kurangnya koordinasi dan fasilitasi penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat,
kebudayaan, agama, pendidikan serta pemuda dan olahraga
4. Kurangnya fasilitasi pengembangan organisasi bidang kesejahteraan masyarakat,
kebudayaan, agama, pendidikan serta pemuda dan olahraga
5. Kurang optimalnya pembinaan bidang keagamaan, kebudayaan, pendidikan,
pemuda dan olahraga serta kesejahteraan masyarakat

3) Organisasi
1. Ukuran organisasi tidak seimbang dengan beban urusan pemerintahan yang
dilaksanakan
2. Tumpang tindih tupoksi antar OPD
3. Masih ada organisasi dan tata kerja di kab/kota yang belum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Belum semua OPD Provinsi menyusun SOP sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan
5. Tata hubungan kerja dan ketatalaksanaan pemerintahan belum sesuai ketentuan
6. Belum semua OPD dan UPTD Prov serta kab / kota memahami dengan baik
tentang anjab, ABK, standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan
7. Belum tersusunnya standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan pada OPD
dan UPTD Provinsi maupun kab/kota
8. Masih belum sempurnanya pelaksanaan IKM PNS
9. Belum semuanya baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki Tim Sakip

4) Hukum
1. Masih perlunya Peningkatan kapasitas aparatur perancang kebijakan daerah
2. Masih perlunya kualitas aparatur dalam memberikan pendapat dan konsultasi
hukum bagi pemerintah daerah
3. Belum optimalnya kualitas produk hokum daerah

5) Penghubung
1. Kurang berfungsinya sarana dan prasarana promosi kebudayaan dan pariwisata
daerah Sumatera Barat
2. Belum optimalnya peran lembaga dalam pelayanan koordinasi dan protokoler di
Jakarta

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018 II-67

You might also like