You are on page 1of 8

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Tabel karakteristik sampel penelitian


Variabel f Mean %
Usia 39.76 100
≤40 tahun 14 - 56
>40 tahun 11 - 44
Jenis Kelamin
Laki-laki 25 - 100
Perempuan - - 0
Gejala ISPA
Ya 18 - 72
Tidak 7 - 28
Masa Kerja 25 14.12 100
≤14 tahun 12 - 48
>14 tahun 13 - 52
Pendidikan
≤SLTA 19 - 76
>SLTA 6 - 24
Pemakaian Masker
Sesuai SOP 9 - 36
Tidak Sesuai SOP 16 - 64
Kerja Penuh ≥8 jam/hari dalam 6 bulan
Ya 20 - 80
Tidak 5 - 20
Status Merokok
Perokok 17 - 68
Bukan Perokok 8 32
(Sumber: Data Primer)

Tabel 4.2 Tabel Hubungan Penggunaan Masker dengan Gejala ISPA


Gejala ISPA
Penggunaan
OR p-values
Masker Ya Tidak
f % F %
Sesuai 6 66.7 3 33.3 0,67 0,656
Tidak Sesuai 12 75 4 25
Pada tabel di atas tampak bahwa memakai atau tidak memakai masker sesuai

dengan SOP sama-sama dapat menyebabkan gejala ISPA. Walau demikian, dapat

dilihat bahwa persentase yang tidak memakai masker sesuai dengan SOP memiliki

gejala ISPA lebih tinggi daripada yang tidak memiliki gejala ISPA yaitu 75%. Untuk

yang memakai masker sesuai SOP dan gejala ISPA yang positif ada sebanyak 66,7%.

Kepatuhan memakai masker yang sesuai SOP ini dapat menjadi salah satu faktor

resiko timbulnya gejala ISPA pada seseorang, yaitu tampak dengan nilai OR 0,67,

namun hal ini tidak memiliki makna yang signifikan (p > 0.05).
Terlihat pada bahwa pengunaan masker sesuai SOP dapat menjadi salah satu

faktor resiko untuk timbulnya gejala ISPA pada pekerja pabrk PT Semen Padang (OR

0,67) namun hal ini tidak terlalu bermakna dalam menimbulkan gejala ISPA (p>0.05).

Adapun hubungan pemakaian masker dengan timbulnya gejala ISPA, penulis

menemukan adanya literatur yang menjelaskan bahwa penggunaan masker yang tidak

sesuai SOP dapat memengaruhi risiko seseorang terkena ISPA. Secara garis besar,

faktor risiko terjadinya ISPA pada seseorang terdiri atas faktor pencemaran,

karakteristik individu, perilaku pekerja, dan faktor lingkungan. Penggunan masker

pada pekerja termasuk dalam faktor perilaku pekerja bersama dengan merokok

(Sormin, 2012). Masker berfungsi untuk menghalangi partikel berbahaya yang dapat

masuk ke saluran pernapasan. Gas, uap, debu, atau udara yang mengandung polutan,

racun, dan substansi lain dapat mengganggu sisterm pernapasan seseorang karena

bersifat iritan. Zat iritan tersebut dapat mengganggu sistem pernapasan dan

menimbulkan penyakit kronik maupun akut. Penyakit kronik seperti silikosis,

asbestosis, dan paru obstruktif kronik. Penyakit akut dapat berupa ISPA, asma, dan
bronkitis akut. Oleh karena itu, penggunaan masker dapat menjadi alat pelindung

untuk mencegah manusia menghirup partikulat yang berbahaya bagi sistem

pernapasan. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang bermakna

penggunaan masker terhadap sistem pernapasan pekerja (Suryanta, 2009).


Berdasarkan pengamatan penulis, pekerja di bagian Semen Mill II/III dan

bagian PPI PT.Semen Padang sebagian besar tidak selalu menggunakan masker,

padahal bagan tersebut merupakan daerah kerja yang berdebu. Penggunaan masker

dapat mengurangi risiko paparan debu terhadap gangguan pernapasan. Hal ini

diperkuat oleh data penelitian dari department of preventive and social medicine

menyatakan dari 11 responden yang tidak disiplin menggunakan masker, delapan

diantaranya mengalami penurunan fungsi paru. Dari 11 responden yang disiplin

menggunakan masker, hanya dua orang yang mengalami penurunan fungsi paru

(Ambarwati, 2007).
Pencegahan dan penanggulangan dampak debu terhadap kesehatan pekerja

diperlukan pengawasan, evaluasi, dan perbaikan secara kontinyu pada langkah-

langkah keselamatan dan kesehatan kerja pada PT.Semen Padang. Langkah-langkah

yang memungkinkan yang dapat dilakukan berdasarkan pengendalian risiko adalah

dengan pengendalian administratif, modifikasi, dan penggunaan APD (Basti, 2014).


Untuk menghindari lamanya paparan pekerja dapat digunakan sistem shift dan

membatasi waktu lembur pekerja. Modifikasi tempat kerja yang aman dapat

diterapkan seperti memasang alat penghisap debu otomatis, alat pompa angin, dan

tersedianya ventilasi. Alat-alat ini harus dilakukan pengecekan secara berkala agar

dapat berfungsi optimal. Penggunaan APD terhadap debu pada pekerja seperti masker

harus sesuai dengan besar partikel debu di lingkungan kerja (Basti, 2014).
Tabel 4.3 Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA
Gejala ISPA
Masa Kerja OR p-values
Ya Tidak
f % F %
≤14 tahun 10 83,33 2 16,67 3,1 0,225
>14 tahun 8 61.54 5 38,46

Tabel diatas menyatakan bahwa p value antara masa kerja di PT.Semen

Padang dengan gejala ISPA tidak berhubungan yaitu 0,225. Penelitian lain juga

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan

gejala ISPA (Basti, 2014). Berbeda dengan penelitian lain yang menyatakan terdapat

hubungan bermakna antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru (Manoppo,

2015).
Pekerja di bagian Semen Mill II/III dan bagian PPI PT.Semen Padang pada

umumnya memiliki masa kerja yang bervariasi yaitu ada yang bekerja baru selama

satu tahun, ada yang sudah mencapai 34 tahun. Rerata masa kerja dapat

mempengaruhi gangguan sistem pernapasan sebesar 14,12 tahun. Masa kerja

menunjukkan sudah berapa lama pekerja bekerja sehingga dapat mengindikasikan

lama paparan debu di lingkungan kerja. Semakin lama pekerja terpapar dengan debu

di lingkungan kerja, maka terdapat risiko paparan debu tersebut mengendap di

saluran pernapasan sehingga dapat memunculkan reaksi radang, salah satunya ISPA

(Basti, 2014).

Tabel 4.4 Hubungan Merokok dengan Gejala ISPA


Gejala ISPA
Merokok OR p-values
Ya Tidak
f % f %
Perokok 11 68,75 5 31,25 0,63 0.629
Bukan Perokok 7 77.78 2 22.22

Berdasarkan tabel 4.4, didapatkan hasil bahwa pekerja yang memiliki

kebiasaan merokok dan mengalami gejala ISPA sebanyak 11 orang dengan persentase

68,75% dan pekerja dengan tidak mengalami gejala ISPA sebanyak 5 orang atau

31,25% dari total pekerja yang memiliki kebiasaan merokok. Pada pekerja yang

bukan perokok juga terdapat gejala ISPA sebanyak 7 orang dengan persentase

77,78%. Berdasarkan observasi, pekerja merokok pada saat jam istirahat dapat mudah

ditemui pada pekerja PT.Semen Padang yang berjenis kelamin laki-laki.


Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan peradangan saluran

pernapasan. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA sebanyak

2,2 kali, oleh karena itu perilaku merokok menjadi faktor risiko ISPA (Suryo, 2010).

Sebagian besar pekerja memiliki kebiasaan merokok dan merupakan perokok aktif.

Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan terdapat hubungan antara gejala ISPA

dan kebiasaan merokok pekerja. Namun, pada pekerja yang bukan perokok juga ada

yang mengalami gejala ISPA. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang dapat

mempengaruhi gejala ISPA selain dari merokok.


Adanya perokok aktif selain memahayakan perokok tersebut juga dapat

menimbulkan risiko kesehatan pada perokok pasif. Perusahaan sebaiknya mengatur

regulasi seperti menyediakan tempat khusus karyawan merokok di kawasan

PT.Semen Padang. Jikalau ada pekerja yang melanggar, yaitu merokok di tempat

yang tidak seharusnya, harus diberikan teguran dan sanksi dari pihak Safety, Health,

and Environment (SHE) PT.Semen Padang.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2007. Rancang bangun alat pemisah serabut dengan biji kapuk.

Surakarta. Warta Vol 10 No 2 September 2007.


Basti AM, 2014. Kadar debu total dan gejala ISPA ringan pada pekerja departemen

pemintalan di industri tekstil PT.unitex, tbk Bogor tahun 2014. Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.


Mannopo A, Kandou GD, Josephus J, 2015. Hubungan antara masa kerja dan

penggunaan alat pelindung diri (respirator) dengan kapasitas vital paru pada

petugas pemadam kebakaran di dinas pemadam kebakaran Kota Manado.

Pharmacon UNSRAT 4 (4): 295-302.


Sormin KR, 2012. Hubungan karakteristik dan perilaku pekerja yang terpajan debu

kapas dengan kejadian ISPA di PT.Unitex tahun 2011. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.


Suryanta N, 2009. Pengaruh pengendalian paparan debu pada pekerja pensortiran

daun tembakau di PT.X Kabupaten Deli, Serdang. Tesis. Universitas Sumatera

Utara.
Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan

You might also like