You are on page 1of 8

SISTEM HUKUM BARAT, SISTEM HUKUM ADAT, DAN SISTEM HUKUM

ISLAM MENUJU SEBAGAI SISTEM HUKUM NASIONAL


SEBUAH IDE YANG HARMONI

H. Mustaghfirin
Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang
E-mail: gus_rin@yahoo.co.id

Abstract

West Legal System follow the philosophy of legal positivism values conflict with the noble values of
the Indonesian nation, so there Gab between the law and people of Indonesia are regulated, System
of Customary Law in the values of certain indigenous communities whose territory reached 350
indigenous territories, and can only be believed by public socialized habits, and can not be validated
as a national law, and Islam as the Legal System is based on the attributes of God as "Asmaul Husna"
and diamalkan believed by the majority of individuals nationwide Indonesian society and tolerance
of permanent values believed by minority groups in Indonesia, therefore the system of Islamic law
that allows a system of national law in accordance with the personality of the Indonesian nation and
not betentangan with the values of Pancasila.

Keywords : Western Legal System, system of customary law, islamic legal system, the national
legal system, perspective of legal philosophy, harmony.

Abstrak

Sistem Hukum Barat mengikuti filosofi nilai-nilai positivisme hukum bertentangan dengan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia, sehingga ada Gab antara hukum dan rakyat Indonesia yang diatur, Sistem
Hukum Adat dalam nilai masyarakat adat tertentu yang wilayahnya mencapai 350 wilayah adat, dan
hanya dapat diyakini oleh kebiasaan masyarakat diamalkan publik, dan tidak dapat divalidasi sebagai
hukum nasional, dan Islam sebagai Sistem Hukum nilai didasarkan pada sifat-sifat Allah sebagai
"Asmaul Husna" dan diamalkan diyakini oleh mayoritas individu-individu masyarakat Indonesia secara
nasional dan toleransi permanen pada nilai-nilai yang diyakini oleh kelompok-kelompok minoritas di
Indonesia, oleh karena itu sistem hukum Islam yang memungkinkan suatu sistem hukum nasional
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan tidak betentangan dengan nilai-nilai Pancasila .

Kata Kunci : sistem hukum barat, sistem hukum adat, sistem hukum islam, sistem hukum nasional,
perspektif filsafat hukum, harmoni.

Pendahuluan di antara tujuan yang lainnya, akan tetapi


Filsafat hukum1 salah satu materinya setelah melihat realita bahwa dengan teorinya
adalah dibicarakan tentang tujuan hukum, dan tersebut Jerman di bawah kekuasaan Nazi
tujuan hukum diantaranya adalah keadilan, melegalisasikan praktik-praktik kekuasaanya
sebagaimana dikemukanan oleh Cicero. Gustav yang tidak berprikemanusiaan selama masa
Radbruch dari Jerman yang terkemuka menge- perang Dunia ke-2, dengan jalan membuat
mukakan tujuan hukum terdiri dari tiga hal, hukum (peraturan) yang mengesahkan praktik
yaitu: kepastian, keadilan dan kemanfaatan. kekejaman perang pada masa itu, kemudian
Pada awalnya beliau menyatakan bahwa tujuan Gustav Radbruch meralat teorinya itu dengan
hukum kepastian menempati posisi yang teratas menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan
hukum yang lainnya, dengan demikian keadilan
adalah tujuan hukum yang utama, karena hal
1
Kamrida, “Konsep Hukum Dalam Perspektif Filsafat”, itu sesuai dengan hakekat atau ontologi hukum
Bilancia Vol. 2 No. 2, Juli-Desember 2008, hlm. 219-223
90 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

itu sendiri, bahkan hukum dibuat untuk men- tukan sistem hukum nasional yang merupakan
ciptakan ketertiban dan kesejahteraan melalui integrasi dari tiga sistem hukum, yaitu sistem
hukum yang adil, yakni mengaturan kepen- hukum Islam, Sistem Hukum barat dan Sistem
tingan-kepentingan yang saling bertentangan Hukum Adat, karena penggabungan itu berarti
dengan seimbang sehingga setiap orang mem- penggabungan dari tiga nilai sistem hukum,
peroleh sebanyak mungkin apa yang menjadi padahal tiga nilai sistem hukum itu memiliki
bagiannya. Seluruh sejarah filsafat hukum se- landasan filosofis dan sosiologis yang berbeda-
lalu memposisikan yang istimewa kepada ke- beda, dalam kata lain telah terjadi “talbisul
adilan sebagai tujuan hukum. haqqa bilbatil” (mencampur adukkan kebenar-
Keadilan merupakan persoalan yang fun- an dan kesesatan) dalam satu sistem hukum
damental dalam hukum. Kaum Naturalis me- nasonal, hal ini menimbulkan berbagai persoa-
ngatakan bahwa tujuan utama hukum adalah lan ketidak adilan dalam kehidupan berbangsa
keadilan, akan tetapi di dalam keadilan ada dan bernegara, oleh karena itu dalam makalah
sifat relativisme, karena sifatnya yang abstrak, ini akan berusaha mengungkap yang sebenarnya
luas, dan kompleks maka tujuan hukum sering berdasarkan teori-teori hukum untuk bisa me-
kali ngambang, oleh kerana itu selayaknya tu- nemukan solusi yang tepat yaitu berupa sistem
juan hukum harus lebih realitis. Tujuan hukum hukum nasional yang harus merupakan cermin-
yang mendekati realitis adalah kepastian hu- an nilai-nilai bangsa Indonesia setidaknya me-
kum dan kemanfaatan hukum. Kaum positivis- rupakan cerminan nilai-nilai mayoritas bangsa
me lebih menekankan pada kepastian hukum Indonesia yang tidak bertentangan dengan
sedangkan kaum fungsionalis mengutamkan nilai-nilai Pancasila.
kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat di-
kemukakan bahwa summum ius, summa inju- Pembahasan
ria, summa lex, summa crux (hukum yang keras Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, dan
dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat Sistem Hukum Islam dalam Perspektif Filsafat
menolongnya), dengan demikian kendatipun ke- Hukum.
adilan bukan merupakan tujuan hukum satu- Indonesia telah mengadopsi civil law
satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling system, prinsip utama sistem hukum ini adalah
substantif adalah keadilan. mempositifkan hukum dalam bentuk tertulis
Filsafat Hukum sebagai suatu cabang atau dituangkan dalam bentuk undang-undang
filsafat eksistensinya diciptakan untuk mem- (prinsip legisme), dan hukum yang tidak tertulis
berikan dan mewujudkan keadilan bagi setiap tidak diakui sebagai hukum begitu juga
individu masyarakat di suatu negara, kemudian peraturan-peraturan yang dibuat selain oleh
apa yang terjadi di Negara Kesatuan Republik negara juga tidak disebut sebgai hukum akan
Indonesia masih perlu mendapat kritik yang tetapi sebgai moral masyarakat, hal ini
mendalam, arah pembangunan hukum di Indo- sebagaimana teori yang dikemukakan oleh John
nesia masih belum menunjukkan kepas-tian, hal Austin (1790-1859).
ini bisa dilihat tentang sistem hukum nasional Civil law system ini memiliki kelemahan
Indonesia yang terbentuk dari tiga pilar sistem karena sifatnya yang tertulis akan menjadi ti-
hukum, yaitu sistem hukum barat, sistem dak fleksibel, kaku dan statis. Penulisan adalah
hukum adat dan sistem hukum Islam. Tiga pembatasan dan pembatasan atas suatu hal
sistem hukum ini memiliki landasan filosofisnya yang sifatnya abstrak atau pembatasan dalam
masing-masing. kontek materi dan dinamis atau pembatasan
Penjelasan tersebut di atas menunjuk- dalam kontek waktu, oleh karena itu value
kan bahwa sebenarnya Indonesia hingga sam- consciousness masyarkat ke dalam undang-un-
pai saat sekarang ini belum memiliki sistem dang secara logis akan membawa suatu keter-
hukum nasional yang mapan, yang ada adalah tinggalan substansi undang-undang, di samping
sistem-sistem hukum di Indonesia, pemben- itu banyak peraturan perundang-undangan ba-
Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam … 91

rat yang diodopsi ke Indonesia dan diberlakukan suatu yang bersifat pasti saja yang dapat di-
di Indonesia, misalkan Kitab Undang-Undang jadikan ukuran kebenaran, Auguste Comte
Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang (1798-1857). Dengan demikian, maka dalam
Hukum Perdata (KUHP), Kitab Undang-Undang kultur civil law system hukum identik dengan
Hukum Dagang (KUHD), dengan demikian feno- undang-undang, sumber hukum adalah un-dang-
mena legal gab (keterpisahan nilai-nilai masya- undang, nilai-nilai bersumber dari un-dang-
rakat Indonesia dengan nilai-nilai peraturan undang, oleh karena itu civil law system tidak
perundang-undangan) merupakan persoalan mengakui hukum-hukum dan nilai-nilai yang
yang mendasar dan substansif hukum Indonesia hidup dalam masyarakat.
akan selalu menjadi konsekuensi lanjutan yang Civil law system memberikan konsekuen-
sulit untuk dihindari, sehingga tidak ada keter- si para hakim untuk menegakkan hukum se-
kaitan erat dengan jiwa bangsa Indonesia yang bagaimana yang sudah ada dalam undang-un-
diaturnya, Friederich Karl Von Savigny (1770- dang hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
1861) mengemukakan jiwa bangsa (volksgeist) Montesquieu (1689-1755), dan mendapat du-
mestinya yang menjadi kungan dari aliran legisme atau aliran kodifikasi
Civil law system dalam proses legislasi hukum, bahwa undang-undang sudah lengkap,
tidak dapat dihindarai dari proses pergulatan tidak perlu mencari hukum di luar undang-un-
berbagai kepentingan politik, ekonomi, soisial dang. Oleh karena itu menurut van Apeldoorn
budaya dan lain sebagainya, sehingga civil law hakim hanyalah sebagai corong undang-undang,
system adalah undang-undang yang penuh ber- hakim bagaikan mesin tanpa akal dan tanpa
bagai nilai-nilai kepentingan, hal ini sebagai- hati nurani, fungsi hakim yang sedemikian rupa
mana dikemukakan oleh Critical Legal Study juga mendapat kritik dari aliran hukum bebas
Movement (CLSM), misalkan tokohnya Roberto dengan didasarkan pada teori hukum kodrat
Mangabera Unger, bahkan civil law system (manusia punya akal dan hati nurani) dan teori
menurut Antonio Gramsci sebagai media kaum sosiologi hukum (dimana ada masyarakat di situ
kapitalisme dan kaum politik liberal dengan ada hukum, hukum yang ada dalam masyarakat
cara memasukkan kepentingan-kepentingan da- jumlahnya lebih banyak daripda hukum yang
lam peraturan perundang-undangan untuk men- ditulis dan dikodifikasikan).
capai tujuan-tujuan kapital dan kedudukan,
sehingga civil law system disebut juga sebagai Sistem Hukum Adat
hukum liberal kapitalism. Hal ini juga menun- Hukum adat adalah sistem hukum yang
jukkan ketidak konsekuensi teori hukum murni dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
yang dikemukakan oleh tokoh positivisme, Hans Indonesia dan negara-negara Asia lainnya se-
Kelsen(1881-1973) yang menyatakan,” hukum perti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya
harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non adalah peraturan-peraturan hukum tidak ter-
yuridis, misalkan unsur sosiologis, politis, his- tulis yang tumbuh dan berkembang dan diper-
toris bahkan unsur etis).2 tahankan dengan kesadaran hukum masyarakat-
Civil law system ini mengikuti filsafat nya. Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan
positivisme hukum yang menyatakan bahwa tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki
tujuan utama hukum adalah kepastian hukum kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Pe-
bukan keadilan dan atau kemanfaatan, karena negak hukum adat adalah pemuka adat sebagai
filsafat positivisme mengutamakan hal-hal yang pemimpin yang sangat disegani dan besar
sifatnya jelas dan pasti (positif) di atas segala- pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat
nya dengan beragomentasi bahwa hanya se- untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.3

2 3
Lihat Noor Sa’adah, “Membangun Perdaban Islam: Lihat Supriyady, “Kedudukan Hukum Adat Dalam
Belajar dari Sejarah Peradaban Barat”, Addin vol. 2 No. Lintasan Sejarah”, Addin Vol. 2 No. 1 Januari-Juli 2008,
1, Januari-Juli 2008, hlm 137 hlm. 221
92 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

Istilah hukum adat pertama kali diper- menerus oleh bangsa atau masyarakat nasional
kenalkan secara ilmiah oleh C. Snouck Hur- dapat dijadikan hukum secara nasional setelah
gronje, Kemudian pada tahun 1893, C. Snouck melalui proses pengesahan di lembaga legis-
Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De latif dan atau eksekutif, dan nilai-nilainya da-
Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat se- pat dimasukkan ke dalam sistem hukum na-
bagai adat recht (bahasa Belanda) yaitu untuk sional.
memberi nama pada satu sistem pengendalian
sosial (social control) yang hidup dalam Masya- Sistem Hukum Islam
rakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikem- Nilai-nilai Islam menyatu dengan sifat
bangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollen- manusia, dan mengakibatkan evolusi spiritual
hoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat dan moralnya.4 Tesis pokok dalam Islam adalah
di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia). konsep tauhid atau keesaan Tuhan). Kepercaya-
Cornelis van Vollenhoven adalah yang an akan keesaan Sang Pencipta merupakan
pertama mencanangkan gagasan pembagian prasyarat untuk masuk Islam. Penegasan iman
hukum adat. Menurutnya daerah di Nusantara seorang muslim dengan menyatakan dua kali-
menurut hukum adatdapat dibagi menjadi 23 mah syahadat. Allah itu yang memiliki semua
lingkungan adat berikut: Aceh, Gayo dan Batak, pengetahuan, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha
Nias dan sekitarnya, Minangkabau, Mentawai, Pemurah, Yang Maha Pengasih, sebagaimana
Sumatra Selatan, Enggano, Melayu, Bangka dan diketahui pada “Asmaul Husna”, dan dari sifat-
Belitung, Kalimantan (Dayak), Sangihe-Talaud, sifat Allah inilah sistem nilai Islam berasal. De-
Gorontalo, Toraja, Sulawesi Selatan (Bugis/Ma- ngan kata lain bahwa nilai-nilai Islam bersum-
kassar), Maluku Utara, Maluku Ambon, Maluku ber dari sifat-sifat Allah, yang kemudian diim-
Tenggara, Papua, Nusa Tenggara dan Timor, plementasikan dan dipraktikkan oleh Muham-
Bali dan Lombok, Jawa dan Madura (Jawa Pe- mad Rasulullah beserta ummatnya sebagai
sisiran), Jawa Mataraman, dan Jawa Barat syariah Islam.
(Sunda), sedangkan menurut Gerzt orang Ame- Syariah Islam dalam perjalanan sejarah-
rika menyatakan bahwa masyarakat Indonesia nya memeliki kedudukannya yang amat pen-
memiliki 350 budaya, 250 bahasa dan seluruh ting. hukum islam tidak kehilangan fungsinya
keyakinan dan Agama di dunia ada di Indonesia. dalam kehidupan masyarakat yang terus mene-
Hukum adat ini didasarkan pada nilai- rus berkembang dengan munculnya imam-imam
nilai yang hidup dalam setiap masyarakat mazhab, dengan sendirinya dapat memenuhi
hukum adat, apabila didasarkan pada perwi- kebutuhan masyarakat Islam. Di Indonesia,
layahan lingkungan masyarakat adat, sebagai- hukum Islam dilaksanakan dengan sepenuhnya
mana dikemukakan oleh Cornelis van Vollen- oleh masyarakat Islam. Meski didominasi oleh
hoven maka akan memiliki nilai-nilai hukum fikih5 syafi’i dan an fikih syafi’iyah lebih banyak
adat pada setiap masyarakat adat di 23 (dua dan dekat dengan kepribadian Indonesia.
puluh tiga) lingkungan wilayah adat, sedangkan Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah
menurut Gezt maka akan memiliki nilai-nilai
hukum adat pada setiap masyarakat adat di 350
4
lingkungan wilayah adat beserta budayanya. Ahmad Masrur, “Pluralisme dan Chauvinistik (telaah
Filosofis dan Akidah)”, Addin, Vol. 2 No. 1, Januari-Juni
Hukum adat di Indonesia terdiri dari 2008, hlm. 78; lihat juga Muhammad Mustaqim,
berbagai macam hukum adat, menurut Puchta “Konsep Maslahat Dalam Qowaid Fiqih Syafi’iyah (Studi
Analisis Kitab Faraid al Babiyyah)”, Addin, Vol. 2 No. 1,
(1798-1846) murid von Savigny hukum adat Januari-Juni 2008, hlm. 117; Hani Astika,“Hubungan
yang semacam ini tidak dapat dijadikan hukum Agama dan Negara Dalam Islam”, Al Manahij, Vol 2 No.
1 Januari-Juni 2008, hlm. 66
secara nasional hanya sebagai keyakinan bagi 5
Fikih merupakan hasil penalaran terhadap syariat yang
masyarakatnya masing-masing, nilai-nilainya ada dalam Al Qur’an dan Al Sunnah. Lihat Ansori,
“Kontekstualitas Fikih Malalui Prinsip Kemaslahatan”,
juga tidak dapat dimasukkan di dalam sistem Al Manahij Vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2008, hlm. 43;
hukum nasional, keculai hukum adat yang di lihat juga Bahrul ‘Ulum, “Globalisasi: Tantangan dan
miliki, diyakini dan diamalkan secara terus Arah Perkembangan hukum Islam”, Al-Risalah Vol. 8
No. 1, Juni 2008, hlm. 73
Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam … 93

khas Indonesia, sebagai terjemahan al-fikih al- secara etimologis, artinya paham. Namun ber-
islamy atau dalam konteks tertentu dari al- beda dengan ‘ilm yang artinya mengerti. Ilmu
syari’ah al- islamy. Istilah ini dalam wacana bisa diperoleh secara nalar atau wahyu, fikih
ahli hukum barat digunakan Islamic Law. Dalam menekankan pada penalaran, meski pengguna-
al-qur’an maupun al-sunnah, istilah al-hukm al- annya nanti ia terikat kepad wahyu. Dalam
islam tidak dijumapai. Yang digu-nakan adalah pengertian terminologis, fikih adalah hukum-
kata syariat yang dalam penjabarnnya. Kemudi- hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliyah)
an lahir istilah Fikih. Kata syari’ah dan deri- yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci, con-
vasinya di gunakan lima kali dalam al-qur’an tohnya, hukum wajib shalat, diambil dari perin-
yakni (Surat Al-Syura,42 :13,21. Al-A’raf,7 :163, tah Allah dalam ayat aqimu al-shalat (dirikan-
Al- Maidah ,5 :48, dan Al-Jasiyah,45 :18) lah shalat). Dalam al-qur’an tidak dirinci
Syari’ah6 secara harfiah berarti jalan ke bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka
tempat mata air, atau tempat yang dilalui air dijelaskan kemudian melalui sabda Nabi SAW :
sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur’an diarti- ”Kejakanlah shalat, sebagaimana kalian me-
kan sebagai jalan yang jelas yang membawa lihat aku menjalankannya” (sallu kama raaitu-
kemenangan. Dalam terminologi ulama usul al- muni usalli). Berdasarkan praktek Nabi inilah,
fiqh, syariah adalah titah (khitab) Allah ber- sahabat-sahabat, tbi’in, dan fuqaha’ merumus-
hubungan dengan perbuatan mukallaf (muslim, kan tata aturan shalat yang benar dengan
balig dan berakal sehat), baik berupa tun- segala syarat dan rukunnya.7
tutan,pilihan,atau perantara (sebab, syarat,
atau penghalang). Jadi konteksnya, adalah hu- Sistem Hukum Islam Sebagai Sistem Hukum
kum-hukum yang bersifat praktis (‘amaliyah). Nasional, Sebuah Ide Solusi Yang Harmoni
Pada mulanya kata syari’at meliputi semua as- Pada masa Penjajahan Belanda, mereka
pek ajaran agama, yakni akidah, syari’ah menghendaki daerah yang dikuasainya meng-
(hukum) dan akhlak. Ini terlihat pada syari’at gunakan hukum Belanda, namun tidak dapat
setiap agama yang diturunkan sebelum Islam. berjalan, maka mereka membiarkan lembaga
Karena bagi setiap ummat, Allah memberikan asli yang ada dalam masyarakat tetap berjalan
syari’at dan jalan yang terang (Al-Maidah,5:48). sehingga dalam Statuta Jakarta tahun 1624 di-
Namun karena agama-agama yang diturunkan sebutkan mengenai kewarisan bagi orang Indo-
sebelum Muhammad SAW inti akidahnya adalah nesia Asli yang beragama Islam harus meng-
tauhid (mengesakan Tuhan), maka dapat di- gunakan hukum Islam. Berdasarkan hal tersebut
pahami bahwa cakupan syari’ah, adalah amali- pemerintah VOC (Vereenigde Oost Indische
yah sebagai konsekuensi dari akidah yang di Compagnie) meminta pada D.W. Freijer untuk
imani setiap ummat. Namun demikian, ketika menyusun compendium yang memuat hukum
kita menggunakan kata syari’at, maka pema- perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang
haman kita tertuju kepada semua aspek ajaran kernudian terkenal dengan nama compedium
Islam. Adapun kata fikih yang dalam Al-Qur’an freijer. Posisi Hukum Islam seperti ini terus
digunakan dalam bentuk kerja (fi’il) disebut berlangsung demikian sampai kurang lebih dua
sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al- abad, waktu pemerintahan VOC berakhir peme-
Qur’an berarti memahami, sebagaimana ter- rintah kolonial Belanda menguasai sungguh-
cantum dalam Surat Al-An’am ayat 65 yang sungguh kepulauan Indonesia sikapnya beruhah
artinya “Perhatikanlah, betapa kami menda- terhadap Hukurn Islam, yaitu segala putusan
tangkan tanda-tanda kebesaran, kami silih penghulu sebagai tenaga ahli hukum Islam
berganti, agar mereka memahaminya”. Fikih (hukum asli orang jawa) harus diakui dulu oleh

6
Muh. Shohibul Itmam, “Mengurai Pemikiran islam Dalam
7
Perspektif Sunny dan Syi’ah, Antara Persamaan dan Lihat Yusdani, “Hukum Islam dan Isu-isu Kontemporer”,
Perbedaan”, Addin Vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2008, Jurnal Hukum Republica Vol. 2 No. 4, 2003, hlm. 220-
hlm. 52 223
94 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

alat kekuasaan pemerintah.8 Waktu Inggris jung tinggi Ketuhanan yang Maha Esa/Agama.9
menguasai Indonesia (1811-1816) Gubernur Jen- Friedrich Carl Von Sovigny dalam bukunya yang
deral Inggris Thomas S. Raffles menyatakan terkenal “Von Beruf Unserer Zeit Fur Gesetz-
bahwa Hukum Islam berlaku dikalangan rakyat. gebung und Rechtswissenschaft”, “Tentang Tu-
Setelah Indonesia dikembalikan oleh Inggris ke gas Zaman Kita Bagi Pembentuk Undang-Un-
kolonial Belanda, mulai dilakukan kristenisasi dang dan Ilmu Hukum”, antara lain dikatakan:
karena Belanda menganggap pertukaran agama “Das Recht wird nicht gemacht, est ist und
penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan wird mit dem Volke”(hukum itu tidak dibuat,
pemerintah Belanda. Walaupun mendapat per- akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama
tentangan dari pemerintahan Belanda, ternyata masyarakat). Pandangan Von Savigny ini ber-
eksistensi hukum Islam dalam masyarakat In- pangkal kepada bahwa di dunia ini terdapat
donesia ternyata tidak dapat dihilangkan demi- ber-macam-macam bangsa yang pada tiap-tiap
kian saja, terbukti dengan peraturan yang bangsa tersebut mempunyai suatu Volkgeist-
dibuat oleh pemerintah Belanda seperti Pasal jiwa rakyat. Jiwa ini berbeda-beda, baik me-
75 RR (Regeeriizg Reglement) dan Ps 78 ayat 2 nurut waktu dan tempat. Pencerminan adanya
RR yang menginstruksikan kepada pengadilan suatu jiwa yang berbeda ini tampak pada ke-
untuk menggunakan undang-undang agama/ budayaan dari bangsa tadi yang berbeda-beda.
masyarakat apabila terjadi permasalahan di Menurut Von Savigny, tidak masuk akal jika
antara golongan pribumi serta yang disamakan terdapat hukum yang berlaku universal dan
dengan mereka. Hal tersebut terwujud ber- pada semua waktu. Hukum sangat bergantung
dasarkan materi teori Receptio in complexu atau bersumber pada jiwa rakyat tadi dan yang
yang menyatakan hukum bagi masyarkat/adat menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh
adalah merupakan hukum dan agamanya se- pergaulan hidup manusia dari masa ke masa
bagaimana dikemukakan oleh Lodewijk wilhem (sejarah).
Christian van den Berg (1845-1925). Namun Puchta (1798-1846) murid von Savigny
Christian Snouk Hurgronje dan kemudian di membedakan pengertian bangsa dalam dua
kembangkan oleh Cornelis van Vollenhoven dan jenis, yaitu : (1) Bangsa dalam pengertian et-
Betrand ter Haar penasehat pemerintah Hindia nis, yang disebut bangsa “alam”, dan (2) bang-
Belanda (1 857-1936) menetang pendapat teori sa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis
receptio in complexu dengan mengehuarkan yang membentuk satu negara. Adapaun yang
theorie Receptie yang mengemukakan bahwa memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa da-
hukum Islam tidaklah sama dengan hukum lam pengertian nasional (negara), sedangkan
masya-rakat(adat). Oleh karenanya Hukum Is- “bangsa alam” memiliki hukum sebagai ke-
lam bila hendak menjadi bagian dari hukum yakinan belaka. Keyakinan hukum yang hidup
adat/masyarakat harus diterima dulu oleh dalam jiwa bangsa harus disyahkan melalui
masyarakat adatnya. Teori ini setelah Indonesia kehendak umum masyarakat yang terorganisasi
merdeka mendapat perlentangan yang keras dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu
dan Prof Hazirin murid Betrand Ter Haar, me- dengan membentuk undang-undang. Ibi sosie-
nurutnya teori ini diciptakan untuk merintangi tas, ibi ius. Dimana ada masyarakat, di situ ada
kemajuan Hukum Islam di Indonesia demi ke- hukum. Demikian adagium dari Cicero yang di-
pentingan kolonialis. Oleh karenanya theorie kemukakan kurang lebih 2005 tahun yang lalu
Receptie yang dijuluki teori Iblis oleh Prof dapat menggambarkan dengan tepat keterkait-
Hazairin tersebut, harus exit (keluar) dari an hukum dengan masyarakatnya. Adagium ini
Indonesia karena tidak sesuai dengan Falsafah secara sederhana namun mendasar telah mam-
Negara Pancasila dan UUD 1945 yang menjun- pu menggambarkan hubungan antara hukum
dengan masyarakat. Secara hipotesis, dapat

8 9
Supomo-Djokosutono, 1955, Sejarah Politik Hukum Hazairin, 2001, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta:
Adat, Jakarta: Djambatan, hlm. 26. Tintamas
Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, dan Sistem Hukum Islam … 95

ditelaah lebih lanjut bahwa adagium tersebut juangkan oleh semua pihak terutama pemerin-
meng-gambarkan adanya usaha masyarakat tah untuk memungkinkan menjadi sistem hu-
untuk mengatur kehidupannya sendiri.10 Usaha kum nasional dan sistem hukum Islam memiliki
masyarakat untuk mengatur kehidupannya sen- tujuan hukum yang lengkap dan seimbang yaitu
diri didasarkan atas nilai-nilai yang mereka keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum,
yakini, maka sesungguhnya nilai-nilai itu sama sesuai dengan Pancasila.
dengan konsep-konsep dan cita-cita yang
menggerakkan perilaku individual dan kolektif Daftar Pustaka
manusia dalam kehidupan mereka.
‘Ulum, Bahrul. “Globalisasi: Tantangan dan
Ummat Nabi agung Muhamammad SAW Arah Perkembangan hukum Islam”. Al-
ini diantaranya adalah mayoritas individu- Ri-salah Vol. 8 No. 1. Juni 2008;
individu bangsa Indonesia. Perilaku Nabi beser- Ansori. “Kontekstualitas Fikih Malalui Prinsip
ta ummatnya dikenal berdasarkan syariah Is- Kemaslahatan”. Al Manahij. Vol. 2 No. 1.
lam. Oleh karena itu terdapat harmonisasi Januari-Juni 2008;
nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai Astika, Hani. “Hubungan Agama dan Negara
luhur bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai Is- Dalam Islam”. Al Manahij. Vol 2 No. 1.
Januari-Juni 2008;
lam, karena nilai-nilai Islam diyakini dan
diamlakan oleh mayoritas bangsa Indonesia, Djokosutono, Supomo. 1955. Sejarah Politik
Hukum Adat. Jakarta: Djambatan;
walaupun nilai-nilai Islam ini merupakan keya-
Hazairin. 2001. Hukum Keluarga Nasional. Ja-
kinan oleh mayoritas bangsa Indonesia akan
karta: Tintamas;
tetapi tetap toleransi terhadap nilai-nilai yang
Itmam, Muh Shohibul. “Mengurai Pemikiran
diyakini oleh kelompok minoritas di Indonesia,
islam Dalam Perspektif Sunny dan Syi’ah,
sikap ini telah pernah ditunjukkan oleh Muham- Antara Persamaan dan Perbedaan”. Ad-
mad rasulullah dengan piagam Madinahnya. din. Vol. 2 No. 1. Januari-Juni 2008;
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Kamrida. “Konsep Hukum Dalam Perspektif
penulis berpandangan bahwa sungguh tepat Filsafat”. Bilancia. Vol. 2 No. 2. Juli-
jika sistem hukum Islam dijadikan sebagai Desember 2008;
sistem hukum nasional satu satunya. Masrur, Ahmad. “Pluralisme dan Chauvinis-
tik (telaah Filosofis dan Akidah)”. Ad-
Penutup din. Vol. 2 No. 1. Januari-Juni 2008;
Simpulan Mustaqim, Muhammad. “Konsep Maslahat
Sistem hukum barat nilainya tidak sesuai Dalam Qowaid Fiqih Syafi’iyah (Studi
dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, se- Analisis Kitab Faraid al Babiyyah)”.
hingga terjadi kesenjangan antara hukum dan Addin. Vol. 2 No. 1. Januari-Juni
masyarakat Indonesia yang diaturnya. Sistem 2008;
hukum adat nilai-nilainya pada masyarakat adat Sa’adah, Noor. “Membangun Perdaban Islam:
tertentu, hanya dapat diyakini dan diamalkan Belajar dari Sejarah Peradaban Barat”.
oleh masyarakat adat, dan tidak dapat disyah- Addin vol. 2 No. 1. Januari-Juli 2008;
kan sebagai hukum nasional, dan sistem hukum Satjipto Rahardjo. 2003. Hukum Responsif
Islam nilainya diyakini dan diamalkan oleh ma- Pilihan di Masa Transisi, terjemahan
Rafael Edy Basco. Editor, Bivitri Susanti.
yoritas masyarakat Indonesia secara nasional.
Judul Asli, “ Law & Siciety in Transition :
Toward Responsive Law. HuMa, Jakarta;
Saran Supriyady. “Kedudukan Hukum Adat Dalam Lin-
Sistem hukum Islam hendaknya diper- tasan Sejarah”. Addin Vol. 2 No. 1 Janu-
ari-Juli 2008;
Yusdani. “Hukum Islam dan Isu-isu Kontem-
10
Satjipto Rahardjo, 2003, Hukum Responsif Pilihan di porer”. Jurnal Hukum Respublica.
Masa Transisi, terjemahan Rafael Edy Basco, Editor, Vol. 2 No. 4. 2003. Pekanbaru: Uni-
Bivitri Susanti, Judul Asli, “ Law & Siciety in Transition versitas Lancang Kuning.
: Toward Responsive Law. HuMa, Jakarta, hlm. Viii.
96 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

You might also like