Professional Documents
Culture Documents
ITS Undergraduate 10101 Paper PDF
ITS Undergraduate 10101 Paper PDF
PRODUCTION
azaysaputri@gmail.com
ABSTRAK
Eceng gondok, jenis tanaman air yang sering digunakan pada pengolahan greywater. Setelah penggunaannya,
eceng gondok dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut. Padahal tumbuhan ini merupakan biomassa yang dapat dikonversi
menjadi biogas melalui proses anaerobic digestion. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi
eceng gondok tersebut dalam menghasilkan biogas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan
biostarter 1,25 g kotoran sapi, dapat meningkatkan produksi biogas 5 kali lipat yaitu 45 L biogas/kg Total Solids (TS)
dibandingkan kontrol.. Sedangkan biostarter. dengan usus bekicot tidak menghasilkan biogas sama sekali. Penambahan
jumlah biostarter menjadi 50 g kotoran sapi hanya meningkatkan 6,3 kali lipat yaitu 57 L biogas/kg TS. Adanya
perlakuan hidrolisis asam terhadap substrat eceng gondok dan tanpa biostarter hanya menghasilkan 0,1 kali yaitu 9 L
biogas/kg TS. Sedanngkan dengan adanya perlakuan hidrolisis asam dan penambahan biostarter 1,25 g kotoran sapi,
menghasilkan biogas 5,3 kali lipat yaitu 48 L biogas/kg TS. Oleh karena itu, perlakuan hidrolisis asam terhadap substrat
1
ABSTRACT
Water hyacinth, a type of aquatic plants that has often been used in tertiary wastewater treatment. After being
used, this plant is usually dispose of without further treatment. In fact, biomass content in water hyacinth is reasonably
high to produce biogas by anaerobic digestion. Therefore, the aim of this research was to investigate the potential of
water hyacinth biomass to produce biogas. Results of this research showed that water hyacinth substrate with 1,25 g
cow manure addition produced biogas 5 times higher (45 L biogas/kg TS) than control. Water hyacinth substrate with
terrestrial snail intestine addition did not produce biogas at all. More addition of cow manure quantity up to 50 g made
the biogas production to rise up to 6,3 times (57 L biogas/kg TS). Acid hydrolysis pretreatment without cow manure
addition produced low biogas production quantity. Whereas, acid hydrolysis pretreatment with 1,25 g cow manure
addition could rise biogas production up to 5,3 times (48 L biogas/kg TS). Therefore, the use of acid hydrolysis
pretreatment for biogas production from water hyacinth was not efficient.
PENDAHULUAN
Salah satu tanaman air yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah greywater
adalah eceng gondok. Hal ini dikarenakan eceng gondok mempunyai laju pertumbuhan yang sangat
cepat, terlebih lagi pada kondisi lingkungan yang tinggi nutrien seperti limbah domestik/ greywater.
Eceng gondok juga mempunyai sistem perakaran yang luas, hal ini sangat bagus untuk media
Namun umumnya, eceng gondok sisa pengolahan limbah tersebut hanya dibuang sebagai
sampah tanpa adanya pengolahan lanjut. Padahal eceng gondok merupakan salah satu sumber
biomassa yang masih dapat dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi biomassa eceng
Menurut Malik (2006) eceng gondok mengandung 95% air dan menjadikannya terdiri dari
jaringan yang berongga, mempunyai energi yang tinggi, terdiri dari bahan yang dapat
difermentasikan dan berpotensi sangat besar dalam menghasilkan biogas (Chanakya, et al, 1993
2
Eceng gondok mempunyai kandungan hemiselulosa yang cukup besar dibandingkan
komponen organik tunggal lainnya. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks yang merupakan
campuran polimer yang jika dihidrolisis menghasilkan produk campuran turunan yang dapat diolah
dengan metode anaerobic digestion untuk menghasilkan dua senyawa campuran sederhana berupa
metan dan karbon dioksida yang biasa disebut biogas (Ghosh, Henry, dan Christopher, 1984).
Biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat
dibakar seperti gas elpiji (LPG), dan dapat digunakan sebagai sunber energi penggerak generator
Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji besarnya potensi eceng gondok dalam
METODOLOGI
Persiapan Alat
Persiapan reaktor anaerobic mengunakan reaktor batch dengan kapasitas 250 mL sebanyak 12
buah. Reaktor berupa erlenmeyer 250 mL yang ditutup dengan karet berselang yang dihubungkan
ke gelas ukur 50 mL untuk pengamatan penurunan air atau larutan kapur yang ada dalam gelas ukur
Selang
Substrat
Air
3
Persiapan Bahan
Eceng gondok diambil langsung dari saluran pembuangan greywater di wilayah ITS
Surabaya. Setelah itu seluruh bagian eceng gondok (akar, batang, dan daun) dicacah hingga
berukuran kecil-kecil. Setiap reaktor menggunakan 50 g eceng gondok (dalam berat basah) lalu
diblender dan ditambahkan air sesuai variabel komposisi yang akan digunakan pada penelitian
pendahuluan.
Kotoran sapi diambil dari peternakan sapi perah di kawasan Jalan Kali Kepiting. Kotoran sapi
ini dicampur dengan eceng gondok yang sudah diblender sebagai biostarter. Sedangkan bekicot
Rancangan Penelitian
1,25 g kotoran sapi (2,5 % dari 50 g berat eceng gondok yang digunakan pada reaktor)
Usus bekicot
3. Penambahan jumlah biostarter menjadi 1 : 1 terhadap eceng gondok yang digunakan (50 g
eceng : 50 g biostarter)
Pengoperasian Reaktor
Pada penelitian tahap 1, substrat dengan komposisi yang sesuai, diberi perbedaan perlakuan
yaitu dengan variasi biostarter 1,25 g kotoran sapi ( 2,5 % dari 50 g eceng gondok yang
digunakan) pada reaktor TAS, penambahan usus bekicot pada reaktor TAB dan reaktor TAK
4
Dari ketiga reaktor dengan biostarter yang paling efektif dalam menghasilkan biogas akan
Penelitian tahap 2 diawali dengan melakukan preatreatment terhadap substrat. Substrat yang
digunakan pada tahap 2 ini adalah substrat dengan komposis yang berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan.
hingga mencapai pH ± 2. Kemudian substrat dipanaskan pada suhu 170° - 200°C selama 1 jam.
pada kisaran normal 6,8-8. Setelah pH substrat kembali normal maka selanjutnya diberi
biostarter yang paling efektif berdasarkan hasil tahap 2 sebagai reaktor AS dan tanpa biostarter
Pada penelitian tahap 2 ini, digunakan pula substrat tanpa proses pengasaman. Namun biostarter
yang diberikan lebih banyak yaitu 50 g atau sebanding dengan eceng gondok yang digunakan.
Penambahan jumlah biostarter pada tahap 2 ini menggunakan 2 reaktor. Rincian reaktor-
2. Reaktor SD (sustrat tanpa proses pengasaman dan diberi biostarter dengan perbandingan 1:1)
Dilakukan pemantauan secara rutin setiap hari untuk aspek volume biogas total yang terbentuk
dan suhu. Pada awal dan akhir proses dilakukan analisis BOD, COD, TS, VS, dan pH terhadap
Kotoran sapi ditambahkan ke dalam reaktor karena mengandung bakteri biodegradatif yang
dapat memulai dan menyokong produksi biogas (Chanakya et al., 1993). Golongan bakteri
5
selulolitik seperti actinomycetes dan dari campuran spesies bakteri dapat meningkatkan produksi
biogas dri kotoran sapi sebanyak 8,4-44% (Tirumale dan Nand, 1994 dalam Yadvika et al, 2004)
Dalam studi tentang Helix aspersa (salah satu jenis bekicot) menunjukkan bahwa bakteri
selulolitik terdapat pada saluran pencernaan (Lésel et al dalam Flari et al., 1995). Hal tersebut
menjadikan dasar penggunaan usus bekicot pada substrat. Substrat eceng gondok banyak
mengandung selulosa dan hemiselulosa yang dapat didegradasi oleh bakteri selulolitik.
1. Reaktor TAK
2. Reaktor TAS
50 g eceng gondok + 150 mL air + 1,25 g kotoran sapi ( 2,5 % dari eceng gondok yang
digunakan)
3. Reaktor BTA
Dari ketiga reaktor yang dijalankan, reaktor TAK sebagai kontrol berhasil membentuk
biogas. Hasil produksi biogas masing-masing reaktor dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 2.
(mL) (hr)
TAK 18.916 38 5
TAB 20.144 0 0
Ket :
6
TAS = Tanpa Pengasaman dengan Biostarter 1,25 g kotoran sapi
Reaktor TAB dengan penambahan usus bekicot tidak menghasilkan biogas sama sekali,
eceng gondok. Selain itu dimungkinkan juga dengan adanya kondisi aerobik yang dapat membunuh
bakteri selulolitik.
250
volume biogas (ml)
200
TAK
150
TAS
100 TAB
50
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
hari ke-
Menurut Kayhanian, (1999) dalam Chen, (2007), ammonia dapat dihasilkan dari proses
degradasi materi nitrogenous secara biologi, yang sebagian besar berbentuk protein dan urea. Usus
bekicot merupakan materi yang mengandung protein (materi nitrogenous) yang dapat terdegradasi
dan menghasilkan ammonia yang dapat menjadi inhibitor dalam pembentukan biogas.
kebutuhan energi perawatan, dan menghambat reaksi spesifik suatu enzim (Whittman et al, 1995
dalam Chen, 2007). Oleh karena itu, reaktor TAB tidak menghasilkan biogas sama sekali.
Karena reaktor TAS dengan penambahan kotoran sapi yang berhasil menghasilkan biogas
lebih banyak dari reaktor kontrol, maka penambahan kotoran sapi dipilih untuk digunakan sebagai
7
Pretreatment terhadap eceng gondok
pembentukan biogas. Preatreatment dilakukan dengan penambahan asam sulfat (H2SO4) 5 % pada
hidroksimetilfurfural, asam phenolic, dan beberapa aldehid, asam levulinic, dan asam alivatik
lainnya dapat terbentuk dan dapat menghambat hidrolisis enzim dan fermentasi (Saosa et al., 2009).
Semakin lamanya pemanasan, maka potensi bertambahnya volume produk turunan tersebut
semakin besar. Hal tersebut menjadikan pilihan hidrolisis terhadap substrat eceng gondok ini
selama 1 jam.
Namun, senyawa turunan inhibitor yang biasanya terbentuk setelah proses hidrolisis ini bisa
dikurangi konsentrasinya dengan cara menaikkan pH hingga mencapai 6 atau lebih (Agbogbo dan
Wenger, 2007; Nigam, 2001a; Palmqvist dan Hähn-Hägerdal, 2000a dalam Huang et al., 2009).
Asam sulfat biasanya lebih sering digunakan pada hidrolisis asam ini sebagai katalis
pelarutan hemiselulosa dan lignin pada konsentrasi rendah (0.05-5%), dan pada temperatur 160°-
hemiselulosa dan selulosa yang banyak terdapat pada substrat akan dipecah menjadi senyawa yang
mempercepat proses pembentukan biogas. Diharapkan dengan adanya perlakuan pretreatment ini
dapat mempercepat dan memperbanyak produksi biogas dari eceng gondok ini. Pada tahap ini
1. Reaktor AK
50 g eceng gondok + 150 mL air (dihidrolisis selama 1 jam dan tanpa penambahan biostarter
kotoran sapi)
8
2. Reaktor AS
50 g eceng gondok + 150 mL air (dihidrolisis selama 1 jam dan diberikan biostarter 1,25 g
kotoran sapi)
Hasil produksi biogas masing-masing reaktor dapat dilihat pada Tabel 2. dan Gambar 3.
AK 22.069 7,5 38
AS 25.222 286 63
Ket :
AK = Pengasaman Kontrol
350
300
Volume Biogas (ml)
250
200 Reaktor AK
150 Reaktor AS
100
50
0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61
hari k e -
Reaktor AK pada Gambar 2 hanya menghasilkan 7,5 mL biogas yang hasilnya sangat
berbeda jauh dari hasil reaktor TAK (Kontrol tanpa Pretreatment hidrolisis asam) yang
menghasilkan 38 mL. Hal ini bisa dimungkinkan karena kurangnya mikroorganisme yang
9
memfermentasikan monomer-monomer sederhana menjadi Asam Lemak Volatile, asam-asam
terdapat pada eceng gondok sebelumnya mati, sehingga memerlukan tambahan mikroorganisme
sebagai starter berupa biostarter dalam melakukan proses fermentasi dan juga konversi. Hal ini
sama dengan cara pembuatan etanol yang menggunakan enzim (dari mikroorganisme) setelah
Dari hasil penelitian tahap 2 dan 3, produksi biogas pada Tabel 1. dan Tabel 2.
menunjukkan hasil yang tidak terpaut jauh. Reaktor TAS menghasilkan 212 mL biogas sedangkan
reaktor AS yang mendapat perlakuan tambahan preatreatment berupa hidrolisis asam hanya
menghasilkan 286 mL biogas. Hal ini bisa disebabkan kurangnya konsentrasi mikroorganisme
Pada Gambar 3. terlihat jelas bahwa mulai banyak terbentuknya biogas pada hari ke-21
sedangkan pada Gambar 2. pada hari ke-15 sudah mulai banyak terbentuk biogas. Hal ini
menunjukkan bahwa substrat eceng gondok yang melalui pretreatment membutuhkan waktu yang
lebih lama dalam pembentukan biogasnya. Hal ini bisa disebabkan karena adanya hidroksida (OH-)
dari penambahan NaOH yang bertujuan untuk menetralkan substrat setelah proses pengasaman.
Adanya hidroksida ini menjadikan COD terlarut selain itu juga membentuk senyawa yang sulit
dipecah (refractory coumpound) (Penaud et al, 1999). Selain itu, dimungkinkan juga karena adanya
inhibitor berupa sulfur dan reaksi Maillard yang menyebabkan rendahnya proses pencernaan secara
Hal tersebut mendasari untuk dilakukannya sekali lagi percobaan dimana biostarter yang
ditambahkan pada substrat eceng gondok lebih banyak lagi yaitu dengan perbandingan komposisi
10
Penambahan Biostarter terhadap Substrat
sehingga membantu dalam peningkatan produksi biogas. Oleh karena itu, pada percobaan ini akan
1. Reaktor KS
2. Reaktor SD
Reaktor KS merupakan reaktor kontrol untuk reaktor SD. Hal tersebut guna mengetahui
banyaknya biogas yang dihasilkan oleh kotoran sapi saja. Sehingga akan terlihat jelas biogas hasil
Dari kedua reaktor yang dijalankan, reaktor KS sebagai kontrol hanya berhasil membentuk
biogas lebih sedikit dari reakor SD. Hasil produksi biogas masing-masing reaktor dapat dilihat pada
KS 135.576 49 6
SD 67.783 791 66
Ket :
KS = Kotoran Sapi
11
Hasil produksi biogas pada reaktor SD sangat berbeda jauh dengan reaktor kontrol KS.
Biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi tanpa campuran apapun hanya 49 mL. Sedangkan
campuran eceng gondok dan kotoran sapi dapat menghasilkan 791 mL yaitu 16 kali lebih banyak
900
800
Volume Biogas (ml)
700
600
500 KS
400 SD
300
200
100
0
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65
hari ke-
jumLah mikroorganisme pengurai yang lebih banyak dari penambahan 1,25 g kotoran sapi
sebelumnya. Sehingga dapat dibandingkan antara Tabel 3. dan Tabel 1. reaktor SD dapat
menghasilkan 791 mL sadangkan reaktor TAS hanya 212 mL. Produksi biogas pada reaktor SD
160000
16000
140000 14000
120000 12000
COD (mg/l)
100000
BOD (mg/l)
10000
COD awal BOD awal
80000 8000
COD akhir BOD akhir
60000 6000
40000 4000
20000 2000
0 0
TAK TAS AK AS KS SD TAK TAS AK AS SD
Reaktor Reaktor
Gambar 5. Perubahan COD pada Reaktor Gambar 6. Perubahan BOD pada Reaktor
12
Perubahan TS pada Reaktor Perubahan VS pada Reaktor
16.00
14.00
14.00
12.00
12.00
10.00
10.00
TS (gram)
VS (gram)
TS awal 8.00 VS awal
8.00 VS akhir
TS akhir 6.00
6.00
4.00
4.00
2.00
2.00
0.00
0.00
TAK TAS AK AS KS SD
TAK TAS AK AS KS SD
Reaktor
Reaktor
Menurut Gambar 5. dapat diketahui bahwa meskipun besar penurunan konsentrasi COD
sangat beragam, namun memiliki kecenderungan turun hingga proses berakhir. Perbedaan besarnya
nilai penurunan pada setiap reaktor dipengaruhi oleh kondisi mikroorganisme pengurai pada setiap
reaktor dan kondisi lingkungan pada reaktor yang sangat mempengaruhi proses. Banyaknya
biostarter menambah jumlah mikroorganisme pengurai bahan organik sebagai COD, sehingga
removal COD pada reaktor ini lebih besar diantara reaktor lainnya.
Menurut Gambar 6., penurunan konsentrasi BOD terbesar terjadi pada reaktor AS sebesar
75,05 % karena substrat pada reaktor AS ini sudah mengalami hidrolisis lebih dulu menjadi
senyawa yang lebih sederhana berupa glukosa yang mudah didegradasi oleh mikroorganisme.
Penurunan BOD ini dikarenakan dimakannya atau didegradasinya bahan-bahan organik dari sampel
Pada Gambar 7. dan Gambar 8., terlihat bahwa penurunan kandungan TS tidak sebanding
dengan besarnya penurunan kandungan VS pada reaktor. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua
TS pada reaktor mempunyai sifat VS yang sama. Reaktor yang penurunan kandungan TS besar
tetapi penurunan kandungan VS yang kecil bisa disebabkan oleh kandungan materi refractory
volatile solids yang lebih besar dibandingkan biodegradable volatile solids. Materi refractory
volatile solids ini bisa terdiri dari lignin dan pasir atau tanah yang terikut pada akar eceng gondok
13
yang digunakan sebagai substrat. Sedangkan materi biodegradable volatile solids ini terdiri dari
gondok.
Produksi Biogas
Pada penelitian ini yang dimonitoring hanya biogas, tanpa komposisi metan. Hasil
monitoring produksi biogas per Kg biomassa dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gambar 9. terlihat
jelas bahwa reaktor SD menghasilkan biogas terbanyak yaitu sebesar 7,91 L/kg biomassa,
selanjutnya reaktor AS sebanyak 5,12 L/kg biomassa, reaktor TAS sebanyak 4,24 L/ kg biomassa,
reaktor KS sebanyak 0,98 L/kg biomassa, reaktor TAK sebanyak 0,76 L/kg biomassa, dan
produksi yang terkecil yaitu reaktor AK sebanyak 0,15 L/kg biomassa. Sedangkan menurut
Chanakya (1993), biogas yang dihasilkan oleh eceng gondok adalah 27,35 L/ kg biomassa.
9 0.180
Volume Biogas per Kg COD (m 3)
Volume Biogas pet kg Biomass
8 0.160
7 0.140
6 0.120
5 0.100
(l/kg)
0 0.000
TAK TAS AK AS KS SD TAK TAS AK AS KS SD
Reaktor Reaktor
Gambar 9.Produksi Biogas per Kg Biomassa Gambar 10.Produksi Biogas per Kg COD
14
Gambar 10. terlihat bahwa produksi biogas per kg COD pada reaktor SD, AS, dan TAS
mempunyai nilai produksi biogas per kg COD yang tidak berbeda jauh yaitu 58,3 L/kg COD; 56,7
L/kg COD; dan 44,3 L/kg COD. Sedangkan produksi biogas pada ketiga reaktor lainnya yaitu pada
reaktor TAK, KS, dan AK cukup berbeda jauh yaitu sebesar 10 L/kg COD, 1,8 L/kg COD, dan 1,7
L/kg COD. Sedangkan Gambar 11. menunjukkan bahwa bahan organik pada reaktor SD yang
paling banyak menghasilkan biogas yaitu 57 L/kg TS. Diurutan kedua yaitu reaktor AS yaitu
dengan produksi sebesar 48 L/kg TS, selanjutnya reaktor TAS sebesar 45 L/kg TS, reaktor TAK
sebesar 9 L/ kg TS, reaktor KS sebesar 5 L/kg TS, dan yang terkecil dalam menghasilkan biogas
Hasil dari reaktor-reaktor diatas sangat jauh berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu 146 dan 181 L/kg TS (Chanakya et al., 1992), 190 L/kg TS (Madamwar et al. dalam
Gunnarsson dan Cecilia, 2006), 101 L/kg TS ( Ali, 2004 dalam Malik, 2006).
Namun ada beberapa data yang menunjukkan hasil jauh lebih kecil dibandingkan dengan
hasil dari penelitian ini yaitu 4,7 L/kg TS (Singh, Singh, dan Pandey, 1992), 15,4 L/kg TS untuk
eceng yang ditumbuhkan pada air yang tidak berpolusi dan 23,65 L/kg TS pada eceng yang
ditumbuhkan pada efluen limbah pulp dan paper mill (Singhal dan Rai, 2002).
Hal tersebut menunjukkan bahwa eceng gondok pada penelitian ini sangat berpotensi dalam
menghasilkan biogas.
KESIMPULAN
Penambahan 1,25 g kotoran sapi pada substrat eceng gondok sebagai biostarter dapat
meningkatkan produksi biogas hingga 5 kali lipat yaitu 45 L biogas/kg Total Solids (TS)
dibandingkan kontrol.. Sedangkan biostarter. dengan usus bekicot tidak menghasilkan biogas sama
sekali. Penambahan jumlah biostarter menjadi 50 g kotoran sapi hanya meningkatkan 6,3 kali lipat
yaitu 57 L biogas/kg TS. Adanya perlakuan hidrolisis asam terhadap substrat eceng gondok dan
tanpa biostarter hanya menghasilkan 0,1 kali yaitu 9 L biogas/kg TS. Sedanngkan dengan adanya
15
perlakuan hidrolisis asam dan penambahan biostarter 1,25 g kotoran sapi, menghasilkan biogas 5,3
kali lipat yaitu 48 L biogas/kg TS. Oleh karena itu, perlakuan hidrolisis asam terhadap substrat
DAFTAR PUSTAKA
Mucor indicus and Rhizopus oryzae from Rice Straw by Separate Hydrolysis and
Chanakya, H.N., S. Borgaonkar, G. Meena dan K.S. Jagadish. 1993. Solid Phase Biogas
Production with Garbage or Water Hyacinth. Bioresource Technology Vol. 46 Hal. 227–
Chen, Y., J. J. Cheng, dan K. S. Creamer. 2007. Inhibition of Anaerobic Digestion Process : a
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan
Pertanian.
Flari, V., dan M. L. Dimitriadou. 1995. Evolution of Digestion of Carbohydrates in the Separate
Parts of The Digestive Tract of The Edible Snail Helix lucorum (Gastropoda:
Pulmonata: Stylommatophora) During a Complete 24-Hour Cycle and The First Days
16
Ghosh, S., M.P. Henry dan R.W. Christopher. 1984. Hemicellulose Conversion by Anaerobic
Digestion. Institute of Gas Technology dan United Gas Pipe Line Company. USA.
energy production:A literature review. Waste Management Vol.27 Hal. 117–129 Elsevier
Ltd.
Jin, Y., Z. Hu, Z. Wen. 2009. Enhancing Anaerobic Digestibility and Phosphorus Recovery of
Malik, A.. 2006. Environmental Challenge Vis a Vis Opportunity: The Case of Water
Saosa, L. d. C., S. P.S. Chundawat., V. Balan., dan B. E Dale. 2009. ‘Cradle- to- grave’
Singhal, V., dan J. P. N. Rai. 2002. Biogas Production from Water Hyacinth and Chanel Grass
17
Yadvika, S., T.R. Sreekrishnan, S. Kohli, V. Rana. 2004. Enhancement of Biogas Production
Zimmels, Y., F. Kirzhner, dan A. Malkovskaja. 2006. Application of Eichhornia crassipes and
18