Professional Documents
Culture Documents
App Akut
App Akut
1
-
Daftar Pustaka:
1. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal
640- 645.Jakarta: EGC.2.
2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III,
jilid II.Hal 307-313. Jakarta: Media Aesculapius.
3. Rudi Ali Arsyad. 2006. Pemakaian Sistem Skor dalam Menegakkan Diagnosis
ApendisitisAkut pada Anak Usia 6-14 Tahun di Bagian Bedah Anak RS. DR. Sardjito
Tahun 2004-2006. Diunduh dari http://arc.ugm.ac.id
4. Modul Kepaniteraan Klinik Bedah. Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah FK Unand.
2002
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis Appendisitis akut
2. Memberikan terapi sesuai kompetensi dan sumber daya yang tersedia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Seorang perempuan berusia 29 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.
Nyeri dirasakan sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin
memberat. Riwayat demam (+) 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, tidak
menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat. Nyeri kepala (-). Mual (+), muntah
(+) frekuensi 3 kali isi sisa makanan. Nyeri ulu hati (-). BAK lancar. BAB biasa. Nafsu
makan menurun.
Pasien sering mengkonsumsi obat antinyeri dari warung bila sakit kepala atau sakit perut
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak ada
Pasien tidak mengalami trauma abdomen sebelumnya
2. Objektif
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
SS / GC / CM
GCS E4M6V5
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37.9 ˚C
Kepala: Normocephali, deformitas (-)
Mata: Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+)
Telinga : meatus austikus dalam batas normal
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : mukos oral dan bibir lembab (+)
Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax
1) Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
2
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
2) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur tidak ada
Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik usus (+), normal
Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+). Massa tumor (-). Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).
Kimia darah
CT :4‘
BT : 2’
Ureum :8
3
mg/dl
Kreatinin : 1,1
mg/dl
GDR : 112
mg/dl
Gol. Darah :A
CT :4‘
BT : 2’
Ureum :8
mg/dl
Kreatinin : 1,1
mg/dl
GDR : 112
mg/dl
Gol. Darah :A
CT : 8 menit 30 detik
4
BT : 2 menit 30 detik
SGPT : 22 U/L
Kreatinin : 0,6 mg/dl
GDS : 117 mg/dl
3. Assessment
Pendahuluan
Patogenesis
Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru
mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi
dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan
sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal.
Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat
ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah
terdapat daerah yang mengalami gangren maka disebut appendisitis akut stadium
gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi.
Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun
mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses
5
penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar
berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif –
gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu
tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang oleh omentum
(walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang disebut
appendisitis infiltrat
Diagnosis
Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa
appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score. Skor Alvarado Semua penderita
dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut
SCORE ALVARADO
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
6
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan
penilaian Alvarado score:
Migrasi nyeri : -
Anorexia : 1
Mual/muntah : 1
RLQ (Right Lower Quadrant) tenderness : 2
Nyeri lepas : 1
Febris : 1
Leukositosis : 2
Shift to the left : 1
Total points : 9
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
hampir pasti menderita Appendisitis akut.
Pemeriksaan Penunjang
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney.
Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri
tekan lepas) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam 11.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak
retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Ada
kebannyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi
Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan
pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
7
Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
laparotomi
Prognosis
Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per
100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang
bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan
produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan
sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah
0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%
peningkatan 50 kali lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah
sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.
4. Penatalaksanaan
30 April 2016
IVFD RL 28 tts/mnt
Ranitidin amp 50 mg/8 jam/iv
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv => skin test
Stop intake oral
Rencana Appendektomi emergensi
Follow up (1 Mei 2016)
IVFD RL 20 tts/mnt
8
Inj ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Inj Ranitidin 50 mg/ 8jam/iv
Inj Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
Immobilisasi
Stop intake oral
Rujukan
Rujukan diperlukan apabila terdapat penyulit atau komplikasi serius dan dilakukan di rumah
sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kontrol
Dijelaskan perlunya kontrol setelah pasca operasi di poliklinik bedah.
Peserta, Pendamping,
9
dr. Tria Ayu Pratiwi dr. Putu Gede Darmadi dr. Winarto
10