You are on page 1of 10

Nama Peserta : dr.

Tria Ayu Pratiwi


Nama Wahana : RSUD Kota Kendari
Topik : Appendisitis akut
Tanggal (Kasus) : 28 Desember 2017
Nama Pasien: Ny. M No. RM: 18 18 54
Tanggal Presentasi: April 2017 Pendamping : dr. Putu Gede Darmadi dan
dr. Winarto
Tempat Presentasi:
Objek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang perempuan berusia 29 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Nyeri
dirasakan sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam (+) 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, mual (+), muntah (+) frekuaensi 3 kali isi sisa makanan. BAK lancar.
BAB biasa.
Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus medik secara tepat dan memberikan terapi sesuai
kompetensi dan sumber daya yang tersedia.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny. M No. Registrasi: 18 17 97


Nama Klinik: RSUD Kota Kendari
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Diagnosis / Gambaran Klinis:
Seorang perempuan berusia 29 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.
Nyeri dirasakan sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin memberat.
Riwayat demam (+) 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak
terus menerus, dan tidak berkeringat. Nyeri kepala (-). Mual (+), muntah (+) frekuensi 3 kali
isi sisa makanan. Nyeri ulu hati (-). BAK lancar. BAB biasa. Nafsu makan menurun.
Riwayat Pengobatan:
Pasien sering mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dijual bebas
Pasien sering mengonsumsi obat antinyeri dari warung bila timbul gejala sakit perut atau sakit
kepala
Riwayat Kesehatan / Penyakit:
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Keluarga:
Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak ada
Riwayat Trauma:
Pasien tidak mengalami trauma abdomen sebelumnya
Lain-lain:

1
-
Daftar Pustaka:
1. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal
640- 645.Jakarta: EGC.2.
2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III,
jilid II.Hal 307-313. Jakarta: Media Aesculapius.
3. Rudi Ali Arsyad. 2006. Pemakaian Sistem Skor dalam Menegakkan Diagnosis
ApendisitisAkut pada Anak Usia 6-14 Tahun di Bagian Bedah Anak RS. DR. Sardjito
Tahun 2004-2006. Diunduh dari http://arc.ugm.ac.id
4. Modul Kepaniteraan Klinik Bedah. Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah FK Unand.
2002
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis Appendisitis akut
2. Memberikan terapi sesuai kompetensi dan sumber daya yang tersedia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Seorang perempuan berusia 29 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.
Nyeri dirasakan sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin
memberat. Riwayat demam (+) 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, tidak
menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat. Nyeri kepala (-). Mual (+), muntah
(+) frekuensi 3 kali isi sisa makanan. Nyeri ulu hati (-). BAK lancar. BAB biasa. Nafsu
makan menurun.
Pasien sering mengkonsumsi obat antinyeri dari warung bila sakit kepala atau sakit perut
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak ada
Pasien tidak mengalami trauma abdomen sebelumnya
2. Objektif
Pemeriksaan Fisik
 Status Generalis
SS / GC / CM
GCS E4M6V5
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37.9 ˚C
 Kepala: Normocephali, deformitas (-)
 Mata: Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+)
 Telinga : meatus austikus dalam batas normal
 Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
 Mulut : mukos oral dan bibir lembab (+)
 Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
 Thorax
1) Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
2
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
2) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik usus (+), normal
Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+). Massa tumor (-). Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).

 Ekstremitas atas : Dalam batas normal


 Ekstremitas bawah : Edema pretibial (-),
 Rectal toucher
Anus : tenang
Sfingter : menjepit
Mukosa : licin
Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan 11- Handschoen : darah
(-), feses (+)
 Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

Laboratorium (30 April 2016)


Darah rutin
 WBC : 16,9 10ˆ3/uL
 RBC : 4,59 10ˆ6/uL
 HGB : 13,6 g/dL
 HCT : 38,4 %
 PLT : 205 10ˆ3/uL
 MCV : 83,6 fL
 MCH : 29,6 pg
 MCHC : 35,4 g/dL

Kimia darah

 CT :4‘
 BT : 2’
 Ureum :8
3
mg/dl
 Kreatinin : 1,1
mg/dl
 GDR : 112
mg/dl
 Gol. Darah :A
 CT :4‘
 BT : 2’
 Ureum :8
mg/dl
 Kreatinin : 1,1
mg/dl
 GDR : 112
mg/dl
 Gol. Darah :A
 CT : 8 menit 30 detik
4
 BT : 2 menit 30 detik
 SGPT : 22 U/L
 Kreatinin : 0,6 mg/dl
 GDS : 117 mg/dl

Radiologi (30 April 2016)


USG Abdomen
 Ginjal kanan – kiri : letak dan ukuran normal, echo ginjal cortex baik, echo batu (-)
 Hepar : letak dan ukuran normal, echotexture parenkim normal homogen, bile duct
normal, SOL(-)
 Lien, pankreas, buli-buli, gald bladder : echo normal
 Tampak gambaran free echoic pada abdomen kanan bawah/ bagian lateral kanan
buli-buli
Kesan : cairan bebas minimal mungkin appendisitis akut

3. Assessment

Pendahuluan

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis,


penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan
limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor,
parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari
pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan
penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam
lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli,
Klebsiella, Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll. Setelah terjadi obstruksi lumen,
appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang disebut closed loop, di dalam
lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat bersamaan terjadi
perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi
peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe,
aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh
dinding appendiks.

Patogenesis
Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru
mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi
dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan
sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal.
Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat
ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah
terdapat daerah yang mengalami gangren maka disebut appendisitis akut stadium
gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi.

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun
mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses
5
penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar
berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif –
gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu
tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang oleh omentum
(walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang disebut
appendisitis infiltrat

Tanda dan Gejala


Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di
daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena
apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di
daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di
kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti
sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi
N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau
dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi
perforasi

Diagnosis
Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa
appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score. Skor Alvarado Semua penderita
dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut

SCORE ALVARADO
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

6
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan
penilaian Alvarado score:
Migrasi nyeri : -
Anorexia : 1
Mual/muntah : 1
RLQ (Right Lower Quadrant) tenderness : 2
Nyeri lepas : 1
Febris : 1
Leukositosis : 2
Shift to the left : 1
Total points : 9
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
hampir pasti menderita Appendisitis akut.

Pemeriksaan Penunjang
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney.
Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri
tekan lepas) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya
dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis
retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam 11.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak
retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Ada
kebannyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi

Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan
pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi

7
Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis :
 Puasakan
 Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
 Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.
 Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
laparotomi

 Perawatan appendicitis tanpa operasi


Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna
untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi
 Rujuk ke dokter spesialis bedah.
 Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi postoperasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram
negative dan anaerob.
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan
antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan
Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat,
termasuk Escherichia coli, Pseudomonasaeruginosa, Enterococcus, Streptococcus
viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Prognosis
Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per
100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang
bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan
produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan
sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah
0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%
peningkatan 50 kali lipat. Tingkat kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah
sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat keseluruhan.
4. Penatalaksanaan
30 April 2016
 IVFD RL 28 tts/mnt
 Ranitidin amp 50 mg/8 jam/iv
 Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv => skin test
 Stop intake oral
 Rencana Appendektomi emergensi
Follow up (1 Mei 2016)
 IVFD RL 20 tts/mnt
8
 Inj ketorolac 30 mg/8 jam/iv
 Inj Ranitidin 50 mg/ 8jam/iv
 Inj Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
 Immobilisasi
 Stop intake oral

Follow up (2 Mei 2016)


 IVFD RL 20 tts/mnt
 Inj ketorolac 30 mg/8 jam/iv
 Inj Ranitidin 50 mg/ 8jam/iv
 Inj Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
 Mobilisasi miring kiri dan kanan
 Boleh minum, kembung (-)
Follow up (3 Mei 2016)
 IVFD RL 20 tts/mnt
 Inj ketorolac 30 mg/8 jam/iv
 Inj Ranitidin 50 mg/ 8jam/iv
 Inj Ceftriaxone 1gr/12jam/iv
 Mobilisasi
 Boleh minum dan makan lunak
Follow up (4 Mei 2016)
 Mobilisasi aktif
 Boleh pulang
Obat pulang : ciprofloxacin 500 mg 2 x 1
Ranitidin 150 mg 2 x 1
Asam mefenamat 500 mg 3 x 1
Prognosis: boenam
Konsultasi
Perlu segera dilakukan konsultasi ke dokter spesialis bedah.

Rujukan
Rujukan diperlukan apabila terdapat penyulit atau komplikasi serius dan dilakukan di rumah
sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kontrol
Dijelaskan perlunya kontrol setelah pasca operasi di poliklinik bedah.

Kendari, April 2018

Peserta, Pendamping,

9
dr. Tria Ayu Pratiwi dr. Putu Gede Darmadi dr. Winarto

10

You might also like