Professional Documents
Culture Documents
Dede Fitroh Handayani-Fitk PDF
Dede Fitroh Handayani-Fitk PDF
OLEH
DEDE FITROH HANDAYANI
106016200607
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... .....i
LEMBAR PERSEMBAHAN ..................................................................... ...iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ .. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... ...vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ...ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ....x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ...xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... ... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... ... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................. ... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................. ... 6
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... ... 7
F. Manfaat Penelitian ..................................................................... ... 7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 : Jenis Data, Sumber Data, dan Instrumen .................................... 45
Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Siklus I ............... 46
Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Siklus II ............. 47
Tabel 3.4 : Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 48
Tabel 4.1 : Rata-rata Tingkat Pemahaman Konsep Indikator Siklus I ......... 53
Tabel 4.2 : Rata-rata Tingkat Pemahaman Konsep Indikator Siklus II ....... 54
Tabel 4.3 : Persentase Siswa yang Tuntas Belajar ....................................... 54
Tabel 4.4 : Deskripsi Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I ............................. 57
Tabel 4.5 : Hasil Catatan Lapangan Siklus I ................................................ 68
Tabel 4.6 : Deskripsi Hasil Refleksi Siklus I ............................................... 72
Tabel 4.7 : Deskripsi Aktivitas Guru dan Siswa Siklus II ........................... 75
Tabel 4.8 : Hasil Catatan Lapangan Siklus II .............................................. 80
Tabel 4.9 : Hasil Tes belajar Siklus I dan Siklus II ...................................... 83
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ........................ 93
Lampiran 2 : Lembar Kerja Siswa Siklus I ................................................ 117
Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ...................... 132
Lampiran 4 : Lembar Kerja Siswa Siklus II .............................................. 153
Lampiran 5 : Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Siklus I ......... 157
Lampiran 6 : Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Siklus II ........ 164
Lampiran 7 : Instrumen Tes Penelitian Siklus I ......................................... 177
Lampiran 8 : Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus I ................................ 180
Lampiran 9 : Instrumen Tes Penelitian Siklus II ....................................... 187
Lampiran 10 : Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus II ............................... 193
Lampiran 11 : Pedoman Penilaian Siklus I .................................................. 200
Lampiran 12 : Pedoman Penilaian Siklus II ................................................. 212
Lampiran 13 : Skor Keterpercayaan Validitas Instrumen Siklus I .............. 224
Lampiran 14 : Reliabilitas Instrumen Siklus I ............................................. 225
Lampiran 15 : Tingkat Kesukaran Siklus I .................................................. 226
Lampiran 16 : Daya Pembeda Siklus I ......................................................... 227
Lampiran 17 : Skor Keterpercayaan Validitas Instrumen Siklus II ............. 228
Lampiran 18 : Reliabilitas Instrumen Siklus II ............................................ 229
Lampiran 19 : Tingkat Kesukaran Siklus II ................................................. 230
Lampiran 20 : Daya Pembeda Siklus II ....................................................... 231
Lampiran 21 : Rata-Rata Indikator Pemahaman Konsep Siklus I ................ 232
Lampiran 22 : Rata-Rata Indikator Pemahaman Konsep Siklus II .............. 233
Lampiran 23 : Data Nilai Posttest Siklus I ................................................... 235
Lampiran 24 : Data Nilai Posttest Siklus II ................................................. 237
Lampiran 25 : Perhitungan Jumlah Siswa yang Mencapai KKM ................. 238
Lampiran 26 : Hasil Observasi Pendahuluan ............................................... 240
Lampiran 27 : Format Wawancara dengan Guru ......................................... 242
Lampiran 28 : Format Wawancara dengan Siswa ........................................ 243
Lampiran 29 : Kutipan Hasil Wawancara .................................................... 244
Lampiran 30 : Hasil Observasi dan Catatan Lapangan siklus I ................... 250
Lampiran 31 : Hasil Observasi dan Catatan Lapangan siklus II .................. 252
Lampiran 32 : Jadwal Penelitian .................................................................. 253
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan
kegiatan yang paling penting. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana
proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional.
Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif,
yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi
belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan.
Sedangkan siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang
menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.1 Belajar mengajar akan
menjadi terpadu dalam satu kegiatan ketika terjadi interaksi antara guru –
siswa dan siswa – siswa pada saat pengajaran itu berlangsung. Inilah makna
belajar dan mengajar sebagai proses.
Dalam proses belajar mengajar guru sering menghadapi masalah
adanya siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa
yang tetap memperoleh prestasi belajar yang rendah, meskipun telah
diusahakan untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Dalam hal menghadapi
siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari
guru tentang kesulitan belajar yang dialami oleh siswanya, merupakan dasar
dalam usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat, selain itu juga,
penting bagi seorang guru untuk merefleksi diri apakah cara mengajar sudah
baik, apakah metode atau pendekatan yang diterapkan dalam proses
pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan dapat diterima
oleh siswa.
1
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 8
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan terhadap siswa XI IPA 1 di
SMA Muhammadiyah 25 Setiabudi Pamulang yang dilakukan peneliti,
diperoleh bahwa ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, siswa lebih
banyak mendengarkan, siswa tidak terlibat secara langsung dalam proses
belajar, masih terlihat sebagian besar siswa belum mengerti terhadap materi
yang disampaikan oleh guru tetapi tidak ada keberanian untuk bertanya, dan
hanya beberapa siswa menjawab pertanyaan guru. Sedangkan dari hasil
observasi pendahuluan terhadap guru mata pelajaran kimia di kelas XI IPA 1
diperoleh bahwa ketika guru mengajar lebih sering menggunakan metode
ceramah, siswa tidak dilibatkan secara langsung, guru hanya menjelaskan dan
memberi pertanyaan. Ketika menjelaskan melalui media power point, guru
menjelaskan terlalu cepat dan siswa tidak diberi kesempatan untuk mencatat,
untuk evaluasi diakhir pembelajaran, guru hanya menyuruh siswa
mengerjakan soal latihan yang terdapat dalam buku paket, jika waktu yang
tersedia sudah habis, maka soal dikerjakan di rumah.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap siswa
ditemukan bahwa rendahnya hasil belajar siswa terjadi karena siswa kurang
paham dengan konsep-konsep kimia yang dipelajari sebelumnya sehingga
untuk memahami konsep yang baru, siswa merasa kesulitan karena konsep-
konsep awal kimianya saja siswa tidak paham. Metode ceramah dan
penggunaan media power point yang guru gunakan membuat siswa merasa
bosan dan kesulitan untuk mempelajari konsep kimia, karena guru
menjelaskan dengan cepat dan tidak memberi kesempatan pada siswa untuk
mencatat, dan jarangnya melakukan kegiatan praktikum membuat siswa
beranggapan kimia itu mata pelajaran yang menakutkan, sulit, dan abstrak
karena ketidakmampuan siswa memahami konsep kimia, siswa tidak aktif
dan tidak terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran sehingga semangat
siswa untuk belajar kurang.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru
mata pelajaran kimia di SMA Muhammadiyah 25 Setiabudi Pamulang,
diperoleh bahwa guru lebih sering menggunakan metode ceramah karena
pelajaran kimia membutuhkan lebih banyak penjelasan, sedangkan
penggunaan media power point, selain memudahkan guru untuk menjelaskan,
siswa pun dapat melihat materi yang disajikan dari power point, hanya saja
dalam pembelajarannya masih banyak siswa yang kesulitan dalam
mempelajari konsep-konsep kimia. Guru jarang melakukan praktikum karena
laboratorium yang tersedia hanya ada satu dan digunakan secara bergantian
dengan SMP Muhammadiyah dibawah yayasan Muhammadiyah Setiabudi
Pamulang. Selain itu, selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa
terlihat pasif dan jarang ada yang bertanya sehingga sulit untuk mengetahui
apakah siswa memahami materi atau tidak, hal ini disebabkan ketika guru
memberikan pertanyaan siswa hanya diam dan tidak memberikan tanggapan
telah memahami materi atau tidak. Selain itu, menurut informasi guru,
pencapaian hasil belajar kelas XI IPA semester 1 tahun ajaran 2009/2010
rata-rata <50 dan masih dibawah rata-rata KKM sekolah. Rata-rata KKM
sekolah untuk pelajaran kimia yaitu 70. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
belajar kimia siswa yang rendah disebabkan pemahaman konsep siswa
terhadap konsep kimia rendah. Rendahnya pemahaman siswa terutama pada
konsep yang berupa hitungan, yaitu pada konsep termokimia dan laju reaksi,
sedangkan data hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 tahun ajaran 2010/2011
pada mata pelajaran kimia masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
hasil ulangan harian 20 orang siswa dari 38 jumlah siswa di kelas XI IPA 1
atau sekitar 53% siswa belum mencapai harapan atau masih di bawah nilai
KKM yang sudah ditetapkan yaitu 70.
Konsep - konsep kimia di kelas XI cukup sulit untuk dipahami jika
siswa tidak memahami konsep awal kimia, karena menyangkut reaksi-reaksi
kimia, percobaan suatu teori baik pada konsep laju reaksi, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi. Data yang didapatkan peneliti dari guru mata
pelajaran kimia diperoleh bahwa laju reaksi merupakan salah satu konsep
yang dianggap sulit oleh siswa. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya nilai
rata-rata ulangan harian kelas XI IPA 1 SMA tahun ajaran 2009/2010. Sesuai
dengan tuntutan kurikulum, berdasarkan kompetensi dasar (KD) 3.1, pada
pelaksanaan pembelajaran untuk konsep laju reaksi dituntut untuk melakukan
percobaan. Pada konsep laju reaksi, jika siswa hanya diberi penjelasan
tentang konsepnya saja dan tidak diajak untuk terlibat secara langsung dalam
proses pembelajaran atau tidak dilakukannya percobaan konsep, maka siswa
tidak akan memperoleh kesempatan untuk mencoba melakukan dan
memahami penerapan konsep laju reaksi yang telah diperoleh.
Percobaan dalam pembelajaran konsep laju reaksi dapat dilakukan
melalui pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses berfungsi
sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep. Konsep yang telah
ditemukan atau dikembangkan berfungsi pula sebagai penunjang
keterampilan proses.2 Penggunaan keterampilan proses dalam belajar konsep
sangat tepat, karena belajar konsep lebih menekankan hasil belajar berupa
pemahaman faktual dan prinsipil terhadap bahan atau isi pelajaran yang
bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan proses lebih
ditekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran dipelajari dan
diorganisir secara tepat.3
Belajar konsep dan belajar keterampilan proses saling berkaitan.
Keduanya merupakan garis kontinum, belajar konsep menekankan perolehan
atau hasil, pemahaman faktual dan prinsipil, sedangkan belajar keterampilan
proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang
dipelajari. Sehingga, belajar konsep tidak mungkin tanpa keterampilan proses
pada siswa,4 Karena, konsep tidak bisa ditransfer secara utuh dari pikiran
guru kepada siswa, tetapi harus dibangun sendiri oleh siswa, artinya dalam
pembelajaran siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuannya
melalui interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan pengalaman
dan keterampilan-keterampilan dasar yang telah dimilikinya.
Kegiatan dalam keterampilan proses dapat muncul jika metode
mengajar yang digunakan memungkinkan siswa untuk mempraktekkan dan
2
Djago Tarigan, Proses Belajar Mengajar Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 1990), Ed.
Ke-1 h. 10
3
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar..., h. 6
4
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar..., h. 7
mengamati secara langsung perubahan-perubahan yang terjadi selama
percobaan. Metode yang dianggap tepat untuk hal tersebut adalah metode
praktikum. Dalam pelajaran sains, metode praktikum tidak hanya digunakan
untuk memperlihatkan sesuatu sekedar untuk dilihat, tetapi banyak digunakan
untuk mengembangkan suatu pemahaman, memperlihatkan penggunaan suatu
prinsip, menguji kebenaran suatu hukum yang diperoleh secara teoritis atau
untuk memperkuat suatu pengertian. Dengan metode ini siswa dapat
melakukan kegiatan penemuan konsep sendiri melalui penanganan benda-
benda nyata dalam hal ini berupa zat-zat kimia yang direaksikan langsung dan
dapat diamati perubahan zatnya serta hasil reaksinya.
Selain dengan metode praktikum, dalam pelaksanaan pendekatan
keterampilan proses dapat dilakukan dengan metode diskusi. Dengan diskusi,
siswa dapat bekerja sama bertukar pendapat dengan siswa lainnya. Dengan
diskusi, siswa dilatih untuk melakukan proses berpikir, mengungkapkan
pendapat, dan semua siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran
lebih tinggi.5
Penerapan pendekatan keterampilan proses melalui metode praktikum
dan diskusi, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa,
khususnya pada konsep laju reaksi. Hal inilah yang kemudian mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses
pada Konsep Laju Reaksi”.
5
Tonih Feronika, Buku Ajar Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif
Hidayatullah, 2008), h. 40
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis
mengidentifikasi beberapa masalah, yaitu:
1. Pemahaman siswa terhadap konsep laju reaksi masih rendah.
2. Rata-rata pencapaian ulangan harian konsep laju reaksi masih di bawah
nilai KKM
3. Jarangnya melakukan kegiatan praktikum.
4. Kegiatan belajar mengajar selalu menggunakan metode ceramah.
5. Guru menjelaskan materi terlalu cepat.
6. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mencatat materi yang terdapat di
power point.
7. Siswa beranggapan bahwa kimia adalah pelajaran yang menakutkan, sulit,
dan abstrak.
8. Siswa tidak aktif dan tidak bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar.
F. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi siswa, siswa terlibat langsung dengan objek nyata sehingga dapat
mempermudah pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia, merangsang
siswa untuk aktif, kreatif, serta memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan yang ada dalam diri siswa.
2. Bagi guru kimia, dapat memberikan gambaran proses pembelajaran kimia
sehingga dapat merangsang dan mengembangkan pembelajaran melalui
pendekatan keterampilan proses.
3. Bagi lembaga pendidikan, sebagai pertimbangan pembuatan program
pembelajaran kimia yang dapat melibatkan siswa lebih aktif dalam
pembelajaran dan menumbuhkembangkan keterampilan proses siswa.
Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bagaimana penerapan pendekatan keterampilan proses dalam
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 79
7
Nuryani Y. Rustaman dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: UM Press,
2005), h. 51
8
Nuryani Y. Rustaman dkk., Strategi Belajar Mengajar...., h. 50
9
Mulyati Arifin, “Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia”, (Bandung,
1995). h. 38
10
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.30
Konsep dibedakan atas konsep konkrit dan konsep abstrak (yang
harus didefinisikan). Konsep konkrit adalah pengertian yang menunjuk
pada objek-objek dalam lingkungan fisik, sedangkan konsep abstrak (yang
harus didefinisikan) adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi
tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik,
untuk memberikan pengertian konsep secara abstrak diperlukan definisi
dengan menggunakan lambang bahasa.
Dari beberapa pengertian tentang konsep di atas, dapat disimpulkan
bahwa konsep merupakan satuan arti yang dapat mewakili sejumlah
stimuli yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Stimuli adalah obyek-obyek.
Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi obyek-obyek yang
ada di sekitar kita. Konsep dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata,
konsep ada yang bersifat konkrit dan ada juga yang bersifat abstrak.
Konsep konkrit dapat dilihat sedangkan konsep abstrak tidak dapat dilihat
dan harus dipelajari dengan definisi.
2. Pemahaman Konsep
Konsep penting bagi manusia, karena digunakan untuk
berkomunikasi, berpikir ilmiah, belajar atau mengaplikasikan pada
masalah yang sedang dihadapi. Sebagian besar apa yang dipelajari di
sekolah terdiri dari konsep-konsep.11 Selama menuntut ilmu, siswa dituntut
untuk menguasai konsep kata-kata tertentu.12 Melalui perbendaharaan dan
pemahaman konsep siswa diharapkan tidak sekedar untuk memilikinya,
tetapi siswa diharapkan dapat menggunakan konsep yang telah dimilikinya
untuk mengorganisasikan dan mengklasifikasikan pengalamannya untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebab dengan pemahaman
konsep didapatkan pengertian atas kata-kata yang dipelajari. Seseorang
yang tidak menguasai konsep kata-kata tertentu akan mengalami kesulitan
11
Mulyati Arifin, Pengembangan Program Pengajaran...., h. 38
12
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar......, h. 32
memahami suatu kalimat yang dibaca. Ini berarti belajar konsep
mempunyai arti penting bagi keberhasilan belajar.
Dalam mempelajari kaidah-kaidah diperlukan penguasaan atas
kata-kata, sehingga didapatkan pengertian yang jelas, jauh dari verbalisme
yang bersifat hafalan belaka. Kaidah itu sendiri adalah penggabungan dari
beberapa konsep yang dihubungkan satu sama lain. Misalnya, dalam
menjawab soal-soal uraian diperlukan pemahaman konsep, sehingga tidak
terjadi kesalahan kata-kata dalam menjawabnya. Banyak hafalan kata-kata
tanpa pemahaman konsep adalah penguasaan bahan yang baku, jauh dari
pengertian.
Pemahaman konsep sangatlah diperlukan, agar siswa dapat
menyelesaikan masalah yang relevan dengan konsep tersebut. Untuk
memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang
relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang
diperolehnya. Untuk mempelajari suatu konsep dengan baik perlu
memahami ciri-ciri suatu konsep, sehingga dengan konsep itu siswa dapat
berpikir secara abstrak.
Adapun ciri-ciri suatu konsep adalah sebagai berikut:
a. Konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki seseorang atau
kelompok orang-orang. Dalam hal ini konsep semacam simbol.
b. Konsep itu timbul sebagai hasil dari pengalaman manusia dengan lebih
dari satu benda, peristiwa atau fakta. Dalam hal ini konsep adalah suatu
generalisasi.
c. Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia yang menuangkan banyak
pengalaman.
d. Konsep menyangkut fakta-fakta atau pemberian pola pada fakta-fakta.
e. Suatu konsep dapat mengalami perubahan, akibat timbulnya
pengetahuan baru.
f. Konsep berguna untuk membuat ramalan dan tafsiran.
Taksonomi tujuan pengajaran dalam kawasan kognitif menurut
Bloom terdiri atas enam tingkatan yang susunannya sebagai berikut:13
a. Pengetahuan
Mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta,
peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman
Mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari.
c. Penerapan/Aplikasi
Mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d. Analisis
Mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-
bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
e. Sintesis
Mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
f. Evaluasi
Mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu.
13
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006),
h. 26
14
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis (Paradigma Baru Pembelajaran
Menuju Kompetensi Siswa), (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 90
Pemahaman merupakan salah satu ranah kejiwaan yang berpusat di
otak yang berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan)
yang bertalian dengan rasa. Pemahaman merupakan bagian dari kognitif
manusia. Istilah cognitive berasal dari kata cognition (kognisi) yaitu
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan
selanjutnya istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain atau
wilayah atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku
mental.15
Setiap siswa memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai
hal-hal yang mereka pelajari di sekolah, baik mengenai mata pelajaran
maupun mengenai kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di sekolah.
Pemahaman sendiri berasal dari kata “paham”. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, kata paham diartikan "pengertian".16 Memahami berarti
mengerti, perlu disadari bahwa tujuan pendidikan itu adalah membuat
siswa mengerti dan bukan membuat siswa percaya. Jadi, siswa perlu
memahami IPA bukan menghafal fakta-fakta tentang IPA agar dapat
menghadapi perkembangan atau bahkan ikut berpartisipasi dalam
pengembangan teknologi di masa yang akan datang. Sebagai contoh
persamaan reaksi adalah suatu konsep. Jika seseorang telah mempelajari
persamaan reaksi maka orang tersebut akan dapat mengabstraksikan apa
yang dimaksud dengan persamaan reaksi dengan segala karakteristiknya.
Apabila kemudian orang tersebut diminta menuliskan persamaan reaksi A
dengan B menghasilkan C dan D, maka akan dituliskan :
A+B C + D
Dari persamaan reaksi tersebut akan berkembang ke konsep yang
lebih tinggi seperti konsep laju reaksi. Dalam konsep laju reaksi,
persamaan reaksi dinyatakan berdasarkan data hasil percobaan.
15
Muhibbin Syah, “Psikologi Belajar”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet
ke-II, h. 22
16
W. J. S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka,
1993), h. 694
Berdasarkan data tersebut, dapat ditentukan orde reaksi dan konstanta laju
reaksi.
Pemahaman pada suatu konsep akan menambah daya abstraksi
yang diperlukan dalam komunikasi. Pemahaman pada suatu konsep sering
digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsep lain. Sehingga semakin
banyak konsep yang dimiliki seseorang akan memberikan kesempatan
kepadanya untuk memahami konsep lain yang lebih luas yang akan
menjadi modal untuk memecahkan masalah di sekitarnya. Semakin banyak
konsep yang dimiliki seseorang semakin banyak alternatif yang dapat
dipilihnya dalam menghadapi masalah yang dihadapinya.17
Mengembangkan cara berfikir dan kemampuan mengajukan
pertanyaan bagi siswa perlu dilakukan dengan menggunakan keterampilan
proses dalam IPA dan tidak cukup hanya mengandalkan metode ceramah
saja, karena tujuan pengajaran ilmu pengetahuan berupa pemahaman
konseptual.18 Jadi, dari penjelasan yang sudah diuraikan di atas yang
dimaksud dengan pemahaman konsep adalah memahami dan menguasai
pengertian dan tujuan dari suatu arti yang dapat mewakili obyek-obyek,
prinsip, dan teori yang sedang dipelajari.
17
Mulyati Arifin, Pengembangan Program Pengajaran...., h. 38
18
Dorothy Gabel, “Enhancing the conceptual Understanding Of Science”, Journal of
educational HORIZONS Winter 2003, Indiana University
19
Michael J. Padilla, “The Science Process Skills”, (Research Matters - to the Science
Teacher No. 9004, March 1, 1990)
memperoleh hasil, yakni memperoleh keterampilan tentang prosesnya.
Pendekatan ini disebut dengan istilah pendekatan keterampilan proses.
Ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan
pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-
hari. Alasan pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung
semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua
fakta dan konsep kepada siswa. Alasan kedua, para ahli psikologi
umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep
yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret,
contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi,
dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan
terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-
benar nyata. Alasan ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat
mutlak benar seratus persen, penemuan bersifat relatif. Alasan keempat,
dalam proses belajar-mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak
dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.20
Sebagai salah satu upaya mengoptimalkan siswa dalam melaksanakan
aktivitas belajarnya agar dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dan
siswa tidak hanya menerima atau menghapal secara verbal, namun harus
melalui pengalaman langsung, maka dalam proses pembelajaran sebaiknya
diterapkan pendekatan keterampilan proses.
Depdikbud seperti yang dikutip Dimyati mendefinisikan
pendekatan keterampilan proses sebagai wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik
yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada
prinsipnya telah ada dalam diri siswa.21
20
Conny Semiawan, “Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa
dalam Belajar ”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), h. 14
21
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran...., h. 138.
Pendekatan keterampilan proses Menurut Funk dalam Dimyati
22
yaitu:
a. Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian
yang tepat tentang hakikat ilmu pengetahuan. Siswa dapat mengalami
rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih baik mengerti fakta dan
konsep ilmu pengetahuan.
b. Mengajar dengan keterampilan proses berarti menambah kesempatan
kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar
menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan.
c. Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan
membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Cepni mendefinisikan keterampilan proses sebagai keterampilan
dasar yang memfasilitasi pembelajaran dalam ilmu, membuat siswa aktif,
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa untuk pembelajaran mereka
sendiri, membuat kegiatan belajar menjadi menyenangkan, dan membekali
siswa dengan cara dan metode penyelidikan.23
Keterampilan proses didefinisikan sebagai seperangkat
kemampuan luas yang disesuaikan dengan banyak disiplin ilmu dan
mencerminkan perilaku para ilmuwan. Keterampilan proses dapat berupa
keterampilan dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses dasar meliputi
keterampilan mengamati, menyimpulkan, mengukur, berkomunikasi,
mengklasifikasi, dan meramalkan. Keterampilan dasar semacam itu
membantu memberikan sebuah keterampilan proses terpadu. Sedangkan
yang termasuk keterampilan proses yang terintegrasi yaitu mengendalikan
variabel, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis,
menafsirkan data, bereksperimen, dan merumuskan model.24 Dengan
22
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran...., h. 138
23
Meltem Duran, Oğuz Özdemir , “The effects of scientific process skills–based science
teachingon students' attitudes towards science” (US-China Education Review, ISSN 1548-6613,
USA, Volume 7, No.3, Maret 2010, (Serial No.64))
24
Rebecca L. Hamilton, “Assessing Mississippi AEST Teachers’ Capacity For Teaching
Science Integrated Process Skill” Journal of Southern Agricultural Education Research Volume
57, Number 1, 2007, Mississippi State University Extension Service. Diakses 21 Februari 2010
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan,
siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan
konsep.25
Menurut Ausubel dalam Ango, keterampilan proses seperti
keterampilan mengamati, mengelompokkan, memprediksi, sangat penting
untuk pengembangan dan menghasilkan pemahaman konsep siswa.
Dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses, guru tidak hanya
mengajar dan memberikan bimbingan tetapi yang lebih penting guru
terampil membangun situasi agar siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan hasil belajar.26
Dari beberapa pengertian pendekatan keterampilan proses dapat
disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan
pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk berproses
ilmiah dengan tujuan mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
siswa untuk menemukan dan mengemukakan sendiri fakta, konsep serta
sikap dan nilai dalam diri siswa. Konsep-konsep yang siswa peroleh
melalui keterampilan proses yang telah dilakukan akan tertanam kuat,
sehingga siswa akan lebih memahami suatu konsep, karena siswa terlibat
dalam proses pencarian konsep. Pendekatan keterampilan proses mampu
mengembangkan kreativitas siswa dalam belajar sehingga siswa aktif
mengembangkan dan menerapkan kemampuannya.
25
Conny Semiawan, “Pendekatan Keterampilan Proses..., h. 18
26
Mary L. Ango, Maria L. Ango, “Process control Science Skills and Effective Use them
in Teaching of Science:An Education Educology” tersedia di
http://www.eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0000019b/80/27/fb/49.pd
f di akses 21 Februari 2010
kegiatan keterampilan proses ini bertolak pada kemampuan fisik dan
mental yang mendasar, sesuai dengan apa yang ada pada pribadi
siswa.27
27
Moerdiyanto, “Strategi Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan proses dalam kegiatan
Belajar Mengajar”, (Cakrawala Pendidikan No. 1 Tahun VIII 1989), h. 25
28
Moerdiyanto, “Strategi Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan proses...., h. 27
(d) Guru memberikan motivasi untuk memusatkan perhatian siswa
terhadap pelajaran yang akan diberikan.
2) Kegiatan
Kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan berdasarkan
keterampilan proses. Dalam pelaksanaannya, guru mengikutsertakan
siswa untuk turut aktif agar diperoleh kemampuan untuk mengamati,
mengklasifikasikan, menafsirkan, memprediksi, menerapkan
kegiatan, dan mengkomunikasikan. Dengan keterampilan-
keterampilan proses yang siswa peroleh pada kegiatan belajar-
mengajar tersebut, siswa akan dapat memahami lebih mendalam dan
dapat mengingat dalam jangka waktu yang lama sehingga mereka
mampu menerapkan hasil belajarnya pada berbagai situasi yang
dihadapi dalam masyarakat.
3) Mengadakan posttest
Posttest dalam kegiatan ini bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh tujuan belajar telah dicapai oleh siswa. Dengan
posttest tersebut, guru dapat mengontrol berapa persen tujuan belajar
tercapai dan tujuan-tujuan mana yang belum dikuasai siswa. Hal ini
dapat digunakan untuk mengadakan revisi/remedial bagi siswa-siswa
tertentu atau mungkin juga dapat digunakan sebagai umpan balik
bagi perbaikan proses belajar mengajar berikutnya.
4) Menutup kegiatan
Dalam pendekatan keterampilan proses, pada akhir kegiatan
belajar, guru harus selalu memberikan tugas-tugas yang harus
diselesaikan dan dimonitor bahkan dinilai oleh guru. Dengan tugas
tersebut, siswa akan selalu belajar sehingga proses mencari
pengalaman belajar tidak terbatas di sekolah, tetapi juga di rumah.
Demikian, empat langkah yang harus ditempuh oleh guru dalam
penerapan keterampilan proses pada kegiatan belajar mengajar. Untuk
dapat melakukan langkah demi langkah di atas, guru dituntut untuk
mempersiapkan secara matang materi pelajaran yang akan diajarkan
sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, seperti penyiapan:29
a. Rencana pengajaran dan materi pengajaran
b. Media pengajaran yang dapat membantu proses belajar
c. Daftar tugas yang harus diselesaikan siswa selama proses belajar
berlangsung
d. Alat evaluasi, tugas-tugas rumah
Agar pelaksanaan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan
belajar mengajar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan pengajaran
maka perlu disusun rencana pengajaran yang mengacu pada keterampilan
proses tersebut.
29
Moerdiyanto, “Strategi Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan proses...., h. 27
30
Nuryani Y. Rustaman dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi.....,h. 80
menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis,
menarik kesimpulan dari suatu seri pengamatan.
c. Mengelompokkan (klasifikasi)
Klasifikasi didefinisikan sebagai proses pengaturan objek-objek
peristiwa atau informasi ke dalam deretan kelompok menurut cara atau
sistem tertentu. Seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri,
mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.
d. Meramalkan (prediksi)
Karakteristik dari keterampilan prediksi adalah keterampilan
mengajukan perkiraan tentang suatu yang belum terjadi berdasarkan
suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.
e. Berkomunikasi
Karakteristik pendekatan keterampilan proses berkomunikasi
adalah mengutarakan gagasan, menjelaskan penggunaan data hasil
penginderaan atau memberikan data secara akurat suatu objek atau
kejadian, mengubah data dalam bentuk tabel ke bentuk lainnya.
f. Berhipotesis
Menyatakan atau menyusun hubungan antara dua variabel serta
mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis
diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam
rumusan hipotesis biasanya terkandung cara mengujinya.
g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan
Menentukan alat dan bahan, menentukan variabel atau peubah
yang terlibat dalam suatu percobaan, menentukan variabel kontrol dan
variabel bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta
menentukan cara dan langkah kerja.
h. Menerapkan konsep atau prinsip
Menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep
yang telah dimiliki serta menerapkan konsep yang telah dipelajari siswa
dalam situasi baru.
i. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang
apa, mengapa, mengetahui atau menanyakan latar belakang hipotesis
pada sebuah konsep atau pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan.
b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran di
mana guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok-kelompok
siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah untuk mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif
pemecahan suatu masalah.32
32
J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 20
Metode diskusi mempunyai kegunaan, diskusi sebagai metode
mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan
kemampuannya
3) Mendapatkan balikan dari siswa, apakah tujuan telah tercapai
4) Membantu siswa belajar berpikir kritis
5) Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri
sendiri maupun teman-temannya
6) Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai
masalah yang dilihat, baik dari pengalaman sendiri maupun dari
pelajaran sekolah
7) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Laju reaksi =
34
Tonih Feronika, Buku Ajar Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif
Hidayatullah 2008), h. 40
35
Paulina Hendrajanti, Konsep dan Penerapan Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI,
(Surakarta: PT. Widya Duta Grafika, 2007), h. 44
Apabila suatu persamaan reaksi:36
X Y
Sewaktu reaksi berlangsung, terjadi pengurangan konsentrasi
pereaksi X dan peningkatan konsentrasi produk pereaksi Y.
Perubahan konsentrasi X yakni ∆[X] akan memiliki nilai
negatif. Agar laju reaksi pereaksi X, yakni vX memiliki nilai positif,
maka vX didefinisikan sebagai:
Keterangan :
v = laju reaksi (mol L-1 detik -1)
] = perubahan konsentrasi molar pereaksi
= perubahan konsentrasi molar produk
= perubahan waktu reaksi
aA + bB pP + qQ
36
J. M. C. Johari dan Rahmawati, Kimia SMU, (Jakarta: Esis PT Gelora Aksara Pratama,
2004), h. 100
37
J. M. C. Johari dan Rahmawati, Kimia SMU..., h. 100
hubungan laju reaksi zat A, B, P, dan Q dinyatakan sebagai berikut :
= =+ =+
atau
vA = vB = vP = vQ
Persamaan ini juga dapat diartikan apabila laju reaksi suatu zat
diketahui, maka laju reaksi zat-zat lainnya dapat ditentukan.
aA + bB Produk reaksi
v = k [A]m [B]n
keterangan :
v = laju reaksi (mol L-1 detik -1) m = orde reaksi zat A
k = tetapan laju reaksi n = orde reaksi zat B
[A] = konsentrasi molar zat A m + n = orde total
[B] = konsentrasi molar zat B
38
J. M. C. Johari dan Rahmawati, Kimia SMU..., h. 103
39
Paulina Hendrajanti, Konsep dan Penerapan Kimia...., h. 53
1) Konsentrasi pereaksi
Laju reaksi umumnya naik dengan bertambahnya konsentrasi
pereaksi, dan turun dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi.
Makin pekat suatu larutan atau makin besar konsentrasi larutan,
maka jumlah partikel zat terlarut semakin banyak dan jarak antara
partikel semakin rapat, sehingga kemungkinan bertumbukan lebih
besar. Semakin banyak tumbukan, maka reaksi berlangsung lebih
cepat.
2) Luas permukaan
Untuk reaksi heterogen yakni reaksi yang melibatkan zat-zat
pereaksi dengan wujud berbeda, laju reaksi dipengaruhi oleh
permukaan sentuh. Jika luas permukaan bidang sentuh zat makin
besar maka kemampuan bersentuhan akan lebih banyak, tumbukan
akan sering terjadi dan laju reaksi makin tinggi.
3) Suhu
Laju reaksi bertambah dengan naiknya suhu. Menaikkan
suhu reaksi berarti menambah energi yang diserap oleh molekul-
molekul sehingga energi kinetik molekul bertambah besar.
Akibatnya, molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tumbukan
akan lebih sering terjadi, sehingga laju reaksi semakin tinggi. Nilai
peningkatan laju reaksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
va =
Keterangan :
va = laju reaksi pada suhu akhir (Ms-1)
vo = laju reaksi pada suhu awal (Ms-1)
a = kenaikan laju reaksi
Ta = suhu akhir (oC)
To = suhu awal (oC)
= kenaikan suhu
Laju reaksi berbanding terbalik dengan waktu, sehingga
waktu untuk berlangsungnya suatu laju reaksi dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ta = ( )
Keterangan :
to = lama reaksi pada suhu awal (s)
ta = lama reaksi pada suhu akhir (s)
4) Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mengubah laju reaksi
kimia tanpa mengalami perubahan secara kimia di akhir reaksi.
Katalis yang mempercepat laju reaksi disebut katalis positif atau
lebih umum disebut katalis saja. Sedangkan katalis yang
memperlambat laju reaksi disebut katalis negatif atau lebih umum
disebut inhibitor.
40
Mary L. Ango, Maria L. Ango, “Process control Science Skills...., h. 2
satu tujuan yang paling penting bagi sebagian besar sekolah adalah mengajar
siswa untuk berpikir ilmiah dan kritis. Salah satu cara untuk memacu siswa
agar dapat berpikir ilmiah dan kritis adalah dengan menerapkan pendekatan
keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses ini memiliki jenis-jenis
keterampilan yang mencerminkan perilaku ilmuwan. Dengan diterapkannya
pendekatan ini siswa akan berperilaku seperti ilmuwan sehingga siswa akan
termotivasi dan cara berpikirnya akan berkembang.41
Menurut Meltem Duran dan Oguz Ozdemir dalam penelitiannya yang
berjudul “The Effect of Scientific Process Skills-Based Science Teaching on
Students’ Attitude Towards Science”. Dapat dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses
memberikan hasil yang positif dan berpengaruh sangat penting dalam
meningkatkan pemahaman siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa
merasa tertarik dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu
sains yang dilakukan dengan penyelidikan/percobaan ilmiah.42
Menurut William dan John dalam penelitiannya yang berjudul “The
Enhancement of Science Process Skills in Primary Teacher Education
Students”. Dapat disimpulkan bahwa siswa mengembangkan keterampilan
proses tingkat tinggi melalui pengalaman laboratorium yang memberikan
para siswa kebebasan untuk melakukan percobaan. Selain itu, dengan
keterampilan proses siswa belajar untuk mengidentifikasi dan menentukan
variabel yang bersangkutan, menafsirkan, mengubah, dan menganalisisis
data, merencanakan dan merancang percobaan, dan merumuskan hipotesis.43
Rebecca dalam penelitiannya yang berjudul “Assessing Mississipi
AEST Teachers’ Capacity For Teaching Science Integrated Process Skills”
menyimpulkan bahwa siswa yang diajarkan dengan keterampilan proses dan
41
Michael J. Padilla, “The Science Process Skills”...., h. 1
42
Meltem Duran, Oğuz Özdemir , “The effects of scientific process skills....., h. 27
43
William Foulds and John Rowe, “The Enhancement of Science Process Skills In
Primary Teacher Education Students”, (Australian Journal of Teacher Education, Vol. 21, No. 1,
1996), h. 4
prinsip-prinsip sains menunjukkan prestasi yang lebih tinggi daripada siswa
yang diajarkan dengan pendekatan-pendekatan tradisional.44
Menurut Nina Kadaritna dalam Penelitiannya yang berjudul
“Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Meningkatkan
Pemahaman Kimia Siswa Kelas II SMU YP UNILA Bandar lampung”
mengatakan bahwa penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui
metode demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-
konsep kimia.45
44
Rebecca L. Hamilton, Assessing Mississipi AEST...., h. 9
45
Nina Kadaritana, “Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Meningkatkan
Pemahaman Kimia Pada Siswa Kelas II SMU YP UNILA Bandar lampung”, (Jurnal LIPI, JPP,
Volume 1 Nomor 1, April 2003), h. 23
C. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan
- Pemahaman siswa terhadap konsep laju reaksi masih rendah.
- Rata-rata pencapaian ulangan harian konsep laju reaksi masih di bawah nilai
KKM
- Jarangnya melakukan kegiatan praktikum.
- Kegiatan belajar mengajar selalu menggunakan metode ceramah.
- Guru menjelaskan materi terlalu cepat.
- Siswa tidak diberi kesempatan untuk mencatat materi yang terdapat di
power point.
- Siswa beranggapan bahwa kimia adalah pelajaran yang menakutkan, sulit,
dan abstrak.
- Siswa tidak aktif dan tidak bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar.
46
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008),
h. 16
tergantung kepada tingkat penyelesaian masalah atau kriteria ketercapaian
indikator.
a. Perencanaan
Pada penelitian ini akan menggunakan pendekatan
keterampilan proses melalui metode praktikum dan metode diskusi.
Dalam proses pembelajarannya akan dibagi menjadi dua siklus.
Penelitian tindakan kelas siklus I menggunakan materi kemolaran,
pengertian laju reaksi, persamaan laju reaksi, faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Sedangkan siklus II menggunakan materi
teori tumbukan, dan orde reaksi.
Susunan Kegiatan perencanaan sebagai berikut:
1) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses
belajar mengajar.
2) Merancang strategi dan skenario pembelajaran yang akan
dilaksanakan melalui pendekatan keterampilan proses.
3) Menentukan indikator ketercapaian keberhasilan dalam
pembelajaran.
4) Menyusun instrumen penelitian untuk proses pengumpulan data
berupa tes, yaitu instrumen tes berupa soal tes uraian untuk
mengetahui pemahaman konsep siswa.
5) Menyusun lembar kerja siswa untuk mendukung penerapan
keterampilan proses melalui metode praktikum dan diskusi.
6) Mempersiapkan alat dan bahan praktikum serta media
pembelajaran yang dibutuhkan seperti LCD dan laptop.
7) Untuk kegiatan praktikum, siswa diwajibkan membawa ati ayam
untuk diamati.
b. Pelaksanaan
Melaksanakan setiap langkah yang telah direncanakan dalam
strategi pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran berlangsung,
siswa harus melakukan semua kegiatan pembelajaran dalam kelas,
sedangkan guru mengarahkan jalannya proses pembelajaran,
memotivasi siswa agar aktif dalam pembelajaran dan menilai
pelaksanaan proses belajar itu sendiri, selama berlangsungnya proses
belajar harus selalu diawasi agar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c. Pengamatan
Dalam pelaksanaan proses belajar dengan pendekatan
keterampilan proses berlangsung, maka pada saat itu dapat dilakukan
pencatatan terhadap aktifitas siswa dan aktivitas guru dalam lembar
pengamatan dan catatan lapangan sebagai bahan refleksi untuk siklus
berikutnya.
d. Refleksi
Menganalisa proses belajar siswa yang telah dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses. Jika terdapat
kekurangan dalam proses pembelajaran, maka dalam siklus berikutnya
dapat diambil langkah perbaikan agar proses pembelajaran
dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
Model penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:47
Perencanaan
Perencanaan
?
Gambar 3.1. Model Penelitian Tindakan Kelas
47
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas......, h. 16
C. Subjek/ Partisipan yang terlibat dalam Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru mata pelajaran kimia
dan siswa kelas XI IPA 1 semester I di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang
Setiabudi tahun ajaran 2010/2011. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah
38 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
48
Nina Kadaritana, “Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam
Meningkatkan Pemahaman Kimia Pada Siswa Kelas II SMU YP UNILA Bandar lampung”,
(Jurnal LIPI, JPP, Volume 1 Nomor 1, April 2003), h. 23
49
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui
Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 114
Tabel 3.1 Jenis Data, Sumber Data, dan Instrumen
Data Sumber Data Instrumen
Lembar observasi dan
Observasi awal Guru dan siswa
pedoman wawancara
Kognitif (pemahaman konsep) Siswa Posttest
Aktivitas siswa ketika proses Lembar observasi dan
Siswa dan guru
pembelajaran catatan lapangan
50
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), Cetakan kesebelas, h. 35.
bedanya. Pada siklus I, dari 14 soal yang telah diuji coba didapatkan
bahwa 9 soal valid dan bisa digunakan untuk mengukur pemahaman
konsep siswa.
Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Siklus II
Aspek Kognitif Proporsi
No Indikator
C1 C2 C3 C4 C5 C6 ∑ %
1. Menjelaskan
faktor-faktor yang
mempengaruhi
1*,
laju reaksi 4 3* 4 28,57
2
berdasarkan teori
tumbukan
2. Menjelaskan
peranan 7 8 5* 3 21,42
katalisator
3. Menjelaskan
energi
pengaktifan
13 6* 2 14,29
dengan
menggunakan
diagram
4. Menjelaskan 10
9 2 14,29
grafik orde reaksi *
5. Menentukan orde 11,
reaksi 12*, 3 21,42
14*
Jumlah 2 2 4 3 1 2 14 100
Keterangan :
C1 : Hafalan/ingatan C4 : Analisis
C2 : Pemahaman C5 : Sintesis
C3 : Penerapan C6 : Evaluasi
* : soal yang valid
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti kemantapan
suatu alat ukur. Artinya, jika suatu alat ukur digunakan untuk melakukan
pengukuran secara berulang kali maka alat tersebut tetap memberikan hasil
yang sama.52 Untuk mengetahui reliabilitas dari butir soal peneliti
menggunakan program ANATES (lampiran 13). Nilai reliabilitas tes siklus
51
M. Toha Anggoro, dkk, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007),
Edisi 2, h. 5.28
52
M. Toha Anggoro, dkk, Metodologi Penelitian,...., h. 5.31
I (sebanyak 9 soal uraian) sebesar 0,71 dan siklus II (sebanyak 7 soal
uraian) sebesar 0,18.
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar
suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan
indeks. Indeks ini dinyatakan dengan proporsi yang besarnya antara 0,00
sampai dengan 1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran berarti soal
tersebut semakin mudah.53 Untuk mengetahui tingkat kesukaran dari butir
soal peneliti menggunakan program ANATES (lampiran 13).
Untuk soal siklus I, terdapat 3 soal yang termasuk kategori sedang
(soal nomor 3, 10, 14), 8 soal sukar (soal nomor 1, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 13), 2
soal sangat sukar (soal nomor 7, 11), dan 1 soal sangat mudah (soal nomor
12). Sedangkan pada siklus II, terdapat 7 soal yang termasuk kategori
sedang (soal nomor 1, 4, 7, 10, 11, 12, 14), 5 soal yang termasuk sukar
(soal nomor 2, 3, 6, 9, 13) dan 2 soal yang termasuk sangat sukar (soal
nomor 5, 8).
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan
peserta didik yang kurang pandai (kurang/tidak menguasai materi).54
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi (D).
Untuk mengetahui daya pembeda dari butir soal peneliti
menggunakan program ANATES (lampiran 13). Untuk siklus 1 dari 14
soal yang diujicobakan, terdapat satu butir soal yang memiliki nilai
pembeda < 0,3 dan 13 butir soal memiliki nilai pembeda > 0,3. Sedangkan
untuk siklus II dari 14 soal yang diujicobakan terdapat tiga butir soal yang
53
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) h. 134
54
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran..., h. 133
memiliki nilai pembeda < 0,3 dan 11 butir soal memiliki nilai pembeda >
0,3.
K. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara
statistik deskriptif berupa skor rata-rata (mean) dari data kuantitatif tes uraian
dalam rangka untuk mengetahui bahwa peningkatan hasil belajar siswa akan
meningkatkan pemahaman konsep siswa.
a. Untuk menghitung skor rata-rata tes hasil belajar siswa menggunakan
rumus:55
Mx =
Keterangan :
Mx = Mean (skor rata-rata)
∑X = Jumlah skor siswa
N = Number of cases (banyak skor)
55
Anas Sudijono, pengantar statistik pendidikan, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada,
2008), h. 43
56
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran..., h. 128
Untuk ketuntasan belajar, siswa dinyatakan tuntas jika mencapai skor
minimal sama dengan nilai yang sudah ditetapkan atau berdasar KKM.
L. Tindak Lanjut Pengembangan Perencanaan Tindakan
Setelah tindakan pertama (siklus I) selesai dilakukan dan hasil yang
diharapkan kurang dari kriteria yang ditetapkan, maka penelitian ini akan
ditindaklanjuti dengan melakukan tindakan selanjutnya sebagai rencana
perbaikan pembelajaran dengan melakukan tahapan pada siklus berikutnya.
Tahapan yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya, yaitu:
1. Perencanaan Tindakan
Mengidentifikasi permasalahan yang dijumpai pada siklus I.
Kemudian melakukan perbaikan tindakan dan perencanaan pembelajaran
untuk siklus berikutnya.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana pembelajaran.
3. Observasi
Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan untuk
mengumpulkan data-data penelitian dengan menggunakan instrumen yang
telah dibuat.
4. Refleksi
Menganalisa, mengevaluasi, dan refleksi data hasil penelitian untuk
mengetahui apakah tindakan yang telah dilakukan menghasilkan suatu
perubahan ke arah yang lebih baik dari siklus sebelumnya. Jika hasil
penelitian telah mencapai indikator keberhasilan maka penelitian
dicukupkan dan dianggap penelitian tindakan kelas berhasil dilaksanakan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
b. Siklus II
Pemahaman konsep siswa di siklus II mengenai konsep teori
tumbukan dan orde reaksi. Tes pemahaman konsep pada siklus II ini
menggunakan 5 indikator. Rata-rata pemahaman konsep berdasarkan
indikator dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Rata-rata Tingkat Pemahaman Konsep Indikator Siklus II
No. Indikator Rata-Rata Indikator
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi,
luas permukaan, dan suhu terhadap 95,72
laju reaksi berdasarkan teori tumbukan
2. Menjelaskan peranan katalisator 69.08
3. Menentukan orde reaksi 78.62
4. Menjelaskan grafik orde reaksi 63,49
5. Membedakan diagram energi potensial
dari reaksi kimia dengan menggunakan
86,84
katalisator dan yang tidak
menggunakan katalisator
Rata-Rata Ketercapaian Indikator siklus I 78,75
c. Tahap Observasi I
Pelaksanaan observasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian
pada setiap kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui berdasarkan data yang
diperoleh sebagai berikut:
1) Hasil Observasi
(a) Pada pertemuan pertama, siswa masih terlihat canggung dengan
kehadiran peneliti karena siswa belum mengenal peneliti, belum
terbiasa dengan cara mengajar dan belum merasa nyaman dengan
peneliti.
(b) Ketika peneliti memberikan apersepsi dan motivasi, terlihat siswa
masih kebingungan dengan penjelasan yang diberikan, karena
peneliti terlalu cepat ketika menjelaskan sehingga siswa belum
menemukan hubungan antara apersepsi dan motivasi yang
diberikan dengan materi yang akan dipelajari.
(c) Masih banyak siswa yang belum mempunyai keberanian untuk
mengajukan dan menjawab pertanyaan, hal ini disebabkan siswa
malu dan takut ditertawakan oleh siswa yang lain ketika
pertanyaan dan jawaban yang siswa berikan takut tidak
berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari.
(d) Siswa masih kesulitan membuat hipotesis, karena siswa tidak
mengerti dengan maksud dari hipotesis dan belum terbiasa dalam
membuat hipotesis.
(e) Siswa masih kesulitan ketika melakukan percobaan, karena siswa
belum tahu nama dan fungsi alat dan bahan percobaan yang akan
digunakan, karena jarangnya siswa melakukan praktikum.
(f) Untuk observasi hasil percobaan, sudah dapat dilakukan siswa
dengan baik.
(g) Siswa masih kesulitan mengemukakan apa yang mungkin terjadi
pada keadaan yang belum diamati berdasarkan kecenderungan
yang sudah ada, karena siswa belum terbiasa untuk melakukan
prediksi dalam kegiatan praktikum.
(h) Siswa masih kesulitan untuk membandingkan hasil pengamatan,
karena siswa bingung untuk membedakan hasil suatu percobaan
dengan hasil percobaan yang lain.
(i) Ketika berdiskusi, masih didominasi oleh siswa yang pintar.
(j) Siswa masih kesulitan dalam menerapkan konsep yang sudah
dipelajari ke dalam konsep yang baru, karena siswa belum
mengerti bahwa suatu konsep dapat berhubungan dengan konsep
yang lain.
(k) Siswa masih kesulitan untuk memberikan kesimpulan, karena
siswa belum terbiasa memberikan kesimpulan.
(l) Pembagian LKS yang dilakukan ketika pembelajaran belangsung
membuat siswa kesulitan dan tidak mengerti maksud dari LKS.
(m) Guru belum dapat mengkondisikan siswa sehingga masih ada
siswa yang ribut.
(n) Guru kurang tegas ketika memberikan perintah, sehingga siswa
masih bercanda dan mengerjakan hal lain diluar pelajaran kimia.
(o) Guru masih mendominasi kegiatan belajar, baik praktikum
maupun diskusi, sehingga siswa belum benar-benar aktif ketika
kegiatan pembelajaran berlangsung.
d. Tahap Refleksi I
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi data pada siklus I.
Kegiatan pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan
keterampilan proses di kelas XI IPA 1 masih belum efektif, hal ini dapat
dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.6 Deskripsi Hasil Refleksi Siklus I
Tindakan Kekurangan Perbaikan
Apersepsi dan Guru terlalu cepat ketika Guru secara perlahan
motivasi menjelaskan menjelaskan dan sering
bertanya kepada siswa
apa yang tidak
dimengerti agar siswa
tidak semakin
kebingungan
Kegiatan Guru belum dapat Guru lebih tegas ketika
belajar mengkondisikan siswa mengkondisikan kelas
dan kurang tegas ketika dan memberikan perintah
memberikan perintah selain itu guru
sehingga masih ada siswa memberikan kepercayaan
yang ribut, guru masih kepada siswa sehingga
mendominasi kegiatan siswa diharapkan aktif
belajar seperti praktikum ketika pembelajaran
dan diskusi berlangsung
Menjawab dan Siswa malu dan belum Interaksi guru dan siswa
mengajukan ada keberanian dari siswa semakin dtingkatkan,
pertanyaan untuk menjawab dan lebih memperhatikan
mengajukan pertanyaan siswa sehingga siswa
akan merasa dekat dan
timbul rasa kepercayaan
diri untuk menjawab
ataupun mengajukan
pertanyaan
Berhipotesis Siswa tidak mengerti apa Menjelaskan apa yang
yang dimaksud dengan dimaksud dengan
hipotesis dan hipotesis, memberikan
hubungannya dengan contoh hipotesis dan
konsep yang sedang hubungannya dengan
dipelajari konsep yang sedang
dipelajari
Merencanakan Masih bingung dalam Secara perlahan-lahan
percobaan menentukan alat dan ketika kegiatan
bahan percobaan karena pembelajaran
jarangnya siswa berlangsung, guru
melakukan praktikum membahas sedikit
tentang alat dan bahan
percobaan
Observasi Siswa masih kesulitan Memberikan arahan dan
dalam menggunakan membimbing siswa
fakta yang relevan dalam menggunakan
dengan percobaan yang fakta yang relevan
dilakukan dengan percobaan yang
dilakukan
Memprediksi Siswa belum terbiasa dan Membimbing siswa
malu untuk untuk berani
mengemukakan apa yang mengemukakan apa yang
mungkin terjadi pada mungkin terjadi pada
keadaan yang belum keadaan yang belum
diamati berdasarkan diamati berdasarkan
kecenderungan yang kecenderungan yang
sudah ada sudah ada
Klasifikasi Siswa kesulitan untuk Memberikan analogi
membandingkan hasil yang berkaitan dengan
pengamatan konsep yang sedang
dipelajari
Komunikasi Diskusi lebih didominasi Memantau langsung
oleh siswa yang pintar, pembagian tugas
sedangkan siswa yang kelompok, agar masing-
lain hanya diam masing siswa
mendengarkan mendapatkan tugas
secara merata
Menerapkan Siswa masih kesulitan Membimbing siswa dan
konsep dalam menerapkan memberikan contoh-
konsep yang sudah contoh yang menarik
dipelajari pada konsep sehingga siswa mudah
yang baru dalam dalam tahap
menerapkan konsep
Interpretasi Siswa masih kesulitan Membimbing siswa
dalam memberikan dalam membuat
kesimpulan kesimpulan dan tidak
terlalu mendominasi
kegiatan belajar
Pembagian Pembagian LKS yang Pembagian LKS
LKS dilakukan ketika dilakukan satu hari
pembelajaran belangsung sebelum pembelajaran
membuat siswa kesulitan agar siswa mempelajari
dan tidak mengerti terlebih dahulu LKS
maksud dari LKS
e. Keputusan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi belum memenuhi indikator
yang peneliti harapkan. Indikator yang ditetapkan oleh peneliti yaitu nilai
siswa mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan di sekolah dan
sebanyak 85% siswa memiliki nilai ≥ KKM sekolah tetapi pada siklus I
ini hanya mencapai 81,57%. Perlu dilakukan tindak lanjut proses
pembelajaran untuk perbaikan hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
peneliti memutuskan untuk melanjutkan penelitian tindakan kelas ini ke
siklus II.
2. Siklus II
Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 26 November 2010 dengan
materi teori tumbukan dan orde reaksi.
a. Tahap Perencanaan II (Planning)
Tahap perencanaan siklus II ini merupakan perbaikan dari
pembelajaran pada siklus I, perencanaan dimulai dengan menyiapkan
rencana pembelajaran (RPP), menyiapkan media, materi ajar, lembar
kerja siswa (LKS) dan LKS dibagikan satu hari sebelum pembelajaran
dilakukan, lembar observasi guru dan siswa, soal latihan, menyiapkan
soal posttest siklus II, alat dokumentasi, membagi siswa ke dalam 8
kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari 4-5 siswa secara
heterogen, dan keperluan mengajar lainnya. Adapun materi ajar yang
diberikan pada siklus II ini adalah teori tumbukan dan orde reaksi.
Pembelajaran dilakukan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama
dilaksanakan di kelas selama 1 x 40 menit dengan kegiatan pembelajaran
berupa tanya jawab dan diskusi, pertemuan kedua dilaksanakan di kelas
selama 2 x 40 menit dengan kegiatan pembelajaran berupa tanya jawab
dan diskusi, pertemuan ketiga dilaksanakan di kelas selama 2 x 40 menit
berupa mengerjakan soal posttest. (RPP siklus II dapat dilihat pada
lampiran 3).
c. Tahap Observasi II
Pelaksanaan observasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian
pada setiap kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui berdasarkan data yang
diperoleh sebagai berikut:
1) Hasil Observasi
(a) Ketika peneliti memberikan apersepsi dan motivasi, terlihat siswa
sudah tidak kebingungan dengan penjelasan yang diberikan,
karena peneliti ketika menjelaskan apersepsi dan motivasi secara
perlahan dan banyak bertanya kepada siswa sehingga siswa
sedikit demi sedikit mengerti dan menemukan hubungan antara
apersepsi dan motivasi yang diberikan dengan materi yang akan
dipelajari.
(b) Siswa sudah mempunyai keberanian untuk mengajukan dan
menjawab pertanyaan, hal ini disebabkan siswa diberikan
pendekatan secara lebih dekat oleh peneliti sehingga siswa merasa
percaya diri.
(c) Hampir sebagian besar siswa sudah dapat membuat hipotesis,
walaupun masih ada beberapa siswa yang masih terlihat kesulitan
ketika membuat hipotesis.
(d) Siswa sudah tidak kesulitan ketika melakukan percobaan, karena
siswa belajar untuk tahu nama dan fungsi alat dan bahan
percobaan.
(e) Untuk observasi hasil percobaan, sudah dapat dilakukan siswa
dengan baik.
(f) Siswa sudah dapat mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada
keadaan yang belum diamati berdasarkan kecenderungan yang
sudah ada.
(g) Sebagian besar siswa sudah dapat membandingkan hasil
pengamatan walaupun masih terdapat beberapa siswa kesulitan
untuk membandingkan hasil pengamatan.
(h) Ketika berdiskusi, interaksi sudah berjalan dengan baik,
pembagian tugas masing-masing siswa sudah merata.
(i) Siswa sudah dapat menerapkan konsep yang sudah dipelajari ke
dalam konsep yang baru, karena siswa sudah mengerti bahwa
suatu konsep dapat berhubungan dengan konsep yang lain.
(j) Siswa sudah dapat memberikan kesimpulan, karena siswa
dibimbing dalam memberikan kesimpulan.
(k) Pembagian LKS yang dilakukan satu hari sebelum pembelajaran
belangsung membuat siswa tidak kebingungan dan mengerti
maksud dari LKS.
(l) Guru sudah dapat mengkondisikan siswa, sehingga siswa mulai
fokus ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.
(m) Guru cukup tegas ketika memberikan perintah, sehingga siswa
mulai serius ketika kegiatan pembelajaran berlangsung.
(n) Guru sudah tidak mendominasi kegiatan belajar, baik praktikum
maupun diskusi, sehingga siswa benar-benar aktif ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung.
2) Hasil Catatan Lapangan
Tabel 4.8 Hasil Catatan Lapangan Siklus II
Pertemuan Catatan lapangan
1. Sebagian siswa mulai fokus dengan pelajaran
walaupun masih ada 1 siswa prempuan mengerjakan
tugas mata pelajaran lain selain kimia
Guru mampu mengkondisikan kelas
Guru tidak mendominasi kegiatan belajar, guru hanya
berperan membimbing dan mengarahkan siswa.
Siswa dapat mengkondisikan diri
Pembagian LKS yang diberikan satu hari sebelum
kegiatan pembelajaran dilakukan, membuat siswa
lebih mengerti materi yang akan diajarkan
Hampir sebagian besar siswa sudah berani untuk
menjawab pertanyaan dan mengemukakan pertanyaan
Kerjasama antar anggota kelompok sudah terjalin
dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan adanya
pembagian tugas kelompok yang merata
Pada kegiatan diskusi kelas, secara umum siswa sudah
mempunyai keberanian untuk bertanya atau
menanggapi pertanyaan sehingga banyak siswa yang
berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas.
Siswa sudah terlihat berani untuk bertanya.
Siswa mampu dalam membuat kesimpulan.
2. Guru sudah dapat mengkondisikan kelas.
Aktivitas belajar siswa sudah berjalan dengan baik .
Kerjasama antar anggota kelompok sudah terjalin
dengan baik, karena pembagian tugas sudah merata.
Pada kegiatan diskusi kelas, beberapa siswa terlihat
sudah mempunyai keberanian untuk bertanya atau
menanggapi pertanyaan.
Interaksi siswa dalam diskusi dan menjawab
pertanyaan sudah baik.
Siswa sudah mampu dalam penerapan konsep.
Siswa sudah mampu dalam membuat kesimpulan.
3. Siswa sudah serius menjawab soal posstest yang
diberikan guru
Rata-rata skor pemahaman konsep siklus I sebesar
78,75. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hampir
sebagian besar pemahaman konsep siswa meningkat,
dan mencapai nilai KKM yang sudah ditentukan.
Hasil posttest siswa dari 9 butir soal uraian diperoleh
persentase siswa yang telah mencapai KKM sebesar
100%. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
semua siswa mencapai ketuntasan dalam pembelajaran
kimia.
3) Tahap Refleksi II
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis selama kegiatan
siklus II, maka dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep siswa
pada materi laju reaksi ditinjau dari nilai rata-rata siswa mengalami
peningkatan rata-rata pemahaman konsep siswa dari siklus I ke siklus II
yaitu dari 70,12 menjadi 78,75.
Pada proses pembelajaran pada siklus II ini, tampak siswa mampu
mengikuti pembelajaran dengan baik, suasana kelas lebih kondusif, dan
siswa turut aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya
perbaikan-perbaikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan
pola mengajar guru membuat siswa senang dan mudah mempelajari
kimia dalam hal ini materi laju reaksi.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kimia dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas XI IPA 1 SMA
Muhammadiyah 25 Pamulang khususnya materi laju reaksi.
Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh bahwa hasil belajar
siswa mengalami peningkatan dari siklus I. Penelitian ini hanya dibatasi
sampai siklus II karena jumlah siswa yang mencapai nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sudah mencapai 100% melebihi nilai kriteria
ketuntasan minimal ideal yang diharapkan sebesar 85%.
Dalam proses pembelajaran siswa sudah mampu melakukan
pembelajaran dengan lebih baik dan sudah terciptanya iklim kerja sama
siswa dalam menghadapi masalah dalam kegiatan diskusi. Siswa juga
terlihat aktif melakukan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan
proses karena dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk mencari
sendiri konsep materi yang sedang dipelajari.
D. Analisis Data
Tahap analisis dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada
dari berbagai sumber. Diantaranya sebagai berikut:
1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar diberikan kepada siswa sebanyak dua kali yaitu
pada akhir siklus I dan akhir siklus II. Soal terdiri dari 9 soal untuk siklus I
dan 7 soal untuk siklus II. Nilai skor ditentukan sesuai tingkat kesulitan
soal. Hasil dari tes siklus I dan II disajikan dalam tebel berikut:
Tabel 4.9 Hasil Tes Belajar Siklus I dan Siklus II
No. Statistik deskriptif Siklus I Siklus II
1. Rata-rata pemahaman konsep 70,12 78,75
2. Jumlah siswa yang belum tuntas
18,42% 0
belajar
3. Jumlah siswa yang tuntas belajar 81,57% 100%
4. Nilai KKM 70
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa hasil tes pemahaman konsep siswa
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Rata-rata nilai siswa
meningkat 8,63 pada siklus II. Sebanyak 38 siswa (100%) telah melampaui
nilai KKM yaitu 70. Peningkatan ini menunjukkan bahwa tingkat hasil
pemahaman siswa mulai meningkat, karena siswa semakin paham dengan
konsep dan dapat mengerjakan soal tes dengan mudah.
Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini dihentikan pada siklus II
dan terbukti bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan
proses dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
E. Pembahasan
Pada awal pertemuan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum. Sebelum praktikum dilakukan,
masing-masing kelompok terlebih dahulu membuat hipotesis dari percobaan
yang akan dilakukan, setelah masing-masing kelompok membuat hipotesis
guru baru memberikan izin untuk melakukan percobaan pertama. Hal ini
dilakukan karena kemampuan membuat hipotesis adalah keterampilan yang
sangat mendasar dalam kerja ilmiah,57 jadi siswa akan terbiasa membuat
hipotesis yang kemudian akan diuji melalui percobaan.
Pada awalnya siswa merasa kebingungan dengan pembuatan hipotesis
terlebih dahulu sebelum praktikum dilakukan, guru harus sabar untuk
menjelaskan kembali tujuan dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
pelaksanaan praktikum, dan memberikan pengertian dari hipotesis serta
memberikan contoh hipotesis. Secara perlahan-lahan siswa mulai mengerti dan
mencoba membuat hipotesis pertama dan mulai melakukan percobaan.
Ketika siswa melakukan pengamatan selama praktikum, akan terbentuk
pemahaman konsep dari hipotesis yang mereka buat sebelumnya dengan hasil
pengamatan yang mereka dapatkan, setelah itu siswa berdiskusi dan mencari
teori yang berhubungan dengan hasil praktikum yang sudah didapatkan,
sehingga teori tersebut akan memperkuat hipotesis yang sudah siswa buat dan
menjawab soal dalam lembar kerja siswa (LKS).
Pembelajaran dengan keterampilan proses dapat membantu siswa
memahami konsep yang abstrak menjadi konkrit yaitu dengan melakukannya
secara langsung. Aktifitas siswa tidak terbatas pada mendengar dan melihat
saja tetapi juga aktifitas tangan, kaki, berpikir kreatif, saling bekerja sama yang
akan menimbulkan sifat sosial dan kepedulian dalam teman satu kelompok
ataupun teman kelompok lain.
Melalui hasil tes yang dilakukan sesudah pembelajaran (posttest),
tampak adanya peningkatan hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi, hal ini
diperoleh dari rata-rata nilai pada siklus I untuk posttest sebesar 71,02. Jumlah
siswa yang mencapai belajar tuntas di siklus I hanya sebesar 81,57%. Tidak
tercapainya indikator keberhasilan di siklus I disebabkan antara lain belum
terlatihnya siswa menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam
menerima pelajaran kimia, karena selama ini siswa terbiasa diberi pelajaran
57
Conny Semiawan, “Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa
dalam Belajar ”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), h. 25
dengan metode ceramah saja dan siswa belum terbiasa menerima pelajaran
dengan pendekatan keterampilan proses, yang pembentukan konsepnya
dilakukan oleh siswa sendiri.
Untuk memperbaiki hasil pada siklus pertama, maka pada siklus kedua
guru lebih aktif dan kreatif dalam menarik perhatian, sebelum kegiatan belajar
mengajar dilakukan guru perlu memberikan pemahaman awal tentang suatu
konsep yang akan dibuktikan dan memberikan lembar kerja siswa (LKS) satu
hari sebelum pembelajaran agar mereka membaca dan memahami terlebih
dahulu kegiatan apa yang akan dilakukan. Pada saat diskusi berlangsung, guru
memeriksa pembagian tugas setiap kelompok agar merata dan memantau
jalannya diskusi setiap kelompok. Peneliti tidak terlalu mendominasi kegiatan
pembelajaran baik dalam kegiatan diskusi maupun praktikum. Hal ini
dilakukan agar siswa mampu menemukan sendiri apa yang harus mereka
lakukan dalam mencari tahu dan menemukan suatu konsep, guru membantu
bila ada kesulitan serta berperan dalam membimbing siswa untuk membentuk
konsep sendiri. Hasil yang didapat dari siklus II yaitu rata-rata nilai untuk
posttest sebesar 77,07. Jumlah siswa yang mencapai belajar tuntas di siklus II
adalah 38 orang atau sebesar 100%, hal ini berarti indikator keberhasilan telah
tercapai karena siswa yang belajar tuntas rmelebihi indikator keberhasilan yaitu
85% siswa mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar ≥ 70.
Dari hasil tersebut yang didapat dari siklus I dan siklus II dapat diketahui
bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa untuk setiap siklus menggambarkan tingkat
pemahaman siswa terhadap konsep laju reaksi. Pada siklus I rata-rata
pemahaman konsep siswa sebesar 70,12 sedangkan pada siklus II rata-rata
pemahaman konsep siswa sebesar 78,75.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan kegiatan
pembelajaran melalui pendekatan keterampilan proses pada siklus I dan siklus
II dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Pemahaman pada suatu
konsep sering digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsep lain.
Sehingga semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang akan memberikan
kesempatan kepadanya untuk memahami konsep lain yang lebih luas yang
akan menjadi modal untuk memecahkan masalah di sekitarnya. Semakin
banyak konsep yang dimiliki seseorang semakin banyak alternatif yang dapat
dipilihnya dalam menghadapi masalah yang dihadapinya.58
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keterampilan proses.
Pendekatan ini dipakai karena pendekatan keterampilan proses adalah suatu
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk
berproses ilmiah dengan tujuan mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan siswa untuk menemukan dan mengemukakan sendiri fakta, konsep
serta nilai dalam diri siswa. Konsep-konsep yang siswa peroleh melalui
keterampilan proses yang telah dilakukan akan tertanam kuat, sehingga siswa
akan lebih memahami suatu konsep, karena siswa terlibat dalam proses
pencarian konsep. Pendekatan keterampilan proses mampu mengembangkan
kreativitas siswa dalam belajar sehingga siswa aktif mengembangkan dan
menerapkan kemampuannya.
Menurut Semiawan, siswa mudah memahami konsep-konsep yang
rumit dan abstrak, jika disertai dengan contoh-contoh konkrit dan wajar sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan memperhatikan sendiri.59
Pendekatan keterampilan proses melalui kegiatan praktikum dan
diskusi dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan yang mendasar, siswa dilibatkan secara langsung dalam proses
observasi, interpretasi, klasifikasi, prediksi, komunikasi, membuat hipotesis,
mengajukan pertanyaan, merancang dan melakukan percobaan untuk
memperoleh konsep, mencoba melakukan dan memahami penerapan tentang
konsep yang diperoleh. Konsep yang siswa peroleh ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung akan tertanam kuat. Sehingga ketika siswa sudah
58
Mulyati Arifin, “Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia”, (Bandung,
1995). h. 38
59
Sukiniarti, Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA di Kelas Awal
Sekolah Dasar, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 15, No. 2, Maret 2009), h. 2
memahami suatu konsep maka akan mudah bagi siswa untuk memahami
konsep-konsep yang akan dipelajari selanjutnya. Dengan demikian untuk
mencapai peningkatan pemahaman konsep dalam konsep laju reaksi ini
pemilihan pendekatan keterampilan proses merupakan hal yang tepat. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang telaah dilakukan oleh Nina Kadaritna yang
menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses
dapat meingkatkan pemahaman konsep.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa penerapan pendekatan
keterampilan proses dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
F. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengalami keterbatasan diantaranya
adalah:
1. Singkatnya waktu yang diberikan pihak sekolah selama penelitian ini
berlangsung, sehingga dua pertemuan dilaksanakan dalam hari yang sama
namun dengan waktu yang berbeda.
2. Peneliti kesulitan ketika menerapkan salah satu jenis pendekatan
keterampilan proses yaitu hipotesis. Karena masih banyak siswa yang
belum memahami arti suatu hipotesis.
3. Ketersediaan alat dan bahan praktikum yang terbatas sehingga siswa harus
bergantian ketika pelaksanaan praktikum berlangsung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran agar pemahaman konsep
siswa terhadap konsep kimia dapat meningkat dilakukan dengan memberikan
pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah
dengan pendekatan keterampilan proses. Dalam pendekatan keterampilan
proses terdapat sembilan jenis keterampilan, yaitu keterampilan melakukan
pengamatan, menafsirkan pengamatan, mengelompokkan, meramalkan,
berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep,
dan mengajukan pertanyaan. Pada kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan keterampilan proses, penerapan metode yang lebih
menarik keterlibatan siswa secara langsung dan siswa terlihat lebih aktif
adalah penerapan metode praktikum.
Pada metode praktikum, siswa diberi kesempatan untuk terlibat
secara langsung dalam menemukan konsep laju reaksi yang sedang dipelajari
sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep tersebut. Dalam
kegiatan ini siswa dituntut untuk merumuskan permasalahan dan mengajukan
hipotesis sebelum percobaan dilakukan. Kemudian siswa merencanakan
percobaan, memprediksi, melakukan pengamatan, menafsirkan pengamatan,
melakukan klasifikasi, mengumpulkan data, menganalisis dan menyimpulkan
konsep yang sedang dipelajari dengan dibantu LKS (lembar kerja siswa).
Penerapan pendekatan keterampilan proses dengan metode praktikum dan
diskusi terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep. Hal ini terbukti dari
rata-rata pencapaian indikator pemahaman konsep siswa pada konsep laju
reaksi yaitu 70,12 pada siklus I dan 78,75 pada siklus II.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dalam penerapan pendekatan keterampilan proses sains sebaiknya dipilih
materi yang mudah untuk dikaitkan dalam dunia nyata, serta pemberian
tugas praktikum diusahakan agar tugas tersebut dapat terjangkau oleh
siswa, sehingga tidak menyulitkan siswa baik sarana maupun dana.
2. Penerapan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan pembelajaran
membutuhkan kesiapan baik bagi pihak guru maupun siswa yang akan
terlibat dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya memiliki kesiapan
dalam bentuk kemampuan untuk mengembangkan metode yang lebih
kreatif sehingga ketersediaan fasilitas dan bahan ajar yang ada disekolah
dapat dimanfaatkan dengan maksimal.
3. Kegiatan praktikum tidak dapat terlepas dari kelengkapan fasilitas
laboratorium oleh karena itu bagi pihak sekolah hendaknya meningkatkan
pemeliharaan dan penambahan alat-alat laboratorium sebagai penunjang
kegiatan pembelajaran kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Ango, Maria L., “Process control Science Skills and Effective Use them in
Teaching of Science: An Education Educology” tersedia di
http://www.eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/content_storage_01/0
000019b/80/27/fb/49.pdf di akses 21 Februari 2010.
Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Duran, Meltem, Oğuz Özdemir. 2010. The effects of scientific process skills–
based science teachingon students' attitudes towards science” (US-China
Education Review, ISSN 1548-6613, USA, Volume 7, No.3, Maret 2010,
(Serial No.64).
Feronika, Tonih. 2008. Buku Ajar Strategi Pembelajaran Kimia. Jakarta: FITK
UIN Syarif Hidayatullah.
Hasibuan, J.J. dan Moedjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Hendrajanti, Paulina. 2007. Konsep dan Penerapan Kimia Untuk SMA/MA Kelas
XI. Surakarta: PT. Widya Duta Grafika
Johari, J. M. C dan Rahmawati. 2004. Kimia SMU. Jakarta: Esis PT. Gelora
Aksara Pratama.
Mudjiono dan Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Sudjiono, Anas. 2008. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada