You are on page 1of 7

Proposal Penelitian

ANALISIS PENERAPAN PERMENKES NOMOR Commented [FK1]: Analisis penerapan tidak cukup hanya dari
uji mikrobologi saja. Harus utuh
1096/MENKES/PER/VI/2011 PADA ASPEK FASILITAS SANITASI DAN
PERALATAN MAKAN DI KANTIN SAPTA DHARMA FATETA IPB Commented [FK2]: Mengapa hanya ke fasilitas sanitasi dan
peralatan? Penerapan good practices harus mencakup keseluruhan
persyaratan kantin bersih, tidak hanya dipilih satu bagian saja..
Karena kalu hanya fasilitas aja, sementara kondisi air, hygiene
pegawai, dsb tidak diperbaiki, tidak memberikan informasi yang
utuh.

Nabila Karimah F24150009

Amanda Gita Fikriyah F24150029

Ahsanul Ariz Hidayat F24150114

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

BPOM mendefinisikan pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari hayati Commented [FK3]: Apakah betul BPOM mendifinisikan
pangan?? Defnisi pangan ada di undang-undang pangan
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang dapat dikonsumsi oleh manusia,
termasuk bahan lain yang digunakan selama proses persiapan dan pengolahan
makanan atau minuman. Hal ini menjadikan keamanan dan kebersihan pangan
merupakan aspek penting sehingga penyediaannya harus diawasi. Apabila keamanan Commented [FK4]: Apa kaitan definisi pangan dengan
pentingnya keamanan dan kebersihan???
dan kebersihan dari pengolahan pangan tidak diawasi dengan baik, dapat
menyebabkan pangan tersebut menjadi media suatu mikroorganisme penyebab Apa fikiran utama dari paragraph ini????

penyakit. Salah satu penyebab kontaminasi bahan pangan oleh mikroorganisme


adalah buruknya fasilitas sanitasi dan kebersihan dari perlatan makan yang kurang
terjaga.
Konsumsi dari makanan atau minuman yang terkontaminasi dapat
menyebabkan keracunan pangan. Sedangkan, penyakit yang ditimbulkan oleh Commented [FK5]: Jangan menggunakan kata sambung di awal
kalimat.
makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (foodborne disease).
Sepanjang tahun 2016 BPOM telah mencatat 110 berita keracunan pangan yang
diperoleh dari media online. Sementara di tahun yang sama, sebanyak 60 kejadian
luar biasa (KLB) keracunan pangan dilaporkan oleh 31 BB/BPOM di seluruh
Indonesia. Laporan tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi maupun
Kabupaten/Kota di 34 Propinsi. Ditinjau dari jenis pangan, penyebab KLB Keracunan
Pangan tahun 2016 adalah masakan rumah tangga sebanyak 29 (49,15%) kejadian,
pangan jajanan/siap saji sebanyak 12 (20,34%) kejadian, diikuti pangan olahan dan
pangan jasa boga masing-masing sebanyak 9 (15,25%) kejadian (BPOM 2016).
Kantin memiliki peran penting dalam penyediaan jasaboga di lingkungan
sekolah untuk memenuhi keinginan makan pada saat jam sekolah (Syafirah dan Commented [FK6]: Penelitian ini di kampus, Harus ada latar
belakang mengapa kantin sapta yang tertarik untuk diteliti
Andrias 2012). Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan
kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan diluar tempat usaha atas dasar pesanan. Latar belakang loncat2 dan kurang focus… Harus ada penjelasan
permen tersebut isinya apa (mencakup persyaratan apa saja)
Kantin merupakan jasa boga golongan B menurut penggolongan PP Menkes RI No.
712/MENKES/PER/X/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasa Boga. Oleh karena
itu, fasilitas sanitasi dan peralatan makan yang digunakan di kantin adalah dua aspek
penting yang harus diperhatikan dalam penyajian pangan. Jika tidak diperhatikan,
dapat memungkinkan terjadinya keracunan pangan karena pangan yang disediakan
dapat terkontaminasi. Hal tersebut harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
Kementrian Kesehatan melalui Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011.
Kontaminasi pada bahan pangan umumnya disebabkan oleh keberadaan
bakteri patogen. Bakteri patogen merupakan bakteri yang keberadaannya dapat
membahayakan kesehatan manusia (Boekoesoe 2010). Mekanisme penyebaran
penyakit oleh bakteri patogen dapat berupa infeksi, intoksikasi, dan toksikoinfeksi.
Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan
pangan. Bakteri ini juga merupakan bakteri indikator sanitasi (Wijaya 2009). Bakteri
indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam suatu produk pangan
menunjukkan indikasi rendahnya tingkat sanitasi yang diterapkan dalam penanganan
produk pangan tersebut (Fierliyanti 2006).

Rumusan Masalah
1. Apakah fasilitas sanitasi dan peralatan makan di Kantin Sapta Dharma Fateta
IPB telah sesuai dengan persyaratan Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011. Commented [FK7]: Terlalu sempit untuk sebagai penelitian.
Mengapa tidak keseluruhan persratan dalam peratutan tersebut
2. Apa dampak yang dapat ditimbulkan jika penerapan yang dilakukan terhadap yang dievaluasi????
aspek fasilitas sanitasi dan peralatan makan di Kantin Sapta Dharma Fateta IPB
tidak sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Commented [FK8]: Dampak terhadap safety tidak akan
Nampak bila hanyayang dikasih fasilitas saja

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat penerapan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 Commented [FK9]: Jangan gunakan kata mengetahui.
Penelitian ini bukan hanya mengetahui saja. GUnaka kata lain,
pada aspek fasilitas sanitasi dan peralatan makan di Kantin Sapta Dharma Fateta misalnya mengevaluasi penerapan….
IPB.
2. Mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan jika penerapan yang dilakukan
terhadap aspek fasilitas sanitasi dan peralatan makan di Kantin Sapta Dharma
Fateta IPB tidak sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Commented [FK10]: Apa yang dilakukan dalam penelitian ini
terhadap dampak??? Apakah dilakukan intervensi?????? Kala
hasilnya berupa informasi, belum bias dilihat dampaknya. Dampak
Manfaat Penelitian terlihat kalau ada intervensi, misalnya alatnya diganti dengan
persyaratan sesuai permen.
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan peneliti dalam penerapan
Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 pada aspek fasilitas sanitasi dan
peralatan makan di Kantin Sapta Dharma Fateta IPB.
2. Bagi Kantin Sapta Dharma Fateta IPB, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
rujukan dalam penerapan aspek fasilitas sanitasi dan peralatan makan
berdasarkan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011.
3. Bagi masyarakat, hasil penelitian diharapkan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya menerapkan sanitasi dan higiene dalam penyediaan makanan
berdasarkan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Commented [FK11]: Menyebut berulang-ulang Permenkes…
Bisa dibuat paragraph sehingga tidak ada pengulangan.
TINJAUAN PUSTAKA Commented [FK12]: TInjauan pustaka itu terutama mereview
penelitian sebelumnya sebagai latar belakang untuk mendukung
mengapa penelitian ini dilakukan. Jadi bukan memindahkan dari
Pangan textbook.. Tnjauan pustaka yang ditulis masih lebih banyak
memindahkan dari textbook, kurang referensi darii hasil penelitian,
Pangan pada dasarnya adalah kebutuhan dasar yang paling hakiki dimana sehingga tidak bias memberikan gambaran mengapa penelitian ini
penting untuk dilakukan.
pemenuhan akan pangan merupakan hak asasi setiap orang. Oleh karena itu pangan
harus selalu tersedia kapan saja dan dimana saja bagi penduduk yang Contoh pustaka yanb harus dirujuk adalah mengenai data
keracunan, terutama potensi keracunanan makanan di kantin.
membutuhkannya (Fardiaz dan Fardiaz 2003). Dalam undang-undang No. 7 Tahun
Juga perlu dibahas, apa perysratan kantin bedasarkan Permen.
1996 tentang Pangan, pangan didefinisikan secara fisik sebagai segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam
proses pemenuhannya, saat ini manusia tidak hanya bergantung pada pangan segar
saja. melainkan juga pangan olahan seperti makanan fermentasi, makanan kaleng, dan
makanan dengan pengolahan minimum.
Kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi karena telah mengonsumsi
makanan dan monuman setiap hari. Makanan yang dikonsumsi harus dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi bagi tubuh, tidak menimbulkan penyakit, dan
memenuhi selera. Adanya pedagang yang beredar di lingkungan sekitar akan
memenuhi kebutuhan setiap masyarakat saat mengonsumsi makanan yang dijual
tetapi dari segi keamanannya belum tentu terpenuhi (Kemdiknas 2011). Dalam
pemenuhan zat gizi tubuh manusia harus mengkonsumsi makanan yang aman baik
secara fisik, kimia, maupun bebas cemaran biologi.

Keamanan Pangan
Mengacu pada PP No. 28 Tahun 2004, Keamanan pangan adalah kondisi dan
upaya yang diperlukan untuk mencegah dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Suatu pangan menjadi tidak aman dikarenakan makanan atau minuman
tersebut telah terkontaminasi mikroba patogen, bahan kimia berbahaya yang bila
dikonsumsi menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Selain berbagai cemaran
tersebut, pangan juga menjadi tidak aman karena kondisi bahan baku, bahan
tambahan, dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan.
Sementara itu, lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam proses pengelolaan
pangan juga dapat turut berperan serta dalam menentukan kondisi keamanan pangan
tersebut.. Oleh karena itu, persyaratan keamanan pangan dan ketentuan-ketentuan lain
digunakan sebagai standar dan harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari
kemungkinan adanya bahaya yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Fardiaz (2000) terdapat empat masalah utama keamanan pangan di
Indonesia yaitu produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan masih
banyak ditemukan diperedaran, kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang
sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya, sarana
produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan masih banyak
ditemukan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga, dan penjual
makanan jajanan, serta tingkat pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang
keamanan pangan masih rendah.
Kantin
Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya (Depkes RI
2005). Makanan dan minuman yang disedakan oleh kantin haruslah terjamin gizi dan
keamanannya serta memiliki fasilitas yang aman, bersih, dan sehat bagi seluruh
penjamahnya. Dalam pengelolaannya, sebuah kantin harus mempunyai seorang
penanggung jawab yang memiliki sebuah tugas pokok sebagai penganggung jawab
kelangsungan kantin secara keseluruhan baik ke dalam maupun ke luar yaitu kepada
instansi yang berwenang atau terkait. Selain itu dalam sebuah kantin terdapat
penjamah makanan. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tentang
Higiene Sanitasi Jasa Boga penjamah makanan adalah orang yang secara langsung
mengelola makanan. Pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk,
pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. Sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003,tentang pedoman persyaratan
sanitasi makanan jajanan. Maka, persyaratan yang harus di penuhi oleh penjamah
makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan antara
lain :
1. Tidak menderita penyakit mudah menular misalnya: batuk, pilek, influenza, diare,
serta penyakit perut sejenis
2. Menutup luka (pada luka terbuka)
3. Menjaga kebersihan rambut, kuku, tangan dan pakaian
4. Memakai celemek dan tutup kepala
5. Mencuci tangan tiap kali akan menangani makanan
6. Penjamah makanan harus memakai perlengkapan atau memakai alas tangan
7. Tidak sambil merokok dan tidak menggaruk anggota badan
8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
Selain memperhatikan aspek penjamah makanan, lokasi atau lingkungan
kantin dan fasilitas serta peralakan harus mendapatkan perhatian khusus agar
terciptanya kantin yang sehat. Kualitas lingkungan kantin yang sehat adalah keadaan
lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan
hidup manusia. Kemudian obyek sanitasi harus diterapkan di seluruh tempat tinggal
atau tempat kerja seperti dapur, restoran, taman, ruang kantor, dan rumah dalam
menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan (Juli 2005). Menurut Ditjen Bina Gizi
(2011), pengelolaan kantin sehat harus memperhatikan aspek lingkungan kantin yaitu
sebagai berikut:
1. Lokasi kantin harus dalam ruang lingkup kegiatannya
2. Tidak berdekatan dengan jamban, kamar mandi, tempat pembuangan sampah, dan
sedapat mungkin masih dalam wilayah gedung sekolah.
3. Ruangan makan harus cukup luas, bersih, nyaman dan ventilasi cukup dengan
sirkulasi udara yang baik, dilengkapi dengan tempat cuci tangan (sebaiknya
dengan air yang mengalir) dan sabun yang letaknya mudah dijangkau oleh anak
sekolah
4. Lantai hendaknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan kedap air
5. Dinding dan langit-langit selalu bersih dan dicat terang
6. Jendela yang digunakan sebagai ventilasi hendaknya berkasa untuk menghindari
lalat masuk.
Menurut Direktorat Bina Gizi (2011), sebuah dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis yaitu kantin ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti
koridor atau di halaman. Ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus
dalam keadaan tertutup meskipun kantin berada di ruang terbuka. Sarana dan
prasarana yang harus dimiliki kedua jenis kantin di atas sebagai berikut: sumber air
bersih, fasilitas sanitasi, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian
dan ruang maka, perlengkapan kerja dan tempat pembuangan sampah yang tertutup.
Kantin harus mempunyai suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan
pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan, baik dengan
ruangan tertutup maupun kantin dengan ruangan terbuka. Air bersih dapat diperoleh
dari PAM maupun dari sumur. Air bersih yang disimpan dalam ember harus selalu
tertutup. Kemudian 24 untuk mengambil air dari ember harus menggunakan gayung
bertangkai panjang.
Selama proses persiapan sampai penyajian peralatan yang digunakan harus
mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya peralatan dari bahan
stainless steel untuk pisau, panci, dan wajan. Permukaan peralatan yang kontak
langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak
menyerap air. Peralatan bermotor seperti pengaduk dan blender hendaknya dapat
dibongkar agar bagian-bagiannya mudah dibersihkan. Hasil penelitian tentang survey
kontaminasi bakteri patogen pada makanan dan minuman menunjukkan bahwa
tingkat kontaminasi tertinggi didapati pada sampel air yang digunakan untuk mencuci
peralatan makan dan minum yaitu sebesar 50% (Susanto 1986).

Higiene dan Sanitasi


Menurut Depkes (2008) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya, mencuci
peralatan makan untuk melindungi kebersihan perlatan makan dan membuang bagian
makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai
perpindahan penyakit tersebut. Secara luas ilmu sanitasi merupakan penerapan dari
prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau
mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia (Shinta 2008). Sebuah kantin
yang sehat harus menerapkan higiene dan sanitasi yang baik dalam
penyelenggaraanya, sehingga terdapat beberapa persyaratan penilaian yang harus
dipenuhi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tentang Higiene
Sanitasi Jasa Boga tahun 2011.
Penilaian Higiene Sanitasi didasarkan kepada nilai pemeriksaan yang
dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara pemeriksaan
contoh/spesimen. Berdasarkan golongannya sebuah kantin harus mendapatkan nilai
pemeriksaan fisik yang sesuai yaitu:
1. Golongan A1, minimal nilai 65 maksimal 70, atau rangking 65 – 70%
2. Golongan A2, minimal nilai 70 maksimal 74, atau rangking 70 – 74%
3. Golongan A3, minimal nilai 74 maksimal 83, atau rangking 74 – 83%
4. Golongan B, minimal nilai 83 maksimal 92, atau rangking 83 – 92%
5. Golongan C, minimal nilai 92 maksimal 100, atau rangking 92 –100%
Untuk pemeriksaan contoh sendiri standar yang berlaku adalah jumlah cemaran
Eschericia coli pada makanan harus nol (negatif), angka kuman/ angka lempeng total
(ALT) pada alat makan dan minum harus nol (negatif), dan tidak diperbolehkan
adanya carrier (pembawa kuman pathogen) pada penjamah makanan yang diperiksa.
Baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan contoh harus memenuhi syarat yang
berlaku. Apabila hasil pemeriksaan fisik yang telah memenuhi syarat, tetapi belum
didukung dengan hasil pemeriksaan contoh yang memenuhi syarat, ditunda sampai
hasil laboratorium memenuhi syarat.

You might also like